Anda di halaman 1dari 4

4.

Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran

Dalam rangka meningkatkan kualitas transparansi, akuntabilitas dan fairness dalam praktik tata
kelola yang baik, perseroan telah mensosialisasikan dan menerapkan pedoman sistem pelaporan
pelanggaran (Whistle Blowing Policy-WBP) yang dapat menampung segala keluhan,
pengaduan dan laporan dari pihak internal maupun eksternal. WBP ini diharapkan dapat efektif
dalam mendorong partisipasi masyarakat dan karyawan perusahaan untuk lebih berani bertindak
mencegah terjadinya kecurangan dan korupsi dengan melaporkannya ke pihak yang dapat
menanganinya.
Tujuan dari penerapan WBP Perseroan, diantaranya:

Memberikan wadah dan panduan bagi pelapor untuk menyampaikan dugaan adanya
penyimpangan atau pelanggaran terhadap kebijakan dan ketentuan Perusahaan serta
peraturan perundang-undangan.

Membangun sistem penanganan pengaduan yang tanggap, transparan, aman dan


bertanggung jawab.

Merupakan bagian dari pengendalian internal.

Salah satu cara paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktik yang bertentangan
dengan praktik Good Governance adalah melalui mekanisme pelaporan pelanggaran
(whistle blowing system).

Dengan adanya pedoman sistem pelaporan pelanggaran tersebut, diharapkan dapat menciptakan
iklim kondusif dan mendorong pelaporan pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian
finansial maupun non finansial yang dapat merusak citra Perseroan; mengurangi kerugian yang
terjadi akibat pelanggaran melalui deteksi dini; dan mencegah kemungkinan terjadinya masalah
akibat terjadinya suatu pelanggaran termasuk dapat meningkatkan reputasi perseroan.
Pengelolaan
Perseroan menyediakan media pelaporan, menetapkan prosedur pelaporan termasuk kejelasan
jenis-jenis perbuatan yang dapat dilaporkan diantaranya korupsi; kecurangan; ketidakjujuran;
perbuatan melanggar hukum; pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku;
pelanggaran pedoman etika perusahaan atau pelanggaran norma-norma kesopanan pada
umumnya; pelanggaran prosedur dan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian finansial atau
non finansial terhadap perseroan.
Perseroan menjamin kerahasiaan identitas pelapor, kecuali apabila pengungkapan tersebut
diperlukan dalam kaitan dengan laporan atau penyidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib.
Perseroan bahkan memberikan penghargaan yang sesuai untuk laporan yang terbukti
kebenarannya dan manakala pelapor tidak terlibat didalamnya.

