Menurut pakar PPN, Untung Sukardji, pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat
timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Istilah
tersebut mengacu kepada keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak
yang juga disebut dengan objek pajak. PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai
kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak
berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi barang atau jasa
yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib membayar PPN atas konsumsi
barang atau jasa tersebut.
Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul
beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk
menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun
konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap
konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak yang sama.
Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang kondisi subjektif
pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak
terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda dengan PPh bagi Badan.
Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP yang menikah dan memiliki
tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
Secara umum, proses registrasi ulang PKP dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:
Seri PPN dan PPnBM - Faktur Pajak, Faktur Pajak Gabungan, dan Dokumen
Tertentu yang Ditetapkan Sebagai Faktur Pajak
Jumat, 15 Juni 2012 - 22:08
Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama
1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat pada:
1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
4. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak
seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak
Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
1. dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan
JKP yang paling sedikit memuat :
a. nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPn BM yang dipungut;
f. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
2. Setiap Faktur Pajak harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah ditentukan di
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
a. kode Faktur Pajak terdiri dari :
2 (dua) digit Kode Transaksi;
1 (satu) digit Kode Status; dan
3 (tiga) digit Kode Cabang.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.
Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh meliputi :
1. orang pribadi;
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
3. Badan
Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan
4. bentuk usaha tetap (BUT).
Adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
3. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
b. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD
c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
e. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Seri PPN dan PPnBM - Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporan Usaha untuk
Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.