Anda di halaman 1dari 12

APLIKASI ASAM NUKLEAT DI BERBAGAI BIDANG

DALAM KEHIDUPAN
Ferdi Fajrian Adicandra
1306370695
Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
ABSTRAK
Asam nukleat adalah senyawa kimia yang terdapat di dalam inti sel (Nukleus). Asam nukleat
merupakan suatu polimer nukleotida yang berperanan dalam penyimpanan serta pemindahan
informasi genetik yang berhubungan dengan pewarisan sifat turunan. Sebagai pembawa informasi
genetik yang mengatur pemunculan sifat suatu makhluk hidup. Asam nukleat ditemukan di segala
jenis sel makhluk hidup. Pengaplikasian asam nukleat dalam kehidupan dapat digunakan untuk
merekaya gen pada suatu organisme agar tercipta organisme dengan sifat yang diinginkan dan dapat
digunakan juga untuk merubah fungsi biologis suatu organisme. Pengakpikasian asam nukleat di
berbagai bidang dalam kehidupan meliputi bidang; bidang pertanian dan peternakan; bidang
perkebunan, kehutanan, dan florikultur; bidang farmasi dan industri; serta bidang hukum dan forensik.
KATA KUNCI : Asam Nukleat, DNA, RNA, Bioteknologi, Rekayasa Genetika, Teknologi DNA
Rekombinan, Tanaman Transgenik, Kloning, Fingerprints.
A. Rekayasa Genetika
Secara ilmiah, rekayasa genetika adalah manipulasi genetik atau perubahan dalam susunan genetik
dari suatu organisme. Rekayasa genetika merupakan proses buatan/sintetis dengan menggunakan
Teknologi DNA rekombinan. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau
melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Hasil dari rekayasa genetika adalah sebuah organisme yang
memiliki sifat yang diingingkan atau organisme dengan sifat unggul, organisme tersebut sering disebut
sebagai organisme transgenik.
B. Bidang Pertanian dan Peternakan
Teknik bioteknologi tanaman di bidang pertanian telah dimanfaatkan terutama untuk memberikan
karakter atau sifat baru pada berbagai jenis tanaman. Teknologi rekayasa genetika tanaman
memungkinkan pengintegrasian gen-gen yang berasal dari organisme lain untuk perbaikan sifat
tanaman. Beberapa contoh aplikasi rekayasa genetika di bidang pertanian adalah mengembangkan
tanaman transgenik yang memiliki sifat: 1) toleran terhadap zat kimia tertentu (tahan herbisida); 2)
tahan terhadap hama dan penyakit tertentu; 3) mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat yang
matangnya lama, padi yang memproduksi beta-karoten dan vitamin A, kedelai dengan lemak tak
jenuh rendah, kentang dan pisang yang berkhasiat obat, dll.); 4) dapat mengambil nitrogen sendiri dari
udara (gen dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman dapat
memfiksasi nitrogen udara sendiri); dan 5) dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan buruk
(kekeringan, cuaca dingin, dan tanah dengan kandungan garam tinggi).
Teknologi pemindahan gen atau transformasi gen untuk mendapatkan tanaman transgenik dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Contoh transfer gen secara langsung
adalah perlakuan pada protoplas tanaman dengan eletroporasi atau dengan polyethyleneglycol
(PEG), penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan karbit silikon. Teknik
pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens.
B.1. Metode elektroporasi.
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari
protoplas, perlakuan polythyleneglycol (PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan

