Anda di halaman 1dari 30

Skenario 3

Kok aneh sih?


#Kelompok Tutorial 4

Kok
Kok aneh
aneh sih?
sih?
Ibu
IbuAni
Animembawa
membawaanak
anaktunggalnya
tunggalnyake
kePuskesmas
Puskesmaskarena
karenakhawatir
khawatiratas
atas
tingkah
tingkahlaku
lakuaneh
anehRio,
Rio,anak
anaklaki-lakinya
laki-lakinyayang
yangberusia
berusia44tahun.
tahun.Si
Siibu
ibu
menyadari
menyadaribahwa
bahwaanaknya
anaknyamulai
mulaibertingkah
bertingkahlaku
lakuaneh
anehdan
danberbeda
berbeda
sekali
sekali dengan
dengan anak-anak
anak-anak sebaya
sebaya lainnya
lainnya sejak
sejak berumur
berumur 22 tahun,
tahun,
tapi
tapi ibu
ibu Ani
Ani masih
masih ragu
ragu apakah
apakah anaknya
anaknya memang
memang sakit
sakit atau
atau karena
karena
manja
saja.
Rio
selalu
menolak
kehadiran
orang
lain
dan
terlihat
manja saja. Rio selalu menolak kehadiran orang lain dan terlihat
lebih
lebihasyik
asyikbermain
bermainsendiri
sendiridengan
denganmobil-mobilannya
mobil-mobilannyayang
yangsudah
sudah
usang.
usang. Bukan
Bukan itu
itu saja,
saja, jika
jika Rio
Rio mendengar
mendengar suara
suara yang
yang agak
agak keras,
keras,
Rio
Rio langsung
langsung terlihat
terlihat sangat
sangat ketakutan.
ketakutan. Ucapannya
Ucapannya juga
juga sulit
sulit
dimengerti
dimengerti sehingga
sehingga Ibu
Ibu Ani
Ani merasa
merasa bingung
bingung apa
apa yang
yang sebenarnya
sebenarnya
diminta
oleh
anak
kesayangannya
tersebut.
Jika
sudah
demikian,
diminta oleh anak kesayangannya tersebut. Jika sudah demikian,Rio
Rio
pasti
pastimarah
marahdan
danIbu
IbuAni
Aniakan
akansangat
sangatkesulitan
kesulitanmenenangkan
menenangkanRio.
Rio.
Rio
Riojuga
jugabelum
belumbisa
bisaberjalan
berjalansendiri.
sendiri.Ibu
IbuAni
Anisering
seringdiingatkan
diingatkanoleh
oleh
kader
kader posyandu
posyandu disekitar
disekitar tempat
tempat tinggalnya
tinggalnya untuk
untuk segera
segera
memeriksakan
memeriksakan anaknya
anaknya tersebut
tersebut karena
karena curiga
curiga jangan-jangan
jangan-jangan Rio
Rio
menderita
gangguan
perilaku
dan
tumbuh
kembang
atau
bahkan
cacat
menderita gangguan perilaku dan tumbuh kembang atau bahkan cacat
mental????
mental????

Pendekatan Diagnosis
Berdasarkan Gejala
Menolak kehadiran orang lain dan lebih asyk
bermain sendiri
Terlihat ketakutan bila mendengar suara yang
agak keras
Ucapannya susah dimengerti
Mudah marah, dan sulit ditenangkan jika sudah
marah
Belum bisa berjalan

Differential Diagnoses
Gangguan
Pervasif
(Autisme)Diagnosis Utama
Retardasi Mental
Gangguan Atensi dan Hiperaktivitas
(ADHD)
Cerebral Palsy

Autisme
Memiliki gejala khas yaitu kurangnya interaksi
sosial secara kualitatif, kekurangan dalam
komunikasi, dan terbatasnya pengulangan dan pola
peniruan dari tingkah lakunya atau ketertarikan.

Autisme
Tiga defisit inti:
Qualitative impairments in communication
Qualitative impairments in reciprocal social
interaction
Presence of stereotypic, restrictive, and
repetitive patterns of behavior, interests, and
activities.

