Anda di halaman 1dari 30

Ceritra Tantri memang sudah dari lama dikenal di Bali, baik dalam bentuk prosa maupun

puisi, yang memakai basa Bali dan Jawa tengahan. Di dalam masyarakat Bali kita
mengenal tiga macam Tantri, yakni Tantri Kamandaka, Tantri Manduka Harana, dan
Tantri Pisaca Harana.

Ketiga Tantri tersebut merupakan bentuk kesusantraan (puisi) yang memakai bahasa
Jawa tengahan. Penulis mencoba menceritrakan Tantri yang diambil dari bentuk prosa
dan puisi Tantri Kamndaka yang mengambil ceritra pertempuran Singa dan lembu
Nandaka.

Ceritra ini kami ceritrakan dengan gaya bebas dengan bahasa Indonesia. Sudah barang
tentu dalam tulisan ini banyak yang tidak sesuai dengan selera pembaca .Untuk itu
penulis mohon dimaafkan. Semoga ceritra ini ada gunanya.

Denpasar ,1999.Penulis I Wayan Tapa

 NI DIAH TANTRI I

Diceritakan seorang raja di negeri Patali, beliau amat dihormati oleh para raja yang ada
ditanah Jambuwarsa. Setiap tahun tidak lupa menghaturkan upeti/pajak kepdaja sang raja.
Beliau raja yang gagah perkasa, berwibawa dan bijak. Pada waktu pemerintahan beliau
tak ada masyarakat yang berbuat jahat, semua patuh akan perintah sang raja. Negeri
Patali makmur dan sejahtra. Beliau terkenal bernama Eswaryadala. Beliau didampingi
oleh patih yang amat bijak bernama Bande Swarya. Ia selalu patuh menjalankan perintah
sang raja, disertai para punggawa.Pembantu sang raja semua pandai dan bijaksana
melaksanakan roda pemerintahan, sesuai dengan sastra Agama, Kutara dan Manawa.

Sang Patih mempunyai seoarang putri bernama Ni Diah Tantri. Kecantikannya tersohor
ke pelosok negeri. Semua gadis di negeri itu maupun di Jambuwarsa tak ada yang
menyamai. Demikian juga akan kesohorannya dalam ilmu pengetahuan. Beliau dipuji
oleh masyarakat maupun oleh para pendita. Hal ini didengar juga oleh sang Raja
Eswaryadala.

Beliau lalu berkehendak menjadikan Ni Diah Tantri pramesuari kerajaan, tapi beliau
malu mengungkapkan hal itu pada Patih Bande Swarya. Beliau lalu mencari upaya. Para
punggawa, para pendeta utama dan Patih Bande Swarya diundang menghadap ke balai
pertemuan. Sang raja megutus Patih Bande Swarya supaya menghaturkan seorang gadis
remaja tiap hari ke istana yang akan dijadikan selir. Sang Patih tidak berani menolak,
setiap hari ia menghaturkan seorang gadis remaja ke puri.

Lama-lama habislah para gadis remaja yang cantik diaturkan ka istana Hal itu membikin
sang Patih Bande Swarya sedih, memikirkan siapa yang akan diaturkan besok ka istana.
Sampai di karang kapatihan sang patih masih lengkap dengan pakain kebesasarannya,
menuju ka taman seraya tidur di balai-balai. Istrinya Ni Gusti Ayu biang melihat hal itu,
lalu segera memenggil anaknya Ni Diah Tantri seraya menyuruh menanyakan kepada
ayahnya, mengapa ia bersedih. Ni Diah Tantri dengan senang hati mengikuti perkataan
ibunya, seraya pergi ke taman .Ni Diah Tantri duduk didekat kaki ayahnya yang sedang
merebahkan diri dibalai-balai. Ni Diah Tantri memgipasi, serta memijiti kaki ayahnya.
Patih Bande Swarya segera bangun seraya memeluk anaknya dengan kasih sayang. Ni
Diah Tantri menanyakan mengapa ayahnya bersedih. Patih Bande Swarya menceritakan
semua perihal yang telah lalu,yang menyebabkan ia bersedih, sambil meneteskan air
mata.

