PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunologi adaIah ilmu yang mempelajari tentang mekanisme dan fungsi
imunitas tubuh yang timbul sebagai akibat pengenaIan terhadap zat asing, termasuk
usaha untuk menetralkan, mengeliminasi atau memetabolisme zat asing tersebut
beserta produk-produknya.
Sistem pertahanan tubuh yang pertama kali untuk melawan jejas maupun
infeksi adalah mikrosirkulasi. Contohnya yaitu pada respon pembuluh darah gingival
terhadap gangguan metabolisme dari plak bakteri. Sebagai garis pertahanan awal
terdapat gingiva dan sulkus gingiva, tetapi bukan suatu sistem pertahanan yang
absolut terhadap jumlahnya produk antigen bakteri.
Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan
bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya
penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang
meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila
respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya
dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat
menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah
dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui
mulut mereka.
Meskipun begitu, rongga mulut juga memiliki sistem imunitas. Sistem
imunitas rongga mulut salah satunya dipengaruhi oleh membran mukosa. Sistem
imunitas mukosa
merupakan
bagian
sistem
imunitas
yang
penting
dan
berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa
lebih bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan
langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang
terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang
lebih besar dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut
sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada mukosa dengan pengikatan
oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzim-enzim mukosa.
Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai
barier mekanik
tergantung pada
1
deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat
keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi mikrobial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiman Sistem Imun Spesifik Non Spesifik
2. Apa Saja Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Respon Imun Spesifik dan Respon Imun Non
Spesifik
3. Bagaimana Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut
4. Bagaiman Mekanisme Fagositosis Proses Terstimulasinya Respon Imun Spesifik dan
Non Spesifik
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Sistem Imun Spesifik Non Spesifik
2. Mengetahui Faktor Faktor yang Mempengaruhi Respon Imun Spesifik dan Respon Imun Non
Spesifik
3. Mengetahui Proses Terstimulasinya Respon Imun Spesifik dan Non Spesifik
4. Mengetahui Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel,
molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun
dan reaksi yang dikoordinasi sel sel dan molekul molekul terhadap mikroba dan bahan
lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan
hidup.
Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah
keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan Penyusun Kekebalan Humoral dan
Seluler.
Bakteri yang masuk kemudian merangsang sel mast (residen leukosit ) yang di
jaringan untuk mengirimkan signaling endothelium kemudian terjadilah vasodilatasi
pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan kemoktin. Sel-sel PMN kemudian
melekat pada dinding pembuluh darah (Marginasi) sehingga dapat keluar untuk
menghancurkan bakteri yang masuk.Adanya pergerakan leukosit disebabkan karena adanya
rangsangn kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya
rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast.
Imunologi Rongga Mulut Tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang
secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Keadaan struktur mukosa rongga mulut
akan dapat rusak apabila system pertahanan mulut terganggu.
Terdapat dua tahapan dalam mekanisme system imun yakni mekanisme
pengenalan dan mekanisme penghancuran. Ada 2 mekanisme penghancuran yaitu:
1. Antigen Ekstra Sel Akan Diendositosis Dalam Vesikel Selanjuntnya Berikatan
Dengan Molekul Mhc Class Ii Sehingga Dapat Dikenali Oleh Cd 4 T Helper
Limfosit
2. Antigen Citolitic Akan Masuk Sitosol Berikatan Dengan Proteasome
Selanjutnya Di Er Berikatan Dengan Molekul Mhc Class I Sehingga Dapat
Dikenali Oleh Cd 8 T Helper Limfosit.
Reaksi yang terjadi berakibat pada terjadinya baktivasi Limfosit.
Aktifasi limfosit
mhc class ii + cd4 t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga terjadi proliferasi dan
deferensiasi membentuk humoral respon
3
Mhc class i+cd8 thelper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi proliferasi
kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast.
Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah
keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan penyusun kekebalan humoral dan
seluler.