tersebut diatas. Pada proses elektroporasi ini, dimana enzim khusus pendenaturasi dinding sel
melepaskan dinding sel dari selnya. Kemudian sel-sel akan menjadi protoplas, yaitu sel-sel tumbuhan
yang dilucut dinding selnya tetapi masih dilapisi membran selular. Tahap elektroporasi berikutnya,
yaitu dikejutkan dengan listrik tegangan tinggi melalui larutan yang mengandung protoplas. Kejutan
listrik ini menyebabkan membran untuk sementara tidak stabil dengan membentuk pori-pori kecil.
Melalui pori-pori sementara ini, DNA gen donor dapat disuntikkan. DNA diinjeksikan dalam bentuk
transfer plasmid yang dipindahkan ke kromosom dan menjadi satu dalam DNA tanaman. Tidak lama
setelah pemberian kejutan listrik dan injeksi, sel membran terbentuk kembali. Dinding sel juga
terbentuk kembali melalui proses pembalikan. Salah satu kelemahan penggunaan protoplas sebagai
eksplan untuk transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat
panjang periode kultur.
Dikejutkan
dengan listrik
tegangan
tinggi

Membran
membentuk
pori-pori

DNA gen donor


(plasmid)
disuntikan
melalui pori-pori

Sel membran
tertutup kembali

B.2. Silikon Karbida, whiskers (duri halus karbid silikon)


Karbid silikon yaitu teknologi transfer gen di mana sampel dicelup ke larutan ber-DNA yang akan
ditransfer, tambahkan beberapa mikroliter whisker, lalu divortex. Pemindahan plasmid DNA secara
langsung dengan menggunakan silikon karbida (whiskers) menawarkan opsi yang benar-benar
mudah dan murah untuk menghasilkan tanaman transgenik yang fertil. Suspensi budidaya sel
embriogenik dicampurkan dengan plasmid DNA dan whiskers: menghasilkan tabrakan antara
sekelompok sel dengan whiskers yang menyerupai jarum menghasilkan penetrasi sel dan DNA pun
bisa berpindah. Sampai saat ini, metode ini diaplikasikan pada tanaman jagung tapi tetapi ada juga
yang menggunakan metode serupa untuk transformasi pada tanaman bunga matahari (sunflower).

Gambar 1. Proses transfer gen dengan medium silikon karbida


Sumber: http://4.bp.blogspot.com/_wBKVsVlXexg/TEKQL0ZQbTI/AAAAAAAAADM/-qO-c3waOA/s1600/whiskers+1.jpg
B.3. Penembakan partikel (Particle bombardment)
Penembakan partikel yaitu teknologi yang menggunakan metode penembakan partikel atau gen gun.
DNA yang melapisi partikel ditembakkan secara langsung ke dalam sel atau jaringan tanaman (Klein
et al.1988). Partikel yang mengandung DNA tersebut menembus dinding sel dan membran, kemudian
DNA berdifusi dan menyebar di dalam sel secara independen. Metode transformasi dengan
penembakan partikel pertama kali diaplikasikan pada jagung oleh Gordon Kamm et al. (1990) dan
berhasil mendapatkan jagung transgenik yang fertil.

B.4. Metode transformasi yang dilakukan atau diperantara oleh Agrobacterium tumefaciens.
Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid
Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang
menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin
dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A.
tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA)
tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat
diekspresikan tumbuhan.

Gambar 2. Tahapan proses trnasfer gen melalui perantara


Agrobacterium tumefaciens dan proses penembakan partikel.
Sumber : Mirkov (2003)
B.5. Klona embrio
Tahapan teknik klona embrio pada hewan ternak misalnya sapi, adalah sebagai berikut. Pertama, sel
telur yang diambil dari sapi betina dibuahi dengan sperma dari sapi jantan terbaik. Pembuahan
dilakukan di dalam cawan petri. Pembuahan ini disebut sebagai fertilisasi in-vitro. Sel telur yang telah
dibuahi akan membentuk kumpulan sel-sel. Pada tahapan ini embrio muda tersebut dipisahkan
menjadi beberapa bagian. Setiap bagian embrio merupakan klon yang secara genetic identik. Embrioembrio tersebut kemudian ditanamkan pada rahim sapi-sapi betina dewasa lainnya. Embrio-embrio
akan tumbuh menjadi anak-anak sapi yang siap dilahirkan dengan sifat yang sama seperti induknya.