Ni Diah Tantri berdiam tunduk mendengarkan cerita ayahnya. Ia juga merasakan


bagaimana sedih hati ayahnya sebagai patih yang patuh dan taat menjalankan perintah
raja. Diah Tantri lalu menyuruh ayahnya untuk menghaturkan dirinya sendiri. Patih lalu
mengadakan pembicaraan dengan istrinya, mengenai anaknya yang akan diaturkan ke
istana besok. Setelah mendapat persetujuan besoknya Ni Diah Tantri diajak menghadap
ke istana. Sang Prabu Esuaryadala amat bersuka cita, karena cita-citanya telah tercapai
untuk mempersunting Diah Tantri yang dari lama menjadi idamannya.

Setelah matahari terbenam .lampu istana sudah dinyalakan, bau bunga memenuhi
ruangan menambah keindahan istana. Sang Raja pergi ketempat peraduan disetai Ni Diah
Tantri dan seorang dayangnya. Sang raja menelentangkan badannya diatas kasur seraya
menyuruh Ni Diah tantri memijiti kaki. Ni Diah Tantri mengikuti perintah sang raja.
Setelah larut malam Ni Diah Tantri merasa amat kantuk, matanya rasanya amat berat
untuk dibuka. Ni Diah Tantri lalu menyuruh dayangnya mengecilan nyala lampu serta
menyuruh dayangnya bercerita untuk menghilangkan kantuk. Dayangnya mengatakan
bahwa dirinya tidak bisa bercerita, tapi amat senang kalau mendengarkan cerita.
Dayangnya memohon supaya Ni Diah Tantri bercerita sendiri. Ni Diah Tantri pun lalu
bercerita sebagai berikut.

BAGAWAN DHARMA SWAMI 

Adalah seorang pendeta yang amat miskin,bernama Bagawan Dharma Swami. Beliau
amat setia melaksanakan tapa semadi dan tiap hari melaksanakan pemujaan pada Hyang
Surya. Melihat kesetiaan beliau melaksanakan tapa semadi serta pemujaan pada Hyang
Widhi,maka beliau di anugrahi seekor lembu jantan kuat.Bulunya hitam berkilauan.
Lembu/sapi itu diberi nama sang Nandaka. Sang pendeta amat suka memelihara sapi itu.
Tiap hari beliau mengembalakan sapi itu dalam hutan yang penuh dengan daun dan
rerumputan yang hijau. Sapi beliau cepat besar dan gemuk,karena tak kurang
makanan..Sudah sore sapi itu dibawa ke pasraman. Demikianlah yang dikerjakan oleh
sang pendeta tiap harinya.

Adalah seorang pendeta yang amat miskin,bernama Bagawan Dharma Swami. Beliau
amat setia melaksanakan tapa semadi dan tiap hari melaksanakan pemujaan pada Hyang
Surya. Melihat kesetiaan beliau melaksanakan tapa semadi serta pemujaan pada Hyang
Widhi,maka beliau di anugrahi seekor lembu jantan kuat.Bulunya hitam berkilauan.
Lembu/sapi itu diberi nama sang Nandaka. Sang pendeta amat suka memelihara sapi itu.
Tiap hari beliau mengembalakan sapi itu dalam hutan yang penuh dengan daun dan
rerumputan yang hijau. Sapi beliau cepat besar dan gemuk,karena tak kurang
makanan..Sudah sore sapi itu dibawa ke pasraman. Demikianlah yang dikerjakan oleh
sang pendeta tiap harinya.

Kira-kira sudah setengah bulan beliau memelihara sapi itu, namun belum juga
mendatangkan hasil. Beliau lalu ingat akan guru beliau yang dianugrahi seekor sapi
putih,yang bernama Nandini. Sapi itu tiap hari bisa menghasilkan susu yang bisa
menghidupi gurunya.Sekarang kita diberikan sapi laki,yang tak mungkin bisa
menghasilkan susu.Apa yang bisa kita lakukan agar sapi ini bisa memberi manfaat bagi
hidup kita. Kalau kita pakai untuk membajak sawah,kita tidak punya tanah
sedikitpun.Demikianlah gejolak pikiran sang pendeta..Beliau lalu bermaksud menjadi
pedagang kayu api.

