Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang
sembarangan ( Depkes RI 2004 ) Sanitasi sering juga disebut dengan sanitasi
lingkungan dan kesehatan lingkungan, sebagai suatu usaha pengendalian
semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan
dapat menimbulkan hal-hal yang mengganggu perkembangan fisik, kesehatannya
ataupun kelangsungan hidupnya (Adisasmito, 2006).
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan
yang

menitikberatkan

pada

pengawasan

berbagai

mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya

faktor

lingkungan

yang

sanitasi dasar meliputi

penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan


sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL).
Lingkungan dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai faktor yang
berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit, sebagai medium transmisi
penyakit dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit. Udara yang
tercemar secara langsung dapat mengganggu sistem pernapasan, air minum yang
tidak bersih secara langsung dapat membuat sakit perut, dan lain-lain. Udara yang
lembab dapat berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya

penyakit yang

disebabkan oleh bakteri atau virus. Air dan udara dapat pula menjadi medium
perpindahan penyakit dan menjadi faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.
Sanitasi yang buruk, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan yang buruk
berkaitan dengan penularan beberapa penyakit infeksi yaitu penyakit diare, kolera,
typhoid fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis,
hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis,

malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi. (Semba et al, 2011,
Do Thuy Trang et al, 2007, Rodgers et al, 2007, Jacobsen, 2007)
Perkiraan kasus kesakitan pertahun di Indonesia akibat sanitasi buruk adalah
penyakit diare sebesar 72%, kecacingan 0,85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%,
hepatitis A 0,57%, hepatitis E 0,02% dan malnutrisi 2,5%, sedangkan kasus
kematian akibat sanitasi buruk adalah diare sebesar 46%, kecacingan 0,1%, scabies
1,1%, hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04% . (WSP-EAP,2008)

B. Tujuan
Tujuan Umum

Mengetahui tentang Kebutuhan air bersih dan sanitasi dasar.

Tujuan Khusus

Mengetahui pengertian sanitasi


Mengetahui hubungan sanitasi dan kesehatan
Mengetahui penyakit yang disebabkan karena sanitasi kurang sehat
Mengetahui program sanitasi nasional
Mengetahui system pengelolaan limbah dimasyarakat (sampah, tinja)

BAB II
TEORI DAN KONSEP

A. Pengertian sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi


kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang
sembarangan ( Depkes RI 2004 )
Sanitasi sering juga disebut dengan sanitasi lingkungan

dan

kesehatan

lingkungan, sebagai suatu usaha pengendalian semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan dapat menimbulkan hal-hal yang
mengganggu perkembangan fisik, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya
(Adisasmito, 2006).
Sedangkan menurut WHO sanitasi lingkungan adalah pengawasan terhadap
lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan
jasmani dan kelangsungan hidup.

B. Hubungan Sanitasi Dan Kesehatan


Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan
yang

menitikberatkan

pada

pengawasan

berbagai

mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya

faktor

lingkungan

yang

sanitasi dasar meliputi

penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan


sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL).
1 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun
dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga
dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang
ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian,
pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit
yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air.
Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana
(Chandra,2007). Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua
syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana
sanitasi berhubungan langsung dengan
I

Kesehatan.

Semua

penyakit

yang

berhubungan

dengan

air

sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah


manusia

yang

tidak

benar.

Memperbaiki

yang

satu

tanpa

memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.


II

Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air


dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan
rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per
hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya
0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk
rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan.
Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di
sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air hingga
70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya
tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah
yang akhirnya harus dibuang dengan benar.

2 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan


Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan
penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

terutama penyakit perut (Slamet, 2002). Sementara itu, penyakit-penyakit yang


berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara
penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu
(Chandra, 2007)
1 Waterborne mechanism
Dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.
Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid,
hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.
2 Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan
perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospiros

2 water-based mechanism
a Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent
penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam
tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di
dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat
Dracunculus medinensis
3 Water related insect vector mechanism

a Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang


berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan

mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue,


malaria, dan yellow fever.
Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia
di bawah lima tahun.
Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen
kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak
usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah
tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih
tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air
ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari
keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan
mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank.
Kebijakan

Nasional

untuk

Persediaan

Air

Bersih

dan

Sanitasi

LingkungaBerbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang memungkinkan.


Kebijakan tersebut memanfaatkan dengan baik p engalaman yang dip eroleh di
bidang air b ersih dan sanitasi di Indonesia dan negara-negara lain. Kebijakan ini
mengikuti prinsip-prinsip kuat yang resp onsif terhadap p er mintaan, menggunakan
pendekatan b erbasis masyarakat, dan menekankan p erlunya keterlibatan p
erempuan serta memfokuskan pada prinsip-prinsip operasional , pemeliharaan dan
pembiayaan yang berkesinambungan.
Sanitasi melibatkan berbagai aksi, tetapi untuk kesehatan lingkungan dan
masyarakat yang berkelanjutan, prioritas utamanya adalah mencegah kontak
dengan tinja dan inang patogen biologisnya. Menghentikan praktik BAB di tempat
terbuka merupakan langkah penting pertama. Pendekatan inovatif, seperti. Sanitasi
Menyeluruh yang Dipimpin Masyarakat, membantu menciptakan praktik bebas BAB
di dalam masyarakat dengan meningkatkan kesadaran dan mendukung tanggung
jawab di seluruh masyarakat.
Untuk

mewujudkan

manfaat

kesehatan,

sosial

dan

ekonomi

yang

menyeluruh, teknik pengelolaan limbah tambahan harus dipertimbangkan, dengan


menyediakan pengelolaan berkelanjutan terhadap air limbah dan endapan tinja di

samping pengolahan air limbah. Hal ini tidak mesti melibatkan investasi infrastruktur
berskala besar; sistem kecil terdesentralisasi bahkan dapat lebih efektif.
Sanitasi berkelanjutan menawarkan inovasi dalam sanitasi produktif melalui
penggunaan ulang nutrien yang terdapat pada air limbah dan endapan. Penggunaan
ulang tersebut memiliki sejumlah keuntungan. Itu dapat digunakan sebagai pupuk di
pertanian organik, sehingga memungkinkan diproduksinya lebih banyak pangan
dengan sedikit lahan. Pendekatan ini dapat membantu mengurangi penggunaan
pupuk inorganik yang mahal. Menangkap energi dalam endapan untuk produksi
biogas membantu menghilangkan ketergantungan pada sumber energi konvensional
dan menyediakan sumber energi terjangkau untuk memasak. Penggunaan ulang air
limbah yang sudah diolah untuk irigasi mengurangi penggunaan air minum untuk
tujuan ini. Semua praktik ini harus dilakukan secara aman dan sesuai dengan
standar seperti Pedoman Organisasi Kesehatan Dunia untuk penggunaan ulang air
limbah yang aman.
Bila ditangani secara benar, sanitasi yang baik dan pembuangan limbah
manusia yang produktif dapat menciptakan lapangan kerja seraya meningkatkan
kesehatan masyarakat dan ekosistem. Alih-alih menjadi sumber masalah, limbah
manusia, apakah itu dikelola di tingkat rumah tangga atau dikumpulkan di sistem
pengolahan air limbah kota, dapat menadi aset lingkungan sehingga meningkatkan
ketahanan pangan dan energi, kesehatan dan aktivitas ekonomi.

