Anda di halaman 1dari 6

D.

Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan/beratnya dan

morfologi cedera.
1. Mekanisme
Cedera kepala dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda
tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. 13
2. Keparahan
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak. Glasgow Coma Scale yaitu suatu skala untuk menilai secara
kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek
yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons),
dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons). Berdasarkan nilai GCS maka penderita
cedera otak dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan penderita cedera otak ringan, nilai
GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, nilai GCS 3-8 dikategorikan cedera
otak berat. 13

Tabel I
Glasgow Coma Scale
Jenis pemeriksaan
Respon buka mata (Eye opening, E)
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri

Nilai
4
3
2

Tidak ada
Respon motorik terbaik (M)
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)

Fleksi abnormal (dekortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada

6
5
4

Respon verbal (V)


Berorientasi baik

Berbicara mengacau (bingung)

Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas

Tidak ada

Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3


Sumber: Moppett IK. Traumatic brain injury: assessment, resuscitation and early management. British Journal of Anaesthesia; 2007. 99. h. 1831.

3.

Morfologi
a. Kerusakan menyeluruh (Diffuse Injury). Merupakan tipe cidera yang paling sering
ditemukan. Diartikan sebagai suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang
tidak sadar sejak benturan pada kepala dan tidak mengalami suatu lucid interval) tanpa
gambaran space occupying lesion (SOL) pada CT scan. 13
Terdiri dari tiga tipe yaitu :
Konkusi ringan, di mana penderita tetap sadar, tetapi dapat terjadi kehilangan fungsi
neurologis sesaat. Cedera inilah yang paling umum, tetapi karena derajatnya ringan,
sering tidak dilaporkan. Bentuk dari konkusi berupa kebingungan dan disorientasi tanpa
amnesia. Sindroma ini sembuh sempurna dan tidak berhubungan dengan gejala sisa yang
berat. Bentuk konkusi yang lebih berat dapat menyebabkan kebingungan disertai amnesia
baik retrograd maupun antegrad.5

Konkusi klasik, adalah cidera di mana penderita dapat kehilangan kesadarannya. Pada
kondisi ini selalu disertai dengan amnesia pascatrauma, dan lamanya amnesia merupakan
ukuran yang baik untuk menentukan beratnya cidera. Kehilangan kesadaran bersifat
sementara dan reversibel. Penderita kembali sadar sepenuhnya dalam 6 jam, namun
beberapa penderita dapat sadar lebih awal. Banyak penderita dengan konkusi klasik tidak
menderita sekuele selain amnesia yang berhubungan dengan trauma, tetapi penderita
lainnya mungkin dapat mengalami defisit neurologis untuk waktu yang lama. Termasuk
kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia dan depresi. Ini dikenal sebagai postconcussion syndrome dan merupakan suatu gangguan yang bermakna.5
Diffuse Axonal Injury (DAI), ditemukan pada setengah dari semua kasus cedera kepala
berat, juga bisa terjadi pada cedera kepala sedang dan ringan. DAI merupakan salah satu
penyebab utama pasien kehilangan kesadaran pascatrauma dalam jangka waktu lama
yang tidak berhubungan dengan lesi massa atau iskemia. DAI bukanlah hasil dari sebuah
trauma langsung ke kepala, tapi merupakan hasil dari perenggangan akson-akson saraf
otak (akibat mekanisme akselerasi dan deselerasi) yang melebihi level ketahanan akson
sehingga terjadi sobekan dan kerusakan susunan akson. Ketika terjadi akselerasi dan
deselerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga tengkorak, akson, bagianbagian sel saraf yang memungkinkan neuron untuk mengirim pesan antar neuron,
menjadi terganggu. DAI menyebabkan kematian sel otak dan edema. Akibat dari edema,
terjadi penurunan aliran darah ke otak, serta memicu cedera sekunder. Gejalanya adalah
penurunan

kesadaran, yang dapat bertahan hingga enam jam atau lebih. Seseorang

dengan DAI ringan atau sedang dapat menunjukkan tanda-tanda lain dari kerusakan otak,
tergantung pada daerah mana otak yang paling terpengaruh. Pada CT scan tidak
ditemukan gambaran space occupying lesion (SOL). 5,13

b. Fraktur kranium. Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Tandatanda klinisnya antara lain ekimosis periorbital (raccoon eyes), ekimosis retro aurikuler
(battles sign), paresis nervus fasialis, rhinorrhea dan otorrhea.6 Fraktur kranium dapat
dibagi menjadi fraktur liniear dan fraktur depresi. Fraktur liniear yaitu fraktur garis
tunggal pada tengkorak yang meliputi seluruh ketebalan tulang. Disebabkan karena suatu
energi yang rendah, yang mengenai area permukaan yang luas pada tengkorak kepala.
Pada pemeriksaan neurologis akan terlihat sebagai garis radiolusen. Fraktur depresi
adalah fraktur dengan satu atau lebih tepi fraktur terletak di bawah level anatomik normal
dari tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Jenis fraktur ini terjadi jika energi
benturan relatif besar terhadap area benturan yang relatif kecil. 13
c. Hematoma epidural (Epidural Hematoma = EDH). Hematoma epidural merupakan
pengumpulan darah di antara tengkorak dengan duramater. Hematom jenis ini biasanya
berasal dari perdarahan arteri akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi
langsung atau robekan arteri-arteri meningens (a.meningea media). Gejala klinis
hematom epidural yaitu lucid interval, hemiparesis dan dilatasi pupil ipsilateral.13

d. Hematoma Subdural (Subdural Hematoma = SDH). Hematoma subdural ialah


perdarahan yang terjadi di antara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat
berasal dari ruptur bridging vein atau robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau
araknoid. Gejala klinisnya antara lain: sakit kepala, penurunan kesadaran dan gejala yang
timbul tidak khas, yang merupakan manisfestasi dari peningkatan tekanan intrakranial

seperti: mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan nervus III,
epilepsi, pupil anisokor, dan defisit neurologis lainnya.13

e. Hematoma subaraknoid (Subarachnoid Hematoma = SAH). Perdarahan ini paling sering


ditemukan pada cedera kepala, umumnya menyertai lesi lain. Perdarahan terletak di
antara arakhnoid dan piamater, mengisi ruang subarakhnoid. Adanya darah dalam ruang
subarakhnoid ini dapat menyebabkan hidrosefalus.13

f. Hematoma intraserebral (Intracerebral Hematoma = ICH). Hematoma intraserebral


adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematoma intraserebral pasca
traumatik merupakan pengumpulan darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional pada pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak.
Gejala dan tanda ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematoma. Gejala klinisnya adalah
nyeri kepala akut, penurunan kesadaran, ataksia, tanda-tanda peninggian tekanan
intrakranial, hemiparesis/hemiplegi, hemisensorik dan parese nervus III.13

g. Kontusio serebri. Kontusio serebri adalah gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan
jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan.
Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah perdarahan (kerusakan pembuluh
darah

kapiler, arteri, dan vena), nekrosis otak, dan infark. Kontusio biasanya

menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak. Secara

klinis penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau diperoleh
adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Diagnosa kontusio serebri
meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera
kepala. Kontusio serebri sering terjadi di frontal dan temporal, walaupun dapat terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Manifestasi kontusio
bergantung pada lokasi dan luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran.
Pada pemerikasaan CT Scan diperoleh gambaran daerah hiperdens di jaringan otak13

Anda mungkin juga menyukai