Dengan semangat yang besar beliau tiap hari masuk dalam hutan mencari ranting dan
cabang kayu yang kering. Sudah berhasil lalu ditaruh diatas punggung sang Nandaka lalu
dijual ke pasar.Demikianlah kerja sang pendeta tiap hari. Hasil penjualan kayu api itu
dibelikan beras dan lauk pauk. Sisa uangnya disimpan dalam tabungan.Lama-kelamaan
tabungan beliau di belikan sapi ,maupun gerobak untuk tempat kayu api yang akan dijial
kepasar.Atas kerja keras dan keutamaan sang Nandaka tidak begitu lama sapi beliau
sudah menjadi ratusan jumlahnya.Pembantu beliau juga semakin banyak.Emas berlian
semakin banyak.Sang pendeta menjadi kaya tak kurang suatu apa.

Pada suatu hari sang pendeta bersama pengiringnya sudah siap membawa dagangan
kekota.Ratusan sapi gerobak penuh dengan barang dagangan.Sapi sudah siap berjajar
menarik gerobak dagangan,tak luput sang Nandaka yang berada paling belakang.dengan
muatan yang paling banyak pula. Sapi-sapi menarik grobak mulai bergerak menuju
kota.Perjalan tak pernah berhenti walaupun di tengah hari.Sinar matahari amat tersa
menyengat.Pengiring dan sapi berkeringat membasahi tubuhnya. Sudah jauh berjalan dan
hari sudah sore,perjalanan sedang dalam hutan rimba yang mengerikan. Hutan itu
terkenal bernama hutan Malawa,disana terkenal banyak perampok dan binatang buas
yang menakutkan. Matahari semakin condong kebarat. Pendeta Dharma Swami lalu
memerintahkan pengiringnya mencari tempat yang aman untuk tempat bermalam. Sang
pendeta berjalan menunggang kuda modar-mandir memeriksa pengikut beserta gerobak
yang ditarik oleh sapi. Setelah sang pendeta mendapat tempat yang aman untuk
bermalam semua pengikut dan barang dagangannya ditempatkan di tengah dan dikelilingi
dengan renjau. Semua sapi telah dilepas dari tali gerobak serta diberi makan,namun
gerobak yang ditarik oleh sang Nandaka belum juga datang.

Sudah lama menunggu sang Nandaka juga belum datang.Sang pendeta semakin gusar
hatinya,Lalu beliau kembali menelusuri jalan yang dilalui tadinya untuk mencari Sang
Nandaka. Sang Nandaka yang menarik gerobak yang penuh berisi barang dagangan,erasa
kepanasan,seraya berkata dalam hatinya,:Dari dulu semenjak beliau masih miskin tak
punya apa-apa kita sudah menarik barang dagangan untuk dijual ke kota,sampai beliau
kaya tak kurang suatu apa kita masih juga disuruh menarik gerobak. Malahan bebannya
melebihi dari beban yang dibebani pada sapi yang lainnya.

Sama sekali beliau tidak mempunyai rasa berterima kasih apalagi kasihan pada
kita.Kekayaan beliau yang berlimpah seperti sekarang juga karena kita. Emas ,perak
,uang serta sapi yang ratusan banyaknya juga dari kita,tapi beliau tetap menyakiti diriku
sampai kurus seperti sekarang. Tidak pantas beliau bernama Dharma Swami ,tingkah
lakunya amat loba dan tamak,lupa akan bantuan orang lain. Dilihatnya Begawan Dharma
Swami datang menunggangi kuda,sang Nandaka segera merebahkan dirinya seperti
lumpuh. Badannya gemetar,keringatnya mengucur membasahi badannya. Matanya
memblalak,napasnya sesak,kakinya dinaikanya. Sang pendeta segera turun dari kudanya
lalu mendekati sang nandaka. Beliau terkejut melihat keadaan sang Nandaka sambil
menyuruh pengikutnya melepaskan talinya.