Gambar 3. Tahapan Klona Embrio


B.6. Klona dengan transfer inti
Teknik klona dengan transfer inti adalah klon-klon dihasilkan dari suatu individu. Prinsip klona dengan
transfer inti adalah dengan memasukkan donor DNA dari hewan yang karakternya diinginkan ke
dalam sel telur hewan yang intinya (DNA-nya) telah dihilangkan. Setelah terbentuk embrio lalu embrio
ditanamkan ke rahim induk hewan yang akan membesarkannya. Contoh klona dengan transfer inti
adalah domb Dolly. Dolly merupakan domba hasil klon yang dilakukan oleh ilmuwan dari SKotlandia
yang dipimpin oleh Ian Wilmot. Wilmot dan timnya merusak nukelus satu sel telur, kemudian dimasuki
nucleus donor yang diambil dari sel-sel kelenjar susu seekor domba dewasa. Sel telur dengan
nukelus dari donor memiliki materi genetic yang sama persis dengan induk yang mendonorkan
nukelusnya. Kemudian sel tersebut distimulasi agar membelah menjadi kumpulan sel-sel (blastomer)
yang ditanam ke dalam rahim seekor domba betina dewasa sebagai induk pengganti.

Domba Dolly

Gambar 4. Proses Klona dengan Transfer Inti


C. Bidang Perkebunan, Kehutanan, dan Florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini
mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik
dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu
menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat dan jugaketahanan tanaman terhadap hama,
dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan ketahanan serangga hama hasil isolasi
bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang dapat memproduksi protein kristal yang bekerja seperti
insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan serangga hama (Macintosh et al.,
1990). Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan
membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi
serangga. Sejak diketahui potensi dari protein kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga,
semakin banyak dikembangkan isolasi Bt yang mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan
sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo
serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal
tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu mematikan serangga
dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Agus Krisno,, 2011).

Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih
baik. Selain itu Fasilitas Uji Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) menghasilkan tanaman sengon (Albazia falcataria) transgenik pertama di dunia pada
tahun 2010 lalu. Kayu sengon bernilai ekonomis yang digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan
peti kemas, perabotan rumah tangga, pagar, hingga pulp dan kertas. Akar tunggangnya yang kuat,
sehingga baik ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan
pemerintah (Sengonisasi) di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Tanaman sengon transgenik yang
mengandung genxyloglucanase terbukti tumbuh lebih cepat dan mengandung selulosa lebih tinggi
daripada tanaman kontrol. Tanaman ini berpotensi tumbuh lebih cepat saat dipindah ke lapangan.
Florikultur merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara budidaya bunga. Florikultur merupakan
praktek budidaya Hortikultura dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga segar untuk industri
potong-Bunga dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan. Hortikultura melibatkan ilmu bunga
dan budidaya tanaman dan di Floristry dengan menggunakan teknik biokimia, fisiologi, pemuliaan
tanaman serta berbagai produksi hasil tanaman, Florikultur selalu mencari hal-hal baru bagaimana
cara menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan mereka
untuk melawan dampak lingkungan. Di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek
transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama serta lebih tahan terhadap serangan hama.
Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan
warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
D. Bidang Farmasi dan Industri
Di bidang farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat dengan
kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit
di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat
juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting
seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini
karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang
bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa.
Dengan mentransfer gen untuk produk protein yang dikehendaki ke dalam bakteri, ragi, dan jenis sel
lainnya yang mudah tumbuh di dalam kultur seseorang dapat memproduksi protein dalam jumlah
besar, yang secara alami hanya terdapat dalam jumlah sangat sedikit (Chambell et all, 2000).
D.1. Pembuatan insulin melalui proses rekayasa genetika
Insulin adalah suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel-sel kelenjar
Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi kadar gula darah (kadar gula darah
dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai
sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna
memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat
berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin
dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus tergantung insulin (diabetes tipe I). Insulin
terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang
dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino.
Adapun proses pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid pada bakteri sebagai vektor
pengklon (pembawa DNA) sebagai berikut:
1. Pengisolasian vector dan DNA sumber gen