C. Penyakit Yang Disebabkan Karena Sanitasi Kurang Sehat


Lingkungan dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai faktor yang
berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit, sebagai medium transmisi
penyakit dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit. Udara yang
tercemar secara langsung dapat mengganggu sistem pernapasan, air minum yang
tidak bersih secara langsung dapat membuat sakit perut, dan lain-lain. Udara yang
lembab dapat berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya

penyakit yang

disebabkan oleh bakteri atau virus. Air dan udara dapat pula menjadi medium
perpindahan penyakit dan menjadi faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.
Berdasarkan hal tersebut, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan penduduk. Limbah cair dan padat dari hasil aktivitas manusia serta
limbah dari tubuh manusia (kotoran dan air seni) yang dibuang ke lingkungan dapat
mempengaruhi kesehatan manusia melalui beberapa jalur, yaitu:
1) melalui air minum yang terkena limbah.
2) masuk dalam rantai makanan seperti melalui buah-buahan, sayuran, dan ikan.
3) mandi, rekreasi dan kontak lainnya dengan air yang tercemar
4) limbah menjadi tempat berkembangbiak lalat dan serangga yang dapat
menyebarkan penyakit.
Lingkungan yang tidak sehat akibat limbah yang dibuang ke lingkungan pada
akhirnya akan menimbulkan berbagai jenis penyakit. Berjangkitnya berbagai Limbah
berupa kotoran manusia yang dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Air juga merupakan komponen lingkungan yang berpotensi besar menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit. Tidak cukupnya jumlah air dan kualitasnya
menyebabkan jutaan orang miskin meninggal setiap tahunnya. Air dapat berkaitan
dengan kesehatan melalui berbagai cara berikut ini :
1) Air yang tercemar dan dikonsumsi oleh manusia dapat mengakibatkan penyakit
yang bersumber dari air seperti hepatitis, tipes, kolera, disentri dan penyakit
lainnya yang menyebabkan diare.
2) Tanpa air yang cukup, maka infeksi mata dan kulit dapat menyebar dengan
mudah.

3) Air menjadi habitat bagi nyamuk dan parasit yang dapat menyebabkan malaria,
schistomsomiasi dan lain-lain.
4) Mengkonsumsi air yang mengandung komponen kimia berbahaya dapat
menimbulkan penyakit yang serius
Ancaman terhadap kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan tidak hanya
melalui air dan kotoran manusia, tetapi juga melalui besi, material organik dan
anorganik. Ketika limbah industri dibuang ke lingkungan, khususnya ke sungai
selama bertahun-tahun, maka air sungai akan tercemar oleh limbah industri.
Padahal sebagian penduduk memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan
mandi, cuci dan kakus. Bahkan, sebagian diantaranya masih memanfaatkannya
untuk air minum. Akibatnya, muncul berbagai penyakit seperti liver, kanker, dan lainlain. Limbah juga bisa menimbulkan eutrofikasi (pengkayaan nutrien), sehingga
lingkungan perairan terlalu subur untuk tumbuhnya berbagai jenis alga dan
munculnya bakteri yang dapat menimbulkan iritasi kulit dan kerusakan hati
Sanitasi yang buruk, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan yang buruk
berkaitan dengan penularan beberapa penyakit infeksi yaitu penyakit diare, kolera,
typhoid fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis,
hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis,
malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi. (Semba et al, 2011,
Do Thuy Trang et al, 2007, Rodgers et al, 2007, Jacobsen, 2007)
Perkiraan kasus kesakitan pertahun di Indonesia akibat sanitasi buruk adalah
penyakit diare sebesar 72%, kecacingan 0,85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%,
hepatitis A 0,57%, hepatitis E 0,02% dan malnutrisi 2,5%, sedangkan kasus
kematian akibat sanitasi buruk adalah diare sebesar 46%, kecacingan 0,1%, scabies
1,1%, hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04% . (WSP-EAP,2008)

Penyakit yang berhubungan dengan sanitasi buruk.


1. Berdasarkan Agen penyakit
a. Bakteri

1) Kolera adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh infeksi usus karena
bakteri vibrio cholera.
2) Demam Tifoid (Typhoid Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi, ditandai dengan demam insidius yang berlangsung lama dan
kambuhan.
3)

Diare

adalah

suatu

kondisi

kesehatan

yang

disebabkan

oleh

infeksi

mikroorganisme termasuk bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing
dan protozoa. Bakteri penyebab diare yang sering menyerang adalah bakteri
Entero Pathogenic Escherichia Coli (EPEC).
Laporan WHO (World Health Organization) tahun 2004 menyebutkan sekitar 1,8
juta penduduk meninggal dunia setiap tahunnya karena penyakit diare yang
umumnya balita terutama di negara-negara berkembang. Sekitar empat milyar
kasus diare per tahun menyebabkan 1,5 juta kematian yang sebagian besar
adalah balita
4) Disenteri adalah diare berdarah yang disebabkan oleh shigella.
b. Virus
1) Hepatitis A adalah penyakit yang ditandai dengan demam, malaise, anoreksia,
nausea dan gangguan abdominal serta diikuti munculnya ikterik beberapa hari.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis A kelompok Hepatovirus famili
picornaviridae.
2) Hepatitis E adalah penyakit yang secara gejala klinis mirip Hepatitis A, yang
disebabkan oleh virus Hepatitis E famili Caliciviridae.
3) Gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan demam,muntah dan berak
cair, disebabkan oleh Rotavirus dan sering menyerang anak anak.
c. Parasit
1) Cacing

a) Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides dengan


sedikit gejala bahkan tanpa gejala sama sekali. Cacing yang keluar bersama kotoran
adalah sebagai tanda awal adanya infeksi.
Ascariasis ditemukan di berbagai belahan dunia. Penularan dengan frekuensi
kejadian tertinggi terjadi di negara-negara tropis dan subtropis serta di wilayah yang
sanitasinya buruk. Ascariasis merupakan salah satu penyakit parasit yang paling
umum dijumpai. Penyakit Ascaris mengakibatkan 60.000 kematian setiap tahunnya
terutama anak-anak
b) Hookworms atau penyakit cacing tambang adalah infeksi parasit kronis yang muncul
dengan berbagai gejala, gejala terbanyak adalah anemia. Penyakit ini disebabkan
oleh Necator americanus atau Ancylostoma duodenale.
c) Schistosomiasis adalah infeksi oleh cacing trematoda yang hidup pada pembuluh
darah vena. Penyebab penyakit adalah Schistisoma mansoni.
Infeksi trematode disebabkan oleh parasit yang menginfeksi manusia dan
binatang. Di banyak wilayah, infeksi ini bersifat endemik. Tinja yang dibuang begitu
saja ke kolam, sungai, atau danau dari orang yang terinfeksi akan dimakan oleh
ikan, kerang-kerangan, dan lainnya. Manusia terinfeksi oleh trematode melalui ikan
dan kerang-kerangan tersebut
Diantara penyakit manusia yang disebabkan oleh parasit schistosomiasis
menempati peringkat kedua setelah malaria. Penyakit tersebut bersifat endemik di
74 negara berkembang dan menginfeksi 200 juta penduduk dan 20 juta diantaranya
sangat menderita sebagai akibat dari penyakit tersebut
2) Protozoa
Giardiasis adalah infeksi protozoa pada usus halus bagian atas, yang disebabkan
oleh Giardia intestinalis.
3) Jenis lain
a) Scabies adalah parasit pada kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei sejenis
kutu.

b) Trachoma adalah Conjuncivitis yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia


trachomatis, yang disebarkan oleh Musca sorbens sejenis lalat. (Cairncross S,
Valdmanis, 2006, Kandun IN, 2006, Bannister B, et al 2006)
Infeksi oleh trachoma dapat menyebabkan kebutaan. Trakhoma sangat terkait
dengan sanitasi yang buruk. Trakhoma disebarkan oleh kombinasi dari:
1)

sanitasi

yang

buruk,

yang

memberikan

kesempatan

bagi

lalat

untuk

berkembangbiak.
2) kesehatan yang buruk akibat kelangkaan air dan kualitas air yang rendah.
3) rendahnya pendidikan dan pemahaman tentang mudahnya penularan berbagai
penyakit di rumah dan antar manusia.

2. Berdasarkan rantai penularan


a) Waterborne Disease adalah penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh pathogen dari penderita atau karier. Contoh penyakit diare,
disenteri, kolera, hepatitis dan demam typhoid.
b) Water-washed Disease adalah penyakit yang ditularkan melalui kontak dari orang
ke orang karena kurangnya kebersihan diri dan pencemaran air. Contoh
penyakit skabies dan trakhoma.
c) Water-based adalah penyakit yang ditularkan melalui air sebagai perantara host.
Contoh penyakit Shistosomiasis.
d) Water-related insect vector adalah penyakit yang ditularkan oleh serangga yang
hidup di air atau dekat air. Contoh penyakit Dengue, malaria, Trypanosoma.
(Cairncross S, Valdmanis, 2006, Pfafflin J, Ziegler, E, 2006)

D. Program Sanitasi Nasional


Kebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang memungkinkan. Kebijakan

tersebut memanfaatkan

dengan baik pengalaman yang diperoleh di bidang air

bersih dan sanitasi di Indonesia dan negara-negara lain. Kebijakan ini mengikuti
prinsip-prinsip kuat yang responsif terhadap permintaan, menggunakan pendekatan
berbasis masyarakat, dan menekankan perlunya keterlibatan perempuan serta
memfokuskan pada prinsip-prinsip operasional , pemeliharaan dan pembiayaan
yang berkesinambungan.
Program Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan lima pilarnya
merupakan kerangka kerja yang penting. Kelima pilar tersebut adalah penghapusan
buang air besar di tempat terbuka, mencuci tangan dengan sabun, pengolahan air
rumah

tangga,

pengelolaan

sampah

padat dan

pengelolaan

limbah

cair.

Kepemimpinan Kementerian Kesehatan sangat penting dalam meningkatkan STBM.


Kabupaten dan provinsi perlu mempercepat upaya-upayanya, sesuai dengan
standar dan pedoman nasional. Kelompok masyarakat termiskin perlu memiliki
akses ke pembiayaan untuk memulai STBM.
STBM memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang memobilisasi
sejumlah besar penduduk dan meningkatkan permintaan fasilitas sanitasi yang lebih
baik. Revitalisasi air bersih dan sanitasi sekolah dengan tema-tema kesehatan dan
sosial akan memberikan beberapa peluang. Para siswa dapat menjadi agen
perubahan dalam masyarakat dalam hal STBM dan praktek-praktek kesehatan dan
kebersihan yang baik, yang sebaiknya juga mencakup penanganan tempat
penggunaan air bersih, penyimpanan air bersih yang layak, penurunan diare, dan
penanggulangan demam berdarah dan malaria. Advokasi yang berhubungan
dengan gizi, pengembangan anak usia dini dan kinerja pendidikan akan lebih kuat
daripada pesan-pesan tentang kesehatan preventif saja. Studi di tempat lain
menunjukkan tingkat sifat persuasive dari alasan sosial, seperti keinginan untuk
merasakan dan mencium sesuatu yang bersih dan mengikuti norma-norma sosial,
dan penggunaan sabun sebagai produk konsumen yang diinginkan. Sistem data
perlu

diperkuat.

Pemerintah

telah

menunjukkan

perhatiannya

dalam

mengembangkan program STBM Nasional di Sekolah.