Eliminasi antigen
Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap antigen yang sama sehingga
saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang lebih tinggi Secara normal tubuh mampu
mengenali antigen sendiri sehingga tidak terjadi mekanisme imunologis. Hal ini disebut
toleransi. Kegagalan pengenalan terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit
autoimmune
BAB III
PEMBAHASAN
oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut
berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit) membentuk sistem imunitas
humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk antibodi yang berada di darah dan
limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali antigen asing serta berperan
membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus,
virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan
melumpuhkannya. Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel
ini berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh
jika terdapat antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini
akan segera meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel
plasma adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa. Sel T
(T limfosit) membentuk sistem imunitas terhadap infeksi bakteri, virus, jamur, sel
kanker, serta timbulnya alergi. Sel T ini mengalami pematangan di glandula timus dan
bekerja secara fagositosis. Namun T limfosit tidak menghasilkan antibodi. T limfosit
secara langsung dapat menyerang sel penghasil antigen. Sel T kadang ikut membantu
produksi antibodi oleh sel B. Sel T dan sel B berasal dari sel limfosit yang diproduksi
dalam sumsum tulang. Baik sel B maupun sel T dilengkapi dengan reseptor antigen di
dalam plasma membrannya. Reseptor antigen pada sel B merupakan rangkaian
membran molekul antibodi yang spesifik untuk antigen tertentu. Reseptor antigen dari
sel T berbeda dari antibodi, namun reseptor sel T mengenali antigennya secara spesifik.
Spesifikasi dan banyaknya macam dari sistem imun tergantung reseptor pada setiap sel
B dan sel T yang memungkinkan limfosit mengidentifikasi dan merespon antigen. Saat
antigen berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan limfosit, limfosit akan
aktif untuk berdeferensiasi dan terbagi menaikkan populasi dari sel efektor. Sel ini
secara nyata melindungi tubuh dalam respon imun. Dalam sistem humoral, sel B
diaktifkan oleh ikatan antigen yang akan meningkatkan sel efektor yang disebut dengan
sel plasma. Sel ini mensekresi antibodi untuk membantu mengurangi antigen. 2)
Kekebalan Pasif Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat
menstimulasi pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon
berjuta-juta jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh
kekebalan (antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga
bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang
dimiliki ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi terhindar dari penyakit
setelah dilakukan suntikan dengan serum yang mengandung antibodi, misanya ATS
6
(Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir
belum bisa beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem
kekebalan pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa
minggu saja.
b. Struktur Antibodi
Setiap molekul antibodi terdiri dari dua rantai polipeptida yang identik, terdiri dari
rantai berat dan rantai ringan. Struktur yang identik menyebabkan rantai-rantai
polipeptida membentuk bayangan kaca terhadap sesamanya. Empat rantai pada molekul
antibodi dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida (ss) membentuk
molekul bentuk Y. Dengan membandingkan deretan asam amino dari molekul-molekul
antibodi yang berbeda, menunjukkan bahwa spesifikasi antigen- antibodi berada pada
dua lengan dari Y. Sementara cabang dari Y menentukan peran antibodi dalam respon
imun. Struktur antibodi dapat Anda amati pada Gambar 11.6 di samping ini untuk
memudahkan dalam membayangkan bentuk antibodi.
c. Cara Kerja Antibodi Cara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat macam.
Prinsipnya adalah terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya antigen
yang telah diikat antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini adalah cara
pengikatan antigen oleh antibodi.
1) Netralisasi Antibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian tertentu
antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian tertentu virus
pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi maka efek merugikan dari antigen atau
toksik dari patogen dapat dikurangi.
2) Penggumpalan Penggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan karena
struktur antibodi yang memungkinkan untuk melakukan pengikatan lebih dari satu
antigen. Molekul antibodi memiliki sedikitnya dua tempat pengikatan antigen yang
dapat bergabung dengan antigen-antigen yang berdekatan. Gumpalan atau kumpulan
bakteri akan memudahkan sel fagositik (makrofag) untuk menangkap dan memakan
bakteri secara cepat.