Rangkaian DNA yang mengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang sebelumnya
telah ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium.
Vektor yang digunakan berupa plasmid dari bakteri Escherichia coli. Plasmid merupakan
molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi sendiri dan terpisah dari kromosom bakteri. Adapun
plasmid yang digunakan mengandung gen:
Amp-R yang terbukti memberikan resistensi pada sel inang terhadap antibiotik amphisilin
LacZ yang mengkode enzim -galaktosidase yang menghidrolisis gula laktosa
Plasmid ini memiliki pengenalan tunggal untuk enzim restriksi endonuklease yang digunakan dan
urutan ini terletak dalam gen lacZ
2. Penyelipan DNA ke dalam vector
Plasmid maupun DNA manusia dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sama
dimana enzim ini memotong DNA plasmid pada tempat restriksi tunggalnya dan mengganggu
gen lacZ.
Mencampurkan fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong
Penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya
3. Pemasukan plasmid ke dalam sel bakteri
Plasmid yang telah termodifikasi dicampurkan dalam kultur bakteri
Bakteri akan mengambil plasmid rekombinan secara spontan melalui proses transformasi
namun tidak semua bakteri yang akan mengambil plasmid rekombinan yang diinginkan
4. Pengklonaan sel dan gen asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin
dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan bahwa hanya bakteri
yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi dari amp-R. Sedangkan Xgal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal
ini akan dihidrolisis oleh -galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri
yang mengandung plasmid dengan gen -galaktosidase utuh akan berwarna biru. Tetapi jika suatu
plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang
mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
5. Identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan
Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi
menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai RNA atau rantai tunggal DNA yang diberi
label isotop radioaktif atau bahan fluorescent dan dapat berpasangan dengan basa nitrogen tertentu
dari DNA rekombinan. Pada langkah pembuatan insulin ini probe yang digunakan adalah RNAd dari
gen pengkode insulin pankreas manusia. Untuk memilih koloni bakteri mana yang mengandung DNA
rekombinan, caranya adalah menempatkan bakteri pada kertas filter lalu disinari dengan ultraviolet.
Bakteri yang memiliki DNA rekombinan dan telah diberi probe akan tampak bersinar.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair dalam
tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah besar. Selain itu
juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam
DNA dari sumber lain.
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga
merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di
Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula, bahanbahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan,
pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik.

Gambar 5. Proses Pembuatan Insulin dengan


Menggunakan Plasmid Bakteri
Sumber : http://www.biotechonweb.com/
D.2. Terapi gen
Terapi gen merupakan salah satu aplikasi bioteknologi modern yang berperan sebagai metode
pencegahan, penyembuhan, atau penanggulangan suatu penyakit yang berbasis pada gen. Metode
terapi gen berbeda dengan terapi konvensional. Pada terapi konvensional, yang menjadi fokus
pengobatan adalah protein. Sedangkan pada terapi gen, fokusnya bukan lagi pada protein, tetapi
menarget kepada gen nya. Dalam terapi gen diusahakan gen yang menyebabkan penyakit direkayasa
agar kembali normal dengan cara memodifikasi, menambahkan, atau melengkapi gen tersebut sesuai
dengan kebutuhan. Pada pasien yang memiliki kelainan berupa mutasi pada gennya, maka diperlukan
modifikiasi gen. Jika pasien tidak memiliki bagian gen tertentu, maka dilakukan pelengkapan gen.
Sedangkan penambahan gen terkadang dilakukan agar menimbulkan efek tertentu. Metode
penambahan, modifikasi, peyisipan, maupun pengurangan gen disebut metode gen transfer. Metode
gen transfer ini sangat berguna dalam aplikasi terapi gen, karena dapat mentreatment atau
menyembuhkan penyakit dengan memasukkan materi genetik tertentu.
Ada dua jenis cara dalam praktek terapi gen. Terapi gen dapat dilakukan secara ex-vivo (luar tubuh)
maupun in-vivo(dalam tubuh).