Program ini memerlukan sistem pengumpulan dan pemantauan data yang
lebih baik daripada yang ada saat ini untuk air bersih dan sanitasi sekolah. Selain
itu, sistem untuk pengujian dan pelaporan kualitas air perlu diperkuat dan data

tersebut diumumkan kepada masyarakat.Keterlibatan baik pemerintah daerah


maupun sektor swasta sangat penting untuk meningkatkan sistem perkotaan dan
pinggiran kota. Untuk daerah perkotaan, teknologi inovatif dalam penyediaan
sanitasi dan air bersih perlu dikaji. Sistem sanitasi dan pembuangan kotoran di
perkotaan memberikan tantangan yang lebih besar, karena teknologi sanitasi
standar tidak dapat bekerja karena kepadatan penduduk yang berlebihan,
kurangnya ruang, dan dekatnya jarak sumber air. Dalam penyediaan air,
desentralisasi teknologi dan pendekatan, seperti pengolahan tempat penggunaan air
bersih, akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena
berbagai sumber yang berbeda dan banyaknya penyedia.
Untuk memperkuat tata kelola dan kapasitas PDAM, diperlukan pengkajian
ulang terhadap berbagai tugas, proses dan akuntabilitas kelembagaan, khususnya
kepala PDAM. Tingkat pusat harus menetapkan standar minimal kinerja untuk
PDAM, dengan mekanisme pemantauan, penegakan dan insentif. Lembagalembaga tingkat kabupaten memerlukan perencanaan dan sasaran yang tepat untuk
membuat sistem perdesaan lebih berkesinambungan. Dalam proses perencanaan
mereka, lembaga-lembaga tingkat kabupaten yang berbeda (pekerjaan umum,
pemberdayaan desa, dinas kesehatan kabupaten dan dinas perencanaan
kabupaten) harus menetapkan sasaran masyarakat yang sama, sehingga mobilisasi
masyarakat dan pelatihan berlangsung dalam komunitas yang sama dimana
infrastruktur dibangun. Ini akan mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam
perencanaan, pembangunan dan pengelolaan pelayanan sanitasi dan pasokan air
bersih. Kesinambungan dan keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan
perhatian yang lebih besar. Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan
persediaan air bersih, khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas,
kuantitas dan kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air yang
melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah telah memulai diskusi
kebijakan tentang Rencana Keamanan Air Bersih, yang bertujuan untuk memastikan
kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan pelayanan air bersih.
Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat dalam mencapai
Millenium Development Goals (MDGs), yang dihasilkan pada Johanesburg Summit
pada tahun 2002. Salah satu kesepakatan dalam MGDs (target 9) adalah
menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air

bersih dan sanitasi dasar pada tahun 2015. Terkait dengan upaya pencapaian target
di

atas

pemerintah

berusaha

memadukan

prinsip-prinsip

pembangunan

berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional. pada saat ini setidaknya
terdapat beberapa tantangan menyangkut lingkungan hidup di Indonesia di
antaranya yang berkaitan dengan penyelamatan air dari tindakan eksploitatif yang
melewati batas-batas kewajaran dan pencemaran air, baik air tanah maupun air
sungai, danau dan rawa bahkan air laut, Berbagai kegiatan terkait dengan
pencemaran air ini misalnya pencemaran akibat kegiatan manusia di antaranya
adalah kegiatan rumah tangga dan juga aktivitas manusia yang melakukan buang air
besar di tempat terbuka.

E. System Pengelolaan Limbah Di Masyrakat (Sampah, Tinja)


Pengertian Limbah Secara Umum
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu
kegiatan

dan

proses

produksi,

baik pada

skala

rumah

tangga,

industri,

pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan
debu,cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun
atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah
B3).
Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity,flammabi lity,reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia.
Jenis-jenis sampah
Menurut Notoatmodjo (2007), jenis-jenis sampah ialah :
a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya :

Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,


misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,


misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.

b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar


- Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.
- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas, dan
sebagainya.
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya
- Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang
umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran,
hotel, dan sebagainya.
- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun
yang tidak mudah terbakar.
- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk
abu rokok.
- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan
jalan.
- Sampah industri.
- Bangkai binatang (dead animal).
- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)
- Sampah pembangunan (construction waste)

Sumber-Sumber Sampah
Adapun sumber-sumber sampah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007).

a Sampah yang berasal dari pemukiman


Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik
pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.
b.

Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya.
c.

Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,


departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering,
dan mudah terbakar.
d.

Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas,
kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.
e.

Sampah yang berasal dari industri

Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam,
plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.
f.

Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sis
sayur-mayur, dan sebagainya.
g.

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai

binatang, dan sebagainya

Pengelolaan Limbah Padat / Sampah


Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan

terhadap

penimbunan,

penyimpanan

(sementara,

pengumpulan,

pemindahan/pengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu


cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti
teknik

(engineering),

perlindungan

alam

(conversation),

keindahan

dan

pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya (Mubarak dan Chayatin, 2009).


Menurut Mubarak (2009), tahap pengelolaan sampah padat, yaitu :
1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap pengumpulan dan penyimpanan.
Pertama, penyimpanan sementara (Notoadmodjo, 2007) meliputi:
a. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor.
b. Tidak berserakan sampahnya.
c. Mempunyai tutup, mudah dibuka.
d. Dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini
dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.
e. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu
orang.
Kedua, untuk membangun suatu depo, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi antara lain dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan
setinggi kendaraan pengakut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi.
Ada kran air untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal/sarang lalat dan
tikus, serta mudah dijangkau oleh masyarakat.

Ketiga, pengumpulan sampah padat dilakukan dengan dua metode, yaitu


a. Sistem duet
Tempat smpah kering dan basah.
b. Sistem trio
Tempat sampah basah, kering dan tidak mudah terbakar.

2. Tahap Pengangkutan
Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan pedesaan berbeda. Di kota
umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat penghasil sampah, khususnya
menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya dapat dikelola
oleh masing-masing keluarga.
3. Tahap pengelolaan dan pemusnahan
Tahapan ini dapat dilakukan dengan dua metode.
a. Metode yang memuaskan

Sanitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat

lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.


Incenerator (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar

di dalam tungku pembakaran khusus.


Composting (dijadikan pupuk), mengelola sampah menjadi pupuk kompos
khususnya sampah organik (daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain
yang mudah membusuk). Tahap-tahap dalam pembutan kompos dimulai
dengan memisahkan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk,
penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang kecil, penyampuran
sampah dengan memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik,
penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam, serta
pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat
terbentuk dengan baik.

b. Metode yang tidak memuaskan

Open dumping yaitu pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka.


Hal ini akan menjadi masalah jika sampah yang dihasilkan adalah sampah
organic yang membusuk dapat menimbulkan gangguan pembaun dan

estetika serta menjadi sumber penularan penyakit.


Dumping in water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat
mengganggu rusaknya ekosistem air, air akan menjadi kotor, warnanya
berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air

(water borne disease).


Burning on premises/individual inceneration, yaitu pembakaran sampah
dilakukan di rumah-rumah tangga.

