Anda di halaman 1dari 8

I.

I.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman industri penghasil

minyak masak, minyak industri, dan bahan bakar (biodiesel). Selain itu kelapa sawit
juga merupakan bahan baku untuk industri sabun, industri lilin, industri pembuatan
lembaran-lembaran timah, dan industri kosmetik (Widarnako & Rustam, 2011). Pada
masa depan, minyak kelapa sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan
berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan pada saat ini, tetapi juga dapat menjadi
subtitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak
bumi (Munar et al., 2011).
Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke
tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004 2014 sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09%
per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif
stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani,
yang cukup menguntungkan. Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit
terbitan Ditjen Perkebunan, pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9
juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Luas areal menurut status
pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4,55 juta Ha atau 41,55%
dari total luas areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total
luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62%, swasta terbagi menjadi 2
(dua) yaitu swasta asing seluas 0,17 juta Ha atau 1,54% dan sisanya lokal (Ditjenbun,
2014).
Seiring dengan bertambahnya areal perkebunan kelapa sawit permintaan bibit
juga semakin meningkat. Upaya untuk meningkatkan produksi benih kelapa sawit
secara generatif tidaklah mudah karena memiliki beberapa masalah, salah satunya
dikarenakan benih kelapa sawit termasuk benih yang sulit dikecambahkan. Hal ini
disebabkan oleh dormansi benih kelapa sawit yang lama. Lamanya dormansi benih
kelapa sawit salah satunya disebabkan oleh struktur benih yang diselimuti cangkang
yang keras dan impermeabel terhadap air dan udara. Hal ini mengakibatkan

terhambatnya proses imbibisi air dan masuknya udara ke dalam benih sehingga
perkecambahan benih juga menjadi terhambat (Hadi, 2012).
Menurut Farhana, et al., (2013) proses pengecambahan benih kelapa sawit
yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan dengan metode pemanasan kering
suhu 40C. Metode lain yang dapat digunakan mematahkan dormansi benih yaitu
dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Salah satu zat pengatur tumbuh yang
sering digunakan adalah giberelin, karena zat ini banyak berperan dalam
mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman (Asra, 2014). Sutopo, (2002) juga
menyatakan bahwa perlakuan benih yang mempunyai

kulit keras dengan cara

perendaman bahan kimia diantaranya KNO3, H2SO4, dan giberelin dapat melunakan
kulit benih sehingga mempermudah masuknya air dan O2 yang dibutuhkan untuk
proses perkecambahan.
Giberellin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang, tetapi
efeknya dalam pertumbuhan akar sedikit. Di dalam batang, giberellin menstimulasi
perpanjangan sel dan pembelahan sel. Giberellin mempunyai beberapa fungsi, yaitu
menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya, menyebabkan
terjadinya buah dengan tidak usah diserbuki, menyebabkan lekas tumbuhnya biji dan
tunas (Irawan et al,. 2013). Fungsi giberilin menurut Parnata, (2010) adalah; 1).
Mengatasi kekerdilan; giberilin merupakan hormon yang mampu merangsang
pertumbuhan secara sinergis, baik bagian batang, akar, maupun daun. 2). Membuat
buah tanpa biji; pemberian giberilin bermanfaat dalam proses rekayasa untuk
menghasilkan buah tak berbiji. 3). Mempercepat proses pertumbuhan; giberilin sangat
membantu proses enzimatik untuk mengubah pati menjadi gula yang selanjutnya
ditranslokasi ke embrio, gula akan digunakan sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan, sehingga pertumbuhan embrio semakin cepat.
Hasil Penelitian Asra, (2014) menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi GA3
dan lama perendaman memperlihatkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap
persentase perkecambahan dan vigoritas Calopogonium caeruleum (jenis tanaman
legum sebagai pakan ternak dan penutup tanah). Perlakuan yang terbaik dalam
menghasilkan persentase perkecambahan Calopogonium caeruleum tertinggi adalah

