Anda di halaman 1dari 10

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tersebut merupakan kehendak rakyat tertinggi yang dijadikan hukum dasar
dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia. Pilar utama dalam mewujudkan prinsip
negara hukum adalah pembentukan peraturan perundang-undangan dan penataan kelembagaan
negara.
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka
pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan
metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat
peraturan perundang-undangan.
Hukum sendiri dapat dibedakan antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis atau hukum
undang-undang dan hukum kebiasaan. Secara kronologis, harus lebih dahulu disebut hukum
tidak tertulis atau hukum kebiasaan, kemudian baru hukum tertulis dan hukum perundangundangan. Hukum tidak tertulis adalah ketentuan yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan atau dinamika masyarakat. Contohnya adalah hukum adat, ketentuan tentang
norma sopan santun dalam masyarakat, dan lain-lain.
Dalam ilmu hukum ada istilah undang-undang dalam arti formil dan undang-undang dalam arti
materil. Undang-undang dalam arti formil adalah undang-undang yaitu keputusan tertulis
sebagai
hasil kerja sama antara pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) yang
berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum. Hal ini dipertegas dalam
rumusan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan undangundang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan
bersama Presiden. Sedangkan undang-undang dalam arti materil adalah peraturan perundanganundangan yaitu setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat yang berwenang yang berisi
aturan tingkah laku atau mengikat secara umum disebut juga undang-undang dalam arti materil.
Dapat disimpulkan untuk membedakan antara undang-undang dalam arti materil
dan formil tidak lain adalah menyangkut organ pembentuk dan isinya. Jika organ yang
membentuk itu adalah pejabat yang berwenang dan isi berlaku dan mengikat umum maka
disebut sebagai undang-undang dalam arti materiil. Hal ini berarti jika ada ketentuan tertulis
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang namun isinya tidak bersifat dan mengikat
umum maka ketentuan tersebut tidak dapat disebut sebagai undang-undang dalam arti materil
atau perundang-undangan.
Dalam Hukum Tata Negara kita, sejarah tentang jenis dan hierarki dulu diatur dalam TAP
MPRS No.XX/MPRS/1966 jo TAP MPR No. V/MPR/1973. Adapun jenis dan hierarki
dimaksud sebagai berikut :
1. UUD 1945;
2. TAP MPR;
3. UU/PERPU;

4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden;
Peraturan pelaksana lainnya yang meliputi Peraturan menteri, instruksi menteri dan lain-lain.
Selanjutnya setelah reformasi, berdasarkan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan jenis peraturan perundang-undangan
adalah :
1.
Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia;
3.
Undang-undang;
4.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
5.
Peraturan Pemerintah;
6.
Keputusan Presiden;
7.
Peraturan Daerah.
Penyebutan jenis peraturan perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hierarki atau tata
urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan

selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan


yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar
pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya
sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya.
Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Peraturan tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku adalah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-undang ini merupakan aturan formal yang yang secara garis besar memuat tiga bagian
besar yaitu Tata Urutan Perundang-undangan & Materi Muatan Perundangan,
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Teknis Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyatakan tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7, yang
dirumuskan sebagai berikut :
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi
bersama gubernur;
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan peraturan desa/peraturan yang
setingkat diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Berbeda dengan pengaturan tentang tata urutan perundangan yang berlaku sebelumnya
yang hanya sampai peraturan daerah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ini telah memberi
posisi terhadap Perdes pada hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Yang
dimaksud dengan Perdes menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau dengan nama lainnya
bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Tata cara penyusunan UU sampai dengan perda
kabupaten/kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, sedangkan ketentuan
mengenai tata cara pembuatan peraturan desa dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 untuk diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Penyerahan
mandat mengatur tata cara pembuatan peraturan desa ini dimaksudkan untuk mengakomodasi
keanekaragaman desa di masing-masing kabupaten atau kota .

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar bagi setiap pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang ada di bawahnya yaitu Undang-Undang yang kedudukannya secara
hierarki sejajar dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa.
Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang adalah Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Keberadaan Pemerintah hanya
untuk menjalankan Undang-Undang. Secara yuridis konstitusional tidak satupun Peraturan
Pemerintah yang dikeluarkan dan/atau ditetapkan oleh Presiden di luar perintah dari suatu
Undang-Undang.
Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyatakan bahwa Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundangundangan yang dibuat oleh Presiden. Ketentuan tersebut mirip dengan Peraturan Pemerintah.
Namun keduanya berbeda pada proses pembentukannya. Peraturan Pemerintah tidak dibuat dan
disusun atas inisiatif dan prakarsa Presiden sendiri melainkan untuk melaksanakan perintah
Undang-Undang.