METODE PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA


Metode pembuangan kotoran manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua,
unsewered area dan sewered area.
a. Unsewered Areas
Metode unsewered area merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak
menggunakan saluran air dan tempat pengolahan air kotor. Di dalam metode ini,
terdapat beberapa pilihan cara, antara lain :
1. Service type (conservacy system)
2. Non-service type (sanitary latrines)
a. Bore hole latrine
b. Dug well or pit latrine
c. Water seal type of latrines
1. PRAI type
2. RCA type
d. Septic tank

e. Aqua privy
f. Chemical closet
3. latrines suitable for camps and temporary use
a. Shallow trench latrine
b. Deep trench latrine
c. Pit latrine
d. Bore hole latrine

1. Service Type (Conservancy System)


Metode pengumpulan tinja dari ember-ember khusus oleh manusia disebut service
type dan kakusnya disebut service latrines. Kotoran diangkut ke pembuangan akhir
dan dimusnahkan dengan metode composting dan ditanam dalam lubang yang
dangkal. service latrines selain selain tidak sehat juga dapat menyebabkan
pencemaran yang tentunya memfasilitasi siklus penyakit yang ditularkan melalui
feses (faecalborne). Kotoran di dalam lubang dangkal itu mudah diakses oleh lalat
dan kemungkinan menyebabkan pencemaran pada tanah dan air. Ember dan
wadahnya

mudah

mengalami

korosi

dan

perlu

sering

diganti.

Operasi

pengosomgan ember tidak selalu memuaskan, disamping adanya kesulitan untuk


mengumpulkan pekerja yang cocok yang diperlukan dalam pengumplan tinja.
Karena kesulitan tersebut, sebaiknya di pergunakan sistem sanitary latrines di dalam
pembuangan kotoran manusia.
2. Non-Service Type of Latrines (Sanitary Latrines)
Di dalam sistem sanitary latrines ini, ada beberapa teknik yang dapat kita gunakan,
antara lain :
1. Bore hole latrine
Bore hole latrine terdiri dari lubang dengan diameter 30-40 cm yang digali secara
vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman 4-8 k, paling sering 6 m. Alat khusus

yang disebut auger dibutuhkan untuk menggali lubangnya. Pada tanah yang lunak
dan berpasir, lubang dilapisi dengan bambu untuk mencegah agar tanahnya tidak
runtuh. Plat dengan lubang di tengah dan lubang untuk berpijak diletakkan di atas
lubang hasil pengeboran tersebut. Sistem ini ditujukan bagi keluarga yang
beranggotakan 5-6 jiwa dan dapat dipakai selama 1 tahun. Cara ini juga sesuai
untuk keluarga tetapi tidak sesuai untuk umum karena kapasitasnya kecil. Jika isinya
sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah, plat dapat diangkat dan lubang
ditutup dengan tanah. Lubang baru dapat dibuat kembali dengan cara yang sama.
Kotoran dalam lubang akan dipurifikasi oleh bakteri anaerobik yang akan
mengubahnya menjadi massa yang tidak berbahaya.
Keuntungan dari kakus bore hole ini antara lain :

Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untuk memindahkan


tinja.

Lubangnya gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembang


biak.

Bila lokasinya 15 m dari sumber air, tidak akan menimbulkan


pencemaran pada air.

Sistem ini sekarang tidak cocok lagi karena beberapa alasan berikut :

Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil.

Alat khusus (auger) yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak


selalu tersedia.

Banyak tempat yang lapisan tanahnya lunak sehingga sulit


menggali lubang lebih dalam dari 3 meter. Selain itu, banyak
juga daerah yang berair dan memiliki lapisan permukaan yang
lebih tinggi sehingga pembangunan sistem semacam ini justru
dapat mencemari permukaan tanah.

2. Dug well latrine

Dug well latrine merupakan pengembangan dari bore hole latrine. Metode ini
dilakukan dengan cara membuat lubang berdiameter sekitar 75 cm dengan
kedalaman 3-3,5 m. Di daerah dengan tanah berpasir, kedalamannya 1,5-2 m.
Lubang dapat dilapisi dengan bambu untuk mencegah runtuhnya tanah. Setelah plat
dipasang di atas lubang, lubang ditutup dengan super structure (rumah-rumahan).
Manfaat tipe ini, antara lain :
1) Mudah dibuat dan tidak membutuhkan alat khusus seperti
auger.
2) Bisa digunakan lebih lama karena kapasitasnya lebih besar
yaitu selama 5 tahun untuk 4-5 orang.
Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat. Kerja dug well latrine ini sama
dengan bore hole latrine, yaitu secara anaerob digestion.

3. Water Seal Type of Latrine


Water seal ini dibuat untuk dua fungsi penting, yaitu mencegah kontak dengan lalat
dan mencegah bau busuk. Sistem ini lebih bisa diterima oleh masyarakat desa
daripada sistem bore hole latrine.
Keuntungan kakus jenis ini, antara lain :

Memenuhi syarat estetika.

Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga


pemakaiannya lebih praktis.

Aman untuk anak-anak.

Adapun persyaratan di dalam penerapan sistem water seal latrine, antara lain :
i.

Lokasinya sekitar 15 m dari sumber air dan sebaiknya berada


pada daerah yang lebih rendah dari sumber air untuk mencegah
kontaminasi bakteri pada sumber air.

ii.

Memiliki plat untuk jongkok dibuat dari bahan yang mudah


dicuci,

cepat

bersih,

dan

kering.

Plat

ini

terbuat

dari

beton/semendengan ukuran 90 x 90 x 5 cm. Ada kemiringan 0,5


inci pada wadahnya untuk memudahkan aliran ke dalam kakus.
iii.

Memiliki wadah (pan) yang ditujukan untuk menampung tinja,


urine dan air. Panjangnya 42,5 cm, lebar bagian depan 12,5 cm
dan bagian yang terlebar adalah 20 cm.

iv.

Memilik perangkap (trap) yang terbuat dari pipa dengan


diameter 7,5 cm yang dihubungkan dengan pas di atas dan
menyimpan air yang penting untuk water seal. Water seal
adalah jarak antara titik tertinggi air didalam perangkap dan titik
terbawah air ada pada permukaan atas perangkap. Kedalaman
water seal pada RCA latrine adalah 2 cm. Water seal dapat
mencegah bau dan masuknya lalat.

v.