Perlindungan
Pelapor
Perseroan senantiasa berkomitmen untuk melindungi pelapor pelanggaran (whistle blower
protection) yang beritikad baik dan perseroan akan patuh terhadap segala peraturan perundangan
yang terkait serta best practices yang berlaku dalam penyelenggaraan sistem pelaporan
pelanggaran.
Karyawan yang menjadi pelapor yang beritikad baik akan dilindungi dari tindakan pemecatan,
penurunan jabatan atau pangkat pelecehan atau diskriminasi dalam segala bentuk dan catatan
yang merugikan dalam file data pribadinya. Penyampaian laporan secara anonim tetap akan
diterima oleh petugas yang diberi kewenangan untuk menerima laporan tersebut, tetapi harus
disadari bahwa terdapat kesulitan untuk melakukan klarifikasi, namun laporan tersebut tetap
akan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ada. Komunikasi dengan Pelapor akan
dilakukan melalui Sekretariat. Dalam komunikasi ini pelapor akan memperoleh informasi
mengenai penanganan kasus yang dilaporkannya.
2. nasib para whistleblower di indonesia.
Ironis rasanya melihat nasib whistleblower yang tak mendapatkan perlindungan hukum secar
a maksimal, khususnya di Indonesia. Padahal lewat dia lah kasus-kasus besar justru terungkap, sa
lah satunya kasus penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group. Kasus Asian Agri menja
di sorotan mata yang menggambarkan betapa kuatnya kuasa modal memudahkan kasus pajak ter
besar ini. Baik media, pejabat pemerintahan, penegak hukum, bahkan aktivis kampus dapat deng
an mudahnya dirangkul oleh kekuatan modal. Liputan yang dilakukan oleh Metta Dharmasaputra
menunjukkan bagaimana kekuatan modal itu beroperasi mengglayati sudut republik.
Skandal pajak terbesar di Indonesia yang dilakukan Asian Agri muncul ke publik pada 20072008. Banyak media yang tidak begitu banyak memberitakan kasus ini padahal Sukanto Tanoto a
dalah boss dibalik kasus Asia Agri. Belum lagi kasus yang menyeret perusahaan ini terkait denga
n penggelapan pajak yang amat merugikan masyarakat. Sukanto Tanoto jelas menjadi sorotan pu
blik karena dilansir dari majalah Forbes pada 2006, kekayaan Sukanto mencapai Rp25 triliun. Ke
kayaan sebesar itu terasa ironis ketika Asian Agri-perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Suk
anto justru melakukan penggelapan pajak sebesar Rp1,3 triliun.
Isu penggelapan pajak ini muncul ke publik bermula dari email Vincentius Amin Sutanto ke
pada Metta. Vincent mengaku memiliki semua data manipulasi yang dilakukan Asian Agri. Dia a
kan memberikan data-data tersebut dan meminta Tempo untuk segera menyusulnya ke Singapura
. Vincent berada dalam pelarian setelah membobol uang perusahaan sebesar Rp28 miliar. Oleh k
arena itu, semasa pelariannya ke Singapura, dia selalu dihantui rasa takut dan was-was akibat per
buatan yang dilakukan kepada bossnya tersebut.
Vincent menduduki jabatan sebagai Group Financial Controller Asian Agri sebelum melaku
kan pembobolan. Posisi ini menunjukkan Vincent bukan sembarang orang dan data yang dimiliki
nya jelas memiliki arti bagi publik. Dengan jabatannya itu, Vincent dapat mengetahui semua tran
saksi keuangan Asian Agri termasuk perencanaan pajak sebelum masuk pada persetujuan akhir.
Tempo menugaskan Metta untuk menemui Vincent di Singapura. Pertemuan inilah membuka ma
nipulasi pajak terbesar yang terjadi di Indonesia. Dalam buku karya Metta ini, investigasi disusu
n dan dialurkan sesuai dengan perkembangan kasus yang bergulir.
Buku ini mengacu pada catatan harian Metta dan Vincent. Berbagai dokumen otentik yang d
imilik Vincent, kesaksian di pengadilan, dan wawancara dengan narasumber menjadikan bukti ya
ng semuanya harus diverifikasi. Kasus yang dihadirkan seolah harus diuraikan satu per satu. Keti