Etiologi dan patogenesis


Faktor genetik intreaksi gen, kromosom 7,2,4,15, dan
19
Faktor biologis Kehilangan sel purkinje terbesar terjadi
pada vermis cerebellar posterior dan hemisfer
Faktor Imunologis adanya inkompabilitas imunologi
Faktor Perinatal Komplikasi perinatal seperti
perdarahan maternal setelah trimester I dan adanya
mekonium.
Faktor neuroanatomi pembesaran terbesar terjadi
pada lobus oksipital, lobus parietal, dan lobus temporal,
namun tidak terjadi pada lobus frontal
Faktor Biokimiawi hiperserotonemia.
Faktor psikososial dan keluarga
imunisasi

Diagnosis DSM IV
A. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3),
dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masingmasing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3)
1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang
termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa
gejala berikut ini :
Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal,
seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak
tangan dalam interaksi sosial.
Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan
teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan
empati dengan orang lain.
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan
emosional yang timbal balik.

2. Kelemahan kualitatif dalam bidang


komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala
berikut ini:
Perkembangan bahasa lisan ( bicara) terlambat
atau sama sekali tidak berkembang dan anak
tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara
non verbal
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak
digunakan untuk berkomunikasi
Sering menggunakan bahasa yang aneh,
stereotype dan berulangulang.
Kurang mampu bermain imajinatif ( make believe
play ) atau permainan imitasi sosial lainnya
sesuai dengan taraf perkembangannya.

3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang


terbatas, berulang. Minimal harus ada 1dari
gejala berikut ini :
Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan
dengan focus dan intensitas yang abnormal/
berlebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau
rutinitas
Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulangulang seperti menggerak-gerakkan tangan,
bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan
bagian-bagian tertentu dari obyek.

B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul


sebelum usia 3 tahun minimal pada salah
satu bidang (1) interaksi sosial, (2)
kemampuan bahasa dan komunikasi, (3)
cara bermain simbolik dan imajinatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett
atau Gangguan Disintegratif Masa Anak

Clinical
Kriteria Diagnosis

Menifestations
Qualitative
Impairments In
Social Interaction
Disturbances of
Communication and
Language
Stereotyped
Behavior
Instability of Mood
and Affect

Manajemen Autisme

Behavior management (untuk menurunkan problem perilaku dan


meningkatkan pola adaptasi): perbaikan kemampuan dan
penerimaan terhadap lingkungan dari defisit autisme yang
berhubungan, intervensi berdasarkan teori kognitif dan teori
tingkah laku.
Secara farmakologis
Terapi neuroleptik (risperidone atau olanzapine) Terapi beberapa
tingkah laku atau gejala psikiatri.
Untuk sikap melukai diri: nalterxone (antagonis opiat).
Untuk mengurangi kompulsi dan stereotype dapat: klomipramine
(antidepresan trisiklik penghambatan reuptake serotonin), efek
samping:
menurunkan
ambang
kejang,
menyebabkan
agranulositosis, dan memiliki efek kardiotoksik dan toksisitas
tingkah laku.
stimulan, inhibitor pengambilan serotonin (SSRI), dan klonidine

Mental Retardation
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang
atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.

Retardasi Mental
ETIOLOGI

Akibat
Akibat
Akibat
Akibat
Akibat
Akibat
Akibat
Akibat
Akibat

infeksi dan/atau intoksikasi.


trauma fisik.
gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
penyakit otak yang nyata (postnatal).
penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
kelainan kromosom.
prematuritas.
gangguan jiwa yang berat.
deprivasi psikososial.

Retardasi Mental
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu:
Retardasi mental berat sekali
IQ dibawah 20 atau 25.
Retardasi mental berat
IQ sekitar 20-25 sampai 35-40.
Retardasi mental sedang
IQ sekitar 35-40 sampai 50-55.
Retardasi mental ringan
IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena
retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi
mental ringan tidak dikenali dan dapat berinteraksi social, gejala
diketahui sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau
kedua disekolah.

Retardasi Mental

Kriteria Diagnosis
Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah ratarata: IQ kira-kira 70 atau kurang pada tes IQ yang
dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan
klinis adanya fungsi intelektual yang jelas di bawah ratarata).
Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam
fungsi adaptif sekarang (yaitu efektivitas orang tersebut
untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut
usianya dalam kelompok kulturnya) pada sekurangnya
dua bidang keterampilan berikut: komunikasi, merawat
diri, di rumah, keterampilan social/intrapersonal,
menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri
sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan,
liburan, kesehatan, dan keamanan).
Onset sebelum 18 tahun.

