Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian Ragam Bahasa


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam
yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan
teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi
(seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan
bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak
dituntut menggunakan bahasa baku.
B. Macam macam ragam bahasa
1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia
baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang
dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan
otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa
kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian
ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan
untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi
masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang
berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara,
dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia
berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :
a) Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu
sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan
didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun

demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda
tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai.
Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis,
tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena
itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam
tulis. Ciri-ciri ragam lisan :
1

- Memerlukan orang kedua/teman bicara;

- Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;


-Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
-

Berlangsung cepat;

Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;

Kesalahan dapat langsung dikoreksi;

-Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincangbincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan
sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan
atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
b) Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan
(ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis,
kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam
bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam
pembuatan karya-karya ilmiah.

Ciri Ragam Bahasa Tulis :


1 -Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
2

Tidak terikat ruang dan waktu

3. Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat


4.

Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,

5. Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan


6. Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
7. Berlangsung lambat
8. Memerlukan alat bantu

2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur


a.

Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)


Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia
yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas
yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan
b pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan
lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan t seperti pada kata ithu,
kitha, canthik, dll.

b. Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga
terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya
mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.
c.

Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan)
atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan
santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi
sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika
melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan
pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan
kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa
yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1.

Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan
kuliah/pelajaran.

2.

Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat.

3.

Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.

4.

Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

3. Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian


Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam
membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa
yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa
yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam
lingkungan

politik,

berbeda

dengan

bahasa

yang

digunakan

dalam

lingkungan

ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut
pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan

itu

tampak

dalam

pilihan

atau

penggunaan

sejumlah

kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid,


gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi,
anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak
digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok

persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat


dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan
lain-lain.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa
baku tulis. Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan
(EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu
mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana
pedoman yang ada.
B. Saran
Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita semua mempelajari ragam bahasa
yang kita miliki, kemudian mempelajari dan mengambil hal-hal yang baik, yang dapat kita
amalkan dan kita pakai untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia.


Yogyakarta: Mitra Gama Widya

A. Latar Belakang Masalah


Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarkat atau remaja yang mengenal bahasa
Indonesia secara benar. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa gaul sebagai
bahasa komunikasi. Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarkat kita. Masyarakat
tidak bangga dengan bahasa resminya. Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah
mereka rusak sendiri.
Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang baik lebih bangga dengan bahasa
resmi kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan sendiri tanpa menggunakan
kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang serius bagi kita. Dan
sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik, mau mempelajari dan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bentuk dan makna dalam bahasa Indonesia?
2. Apakah macam-macam bentuk dan makna itu
3. Apakah kegunaan dari macam bentuk dan makna itu?
C. Tujuan
Makalah ini berisi penjelasan tentang bentuk dan makna yang ada dalam bahasa
Indonesia, yang diharapkan bisa membantu para pembaca dalam memahami bahasa
Indonesia lebih mendalam.

BAB II
Pembahasan
BENTUK DAN MAKNA
Satuan bentuk terkecil dalam bahasa adalah fonem dan yang terbesar adalah karangan. Di
antara satuan bentuk terkecil dan terbesar itu terdapat deretan bentuk morfem, kata, frasa,
kalimat dan alinea.

Ketujuh satuan bentuk bahasa itu diakui eksistensinya jika mempunyai makna atau dapat
mempengaruhi makna. Dapat mempengaruhi makna maksudnya kehadirannya dapat
mengubah makna atau menciptakan makna baru. Hubungan antara bentuk dan makna
dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang, yang saling melengakapi. Karena bentuk
yang tidak bermakna atau tidak dapat mempengaruhi makna tidak terdapat dalam tata
satuan bentuk bahasa.