Peraturan Presiden yang dibuat oleh Presiden mengandung dua makna. Pertama, Peraturan
Presiden dibuat oleh Presiden atas inisiatif dan prakarsa sendiri untuk melaksanakan UndangUndang sehingga kedudukannya sederajat dengan Peraturan Pemerintah. Kedua, maksud
pembuatan Peraturan Presiden ditujukan untuk mengatur materi muatan yang diperintahkan
oleh Peraturan Pemerintah sehingga kedudukannya menjadi jelas berada di bawah Peraturan
Pemerintah.

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan


Pemerintah, dan Peraturan Presiden berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan Peraturan Daerah pemberlakuannya terbatas pada daerah tertentu yang
mengeluarkannya sebagai bagian dari kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri daerahnya dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah peraturan yang telah ada sebelumnya seperti Ketetapan MPR dan Keputusan Presiden
yang dikategorikan dalam peraturan yang bersifat beschikking. Peraturan dan atau Keputusan
Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintahan lainnya tetap memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang melaksanakan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam konteks
pelaksanaan kewenangan sebagai Pejabat Negara.
Berikut ini adalah contoh produk hukum nasional maupun daerah baik yang bersifat
pengaturan (regelling) maupun penetapan (beschiking).
Produk Hukum Nasional
Regelling
Beschiking
UU/Perppu
Keputusan Presiden

Peraturan Pemerintah Instruksi Presiden

Peraturan Presiden

Keputusan Menteri

Peraturan Menteri

Instruksi Menteri

Produk Hukum Daerah


Regelling
Beschiking
Perda Provinsi
Keputusan
Kepala Daerah
(Provinsi)
Perda
Keputusan
Kabupaten/Kota
Kepala Daerah
(Kabupaten/Kota)
Peraturan Kepala
Instruksi Kepala
Daerah
Daerah
Peraturan Desa
Keputusan
Kepala Desa

No Regeling

Beleidsregel

Beschikking

Vonnis

1 Bersifat mengatur dan


mengikat secara
umum(algemeen
bindende).

Mengikat secara
umum.

Ditujukan kepada
Ditujukan
individu (-individu) kepada individu
tertentu.
(individu)
tertentu.

2 Bersifat abstrak-umum
(tidak ditujukan kepada
individu tertentu).

Bersifat abstrakumum atau abstrakindividual.

Bersifat final, nyata Bersifat


dan kongkrit.
kongkrit.

3 Bersumber dari
kekuasaan
legislatif(legislative
power).

Bersumber dari
kekuasaan
eksekutif(executive
power).

Bersumber dari
Bersumber dari
kekuasaan eksekutif kekuasaan
(executive power). judisial(judicial
power).

4 Berlaku terus
menerus(dauerhaftig).

Berlaku terus
Berlaku sekali
menerus(dauerhaftig). selesai(einmahlig).

Berlaku sekali
selesai, sesuai
dengan waktu
yang ditentukan

5 Mempunyai
bentuk/format tertentu
(baku).

Kadangkala
Kadangkala
formatnya tidak baku. formatnya tidak
baku.

Formatnya telah
dibakukan.

Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik


Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik ini dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Kejelasan Tujuan;
Yang dimaksud dengan kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b.

Kelembagaan Atau Organ Pembentuk Yang Tepat;


Yang dimaksud dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang
tidak berwenang.
c.

Kesesuaian Antara Jenis Dan Materi Muatan;

Yang dimaksud dengan asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah
bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
d.

Dapat Dilaksanakan;
Yang dimaksud dengan asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e.

Kedayagunaan Dan Kehasilgunaan;


Yang dimaksud dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f.

Kejelasan Rumusan; Dan


Yang dimaksud dengan asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundangundangan sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g.

Keterbukaan.
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari pencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Peraturan Perundang-undangan.
Sementara itu, asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan Peraturan
Perundang-undangan dirumuskan dalam Pasal 6 sebagai berikut :
a.
Pengayoman;
Yang dimaksud dengan asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketenteraman masyarakat.
b. Kemanusiaan;
Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
c. Kebangsaan;
Yang dimaksud dengan asas kebangsaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan;

Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan;
Yang dimaksud dengan asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f. Bhinneka Tunggal Ika;
Yang dimaksud dengan asas bhinneka tunggal ika adalah bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaza khususnya yang menyangkut masalah-masalah
sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan;
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara tanpa kecuali.
h. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan;
Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku,
ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Ketertiban Dan Kepastian Hukum; Dan/Atau
Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. Keseimbangan; Keserasian, Dan Keselarasan.
Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
Selain asas sebagaimana disebutkan diatas, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi
asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan,
antara lain :
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas
pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

PERATURAN DESA

1.
2.
3.
4.
5.

