Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dan gas bumi sampai saat ini masih merupakan merupakan
sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri,
transportasi dan rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan berbagai produk akhir atau
produk-produk turunan minyak bumi juga semakin meningkat sehingga
peningkatan akan permintaan minyak bumi di seluruh dunia telah mengakibatkan
pertumbuhan dan ekspansi pada kegiatan eksplorasi dan pengolahan minyak
mentah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun demikian, kita selalu
dihadapkan pada dilema antara peningkatan produksi dengan pelestarian
sumberdaya alam lingkungan serta dampak yang ditimbulkan dari proses produksi
tersebut. Hal ini berarti perkembangan industri baik pengolahan minyak bumi
maupun industri yang menggunakan minyak bumi, ternyata merupakan salah satu
sumber pencemar lingkungan (Astri Nugroho, 2006).Industri minyak bumi
memiliki potensi sebagai sumber dampak terhadap pencemaran air, tanah dan
udara baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan limbah pada
kegiatan industri minyak pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan lingkungan
dan kemungkinan penurunan kualitas lingkungan. Limbah padat dapat berupa
lumpur minyak, lumpur aktif, drum-drum bekas bahan kimia, sampah dan lainlain. Limbah minyak merupakan kotoran minyak yang terbentuk dari proses
pengumpulan

dan

pengendapan

kontaminan

minyak.

Limbah

minyak

mengandung minyak, zat padat, air, dan logam berat. Limbah minyak ini
merupakan bahan pencemar yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan dan oleh sebab itu harus segera ditanggulangi. Berbagai upaya yang
dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dengan perbaikan pada sistim
penambangan, pengolahan, penyaluran minyak dan pengolahn limbah. Upaya
pencegahan tumpahan minyak di lingkungan dapat dilakukan dengan mengusahan
sekecil mungkin tumpahan yang dapat terjadi (Dessy, Y., 2002).
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat
dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika biasanya

dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum
tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika yang dapat digunakan
ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer.
Penanganan secara kimia lebih mudah dilaksanakan yaitu tinggal mencari
bahan kimia dan konsentrasi yang sesuai untuk mendegradasi kandungan minyak
bumi. Misalnya surfaktan sintetis seperti alkil-benzene sulfonat (ABS) dan
turunannya dapat digunakan sebagai bahan baku diterjen dan mengatasi
pencemaran minyak di daratan maupun dipermukaan laut. Namun. ini akan
membawa efek sampingan terhadap kehidupan lingkungan disekitar yang terkena
tumpahan minyak yaitu mencemari tanah dan air serta tidak dapat didegradasi
secara biologis. Penanganan secara kimia dan fisika merupakan cara penanganan
cemaran minyak bumi yang membutuhkan waktu yang relatif singkat, tetapi
metode ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Ini dapat dilakukan jika
tumpahan minyak bumi belum menyebar kemana-mana. Jika minyak bumi telah
mengendap dan menyebar sulit dilakukan dengan metode ini. Penanganan secara
biologi merupakan salah satu alternatif dalam upaya mendegradasi kandungan
minyak bumi di lingkungan. Surfaktan ramah lingkungan yang dapat dihasilkan
oleh mikroorgansime disebut biosurfaktan. Aplikasi biosurfaktan dapat digunakan
untuk recovery minyak bumi dan pembersihan tangki. Untuk itu, perlu dicari jenis
mikroorganisme yang aktif mendegradasi minyak bumi (Prince et.al. 2003).
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
2.

Permasalahan apa saja yang timbul akibat tumpahan minyak di laut?


Apa saja penyebab tumpahan minyak di laut?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan apa saja yang
terjadi apabila tumpahnya minyak di laut.

1.4 Manfaat

Makalah

ini

diharapkan

dapat

memberikan

gambaran

atas

permasalahandampak tumpahan minyak terhadap ekosistem mangrove dan biota


laut.dan penanggulangan yang tepat atas permasalahan yang terjadi.
1.