pemberian GA3 500 ppm dengan lama perendaman 24 jam yaitu sebesar 57,33%.
Ninik dan Ning, (2008) mengatakan bahwa secara umum pemakaian GA3
memberikan pengaruh yang positif untuk mempercepat perkecambahan biji B.
javanica (Kawalot/buah makasar), dalam penelitiannya bahwa perlakuan GA3
dengan konsentrasi 1000 mg/L dan perendaman selama 24 jam memberikan pengaruh
yang terbaik (8,22 hari) untuk mempercepat perkecambahan dibandingkan dengan
konsentrasi 500 mg/L (9,33 hari).
Penelitian Astari et al.,(2014) menunjukan bahwa Daya berkecambah biji
Mucuna bracteata D.C.yang terbaik adalah perlakuan perendaman dengan H2SO4
1% selama 10 menit (A3), perendaman KNO3 1% selama 24 jam (A6), dan
perendaman dengan GA3 300 ppm selama 5 jam (A8) karena menghasilkan daya
berkecambah > 80%. Hasil Penelitian Silvia, (2014) bahwa Konsentrasi GA3 dan
waktu perendaman yang berbeda mempengaruhi perkecambahan bibit sirsak terutama
dengan persentase perkecambahan, tinggi tanaman dan akar panjang bibit. Persentase
tertinggi perkecambahan diperoleh pada pemberian GA3 dengan konsentrasi 15 ppm
dan perendamanan 12 jam yaitu 100%, tinggi tanaman 16,12 cm, dan panjang akar
12,99 cm.
Penelitian Sari et al,. (2014) menyimpulkan bahwa pemberian GA3 300 ppm
merupakan perlakuan terbaik terhadap daya perkecambahan, bobot basah tajuk, bobot
kering tajuk dan shoot root ratio pada benih Mucuna bracteata. Berdasarkan hasil
penelitiannya pada perlakuan 300 ppm GA3 diperoleh daya berkecambah yaitu
43,01% sedangkan pada perlakuan 450 ppm diperoleh daya berkecambah 24,52%.
Hasil Penelitian Irawan et al,. (2013) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian
giberellin berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit 10, 12 dan 14 MSPT dengan dosis
paling baik adalah 200 ppm pada tanaman Aren (Arenga piata Merr). Penelitian
Soertini dan Suskandari, (1997) menunjukan bahwa waktu perendaman selama 72
jam dalam konsentrasi 1000 ppm GA3 menghasilkan daya kecambah tertinggi yaitu
83,5% diikuti oleh 2000 ppm GA3 sebesar 77,93% pada benih palem. Penelitian
Murniati dan Elza, (2002) menyimpulkan pemberian giberilin sebesar 20 ppm akan

mempercepat proses perkecambahan yaitu 23 hari setelah semai dan jumlah yang
berkecambah meningkat menjadi 71,60% pada benih Kopi Robusta.
Penggunaan zat pengatur tumbuh sangat membantu dalam memecahkan masa
dormansi sehingga benih lebih cepat dalam perkecambahan dan pertumbuhan. Dari
uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang Uji Daya Kecambah dan
Pertumbuhan Benih Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) Akibat Konsentrasi
dan Lama Perendaman Giberilin
I.2

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dosis Giberilin yang tepat terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan benih kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui lama perendaman yang tepat terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan benih kelapa sawit.
3. Untuk mengetahui interaksi antara dosis dan lama perendaman Giberilin
terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.

I.3

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

informasi dalam perkembangbiakan generatif terutama pemberian zat pengatur


tumbuh yang sesuai untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit serta
sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
I.4

Hipotesis
1. Penggunaan Giberilin dengan dosis 1200 ppm memberikan hasil terbaik
dalam perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.
2. Perendaman dengan waktu 72 jam memberikan hasil terbaik dalam
perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.
3. Terdapat interaksi antara dosis giberilin dan waktu perendaman terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit
II.
MATERI DAN METODE

II.1

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium dan lahan percobaan


Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini
akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015.
II.2

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kelapa sawit, GA3,

alcohol, aquades, polybag, tanah, kompos, pasir, kertas label. Alat yang digunakan
adalah cangkul, gelas ukur, tabung perendaman, pipet mikro, pengaduk, ajir,
penggaris, kamera.
II.3

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor.

Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (K) terdiri dari 4 taraf perlakuan, yaitu :
K0 = kontrol
K1 = 400 ppm
K2 = 800 ppm
K3 = 1200 ppm
Faktor yang kedua adalah lama perendaman (P) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan,
yaitu:
P1 = 24 jam
P2 = 36 jam
P3 = 72 jam
Berdasarkan taraf-taraf yang dicoba dari kedua faktor perlakuan tersebut maka
diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 4
kali dan diperoleh 48 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdapat 10 benih
sehingga terdapat 480 benih. Susunan kombinasi perlakuan tertera pada tabel 2.1.
Table 2.1. kombinasi perlakuan
Konsentrasi GA3
(ppm)
0 (K1)

24 jam (P1)

Waktu Perendaman
48 jam (P2)

72 jam (P3)

K1P1

K1P2

K1P3

400 (K2)
800 (K3)
1200 (K4)

II.3.1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

K2P1
K3P1
K4P1

K2P2
K3P2
K4P2

K2P3
K3P3
K4P3

Prosedur Penelitian
Pemyiapan alat dan bahan
Persiapan media tanam
Pembuatan larutan GA3
Perendaman sesuai perlakuan
Penanaman
Pemeliharaan
Pengamatan