3) Pengendapan Prinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan, tetapi pada
pengendapan antigen yang dituju berupa antigen yang larut. Pengikatan antigen-antigen
sedangkan
respon
imun
spesifik
merupakan
respon
didapat
(acquired).Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal
spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun
spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan
8
pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa
respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen
dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut
berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi
biologik yang seirama dan serasi.
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung
terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal
antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya.
Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri
bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang
termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag
demikian pula neutrifil dan monosit.Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit
tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi
bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit.
Komponen Imunitas Non Spesifik :
Barrier epitel
Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat
menekan atau membunuh mikroorganisme.
sel natural killer (NK)
Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba
intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk
mengaktivasi makrofag yaitu IFN-. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau
reseptor sel T.
terinfeksi mikroba
system komplemen
Melibatkan kurang lebih 20 serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media
terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi mikoroorganisme yang
menginvasi.
9
Makanan tersebut tidak selalu terbebas dari kuman penyakit baik berupa jamur maupun
bakteri sehingga terinfeksi melalui saluran pencernaan kemungkinannya tinggi.
Selanjutnya akan terjadi proses fagositosis dimana proses ini dilakukan oleh leukosit.
Proses ini ada tiga tahap yaitu pelekatan, penelanan, pembunuhan dan pencernaan
(attachment, ingestion, killing and digestion). Mikroorganisme akan melakukan
pelekatan dengan membran leukosit yang selanjutnya leukosit akan membentuk
selubung unutk menelan mikroorganisme tersebut (endositosis) kemudian leukosit akan
mengeluarkan enzim pencernaan untuk membunuh dan mencerna mikroorganisme
tersebut.
Bila sistem imun non spesifik belum bekerja dengan baik maka akan terjadi aktivasi
limfosit sehingga terjadi proliferasi dan diferensiasi. Karena adanya proses ini maka
imunitas spesifikpun akan terjadi dimana sistem imun spesifik dibagi menjadi 2, yaitu
sesitem imun spesifik selular dan humoral.
Mekanisme Fagositosis
Selama infeksi bakteri, jumlah sel fagosit yang beredar sering meningkat.
Fungsi utama sel-sel fagosit adalah migrasi kemotaksis, memakan, dan mematikan
mukroorganisme. Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang
dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme/partikel
asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit
mononuklear dan polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya adalah monosit (di
darah) dan jikabermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit
polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil, basofil dan cell
mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorgansime harus berjarak
dekat dengan sel fagositnya. Proses fagositosis adalah sebagai berikut:
1.Pengenalan (recognition), yaitu proses dimana mikroorganisme/partikel
asing terdeteksi oleh sel-sel fagosit.
2. Pergerakan (chemotaxis), setelah suatu partikel mikroorganisme dikenali, maka sel
fagosit akan bergerakmenuju partikel tersebut. Proses ini sebenarnya belum dapat
dijelaskan,
akan
tetapi
kemungkinan
adalahkarena
bakteri/mikroorganisme
mengeluarkan semacam zat chemo-attract seperti kemokin yang dapatmemikat sel hidup
seperti fagosit untuk menghampirinya.
3. Perlekatan (adhesion), setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing, partikel
tersebut akan melekatdengan reseptor pada membran sel fagosit. Proses ini akan
11
Nutrisi yang baik dapat meningkatkan system imun, begitu juga sebaliknya.Nutrisi dan
MineralMineral yang dapat Meningkatkan Sistem Imun :
Beta-glucan. Adalah sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding
sel ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa beta
glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan neutrofil).
Hormon DHEA. Studi menggambarkan hubungan signifikan antara DHEA dengan
aktivasi fungsi imun pada kelompok orang tua yang diberikan DHEA level tinggi dan
rendah. Juga wanita menopause mengalami peningkatan fungsi imun dalam waktu 3
minggu setelah diberikan DHEA.
Protein: arginin dan glutamin. Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun tubuh dan
penurunan
infeksi
pasca-pembedahan. Arginin
mempengaruhi
fungsi
sel T,
penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon prolaktin, insulin, growth
hormon. Glutamin, asam amino semi esensial berfungsi sebagai bahan bakar dalam
merangsang limfosit dan makrofag, meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.