Makalah ini dapat memberikan literatur mengenai permasalahan tumpahan

minyak dan penanggulangan yang tepat bagi kalangan akademisi dan peneliti.
2.
Makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan inspirasi dalam
penanggulangan atas permasalahan tumpahan minyak di laut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia,
limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme
invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam
sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian
besar adalah pengurai ataupun filter feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun
yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang
rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang
tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi
dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Pencemaran laut (perairan pesisir) didefinisikan sebagai dampak negatif
(pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan
kenyamanan (amenities) ekosoistem laut serta kesehatan manusia dan nilai guna
lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah (termasuk energi) ke dalam
laut yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP,1986).
Menurut Soegiarto (1978), pencemaran laut adalah perubahan laut yang
tidak menguntungkan (merugikan) yang diakibatkan oleh benda-benda asing
sebagai akibat perbuatan manusia berupa sisa-sisa industri, sampah kota, minyak
bumi, sisa-sisa biosida, air panas dan sebagainya. Terdapat banyak tipe
pencemaran yang sangat penting sehubungan dengan lingkungan kelautan,
beberapa diantaranya adalah:
1. Perubahan kuala, teluk, telaga, pantai serta habitat-habitat pantai karena
pencemaran darat, pengerukan, pengurugan, dan pembangunan.
2. Penyebaran pestisida dan bahan-bahan kimia lain yang tahan lama
3. Pencemaran oleh minyak
4. Penularan-penularan bahan-bahan radioaktif di seluruh dunia
5. Pencemaran oleh panas
Minyak menjadi pencemar laut nomor satu di dunia. Sebagian diakibatkan
aktivitas pengeboran minyak dan industri. Separuh lebih disebabkan pelayaran

serta kecelakaan kapal tanker.Wilayah Indonesia sebagai jalur kapal internasional


pun rawan pencemaran limbah minyak. Badan Dunia Group of Expert on
Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton
per tahun kandungan hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut
dunia. Masing-masing berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi
pengeboran lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman)
sebesar 1,38 juta ton.Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan
ekosistem laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air,
baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat
pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya
senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki
komponen senyawa kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer
Xylena (BTEX)Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
2.1 Pengaruh terhadap lingkungan laut.
Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan jelas seperti
pada pantai menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan,
dan kerang-kerangan, atau meskipun beberapa dari organisme tersebut selamat
akan tetapi menjadi berbahaya untuk dimakan. Efek periode panjang (sublethal)
misalnya perubahan karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi
komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap masyarakat pesisir yang
lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan budi daya,
sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan
kesejahteraan nelayan.
2.2 Pengaruh minyak pada komunitas laut.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam dua tipe, minyak
yang larut dalam air danakan mengapung pada permukaan air dan minyak yang
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung zpada permukaan air tentu
dapat menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme yang
berada pada permukaan perairan, dan tentu akan mengurangi intensitas cahaya

matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan dapat
memutus rantai makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian terjadi, maka
secara langsung akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah tersebut
karena terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam
sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan
mengganggu organisme interstitial maupun organime intertidal, organisme
intertidal merupakan organisme yang hidupnya berada pada daerah pasang surut,
efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir pantai, maka
organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan
lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami
kematian. Namun pada daerah intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat
hebat seperti kematian dan berkurangnya spesies, tumpahan minyak akan cepat
mengalami pembersihan secara alami karena pada daerah pasang surut umumnya
dapat pulih dengan cepat ketika gelombang membersihkan area yang
terkontaminasi minyak dengan sangat cepat. Sementara pada organisme interstitial
yaitu, organisme yang mendiami ruang yang sangat sempit di antara butir-butir
pasir tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyak-minyak tersebut akan
terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan batu-batuan, dan
hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan
perkembangan hewan yang mendiami daerah ini seperti cacing policaeta, rotifer,
Crustacea dan organisme lain.
2.3 Perilaku Minyak di Laut
Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa
benzene, touleuna, ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,
merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit
mengalami perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan
mengalami proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila
senyawa aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan
lemak dan akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian

pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride


yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Kompas, 2004).
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera
akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantaran proses tersebut
adalah membentuk lapisan ( slick formation ), menyebar (dissolution), menguap
(evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi
air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water
emulsions), fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton
dan bentukan gumpalan ter (Mukhstasor, 2007).
Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan
segera membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak
tersebut digerakkan oleh pergerakan angin, gelombang dan arus, selain gaya
gravitasi dan tegangan permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah
menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan
lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.Hilangnya sebagian
material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/ berat dan
membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut,
akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan
menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua
terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi
biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.Proses
pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan
komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume
tumpahan sebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut
tumpah. Produk kilang minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua
lenyap, sebaliknya minyak mentah dengan viskositas yang tinggi hanya
mengalami pengurangan kurang dari 25%.

BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Pencemaran Laut
3.1.2 Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga
kecelakaan kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan
hampirtidak bias dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam
jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan
mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa
arus dan terbawa ke pantai.
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a)

Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung

mati
b) Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c)

Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978


Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan

tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung


berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air.
Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri
sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme
yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak,
sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah
bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.
3.1.2

Pencemaran oleh logam berat


Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram

atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram
adalah logam ringan.
Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium
(Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk
materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup

serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan
biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan
industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas

: Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn

Petro-chemical

: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn

Pengelantang

: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn

Pupuk

: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn

Kilang minyak

: Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn

Baja

: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn

Logam bukan besi

: Cr, Cu, Hg, Pb, Zn

Kendaraan bermotor

: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn

Semen, keramik

: Cr

Tekstil

: Cr

Industri kulit

: Cr

Pembangkit listrik tenaga uap : Cr, Zn


Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm 3 dan logam
berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat
semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air
dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh
manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara
tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di
dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan
berbagai bahaya terhadap kesehatan.
3.1.3

Pencemaran oleh sampah


Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang,

terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut
adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak

akhir Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk
hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya
untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit,
sesak napas, maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang
di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba,
penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang
membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi
hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui
sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan
mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya
mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan
zat-zat makanan pada suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi
lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya
kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan
berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di
daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada
didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar
dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu
hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk
golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang
disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka.
3.1.4

Pencemaran oleh pestisida


Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif.

Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk


mengontrol hama tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan.
Idealnya pestisida ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat
membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan

lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di
laut.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan
kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis
ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana
molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun
sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka
menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat
ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka.
Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan
kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke
dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat
menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut ,
seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
3.1.5

Pencemaran akibat proses Eutrofikasi


Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi,

biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal
ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan
pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek
lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta
tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi
karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini
kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung
menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia
(kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan
kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai

Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu
contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang
membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada
manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme
mendekati ke arah pantai.
3.1.6

Pencemaran akibat peningkatan keasaman


Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi

udara, tanah dan air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap
kendaraan, dan banyak lagi. Salah satu contoh adalah semakin banyak karbon
dioksida memasuki atmosfer bumi, maka karbondioksida yang kita hasilkan
sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga meningkatkan kadar
keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat
mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk
membentuk cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga akan berdampak buruk
pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin memanas, maka akan terjadi
peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan
menghadapi peningkatan keasaman ini .
Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia,
terumbu karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon
Dioksida yang dipompakan ke atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan
membuat lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang
akan hancur dan larut karena asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun
berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang
luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya
adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi
bukan karena sebab alami
3.1.7

Pencemaran akibat polusi kebisingan


Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara

dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan
frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di

udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan
hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini
berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan.
Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik
sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Sumber suara di laut antara lain :
d) Sumber alami
Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses
fisika serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung
api dan gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis
misalnya suara dari mamalia laut dan ikan.
e) Lalu lintas kapal
Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang
berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara
1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya
mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan
untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang
suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual
yang disebut white noise yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat
menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang
lebih kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo
yang membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan
pencemaran suara di laut.
3.2 Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan
survei seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll.
Kebanyakan dari survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber
suara, alat ini merupakan alat berisi udara yang memproduksi sinyal akustik
dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air. Metoda
tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel.
Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan

pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya


penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap pendengaran manusia
secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan konflik terhadap
mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan beaked yang
menggunakan frekuensi suara yang rendah.
Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak
dimana dalam operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta
menimbulkan kebisingan yang beresiko bagi mamalia laut.
3.3 Penelitian Oseanografi dan Perikanan
Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of
Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan
rata-rata temperatur laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor
temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka
bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun selang beberapa saat
mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang dipasang
berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000
mil jauhnya.
Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak
disebutkan di sini, salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang
menggunakan peledak atau pukat harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi
suara namun juga merusak secara langsung ekosistem di laut itu sendiri.
3.4 Kegiatan militer
Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber
suara yang menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas
kapal naval milik US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan
dalam aktivitas rutin. Angkatan Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan
suatu sistem yang dinamakan Low Frequency Active Sonnars (LFA) untuk
keperluan militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa terdapat beberapa
efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap ikan
paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus

biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain.
Bahkan setelah melalui beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga
berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang
menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena
gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap gerakan tubuh serta gangguan di
daerah perut dan dada.
Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di
sebutkan oleh Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991),
Frantzis (1998) dan Frantzis and Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras
yang ditimbulkan oleh aktifitas militer ini telah menyebabkan terdamparnya paus
jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus jenis sperm
mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini.
Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17
mamalia laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini
terjadi akibat latihan militer Amerika yang menggunakan sonar.