Manajemen
Mental

Retardasi

Once a diagnosis of ID/MR is made,


treatment should include a combination of
individual therapies,
Speech and language therapy,
Occupational therapy or physical therapy,
Special education support,
Behavioral therapy or counseling,
Medical intervention
(psychopharmacology)

ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity


Disorder)
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan
gangguan neurodevelopmental umum, mempengaruhi sekitar
210% anak usia sekolah dan dapat bertahan hingga remaja
atau bahkan usia dewasa. Kondisi ini diasosiasikan dengan
triad simptom: impulsivitas, inatensi, dan hiperaktivitas.
Yaitu sekelompok masalah yang berkenaan dengan
perhatian, konsentrasi, impulsivitas, dan overaktivitas yang
timbul selama awal masa kanak-kanak dan muncul pada
berbagai keadaan menandai suatu sindrom tingkah laku.

ETIOLOGI
Penyebab dasar perubahan di ADHD belum diketahui pasti.
Tidak memiliki penyebab tunggal, spesifik, tetapi
multifaktorial.
Kerusakan neurologik pada periode pranatal atau
perinatal.
Keterlambatan maturasi SSP.
Disfungsi neurotransmitter katekolamin dopamin serta
norepinefrin
Faktor genetik.
Orangtua yang alkoholik, histeria, dan sosiopati.
Pajanan paranatal dan masa kanak-kanak terhadap
berbagai toksin, seperti pajanan alkohol sewaktu janin
dan keracunan timbal.
Pengaruh makanan tambahan buatan , gula, dan
salisilat.

ADHD
Kategori DSM-IV-TR
hyperactiveimpulsive,
inattentive,
Kombinasi
(Anak-anak
dikategorikan
dalam salah satu
subtype,
harus
menunjukkan
6
atau
lebih
simptom).

Kriteria Diagnostik (GPPH)


menurut DSM-IV :

Manajemen ADHD
ADHD merupakan kondisi kronis dan membutuhkan
terapi jangka panjang.
Treatment ADHD bervariasi pada kompleksivitas dari
kasus individual dan juga dari kondisi penyerta lainnya.
Behavior modification techniques, Educational
interventions, social skills training.
Medikasi
psikostimultan
(methylphenidate
and
dextroamphetamine) tersedia untuk jangka pendek dan
jangka panjang. Atomoxetine (obat second-line).
Terapi medikasi alternatif ADHD: clonidine atau
guanfacine (alpha2-adrenergic presynaptic agonists,
yang menurunkan level norepinephrine, bermanfaat
pada individu dengan hiperreaktivitas terhadap stimuli).

Cerebral Palsy
Cerebral palsy (lumpuh otak) adalah kelompok penyakit kronik
yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan
manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama
kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah buruk pada
usia selanjutnya. Atau suatu kondisi terganggunya fungsi otak
dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar,
pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir.

Cerebral Palsy
Klasifikasi
Spastik (tipe kaku-kaku) dialami saat penderita terlalu lemah atau
terlalu kaku. Jenis ini adalah jenis yang paling sering muncul.
Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak masuk dalam tipe ini.
Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak
ototnya, biasanya mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang
aneh.
Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid. Sering
ditemukan pada penderta yang mempunyai lebih dari satu tipe CP.
Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat
lemah sehingga seluruh tubuh selalu terkulai. Biasanya
berkembang menjadi spastik atau athetoid.
Lumpuh otak juga bisa berkombinasi dengan gangguan epilepsi,
mental, belajar, penglihatan, pendengaran, maupun bicara.

Cerebral Palsy
Gejala Berdasarkan Klasifikasi CP

Cerebral Palsy

Evaluation is based upon history and clinical findings. If etiology is


unclear, MRI is recommended over CT because of its greater
sensitivity.
Problems with visual, auditory, speech, language, and oromotor
functions are common, and screening for these is recommended.
An electroencephalogram (EEG) is only recommended if seizures are
suspected.
Testing for coagulopathy should be considered in patients with
hemiplegic CP.
Genetic and metabolic studies are recommended if radiologic studies
reveal a structural abnormality or if the clinical picture suggests a
genetic or metabolic disorder.
Treatment of spasticity may include therapy, medication, and surgical
management. An interdisciplinary, family-centered approach is
suggested with the primary health care provider coordinating a
multidisciplinary team.

END

Anda mungkin juga menyukai