Lemak. Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons antibodi, dan
kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T. Konsumsi tinggi asam
lemak omega 3 dapat menurunkan sel T helper, produksi cytokine.
Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik lain. Meningkatkan
aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan penyakit kanker, infeksi usus dan
lambung, dan beberapa reaksi alergi.
Mikronutrien (vitamin dan mineral). Vitamin yang berperan penting dalam memelihara
sistem imun tubuh orang tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan B12. Mineral yang
mempengaruhi kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu, asam folat, dan Se.
Zinc. Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung
mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai kofaktor dalam pembentukan DNA,
RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan sellular. Defisiensi Zn secara
langsung
menurunkan
produksi
limfosit
T,
respons
limfosit
untuk
13
Fe (Iron). Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi IL1. Vitamin E 10. Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan.
Studi yang dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan bahwa
vitamin E dapat membantu peningkatan respons imun pada penduduk lanjut usia.
Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel dan jaringan dari kerusakan secara
bertahap akibat oksidasi yang berlebihan. Akibat penuaan pada respons imun adalah
oksidatif secara alamiah sehingga harus dimodulasi oleh vitamin E.
Vitamin C. Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang tua,
meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi dan
mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.
Vitamin A. Berperan penting dalam imunitas non-spesifik melalui proses pematangan
sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen asing, menolong mukosa
membran termasuk paru-paru dari invasi mikroorganisme, menghasilkan mukus
sebagai antibodi tertentu seperti: leukosit, air, epitel, dan garam organik, serta
menurunkan mortalitas campak dan diare. Beta karoten (prekursor vitamin A)
meningkatkan jumlah monosit, dan mungkin berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel
B, monosit, dan makrofag. Gabungan/kombinasi vitamin
Telah disebutkan di atas bahwa respons imun terhadap sebagian besar antigen
hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel
APC. Oleh karena itu sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC
pada permukaan sel lain. Ada 2 kelas MHC yaitu :
~ Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk
presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir
sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta
merupakan target/sasaran dari sel Tc tersebut.
~ Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk
presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th).
Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respons imun yang sesungguhnya dan sel APC
dengan MHC kelas II merupakan poros penting dalam mengontrol respons imun
tersebut.
Antigen dapat dibedakan menurut sifat kimianya :
1). Polisakarida : permukaan mikroba
2). Lipid : tidak imunogenik, bila diikat protein pembawa mjd imunogenik
3). Asam nukleat : tdk imunogenik, bila diikat protein pembawa imunogenik.
4). Protein : umumnya imunogenik.
2.4 Komponen Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut
Komponen Imunitas Adaptif Rongga Mulut
Rongga mulut berhubungan dengan kelenjar getah bening ekstraoral dan agregasi
limfoid intraoral. Kelenjar getah bening ekstraoral terlibat dalam drainase mukosa
mulut, gingival, dan gigi, namun demikian dikenal empat kesatuan anatomik dan
fungsional jaringan limfoid intraoral, yaitu:
1. Tonsil (palatum dan lingual), merupakan satu-satunya masa limfoid intraoral struktur
klasik folikel limfoid, terdiri dari sel B dan sel T perifolikuler. Antigen hanya dapat
berpenetrasi langsung melalui epitel yang menyelubungi karena tidak ada limfatik
aferen.
2. Sel plasma dan limfosit dari kelenjar saliva. Ditemukan enam kelenjar saliva mayor dan
sejumlah kelenjar minor tersebar di bawah mukosa mulut. Kelenjar tersebut
menghasilkan IgA yang langsung disekresikan pada permukaan gigi, gusi, dan mulut.