Sesuai amanat Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, bahwa tata cara
pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan peraturan daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. Oleh karena itu di Kabupaten Wonosobo telah ditetapkan
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme
Peraturan Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan bersama Badan
Perwakilan Desa, yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. Perdes
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing desa. Sehubungan dengan hal tersebut, sebuah Perdes
dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dalam konsep negara hukum yang demokratis keberadaan peraturan perundang-undangan,
termasuk Peraturan Desa dalam pembentukannya harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut
Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van behoorlijk
regelgeving), yaitu asas formal dan asas material.
Asas-asas formal meliputi :
1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin);
2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste orgaan);
3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel);
4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid);
5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus).
Asas-asas material meliputi :
Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de duiddelijke terminologie en
duidelijke systematiek).
Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het beginsel van den
kenbaarheid).
Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel).
Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel).
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het beginsel van de
individuelerechtsbedeling).
Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma hukum, karena pertimbangan etik
yang masuk ke dalam ranah hukum. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini
penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi pembentuk Peraturan
Desa membuat suatu peraturan atas dasar intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat.
Pada prinsipnya asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas
umum administrasi publik yang baik(general principles of good administration).
Dalam Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 Juncto Pasal 137 UU Nomor 32Tahun 2004 diatur
bahwa Peraturan Daerah yang di dalamnya termasuk adalah Peraturan Desa dibentuk
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang sifatnya mengatur, termasuk peraturan daerah, juga harus
memenuhi asas materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 32 Tahun 2004
juncto Pasal 138 UU Nomor 32 Tahun 2004.

1.

2.

3.

4.

5.

Berkaitan dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi lain yang harus dipahami oleh
pengemban kewenangan dalam membentuk Peraturan Desa. Pengemban kewenangan harus
memahami segala macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan yang akan
diatur oleh Peraturan Desa tersebut. Hal ini akan berkait erat dengan implementasi asas-asas
tersebut di atas.
Dalam proses pembentukannya, Peraturan Desa membutuhkan partisipasi masyarakat agar hasil
akhir dari Peraturan Desa dapat memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan
sesuai tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa masukan dan
sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan Peraturan Desa.Hukum atau
perundang-undangan akan dapat berlaku secara efektif apabila memenuhi tiga daya laku
sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis. Disamping itu juga harus memperhatikan
efektifitas/daya lakunya secara ekonomis dan politis.
Masing-masing unsur atau landasan daya laku tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut landasan filosofis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah
Daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki ditengah-tengah masyarakat,
misalnya agama dan adat istiadat;
daya laku yuridis berarti bahwa perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas
hukum yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai dengan aturan main yang ada.
Asas-asas hukum umum yang dimaksud disini contohnya adalah asas retroaktif, lex
specialis derogat lex generalis; lex superior derogat lex inferior; dan lex posteriori
derogat lex priori;
produk-produk hukum yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap
produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada masyarakat dapat diterima oleh
masyarakat secara wajar bahkan spontan;
landasan ekonomis, yang maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah
daerah dapat berlaku sesuai dengan tuntutan ekonomis masyarakat dan mencakup berbagai hal
yang menyangkut kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan dan pelestarian sumberdaya
alam;
landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dapat
berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat.
Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut diatas akan berakibat tidak dapat berlakunya
hukum dan perundang-undangan secara efektif. Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini
hanyalah berlaku secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis.
Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusunan produk hukum yang
demikian ini yang dalam banyak hal menghambat pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal
ini, keterlibatan masyarakat akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.
Roscoe Pound (1954) menyatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam
masyarakat harus senantiasa memajukan kepentingan umum. Kalimat hukum sebagai suatu
unsur yang hidup dalam masyarakat menandakan konsistensi Pound dengan pandangan ahliahli sebelumnya seperti Erlich maupun Duguit. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi
hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat. Kemajuan pandangan Pound adalah pada penekanan arti dan
fungsi pembentukan hukum. Disinilah awal mula dari fungsi hukum sebagai alat perubahan
sosial yang terkenal itu.

Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif dan empirik dalam suatu
peraturan hukum harus ada; keduanya adalah sama-sama perlunya. Artinya, hukum yang pada
dasarnya adalah gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman
dikonkretisasi dalam suatu norma-norma hukum melalui tangan para ahli-ahli hukum sebagai
hasil rasio yang kemudian dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang
utama adalah nilai-nilai keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan cita-cita keadilan
negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.

Anda mungkin juga menyukai