FONEM
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti (bunyi dari huruf), sedangkan
huruf adalah lambang bunyi atau lambang fonem. Jadi, fonem sama denagn bunyi (untuk
didengar), huruf adalah lambang ( untuk dilihat). Jumlah huruf hanya ada 26, tetapi
fonem bahasa Indonesia lebih dari 26 karena beberapa huruf ternyata mempunyai lebih
dari satu lafal bunyi.
Variasi pelafalan huruf e, o, dan k
Huruf Contoh pelafalan dalam kata Fonem
E
jahe,karate,sate,emas,lepas,peda,senak,engsel,elok/e/////
o
sekolah,organisasi,social,beo,solo(=sendiri),trio(=penyanyi)/o//o/
k
bak(tempat air)
,botak,otakanak,enak,ternak/k//?/

MORFEM

Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna. Morfem dapat berupa imbuhan (misalnya an, me-, me-kan),
klitika/partikel (misalnya lah, -kah), dan kata dasar (misalnya bawa, makan).
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat dilakukan dengan
menggabungkan morfem dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan
menghasilkan makna baru, unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah
morfem.
Contoh:
makan + -an = makanan
me- + makan = memakan
Yang disebut partikel adalah unsur-unsur kecil dalam bahasa. Dalam buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (1998:342), partikel -kah, -lah, -tah diakui sebagai klitika. Klitika
tidak sama dengan imbuhan.
Menurut
bentuk
dan

maknanya,

morfem

ada

dua

macam:

1) Morfem bebas: morfem yang dapat berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus
dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem
bebas.

2) Morfem terikat: morfem yang tidak dapat dapat berdiri sendiri dari satu makna.
Maknanya baru jelas setelah dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran, kombinasi awalan dan akhiran), partikel -ku, -lah, -kah dan
bentuk bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri termasuk morfem terikat.
KATA
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem;
atau gabungan huruf dengan morfem, baru diakui sebagai kata bila bentuknya
mempunyai makna.
Dari segi bentuk, kata dibagi atas dua macam:
1) Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar).
Yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.
2) Kata yang bermorfem banyak
Yaitu kata yang sudah mendapat imbuhan.
Pembagian kelas atau jenis kata:
1) kata benda (nomina) 6) kata bilangan (numeralia)
2) kata kerja (verba) 7) kata sambung (konjungsi)
3) kata sifat (adjektiva) 8) kata sandang (artikel)
4) kata ganti (pronomina) 9) kata seru (interjeksi)
5) kata keterangan (adverbia) 10) kata depan (preposisi)

Kata kerja (verba)


Adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang bukan
merupakan

sifat.

Umumnya

Ciri-ciri kata kerja:


1)
Dapat
diberi

berfungsi

sebagai

predikat

waktu,

seperti

akan,sedang,

aspek

Contoh: (akan) mandi


2) Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: (tidak) makan

dalam

kalimat.
dan

telah.

3) Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + kata benda /kata sifat.
Contoh:

tulis

Selain

bentuk

dengan
di

atas,

pena

(KB)

ada

menulis

bentuk

verba

dengan
yang

cepat
lain,

(KS)
yaitu:

a) Verba reduplikasi atau verba berulang dengan dengan atau tanpa pengimbuhan,
misalnya makan-makan, batuk-batuk.
b) Verba majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses penggabungan kata, namun
bukan

berupa

idiom;

misalnya

terjun

payung,

tatap

muka.

c) Verba berpreposisi, yaitu verba intransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu;
misalnya tahu akan, cinta pada.

Kata sifat (adjektiva)


Adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat orang/binatang/suatu benda.
Umumnya berfungsi sebagai predikat, objek ,dan penjelas dalam kalimat. Dibedakan atas
dua macam, yaitu:
1) kata sifat berbentuk tunggal, dengan ciri-ciri:
a. dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang, dan paling: misalnya lebih
baik.
b. Dapat diberi keterangan penguat seperti sangat, sekali; misalnya sangat senang, sedikit
sekali.
c.

Dapat

diingkari

dengan

kata

ingkar

tidak,

misalnya

tidak

benar.

2)

kata

sifat

berimbuhan.

Contoh:

abadi,

manusiawi,

kekanak-kanakan.

Kata keterangan (adverbia)


Adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau
kalimat. Kalimat Saya ingin segera melukis, kata segera adalah adverbia yang
menerangkan verba melukis.
Rumpun kata benda (nomina)
Adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak). Kata benda
berfungsi

sebagai subjek,

Ciri kata benda:


1)
Dapat
2)

objek, pelengkap, dan


diingkari

keterangan

dengan

dalam kalimat.

kata

bukan.