Gambar 6. Proses Terapi Gen Ex vivo dan In vivo

Ex-vivo. Pada terapi gen ex-vivo, rekayasa/transfeksi genetika dilakukan di luar tubuh. Mulamula sel didalam tubuh manusia (yang bermasalah) di ekstrak dulu keluar, setelah itu
diinjeksikan kembali ke dalam tubuh. Metode ini merupakan metode tak langsung, karena
prosesnya dilakukan di luar tubuh (ex-vivo).
In-vivo. Pada terapi gen in-vivo, rekayasa/transfeksi genetika dilakukan di dalam tubuh. Terapi
gen in-vivo biasanya dilakukan dengan memasukkan gen tertentu yang melibatkan virus
sebagai media transfer ke dalam tubuh pasien. Metode ini merupakan metode langsung,
karena prosesnya dilakukan di dalam tubuh (in-vivo).

Kemungkinan keberhasilan metode terapi gen in-vivo lebih kecil, karena gen yang kembali
dimasukkan
dapat
dianggap
sebagai
benda
asing
oleh
tubuh.
Percobaan terapi gen yang pertama kali dilakukan pada pasien balita penderita SCID (Severe
Combined Immnue Defficiency). Penyakit ini disebabkan karena sel darah putih tidak dapat
menghasilkan ADA (Adenosine Deaminase).

Gambar 7. Penerapan Proses Terapi Gen Ex vivo


Sumber : http://www.mun.ca/biology/scarr/Somatic_Therapy_for_SCID.htm
Metode penyembuhan penyakit SCID dilakukan dengan terapi gen ex-vivo atau diluar tubuh. Mulamula, bagian T-cell dari sel darah putih pasien diekstrak keluar tubuh, kemudian diisolasi. Sementara
itu disiapkan gen ADA normal yang disisipkan pada plasmid bakteri. Selain itu juga diperlukan media
transfer berupa retrovirus yang telah dilemahkan sehingga tidak berbahaya. Virus tersebut berfungsi
sebagai media transfer gen ADA agar dapat dimasukkan kedalam tubuh. Setelah tiga komponen
tersebut lengkap (T-cell pasien, retrovirus, dan gen ADA dalam plasmid bakteri), ketiganya
digabungkan sehingga terbentuklah sel darah putih yang menghasilkan gen pengkode ADA. Sel
tersebut kemudian dikultur dalam laboratorium, setelah itu diinjeksikan kembali ke tubuh pasien.
Suksesnya penemuan metode terapi gen adalah berkat dari adanya central dogma dalam biologi
molekuler. Dulu orang menganggap protein sebagai molekul pembawa sifat, kemudian pada tahun
1940 baru orang menganggap bahwa DNA adalah pembawa sifat. Central dogma dalam biologi
molekuler menjelaskan bahwa DNA double helix yang awalnya ditranskripsi menjadi mRNA (untai
tunggal) kemudian baru membuat protein. Protein tertentu dapat menimbulkan suatu penyakit. Pada
metode konvensional, diusahakan supaya protein tidak menjadi penyakit. Namun setelah adanya
pemahaman central dogma, timbul gagasan terapi gen dengan mem-blok proses transkripsi dari DNA
ke mRNA maupun translasi dari RNA ke protein. Metode terapi gen tentu saja jauh lebih efektif
daripada
metode
konvensional.

Terapi gen telah banyak berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menghasilkan banyak
metode dan variasi terapi gen. Beberapa variasi dari terapi gen adalah strategi antisense dan strategi
antigene. Kedua variasi tersebut lebih berfokus pada ekspresi gen.