Sudah itu pengikutnya menyiram sang Nandaka dengan air, tapi sang nandaka masih
seperti pingsan. Sang pendeta segra mengucapkan weda mantra untuk mengembalikan
sang Nandaka sepwerti semula, tapi tidak mempan. Sang Nandaka masih juga tampaknya
seperti pingsan. Sang Pendeta bersedih serta menangis seraya berkata,: “ Hai kamu sang
Nandaka rela sekali kamu meninggalkan aku mati. Kalau kamu mati disini siapa yang
aku suruh menyembelihmu, karena disini alas besar, tak ada tukang potong sapi yang lalu
kemari.. Kasihan sekali dagingmu terbuang tak berguna,tak ada yang membelinya. Hai
kamu Kembar dan Wijil kamu menunggu disini.Kalau ia bisa idup kembali,bawa ia
ketempat penginapan dan muati ia barang dagangan semampunya, kalau ia mati
bangkainya kamu bakar saja. Kalau ada orang yang lalu kemari dagingnya kamu jual
saja,kalau ia tidak mau membeli silahkan beri minta dengan cuma-cuma.

Sang Pendeta segra naik kuda dan pergi menuju tempat penginapan. Kembar dan
Wijil ,menyesalkan perbuatan sang pendeta yang tamak dan loba,serta tidak mempunyai
rasa berterimakasih apalagi kasihan terhadap Sang Nandaka yang telah banyak berkorban
untuk kesejahtraan sang pendeta.I Kembar berkata,:Bagaimana akal kita sekarang,sebab
disini hutan yang besar dan berbahaya.Kita berdua akan menemui bahaya. Sekarang mari
kita ikuti perjalanan sang pendeta ke tempat penginapan .”Ah jangan kita sudah berjanji
menunggu sang nandaka disini. Sekarang mari kita carikan kayu api kumpulkan dari
tempat sang Nandaka sampai jarak yang agak jauh. Dari situ kita bakar kayu api itu,sebab
tidak boleh membakar orang yang masih hidup karena akan membawa bencana besar.
Kita perkirakan api itu sampai ditempat ini, sang Nandaka sudah mati. Keduanya sudah
setuju, lalu mereka mengumpulkan kayu api ,serta membakar ujung timbunan kayu yang
jauh dari tempatnya Sang Nandaka.

Habis membakar kayu itu kedua pengikut sang pendeta berlari menuju tempat
penginapan dan menyampaikan pada sang pendeta bahwa Sang Nandaka telah mati serta
telah dibakar. Setelah Kembar dan Wijil pergi ke penginapan ,Sang Nandaka sewgera
bangun dan pergi .Ia dalam keadaan sehat takkurang suatu apa.Sang Nandaka mencari
makanan yang banyak ada disekitarnya. Setiap hari ia menikmati hijaunya rerumputan
,maupun suburnya dedaunan,sehingga tak berselang lama badannya kembali sebagai
sedia kala. Perutnya besar,badannya kokoh ,bulunya hitam mengkilat,tanduknya runcing
menakutkan.

Dalam hutan Malawa itu ada raja hutan bernama Sang Singa ,Ia sangat ditakuti oleh
binatang lainnya.Sang Singa mempunyai beberapa punggawa dan mantri,dan prajurit
yang andal. Semua mantra ,punggawa maupun prajuritnya adalah para anjing ,yang
semuanya sangat setia pada sang raja.

Pada suatu hari para Sang Singa sedang mengadakan pertemuan dengan para pengikutnya
dibawah pohon jati yang dedaunannya sedang rimbun,didepan goa besar Tampak hadir
waktu itu Sambada,yang jongkok paling depan, disertai temannya para anjing. Semua
bersuka ria,ada yang bercanda ada yang saling cakar.Suaranya memecah kesunyian
hutan.Sang Singa amat suka melihatnya,lalu menyuruh pergi berburu mencari
mangsanya.Para anjing tidak ada yang berani menolak ,semua berangkat masuk kedalam
hutan,gunung,ada juga yang masuk kedalam jurang. Setelah lama berburu,mereka tidak
ada menemui buruan. Para anjing amat sedih,karena sudah lama berburu namun tak
mendapat buruan,Keringatnya mengucur membasahi sekujur tubuhnya, Sengatan panas
matahari menambah kepayahan,jalannya terseok-seok kelaparan, Semua prajurit anjing
itu berhenti dibawah pohon tangi untuk melepas lelah. Ada yang jongkok ada yang
merebahkan badannya sambil omong-omong. Waktu itu ada yang mengatakan ,lebih baik
kita pulang untuk menyampaikan pada raja,bahwa kita tak dapat buruan walaupun sudah
susah payah mencarinya. Yang lain menjawab,” Ini ada tutur dalam purana yang pernah
saya dengar. Kewajiban seorang abdi pada sang raja,harusnya tidak merasakan pahit
getirnya bahaya. Seorang abdi tidak boleh merasa takut,harus patuh menjalankan
tugas,walaupn akan kehilangan nyawa,harus dihadapi. Karena itulah yang dipakai untuk
membayar kasih sayang sang raja. Nah kalau menurut pikiranku lebih baik kita kembali
lagi berburu,semoga sekarang ada nasib baik mendapat buruan.Semua prajurit aning itu
berangkat kembali mencari buruan. Para anjing menyebar kesegala penjuru.