Contoh: gula (bukan gula).


Dapat diikuti setelah gabungan kata yang + kata sifat atau yang sangat +
kata sifat.
Contoh: buku + yang mahal (KS).
Ada dua jenis kata yang juga

mengacu

kepada

benda,

yaitu:

Pronomina: kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.


Contoh: mana, kapan, Bu
Numeralia : kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang,
binatang, atau barang.
Contoh: tiga, puluhan.

Jadi, rumpun kata benda ada: 1) kata benda (nomina), 2) kata ganti
(pronomina), 3) kata bilangan (numeralia)
Rumpun kata tugas (partikel)
Adalah kumpulan kata dan partikel. Lebih tepat dinamakan rumpun kata
tugas, yang terdiri atas:
1) Kata depan (preposisi)
Adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat atau
kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan (frasa preposional).
Contoh: di kantor, sejak kecil.
2) Kata sambung (konjungsi)
Adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua
kalimat.
Contoh: - antara hidup dan mati (dalam kalimat)
- Situasi memang sudah membaik. Akan tetapi, kita harus selalu siaga.
3) Kata seru (interjeksi)
Adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan hati seperti
rasa kagum, sedih, heran, dan jijik. Kata seru dipakai di dalam kalimat
seruan atau kalimat perintah (imperatif).
Contoh: Aduh, gigiku sakit sekali!
Ayo, maju terus, pantang mundur!

Kata sandang (artikel)


Adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah orang atau kata benda.
Artikel ada tiga, yaitu:
(a) yang bermakna tunggal: sang putri
(b) yang bermakna jamak: para hakim
(c) yang bermakna netral: si hitam manis.
5) Partikel

Bermakna unsur-unsur kecil dari suatu benda. Partikel yang dibicarakan di


sini adalah partikel yang berperan membentuk kalimat tanya (interogatif)
dan pernyataan, yaitu:
-kah: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
Berfungsi sebagi kalimat tanya yang

membutuhkan

jawaban.

-lah: Apalah dayaku tanpa bantuanmu?


Berfungsi sebagai kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban tetapi
tetap diberi tanda tanya.
Dialah yang Maha Kuasa, kata lah dalam kalimat ini menunjukkan partikel
dan harus ditulis dengan huruf kecil.
DiaLah yang makan, kata lah dalam kalimat ini menunjukkan kata hubung
dan harus ditulis dengan huruf besar.
-tah: Apatah dayaku tanpa engkau?
Kalimat pertanyaan yang tidak membutukan jawaban (kalimat retoris).
Partikel ini adalah serapan dari bahasa Jawa.
pun:

Karena

dosen

berhalangan,

kuliah

pun

dibatalkan.

Setiap kalimat yang memerlukan jawaban harus diberi tanda tanya.


Frasa
Adalah kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan belum
membentuk klausa atau kalimat. Berfungsi sebagai subjek, predikat, objek
dan keterangan di dalam kalimat.
Ciri frasa:
(1) Kontruksinya tidak mempunyai predikat,
(2) Proses pemaknaannya berbeda dengan idiom,
(3) Susunan katanya berpola tetap.
Frasa tidak boleh mengandung predikat dan tidak sama dengan idiom,
karena cakupan makna makna yang dibentuk oleh frasa masih di sekitar

makna leksikal kata pembentuknya karena hakikatnya frasa adalah kata yang
diperluas dengan memberi keterangan.
Contoh: jumpa pers; berjumpa dengan pers.

Makna dan perubahannya


Ada dua macama makna yang terpenting, yaitu:
1) Makna leksikal/makna denotasi/makna lugas adalah makna kata secara
lepas tanpa kaitan dengan kata yang lain dalam sebuah struktur. Leksikal
berasal dari leksikon yang berarti kamus. Sehingga, makna leksikal ialah
makna yang tertera dalam kamus, misalnya kata belah dapat bermakna
celah, pecah menjadi dua, sisi dll. Makna ini biasanya digunakan dalam
surat-surat resmi, surat-surat dagang, laporan dan tulisan ilmiah agar
makna menjadi pasti, sehingga tidak terjadi salah tafsir.
2) Makna gramatikal atau makna konotasi ialah makna yang timbul
akibat proses gramatikal. Disebut juga makna struktural karena makna
yang timbul bergantung pada struktur tertentu sesuai dengan konteks dan
situasi dimana kata itu berada.