Gambar 8. Tahapan Proses Antisense Strategi


1. Strategi antisense.
Disebut juga anti RNA karena bertujuan menghambat mRNA untuk membetuk protein. Untuk
dapat membentuk protein, single strain mRNA harus melalui proses translasi. Strategi
antisense ditujukan untuk menghambat proses translasi mRNA sehingga tidak dapat
menghasilkan protein penyebab penyakit. Proses penghambatan atau inhibisi mRNA
menggunakan strain oligonucleotide pendek. Jadi, mRNA yang mula-mula single strain
berubah menjadi double strain karena diblok oleh single strain nucleotide. Proses ini dilakukan
dengan dua kali injeksi (multiple injection) pada masing-masing mRNA yang awalnya terbentuk
dari satu molekul DNA.
2. Strategi antigene.
Pada strategi antigene, penghambatan ekspresi gen dilakukan pada tahapan yang lebih dini,
yaitu transkripsi DNA. Seperti strategi antisense, strategi antigene juga menggunakan single
strain oligonucleotide pendek sebagai penghambat. Bedanya, pada strategi antigene yang
diblok/dihambat adalah DNA sehingga tidak dapat ditranskripsikan menjadi mRNA. DNA yang
mulanya double strain berubah menjadi triple strain setelah dihambat oleh single strain
oligonucleotide. Strategi antigene hanya memerlukan sekali injeksi pada DNA yang
bermasalah.
Strategi antigene sebenarnya lebih efisien karena langsung mentarget akar permasalahan
yaitu DNA dan pengobatannya hanya perlu dilakukan sekali seumur hidup, tetapi banyak terdapat
kesulitan dalam perkembangan strategi ini, antara lain dalam hal memasukkan obat untuk menembus
inti sel dimana DNA berada, masalah lain terdapat pada triple helix yang tidak cukup stabil seperti
double helix dan juga triple helix kurang poten. Disamping itu, belum lama ini antisense lebih
dikembangkan. Perkembangan antisense yang pesat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
karena sifat double helix yang mudah terbentuk dan lebih stabil, juga karena mRNA lebih mudah
dijadikan target karena berada di luar inti sel.
D.4. Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah satu jenis sel imun
saja dan semua klonnya merupakan sel single parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus
yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan
sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi

dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang
dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik
laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi
atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi yang
dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan
organisme penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor
protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel
kanker. Spesifisiti antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi
mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks
yang dapat mencari dan menghancurkan sel kanker.
Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu;
1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel hybridoma Tikus diimunisasi
dengan antigen tertentu untuk menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika titer
antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya digunakan sebagai sumber
sel yang akan digabungkan dengan sel myeloma.
2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu dinilai setelah beberapa
minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan dengan berbagai macam teknik
seperti enzyme link immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat dilakukan
bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka harus dilakukan booster sampai
respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus
yang dimatikan.
3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit abadi tidak dapat tumbuh
jika kekurangan hypoxantine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal
masa hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup terbatas menyediakan
HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan
suatu hybridoma yang dapat tumbuh tidak terbatas. Sel myelomamerupakan sel abadi yang
dikultur dengan 8 azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine aminopterin
thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma dikultur dalam 8 azaguanine. Sel
harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel menggunakan
medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur.
4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan dengan sel myeloma yang
telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui sentrifugasi sel limpa dan
sel myeloma dalam polyethylene glycol suatu zat yang dapat menggabungkan membran sel. Sel
yang berhasil mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian
didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan peritoneal
tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor untuk pertumbuhan sel hybridoma.
5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma Kelompok kecil sel hybridoma dapat
dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi ikatan antigen atau dikembangkan
melalui metode asites tikus. Kloning secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu
berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam tabung kultur (10-60 ug/ml)
dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi dalam
serum dan cairan tubuh lain 1-10 ug/ml.
Gambar 9. Proses Pembuatan Antibodi
Monoklonal
Sumber :
http://www.biology.iupui.edu/biocourse
s/Biol540/6secondwavefullCSS.html