Jika lubang yang digali terletak jauh dari plat tempat jongkok,
dapat disiapkan sebuah pipa penghubung antara keduanya
dengan diameter sekitar 7,5 cm dan panjangnya sekurangkurangnya1 m serta berujung bengkok. Tipe ini disebut tipe
indirect (tidak langsung). Pada tipe direct (langsung), pipa
penghubung tidak digunakan. Tipe langsung paling baik pada
daerah yang tanahnya keras dan tidak mudah runtuh. Tipe
langsung lebih murah dan mudah dibuat serta memerlukan
ruangan yang kecil. Kelebihan dari tipe indirect adalah bahwa
jika lubang telah penuh, lubang kedua dapat dibuat hanya
dengan mengubah arah pipa penghubung. Oleh karena itu, tipe
indirect lebih disukai.

vi.

Memiliki dug well latrine yang biasanya berdiameter sekitar 75


cm dengan kedalaman 3-3,5 cm. Pada tanah yang lembut dan
memiliki kandunga air yang tinggi, bamabu dapat digunakan
untuk mencegah runtuhnya tanah.

vii.

Memiliki super structure

(rumah-rumahan) yang sengaja

dibangun untuk menyediakan kebebasan pribadi dan tempat


berlindung.
viii.

Di dalam pemeliharaannya, kakus ini hanya digunakan untuk


kepentingan yang dimaksudkan dan tidak untuk pembuangan
bahan-bahan lain. Platnya harus sering dibersihkan dan dijaga
agar selalu kering dan bersih.

4. Septic Tank
Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta untuk
sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang
mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah
masyarakat.
Desain utama dari septic tank antara lain :
1) Kapasitas septic tank bergantung pada jumlah pemakai.
Kapasitas 20-30 galon/orang dinjurkan untuk penggunaan
rumah tangga. Kapasitas untuk rumah tangga itu tidak berlaku
untuk septic tank yang ditujukan untuk kepentingan umum
(kapasitas minimal 50 galon/orang).
2) Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar.
3) Kedalaman lubang antara 1,5-2 m.
4) Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 m.
5) Ruangan udara minimal 30 cm di antara titik tertinggi cairan di
dalam tank dengan permukaan bawah penutup.
6) Dasar dibuat miring ke arah lubang pengeluaran.
7) Memliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan
keluar.
8) Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal
yang sama.

9) Periode retensi septic tank dirancang selama 24 jam.


Mekanisme Kerja Septic Tank.
Pertama, benda padat yang ada diuraikan oleh bakteri anaerob dan jamur
menjadi senyawa kimia yang sederhana. Tahap pertama dalam proses purifikasi
tersebut dinamakan anaerobic digestion. Cairan yang keluar melalui pipa
pengeluaran disebut affluent. Cairan tersebut mengandung bakteri, kista, telur
cacing dan bahan-bahan organik dalam bentuk cair maupun suspensi. Bahan-bahan
organik kemudian dioksidasi menjadi hasil akhir yang stabil seperti nitrat dan air.
Tahap tersebut dinamakan tahap oksidasi anaerobik. Kedua tahapan tersebut
berlansung dalam septic tank. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol sebaiknya
dihindari karena dapat membunuh flora bakteri di dalam septic
tank.
Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septic tank
sehingga isi septic tank harus dibersihkan minimal sekali
setahun.
Septic tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai
saluran pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari
septic tank lain untuk memudahkan proses dekomposisi oleh
bakteri.
5. Aqua Privy (Cubluk Berair)
Fungsi aqua privy sama dengan septic tank dan telah banyak digunakan di berbagai
negara. Kakus ini memiliki bak yang kedap air. Bentuk tangkinya sirkuler atau
rektanguler. Pembuatan kakus ini dilakukan dengan cara membuat lubang pada
tanah dengan diameter 80-120 cm dan dalam 2,5-8 m. Dindingnya diperkuat dengan
batu atau bata dan dapat ditembok agar tidak mudah runtuh. Lama pemakaian dapat
mencapai 5-15 tahun. Jika tinja sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah,
cubluk dipandang sudah penuh. Cubluk yang sudah pernuh ditimbun dengan tanah
dan dibiarkan selama 9-12 bulan. Setelah itu, isi cubluk dapat diambil untuk

digunakan sebagai pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Jika


cubluk yang satu sudah penuh dan ditimbun, cubluk yang baru dapat dibuat.

Tinja mengalami proses perifikasi berupa anaerobik digestion yang akan


menghasillkan

gas

kotor.

Dengan

demikian

perlu

dibuat

ventilasi

untuk

mengeluarkannya. Air yang keluar dari saluran pengeluaran berbahaya karena


mengandung bahan-bahan tinja berbentuk suspensi yang dapat berisi agens parasit
atau infeksi. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kakus
semacam ini :

Jangan pernah memasukkan desinfektan ke dalam kakus


karena

dapat

mengganggu

proses

pembusukan

yang

emngakibatkan cubluk cepat penuh.

Setiap minggu, kakus sebaiknya diberi minyak tanah untuk


mencegah nyamuk bertelur di dalamnya.

Agar tidak terlalu bau, kakus dapat diberi kapur barus.

Kakus ini hanya baik dibangun di tempat yang banyak mengandung air.
6. Chemical Closet
Kloset ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda) yang
juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk diletakkan langsung
diatas tanki. Tidak ada yang boleh dimasukkan ke dalam kloset kecuali kertas toilet.
Jika air dimasukkan ke dalam kloset, cairan kimia yang ada di dalamnya akan
mengalami pengenceran sehingga kloset tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Tinja dapat dicairkan dan disterilisasi dengan bahan kimia. Setelah beberapa bulan
penggunaan kloset kimia, isi kloset harus dibuang. Chemical closet ini banyak
digunakan dalam sarana transportasi, misalnya kereta api dan pesawat terbang.
3. Latrines Suitable for Camps and Temporary Use
Kakus ini dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan tempat
pengungsian). Ada beberapa jenis kakus semacam ini, di antaranya :

1) Shallow trench latrine


Kakus ini memiliki lebar 30 cm dan dalam 90-150 cm. Panjangnya bergantung pada
jumlah penggunanya (sekitar 3-3,5 m untuk 100 orang). Saluran yang terpisah harus
dibuat untuk laki-laki dan perempuan. Timbunan tanah harus tersedia di sisi setiap
kakus karena setiap kali menggunakan kakus ini, penggunanya harus menutup
sendiri kotorannya dengan tanah. Kakus ini ditujukan untuk penggunaan dalam
waktu singkat. Jika isi saluran sudah mencapai 30 cm di bawah permukaan tanah,
kakus ini harus ditutup. Jika perlu, dibuat saluran baru lagi.
2) Deep trench latrine
Kakus ini digunakan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Ukuran kedalamannya mencapai 1,8-2,5 m, sedangkan lebarnya
75-90 cm. Penyediaan tempat berjongkok akan bergantung pada kebiasaan
setempat. Kakus ini dilengkapi dengan rumah kakus untuk privasi dan perlindungan.