Contoh:
(i) lembah hitam (daerah /tempat mesum)
(ii) kuhitamkan negeri ini (kutinggalkan

untuk

selamanya)

Dalam kaitan dengan makna, ada istilah-istilah yang perlu kita pahami,
a) Sinonim atau padan makna ialah ungkapan yang maknanya hampir
sama dengar
ungkapan lain. Contoh: nasib = takdir.
b) Antonim atau lawan makna ialah ungkapan yang maknanya kebalikan
dari ungkapan lain.Contoh: baik >< buruk. c) Homonim terjadi jika dua
kata mempunyai bentuk dan ucapan yang sama, tetapi maknanya
berbeda. Contoh: mengukur (dari kukur) dan mengukur (dari ukur)
Homofon terjadi jika dua kata mempunyai ucapan yang sama, tetapi
makna dan bentuknya berbeda; misalnya kata sangsi = ragu-ragu dan
sanksi = hukuman. Homograf terjadi jika dua kata mempunyai bentuk
yang sama tetapi bunyi atau ucapan dan maknanya berbeda; misalnya
beruang = nama binatang, beruang = mempunyai uang. d) Hiponim
terjadi jika makna sebuah ungkapan merupakan bagian dari makna
ungkapan yang lain. Misalnya merah adalah hiponim dari kata berwarna.
Dan diantara perubahan makna yang penting, antara lain: 1) Meluas, jika
cakupan makna sekarang lebih luas dari makna yang lama. Misalnya
kata putra-putri = anak-anak raja (dahulu) = laki-laki dan wanita
(sekarang) 2) Menyempit, jika cakupan makna dahulu lebih luas dari

makna yang sekarang. Misalnya kata sarjana = semua cendekiawan


(dahulu) = gelar akademis (sekarang) 3) Amelioratif yaitu perubahan
makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih tinggi atau lebih
baik nilainya dari makna lama. Kata wanita nilainya lebih tinggi dari
kata

perempuan.

4)

Peyoratif

yaitu

perubahan

makna

yang

mengakibatkan makna baru dirasa lebih rendah nilainya dari makna


lama. Dalam peyoratif, arti yang baru dirasa lebih rendah nilainya dari
arti yang lama. Dan bertalian erat dengan sopan santun yang dituntut
dalam kehidupan bermasyarakat. Kata yang mulanya dipakai untuk
menyembunyikan kata yang dianggap kurang sopan, suatu waktu dapat
dianggap kurang sopan, sehingga harus diganti dengan kata lain. Kata
bunting dianggap tinggi pada zaman dahulu, sekarang dirasa sebagai
kata yang kasar dan kurang sopan, lalu diganti dengan kata hamil atau
mengandung. 5) Sinestesia yaitu perubahan makna yang terjadi karena
pertukaran tanggapan dua indera yang berlainan. Contoh: Mukanya
masam. 6) Asosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena
persamaan sifat. Contoh: Beri dia amplop agar urusan cepat beres. 7)
Metafora adalah perubahan majna karena persamaan sifat antara dua
objek>

Conto:

putrid

malam

(untuk

bulan).

8) Metonimi terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang


terlibat dalam dalam suatu lingkungan makna yang sama dan dapat
diklasifikasi menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit,
hubungan

antara

sebab

dan

akibat.

Contoh: penemuan-penemuan yang sering disebut menurut penemunya,


seperti: Ohm, Ampere.

BAB III
KESIMPULAN
Satuan bentuk dalam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa macam,
yaitu :
- Fonem
- Morfem
- Kata
- Frasa
- Makna dan perubahannya
Masing-masing dari mereka mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi
saling berkaitan dan mendukung terciptanya bahasa Indonesia yang baik

Daftar Pustaka

- Keraf, Gorys, 1996, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia


- Finoza, Lamuddin, 2006, Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Insan
Media.

Anda mungkin juga menyukai