II.4 Parameter
1. Daya Becambah (DB)
Pengamatan daya kecambah dilakukan 1 minggu sekali pada minggu ke-2, ke3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 MST. Menurut Widodo dan Sri, (2007)
perhitungan daya berkecambah dihitung dengan rumus:
DB ( )=

jumlah benih yang berkecambah normal


x 100
jumlah benih yang dikecambahkan

2. Kecepatan Tumbuh (Kct)


Kecepatan tumbuh diamati untuk mengukur kekuatan vigor potensial benih.
Kecepatan tumbuh diamati setiap hari selama 49 hari, dimulai pada hari ke14. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:
Kct

(%

KN

etmal1 )

tn

kecambah normal tiap hari


pertambahan
waktu pengamatan
0

(Sumber: Farhana, 2012).


3. Intensitas Dormansi (ID)
Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir
pengamatan (49 hari).
jumlah benih yang tidak tumbuh
ID (%) = jumlah benih yang dikecambahkan
(Sumber: Farhana, 2012).

x 100%

4. Potensi Tumbuh Maksimum


Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang
berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap
jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Perhitungan potensi tumbuh
maksimum menggunakan rumus:
benih yang berkecambah
PTM (%) = jumlah benih yang dikecambahkan

x 100%

(sumber: Farhana, 2012).


5. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman
6. Jumlah Daun
7. Panjang Daun
8. Lebar Daun
DAFTAR PUSTAKA
Asra, R. 2014. Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan
Vigoritas Calopogonium caeruleum. Bipospecies, 7(1): 29-33.
Astari, R.P. Rosmayati. dan Eva S.B. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara
Fisik dan Kimia Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna
(Mucuna bracteata D.C). Jurnal Online Agroteknologi, 2(2): 803-812.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa
Sawit di Provinsi Riau. Pekanbaru.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Pertumbuhan Areal Kelapa Swit Meningkat.
(Melalui http://ditjenbun.pertanian.go.id diakses tanggal 25 Februari 2015).
Farhana, B. 2012. Pengaruh Perendaman Air Panas dan Konsentrasi Ethephon
Terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaesis guineensis
Jacq.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Institut
Pertanian Bogor. 108 hal
Farhana, B. Satria. I dan Lalu F.B. 2013. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Variasi
Konsentrasi Ethephon. Buletin Agrohorti, 1(1): 72-78.
Hadi, P. K. 2012. Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase Untuk Meningkatkan
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). IPB
Repository.Bogor.

Irawan, P. Lollie. A.P.P Dan Yusuf H. 2013. Pengaruh Pemberian Giberellin


Terhadap Pertumbuhanbibit Aren (Arenga Pinnata Merr). Jurnal Online
Agroteknologi, 1(3): 583.
Munar, A. Azharudin L. Abdullah H. Ade R. Khairunnas dan Juwita T. 2011.
Kajian Ekstrak Tunas Bambu Dan Tauge Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Pembibitan Pre Nursery. Agrium,
16(3): 153-157.
Murniati dan Elza Z. 2002. Peranan Giberilin Terhadap Perkecambahan Benih Kopi
Robusta (Coffea canephora Pierre) Tanpa Kulit. Sagu, 1(1): 1-5.
Ninik, S. dan Ning W.U. 2008. Pengaruh Tingkat Ketuaan Buah, Perlakuan
Perendaman dengan Air dan Larutan GA3 terhadap Perkecambahan Brucea
javanica (L.) Merr. Biodiversitas, 9(1): 13-16.
Parnata, A.S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen Dengan Pupuk Organik. PT.
AgroMedia Pustaka. Jakarta
Sari, H.P. C. Hanum dan Charloq. 2014. Daya Kecambah dan Pertumbuhan
Mucuna bracteata Melalui Pematahan Dormansi dan Pemberian Zat Pengatur
Tumbuh Giberilin (GA3). Jurnal Online Agroteknologi, 2(2): 630-644.
Silvia, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Giberelin dan Lama Perendaman Terhadap
Perkecambahan Biji Sirsak (Anonna Muricata L.). Biopendix, 1(1): 71-76.
Soertini, S. dan K. Suskndari. 1997. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi
GA3 Terhadap Perkecambahan Biji Palem. Junal Horti, 7(2): 635-637.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Widarnako, A dan Rustam E.L. 2011. Kelapa Sawit. AgroMedia. Jakarta. 636 hal.
Widodo, W dan Sri. M. 2007. Jarak Kepyar. Kansius. Yogyakarta. 115 hal.

Anda mungkin juga menyukai