b. Sewered Areas
Pada sistem pembuangan limbah cair yang menerapkan water carriage system atau
sewerage system, pengumpulan dan pengangkutan ekskreta dan air limbah dari
rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan pipa dibawah
tanah yang disebut sewers ke tempat pembuangan akhir yang biasanya dibangun di
ujung kota. Sistem tersebut merupakan metode di dalam pengumpulan dan
pengangkutan kotoran manusia dari kota-kota yang berpenduduk padat.
Terdapat 2 tipe sistem sewered areas antara lain :
a) Sistem kombinasi (combined sewer)
Pada sistem kombinasi, sewer membawa air permukaan dan air limbah dari rumah
tangga dan lainnya dalam satu saluran.
b) Sistem terpisah (separated sewer)

Pada sistem sewer terpisah, air permukaan tidak masuk ke dalam sewer. Sistem
terpisah dianjurkan dan dewasa ini menjadi pilihan. Hambatan di dalam
penerapannya adalah mahalnya biaya pembuatan sistem ini.
Cara pembuangan tinja mempergunakan sistem saluran air (water carriage system)
dan pengolahan limbah (sewage treatment) merupakan perwujudan persyaratan
sanitasi yang harus dipenuhi dalam pembuangan tinja. Persyaratan sanitasi tersebut
antara lain :
a) Tinja tidak mengotori permukaan tanah.
b) Tinja tidak mencemari air tanah.
c) Tinja tidak mengotori air permukaan.
d) Kotoran tidak boleh terbuka agar tidak dapat dicapai lalat atau
binatang.
e) Tinja tidak menyebarkan bau busuk dan mengganggu estetika.
f) Penerapan teknologi tepat guna :

Penggunaan mudah

Konstruksi murah

Pemeliharaan mudah

Water Carriage System


Water carriage system memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
1. Sistem pipa bangunan (household sanitary fittings)
Sistem ini terdiri atas :
a. water closet
b. urinal

c. wash basin
2. Saluran pipa pembuangan dari rumah (house sewers)
Pembilasan toilet, saluran pembuangan dan air kotor memasuki saluran rumah
melalui intermediate connection yang dikenal sebagai pipa tanah (soil pipe). Pipa
tanah ini menghubungkan saluran pembuangan dari house fitting ke house drain
(saluran rumah). Pipa itu juga berfungsi sebagai ventilasi luar (outlet ventilator) untuk
gas-gas kotor. House drain biasanya berdiameter 10 cm dan terletak kira-kira 15 cm
di bawah tanah. House drain akan menyebabkan kotoran mengendap sebelum
masuk ke dalam pipa utama.
3. Pipa pembuangan di jalan (street sewer)
Pipa utama ini berdiameter tidak kurang dari 22,5 cm sementara pipa yang lebih
besar berdiameter 2-3 meter. Pipa ini diletakkan di atas semen kira-kira 3 m di
bawah tanah. Pipa utama ini menerima kotoran dari beberapa rumah dan
mengangkutnya ke pembuangan akhir.
4. Peralatan saluran (sewers appurtenance)
Peralatan saluran ini terdiri atas manholes (lubang selokan) dan trap (perangkap)
yang dipasang pada sistem pembuangan air kotor. Manholes merupakan bangunan
yang bermuara ke dalam sewer system yang diletakkan pada titik pertemuan 2
sewer atau lebih dan pada jarak 100 m lurus. Lubang ini memungkinkan manusia
masuk ke dalam saluran untuk memriksa, memperbaiki dan membersihkannya.
Pekerja yang memasuki manholes dapat mengalami keracunan dan sesak nafas.
Trap merupakan alat yang dirancang untuk mencegah masuknya gas-gas kotor ke
dalam rumah dan untuk memisahkan pasir dan bahan-bahan lain dari saluran. Trap
diletakkan dalam 3 situasi berikut :
a. Di bawah basin (baskom) WC.
b. Di titik masuknya permukaan air limbah ke dalam saluran.
c. Di titik persambungan antara saluran rumah dan saluran umum.

Instalasi

pembuangan

air

kotor

ini

sangat

kompleks

dan

membutuhkan

pernecanaan, rancangan, konstruksi, operasi dan administrasi yang membutuhkan


keahlian khusus. Namun, sistem ini dapat melayani satu generasi (30 tahun).

PEMANFAATAN KOTORAN MANUSIA

1. Pemanfaatan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman


Kotoran manusia bukanlah limbah tak berguna. Sebuah lembaga organik
Inggris menyatakan kotoran manusia dapat memainkan peran penting dalam
mengamankan ketahanan pangan masa depan, misalnya membantu mencegah
menurunnya hasil panen tanaman pangan, seperti gandum, yang sangat
membutuhkan pupuk fosfor. "Diperkirakan hanya 10 persen dari 3 juta ton fosfor
yang dikeluarkan oleh populasi manusia di dunia setiap tahun yang kembali ke tanah
pertanian,* kata Asosiasi Pertanahan,badan sertifikasi organik terbesar di Inggris.
Suplai
perkembangan

fosfor
akar,

yang
dan

cukup

sangat

pematangan

penting
tanaman.

bagi
Dulu,

pembentukan
penduduk

biji,

Eropa

mengembalikan fosfor ke lahan pertanian melalui pemupukan menggunakan kotoran


ternak dan manusia. Laporan Asosiasi Pertanahan meminta dilakukannya
perubahan regulasi Uni Eropa agar mengizinkan penggunaan endapan pengolahan
limbah, atau blosolid, pada lahan pertanian organik bersertiflkasi. Regulasi ini
melarang penggunaan biosolid pada lahan pertanian organik karena dikhawatirkan
ada efek racun dari logam berat yang disebabkan oleh kombinasi limbah kotoran
manusia dengan produk limbah lain, semisal sampah pabrik.

2. Pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas


Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses
fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik
(Sahidu, 1983). Biogas adalah gas yang dapat terbakar dari hasil fermentasi bahan
organik yang berasal dari daun-daunan, kotoran hewan/manusia, dan lain-lain

limbah organik yang berasal dari buangan industri oleh bakteri anaerob (Wijayanti,
1993).Biogas adalah bahan bakar berguna yang dapat diperoleh dengan
memproses limbah (sisa) pertanian yang basah, kotoran hewan dan manusia atau
campurannya, di dalam alat yang dinamakan penghasil biogas (Harahap dkk, 1980).
Menurut Polprasert (1985), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor
seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari
digester, dan waktu serta temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun
terdapat variasi dalam kandungan biogas,Kandungan bahan organik di dalam limbah
pertanian cukup besar, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan dan estetika. Bahan organik terdiri dari senyawasenyawa karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, kadang senyawa sulfur, fosfor dan
lain-lain.Kadar dan jenis bahan yang dapat menurunkan kualitas atau mencemarkan
lingkungan sangat bervariasi tergantung dari jenis hasil pertanian itu sendiri namun
secara garis besar, dapat dinyatakan bahwa limbah hasil pertanian mudah terurai
secara biologis di alam (biodegradable) (Tugaswati dan Nugroho 1985).Tinja dan
urin manusia tergolong bahan organik merupakan hasil sisa perombakkan dan
penyerapan dari sistem pencernaan. Berdasarkan kapasitas manusia dewasa rataan
hasil tinja 0,20 kg/hari/jiwa (Sugiharto 1987). Sama halnya dengan limbah organik
lain, limbah manusia dapat digunakan sebagai sumberdaya yang masih jarang
diungkapkan. Nutrisi kotoran manusia tidak jauh berbeda dibanding kotoran
ternak.Kalaupun berbeda tentu akibat pola makan dan sistem pencernaan yang
berbeda.Pola makan manusia lebih banyak memilih bahan makanan kurang
berserat, protein lebih tinggi dan umumnya dimasak sebelum dikonsumsi,
sedangkan ternak sebaliknya. Kotoran manusia memiliki keunggulan dari segi
nutrisi, dimana nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) jauh lebih rendah dari kotoran
ternak (C/N rasio 6-10:18-30) (Sihombing 1988)
Tinja berasal dari sisa metabolisme tubuh manusia yang harus dikeluarkan
agar tidak meracuni tubuh. Keluaran berupa feses bersama urin biasanya dibuang
ke dalam tangki septik. Lumpur tinja/night soil yang telah memenuhi tangki septik
dapat dibawa ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.Komposisi dan volume lumpur
tangki septik tergantung dari faktor diet, iklim dan kesehatan manusia.

3. Pemanfaatan Pengolahan Jamban Pupuk (the Compost Privy)


Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal
galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan
sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Mula-mula membuat jamban cemplung biasa.
2. Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan.
3. Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran biinatang (kalau ada) tiap-tiap hari.
4. Setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagii dengan daun-daun sampah,
selanjutnya ditaruh kotoran lagi.
5. Demikian seterusnya sampai penuh.
6. Setelah penuh ditimbun tanah dan membuatt jamban baru.
7. Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakkan pupuk tanaman

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang
sembarangan ( Depkes RI 2004 ). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air
bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat
sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL). Sanitasi yang buruk, kurangnya
kebersihan diri dan lingkungan yang buruk berkaitan dengan penularan beberapa
penyakit infeksi yaitu penyakit diare, kolera, typhoid fever dan paratyphoid fever,
disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis, hepatitis A dan E, penyakit kulit,
trakhoma,

schistosomiasis,

cryptosporidiosis,

malnutrisi

dan

penyakit

yang

berhubungan dengan malnutrisi. Program Nasional Sanitasi Total Berbasis


Masyarakat (STBM) dan lima pilarnya merupakan kerangka kerja yang penting.
Kelima pilar tersebut adalah

penghapusan buang air besar di tempat terbuka,

mencuci tangan dengan sabun, pengolahan air rumah tangga, pengelolaan sampah
padat dan pengelolaan limbah cair.
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan

terhadap

penimbunan,

penyimpanan

(sementara,

pengumpulan,

pemindahan/pengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu


cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti
teknik

(engineering),

perlindungan

alam

(conversation),

keindahan

dan

pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya. Metode pembuangan kotoran


manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua, unsewered area dan sewered
area.
SARAN
Warga Indonesia seharusnya mengetahui bagaimana pengelolaan sanitasi dan
pengelolaan sampah dan tinja yang baik karena hal tersebut akan memberikan
banyak manfaat, sehingga masyarakt dapat terhindar dari berbagai macam penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, wiku. Buku Ajar Kebijakan Kesehatan. Departemen AKK FKM UI,
Depok, 2006
Bakker, K. and Kooy, M. (2010): Citizens without a City: The Techno-Politics of
Urban Water Governance, Chapter5 in Beyond Privatization: Governance
failure and the worlds urban water crisis, K. Bakker. Ithaca: Cornell
University Press.
Jakarta Environmental Agency (BPLHD) (2012): Neraca Lingkungan Hidup Provinsi
DKI Jakarta 2011. Jakarta: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD)
Ministr y of Health (2008): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007, Jakarta: Ministr y of Health, National Institute of Health Research
and Development.
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.
Depkes RI.2005. pedoman peran kesehatan masyarakat nasional. Pusat promosi
kesehatan Depkes RI. Jakarta.
Bakker, K. and Kooy, M. (2010): Citizens without a City: The Techno-Politics of
Urban Water Governance, Chapter5 in Beyond Privatization: Governance
failure and the worlds urban water crisis, K. Bakker. Ithaca: Cornell
University Press.
Jakarta Environmental Agency (BPLHD) (2012): Neraca Lingkungan Hidup Provinsi
DKI Jakarta 2011. Jakarta: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD)
Ministr y of Health (2008): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007, Jakarta: Ministr y of Health, National Institute of Health Research
and Development.

Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:Penerbit


Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.
Depkes RI.2005. pedoman peran kesehatan masyarakat nasional. Pusat promosi
kesehatan Depkes RI. Jakarta.
http://www.unicef.org/indonesia/id/A8_-_B_Ringkasan_Kajian_Air_Bersih.pdf.
Diakses pada tanggal 8 Oktober 2014 pukul 13.00 WIB
http://eprints.undip.ac.id/31574/1/bab_1.pdf. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2014
pukul 13.00 WIB
Prof.

Dr.

Soekidjo

Notoatmodjo.

Prinsip-Prinsip

Dasar

Ilmu

Kesehatan

Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.


Panduan dan Modul Pelatihan SANIMAS untuk Promosi Kesehatan Lingkungan,
Juni 21, 2002
Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai