Pada umumnya terdapat dua desain umum studi cross sectional, pertama adalah survei yang dilakukan untuk menentukan prevalensi penyakit atau status fisiologis populasi pekerja di satu titik waktu atau biasa disebut dengan one-time survey. Pendekatan kedua yaitu repeated survey yang merupakan perpanjangan dari one-time survey dimana selanjutnya dilakukan penilaian kesehatan (dan pajanan) pada tenaga kerja. Unsur umum dari studi cross sectional adalah hasil kesehatan berupa jumlah kasus penyakit yang ada di populasi pada satu titik waktu. Karakteristik yang membedakan studi cross sectional yaitu selalu melibatkan pengukuran prevalensi daripada insidens penyakit. Prevalensi penyakit menunjukkan jumlah kasus yang ada dalam populasi. Point prevalence mengacu pada perkiraan prevalensi pada satu titik waktu (misalnya, jumlah pekerja dengan bronkitis kronik ditentukan selama survei yang dilakukan pada 1998). Sedangkan period prevalence menunjukkan jumlah kasus yang ada selama beberapa interval waktu (misalnya, jumlah pekerja dengan CTS selama tahun 1974 1988). Namun dalam epidemiologi kerja, point prevalence yang selanjutnya disebut prevalensi, lebih sering digunakan dibandingkan dengan period prevalence. Prevalensi dihitung sebagai jumlah kasus dibagi dengan jumlah pekerja. Dengan demikian, prevalensi adalah proporsi. Kebanyakan penelitian prevalensi terbatas pada pekerja aktif sehingga tidak dapat mendeteksi penyakit yang mengakibatkan penghentian kerja. Osteroarthritis adalah contoh dari kondisi pekerjaan yang melibatkan tekanan muskoloskeletal berulang sehingga cocok menggunakan studi cross sectinal.