E. Bidang Hukum dan Forensik


DNA Fingerprint
DNA fingerprint merupakan salah satu bagian atau tipe dari bioteknologi yaitu tipe bioteknologi
forensik. Bioteknologi itu sendiri berarti seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau
bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk, meningkatkan
kemampuan tumbuhan dan hewan, mengembangkan mikroorganisme untuk penggunaan khusus
yang berguna bagi kehidupan manusia atau lingkungan.
Prosedur pemeriksaan DNA Fingerprint
Uji DNA Fingerprint adalah menunjukkan pekerjaan laboratorium yang mengikuti beberapa
prosedur yang dilakukan melelui 6 tahapan.
Tahap 1: Isolasi DNA
DNA harus diperoleh dari sel atau jaringan tubuh. Hanya dalam jumlah sedikit jaringan seperti
darah, rambut atau kulit yang bila perlu dapat dilakukan penggandaan dengan Polimerase Chain
Reaction (PCR). Tetapi biasanya satu helai rambut sudah cukup untuk uji DNA fingerprint ini.
Tahap 2: Memotong, mengukur dan mensortir
Enzim yang khusus disebut enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu.
Misalnya enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang mempunysi sequen
GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan teknik penyaringan disebut elektrophoresis.
Potongan DNA dilewatkan gel yang dibuat dari agarose (diproduksi dari rumput laut). Teknik ini adalah
setara dengan bioteknologi untuk screening memisahkan pita-pita menurut berat molekulnya.
Tahap 3: Transfer DNA ke nylon
Distribusi potongan DNA ditransfer pada sehelai nylon dengan menempatkan nylon diatas gel
dan direndam selama 1 malam.
Tahap 4 dan 5: Probing
Dengan menambahkan radioaktiv atau pewarna probe pada sehelai nylon menghasilkan DNA
fingerprint, Setiap probe seperti batang pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada helaian
nylon tersebut.
Tahap 6: DNA Fingerprint
Tahapan akhir DNA fingerprint dibuat dengan menggunakan beberapa probe (5-10 atau lebih)
Biasanya menyerupai pita-pita DNA.

Gambar 10. Contoh Pita-Pita DNA


Sumber : http://sites.bergen.org/forensic/DNA_finger.htm
SUMMARY
Aplikasi dari asam nukleat dapat dikatakan sebagai rekayasa genetika. Hal tersebut karena seluruh
aplikasi dari asam nukleat adalah merekayasa genetika dari suatu organisme sehingga didapatkan
hasil yang diinginkan. Contoh pengaplikasian di bidang pertanian dan peternakan adalah tanaman
transgenik dan juga kloning. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan
tanaman transgenik yaitu metode elektroporas, silikon karbida, penembakan partikel, dan transformasi
dengan perantara Agrobacterium tumefaciens. Contoh pada bidang perkebunan, kehutanan, dan
florikultur adalah terciptanya tanaman yang tshan akan serangga/hama dengan bantuan bacteri
Bacillus thuringiensis. Contoh pada bidang farmasi dan industri adalah pembuatan hormon insulin
dengan bantuan bakteri melalui proses rekayasa genetika, terapi gen dan antibodi monoklonal.
Contoh pada bidang hukum dan forensik adalah penggunaan DNA fingerprint. Penggunaan asam
nukleat ini membantu polisi untuk mengidentifikasi mayat korban atau mencari pelaku sebuah tindak
kriminal dengan mencocokan DNA yang ditemukan di lokasi kejadian.
DAFTAR PUSTAKA
Nelson PN, Reynolds GM, Waldron EE, Ward E, Giannopoulos K, Murray PG. 2000. Demystified
monoclonal antibodies. J Clin Pathol: Mol Pathol.
Campbell N.A, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell, 2000. Biologi. Edisi 5, jilid I. Jakarta: Erlangga.
Darmono. 2010. DNA Fingerprint. [online] Available at http://www.geocities.com. [22 Februari 2015].
Mirkov TE. 2003. The molecular basis of genetic modification and improvement of crops. In:
Chrispeels MJ, Sadava DE (eds.) Plants, Genes and Crop Biotechnology 2nd edition. Jones
and Bartlett Publishers.

Anda mungkin juga menyukai