15
3. Kumpulan sel plasma dan limfosit dalam gingival. Daerah gingival dipengaruhi oleh
mekanisme imun yang positif konstan dan berbeda dari daerah saliva. Kumpulan sel
plasma dan limfosit dalam gingival ini mempunyai arti penting pada tahap kekebalan
terhadap plak gigi. Komponen darah humoral dan selular dapat mencapai permukaan
gigi dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan sulcus gingiva menembus
epitel perlekatan gingival. Dalam cairan crevikular gingiva terdapat IgH, IgA dan IgM,
selain itu beberapa komponen komplemen C3, C4, C5, dan C3 proaktivator ditemukan
di dalam CCG. Elemen selulernya meliputi bakteri, sel epitel terdeskuamasi, dan
leukosit (PMN. limfosit, dan monosit) yang bermigrasi melewati epitel sulkus.
Ditemukannya C3, C4, C5 dan C3 proaktivator menunjukkan bahwa di dalam celah
gingiva terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif. Komponen imun
yang terdapat di dalam celah gingiva juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan
untuk gigigeligi. Pada gingivitis atau kelainan periodontal, kadar IgG, IgA, IgM, C3
dan PMN netrofil di dalam CCG meningkat diperkirakan, proses fagositosis, reaksi
antigenantibodi yang tergantung komplemen dan juga respon seluler terjadi di dalam
celah gingiva bukan di dalam rongga mulut. Respon imun seluler CCG juga melibatkan
sitokin, seperti interleukin-1 cc dan -113 (IL- la dan -113) yang diketahui meningkatkan
pengikatan PMN monosit pada sel endotel, menstimulasi produksi prostaglandin E2
(PGE2) dan penglepasan enzim lisosomal. Interferon-y (INF-y) di dalam GCF
mempunyai efek protektif dalam kelainan periodontal karena kemampuannya
menghambat aktivitas IL-1B dalam meresorpsi tulang.
4. Sel-sel limfoid yang tersebar dan mungkin bertindak sebagai pengawas yang mungkin
terangsang untuk berproliferasi apabila garis pertahanan primer pada mukosa gagal
1983). Kecepatan pertukaran sel epitel juga berpengaruh dalam mekanisme pertahanan
di dalam rongga mulut (Carranza & Bulkacz, 1996).
Membran basal epitel merupakan barier untuk menahan penetrasi mikrobial. Di dekat
sini terdapat sel limfoid dan antibodi yang merupakan pertahanan berikutnya. Antigen
mikrobial yang menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel
Langerhans yang banyak terdapat di bawah mukosa mulut (Lehner, 1992).
2. Nodus limfatik
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan
agregasi limfoid intraoral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa
lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari gingiva dan pulpa
gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan
pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di
dalam rongga mulut terdapat tonsil palatal, lingual, dan faringeal, yang banyak
mengandung sel-B dan sel-T (Lehner, 1992).
3. Saliva
Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan
keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologik saliva yang
disekresikan oleh kelenjar parotis, submadibularis, submaksilaris, dan beberapa
kelenjar saliva kecil yang terbesar di bawah mukosa, berperan dalam membersihkan
rongga mulut dari debris dan mikrooganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada
saat mengunyah dan berbicara (Lehner, 1992. Tenovuo & Lagerlof, 1994). Penurunan
jumlah aliran saliva dapat meningkatkan frekuensi karies (McIntyre, 1998).
Saliva melindungi rongga mulut dari kerusakan akibat perubahan pH melalui
kemampuannya sebagai penyangga (Tenovuo & Lagerlof, 1994). Pada pH saliva yang
rendah, mikroorganisme dapat berkembang dengan balk, sebaliknya pada pH tinggi
dapat mencegah terjadinya karies (Newbrun, 1989). Penyangga utama saliva adalah
sistem karbonat/bikarbonat, sedangkan yang lainnya adalah orotfosfat anorganik. Saliva
jugs mengandung senyawa yang dapat meningkatkan pH seperti tetrapeptida sialin
(glisin-glisin-lisin-arginin) dan urea yang akan diubah oleh urease menjadi karbon
dioksida dan amonia (Tenovuo & Lagerlof, 1994).
Enzim yang normal ditemukan di dalam saliva berasal dari kelenjar saliva, bakteri,
leukosit, dan jaringan rongga mulut. Enzim utamanya adalah amilase parotis, bila
17
karbon
dioksida.
Senyawa
organiknya
termasuk
lisozim,
laktoferin,
4. Celah gingiva
Junctional epithelium yang terletak pada celah gingiva, berguna untuk memahami
hubungan biologik antara komponen vaskular dan struktur periodontal. Epitel ini
mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya
pada permukaan gigi. Komponen selular dan humoral dari darah dapat melewati epitel
jangsional yang terletak pada celah gingiva dalam bentuk CCG. Aliran CCG ini
merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi, sampai saat ini
masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang banyak dianut saat ini adalah, pada
keadaan normal CCG yang mengandung lekosit ini akan melewati epitel jangsional
menuju ke permukaan gigi (Lehner, 1992). CCG yang berasal dari darah melewati
jaringan dan keluar melalui sulkus gingiva. Merupakan eksudat inflamasi bukan
transudat yang terus-menerus hingga pada gingiva normal hanya sedikit bahkan tidak
ada (Carranza & Bulkacz, 1996). Aliran CCG ini akan meningkat bila terjadi gingivitis
atau periofontitis (Lehner, 1992, Bowden & Edwardsson, 1994).
Komponen humoral CCG dapat dikarakterisasikan sebagai protein individual, antibodi
dan antigen yang spesifik, berbagai enzim yang mempunyai spesifisitas tertentu, dan
elemen seluler. Lebih dari 40 senyawa di dalam CCG sudah dianalisis, namun
sumbernya sulit dibedakan, mungkin dari pejamu atau dari bakteri atau dari keduanya.
Misalnya kolagenase, bisa berasal dari fibroblas atau (PMN neutrofil tetapi juga
disekresikan oleh bakteri (Carranza & Bulkacz, 1996). Beberapa komponen yang
berperan dalam memelihara kesehatan gingiva atau mengakibatkan kelainan gingiva,
diantaranya enzim lisosom yang dilepaskan sel fagosit, protease yang dibentuk oleh
bakteri, lisozim, hialuronidase, dan kolagenase (Lehner, 1992).
Selain IgH, IgA dan IgM beberapa komponen komplemen C3, C4, C5, dan C3
proaktivator ditemukan di dalam CCG (Lehner, 1992). Elemen selulernya meliputi
bakteri, sel epitel terdeskuamasi, dan leukosit (PMN. limfosit, dan monosit) yang
bermigrasi melewati epitel sulkus. Sekitar 92% leukosit yang ditemukan di dalam
sulkus gingiva sehat, berupa neutrofil. Sejumlah kecil sel ini mengalami
eksravaskularisasi di dalam jaringan konektif di dekat bagian dasar sulkur, kemudian
bergerak menyebarangi epitel menuju sulkus gingiva. Sel mononuklear yang terdeteksi
di dalma CCG adalah limfosit-B, limfosit-T dan fagosit mononuklear (Carranza &
Bulkacz, 1996). Bila dilihat dari komposisi komponen imunnya, CCG mengandung
19
banyak komponen seluler dan humoral yang juga ditemukan di dalam darah (Roitt &
Lehner, 1983).
BAB 4
MAPPING
20
BAB 5
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan
sistem imun nonspesifik. Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali
suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
imun yang spesifik terhadap substansi tersebut. Sedangkan sistem imun nonspesifik
merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu
dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Komponen sistem imun spesifik terdiri
dari dua macam yakni komponen sistem imun humoral spesifik dan komponen sistem imun
seluler spesifik. Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu: protein
enzim, komplemen, komponen selular sistem imun nonspesifik. Faktor-faktor yang
bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva,
cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular. Proses fagositosis adalah
sebagai berikut: Pengenalan (recognition), pergerakan (chemotaxis), perlekatan (adhesion),
penelanan (ingestion), pencernaan (digestion), dan pengeluaran (releasing).
21
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaya, Karnen Garna. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai
Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia
Darmawan, Tannedy Y. 2006. Sekretori IgA dan Fungsi Biologisnya dalam Rongga
Mulut. Medan: FKG Universitas Sumatera Utara.
Ganong, William F. 1995. Fisiologi Kedokteran. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
22
23