3.5 Dampak Pencemaran Laut


3.5.1 Logam berat
WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan
FAO

(Food

Agriculture Organization)

atau

Organisasi

Pangan

Dunia

merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang


tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang
mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan
terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang
menyebabkan kematian.
Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh
Manusia : Barium (Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur
ruang. Jangka panjang, menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya
sistem syaraf.
Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika
terhirup dari udara atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium

sangat beracun. Jangka panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid,
dicurigai dapat menyebabkan hipertensi
Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif
pada jaringan tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan
pada ginjal
Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap.
Jangka panjang, menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap.
Jangka panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan
pada kelahiran.
Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada
kulit, mata dan membran mukosa (mucus)
3.5.2

Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang

suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum
minyak dan mencemari diri sendiri serta dapat menyebabkan keracunan pada
burung tersebut.
3.5.3

Sampah
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena

tak jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan
laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan
hewan ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian
melalui kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota laut,
adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penyakit
yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan dengan
air laut, dll.
3.5.4

Pestisida
Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :

a. Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat


mempengaruhi system syaraf pusat.
b. Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat
merubah tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan
juga ikan.
c. Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran
terhadap racun pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan
bertulang sejati), dll.
3.5.5

Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan

jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk
fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah
akan mengalami kematian secara massal,

serta terjadi kompetisi dalam

mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa


respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan
menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
3.5.6

Peningkatan keasaman
Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut

terpengaruh karena perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki
tulang karbonat kalsium dan yang menjadi sumber makanan bagi penghuni laut
lainnya. Satu miliar orang yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama
penghasil protein akan terkena dampak dari peningkatan keasama laut tersebut.
3.5.7

Polusi kebisingan
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas

yang dapat berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang


penting, yang menjadikan tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti
diketahui bahwa suara-suara biologi ini penting seperti untuk mencari mangsa,
navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk manarik perhatian, atau
melemahkan mangsa.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pencemaran laut terjadi apabila dimasukkannya oleh manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sesuatu benda, zat atau energi ke dalam
lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat sedemikian rupa kepada alam dan
membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia dan ekosistem serta
merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana mestinya.
Tumpahan minyak menjadi penyebab utama pencemaran laut. Minyak yang
tumpah diakibatkan oleh operasi kapal tanker, docking (perbaikan/perawatan
kapal), terminal bongkar muat tengah laut, tanki ballast dan tanki bahan bakar,
scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), kecelakaan
tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan), sumber di
darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon
( perkantoran & industri ), dan tempat pembersihan (dari limbah pembuangan
Refinery ).
1.

Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya adalah insitu burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan
penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan
minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.

2.

Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung
yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota
laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya
dapat menurunkan produksi ikan.

4.2 Saran

Masuknya minyak ke dalam perairan karena aktifitas manusia merupakan


hal yang fatal. Sehingga kita sebagai insan akademisi di harapkan terus memberi
kontribusi dengan memikirkan masalah-masalah serius seperti ini.

DAFTAR PUSTAKA
Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi
Lingkungan ITB.
Charade, Titi Heri Subandri, 1983, Sekali Lagi Tentang Penanggulangannya :
Pencemaran Alamsyah, Rachmat Benny, 1999, Kebijaksanaan, Strategi, dan
Program Pengendalian Pencemaran dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut,
Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pramudianto, Bambang, 1999,
Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan
Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan
Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.
Air Akibat Industri Minyak, dalam Harian Pikiran Rakyat, edisi 15 Mei 1983.
Eckenfelder Jr., W.Wesley, 1989, Industrial Water Pollution Control, 2ndedition,
Singapore: McGraw Hill International Editions.

Anda mungkin juga menyukai