ka satu mulai terredam, kasus lain muncul sehingga terasa menegangkan. Metta sendiri sebagai p
enulis juga ikut merasakan ketegangan yang dialami Vincent ketika di Singapura, Jakarta, Medan
, bahkan penjara di Salemba dan Cipinang.
Kasus yang menimpa Vincent ini hampir saja membuat dirinya berpikir untuk bunuh diri. Be
lum lagi, semenjak pelariannya ke Singapura, istri dan anaknya mendapatkan intimidasi dari piha
k Asian Agri Group. Tapi ketika pernyataan ini sampai ke pihak Asian, mereka membantah telah
melakukan hal tersebut. Belum lagi detektif swasta bernama Mr. Goh yang turut memburuh Vinc
ent. Pihak Sukanto tidak hanya memberikan ancaman bagi Vincent. Metta pun juga turut dimatamatai oleh pihak Sukanto dengan menyewa Pinkerton- jasa layanan konsultasi keamanan dan inv
estigasi terbesar di dunia untuk memata-matai dia dan keluarganya. Toriq hadad selaku pemimpi
n redaksi majalah Tempo juga tak lepas dari intaian mereka. Apalagi ban mobil Metta pernah dit
usuk menggunakan pisau beberapa kali.
Skandal penggelapan pajak yang merugikan negara mencapai Rp1,3 triliun menjadi fokus pe
nting. Bagaimana modusnya, siapa pelakunya, pertanyaan yang diajukan, dan banyak lainnya ya
ng menjadi daya tarik buku untuk terus dibaca.
Cover story majalah Tempo yang berjudul Akrobat Pajak- dugaan manipulasi pajak Asian A
gri yang terbit pada 15 Januari 2007. Kasus ini membuat banyak pihak terlibat dan skandal meng
gelinding semakin besar. Protes mulai bermunculan dari berbagai pihak, mereka menganggap Te
mpo hanya memihak satu orang dan menghakimi yang lainnya. Kajian ilmiah dilakukan Jurusa
n Ilmu Komunikasi UGM dan Pusat Pengkajian dan Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (P3I
SIP) terkait kasus ini. Kajian yang di danai oleh Asian Agri ini memaparkan sebuah kesimpulan
dimana Tempo bersifat bias, mengabaikan prinsip praduga tak bersalah, mengarah pada trial by
press, serta menjadikan prinsip kebebasan pers sebagai tirani.
Tudingan yang datang dari kesimpulan kajian ilmiah tersebut membuat Metta harus memb
erikan klarifikasi. Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen menyatakan bahwa dari sisi karya jur
nalistik, tidak ditemukannya pellanggaran atas standar profesional dan kode etik jurnalistik. Lapo
ran yang ditulis Metta pun bersifat faktual, objektif, dan berimbang.
Hubungan yang terbangun antara jurnalis dan narasumber juga menjadi bahasan yang menar
ik. Sikap Metta yang tidak memberitahu pihak kepolisian tentang keberadaan Vincent, membant
u Vincent dan keluarga menghubungi pengacara yang mau mendampingi, serta mencari dana unt
uk membiayai Vincent dan keluarga menjadi pusat Asian Agri untuk menyerangnya. Sikap Metta
seharusnya memang dapat dipahami. Meskipun Vincent telah membobol uang perusahaan tapi Vi
ncent adalah saksi utama yang harus dilindungi dari tekanan pihak Asian Agri. Sebagai whistleb
ower seharusnya Vincent mendapatkan perlindungan ekstra dari negara. Bukannya rasa cemas da
n ancaman pembunuhan yang terus menghampiri whistlebower.
Penyadapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap Metta sungguh mengherankan. Polisi
sibuk menyadap sms Metta terkait kasus bahkan perbincangan seputar keluarga dan kantor tetapi
melalaikan dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Group. Padahal pajak yang digelapk
an Asian Group lebih memiliki dampak publik yang besar. Tidak hanya itu, salinan sms Metta ya
ng seharusnya bersifat privat justru beredar luas di publik. Pihak kepolisian juga dapat memberik
an argumen yang meyakinkan terkait penyadapan tersebut. Mungkinkah ada pihak Asian Group
dibalik penyadapan yang dilakukan pihak kepolisian?
Banyak hal yang mencurigakan dari kasus ini. Mulai dari gugatan hukum kepada jurnalis da
n media, bocornya naskah yang belum diterbitkan, pemulangan dokumen berkali-kali dengan ala
san belum lengkap, jatuhan kukum untuk Vincent yang terlalu cepat, dan masih banyak lainnya.

Hal ini harus didalami lebih jauh, apalagi ada beberapa pihak pemerintahan (baik politisi sampai
penegak hukum) yang terlibat langsung di dalam kasus ini.

3.

Anda mungkin juga menyukai