Pada waktu itu ada prajurit anjing yang menemukan sang Nandaka. Para prajurit anjing
itu tercengang melihat Sang Nandaka. “Ah apa itu ,coba kamu lihat binatang yang amat
besar! Dari dulu aku tidak pernah menjumpai binatang seperti ini besarnya. Sekarang
marilah kita bersama serang,tapi kita harus hati-hati. Para prajurit anjing serempak
mendekat disertai suara menggonggong bak membelah langit. Prajurit anjing iu segera
mengitari tempat sang Nandaka yang sedang tidur-tiduran diatas rumput yang menghijau,
sambil mengunyah dedaunan .Hatinya amat suka melihat tumbuhan yang subur diantara
ilalang yang memenuhi tebing-tebing bebukitan. Sedang asik ia menikmati makanan dan
keindahan alam ,terdengar olehnya raungan angjing yang semakin lama semakin dekat.
Sang Nandaka bergegas bangun sambil melihat kanan kiri.Tampak olehnya prajurit
anjing datang mendekat padanya . Para prajurit anjing itu amat senang hatinya melihat
buruannya gemuk dan besar.”Nah ini buruan yang baik untuk dijadikan mangsa sang raja,
mari kita rebut bersama,jangan takut “ demikian ucapan salah satu anjing sambil segera
mendekat. Anjing yang lain berkata,”Nanti dulu,sebab baru kali ini kita menemui
binatang seperti ini.Mari kita pikirkan lebih dahulu supaya tindakan kita bisa
mencelakakan kita. Lebih baik kita sampaikan hal ini pada raja” “Ah jangan ,kita
berbanyak ,kita serang bersama,jelas ia akan kalah”. Semua prajurit anjing bersorak
mendekat, ada yang dari belakang ada juga dari depan.

Sang Nandaka bersiap untuk melawan,ia amat marah, matanya memblalak


merah,tanduknya yang tajam diacung-acungkannya. Sang nandaka menandukkan
tanduknya pada bebukitan,yang mengakibatkan bebatuan beterbangan . Banyak prahurit
anjing itu yang terkena batu dan tandukan sang Nandaka .Ada yang patah kakinya adanya
mati adayang perutnya terurai keluar. Darahnya berceceran meenuhi rerumputan yang
hijau.Anjing yang luka berlarian menjauh dari amukan sang Nandaka. Anjing yang lain
amat takut tak ada yang berani mendekat,semua lari bersembunyi, Pemimpin prajurit
anjing yang bernama I Nohan Dan Itatit segera berkata,” Hai kamu prajurit .Mengapa
kamu takut kepada binatang yang memang menjadi makananmu?.Kamu datang kemari
adalah utusan sang prabu untuk mencari buruan.Sepatutnya kamu merasa malu,karena
kamu dari dulu disayangi dan dikasihi oleh sang raja.Kamu tak usah takut mati untuk
membalas jasa sang raja.Sebab nantinya kamu akan memproleh kesejahtraan lahir batin
karena kamu melaksanakan dharmamu sebagai prajurit,Mendengar kata kata
pimpinannya demikian para anjing kembali menyerang Sang Nandaka.Ada yang
menggigit kaki,ada yang menggigit ekor,tapi sang Nandaka tidak khawatir.Ia menerjang
dengan tanduknya ,menyebabkan para anjing itu terpelanting jatuh . Ada yang terjatuh
kejurang,ada yang patah kaki maupun pinggangnya.

Banyak yang mati disepak maupun diinjak-injak.Para anjing itu berlarian


menyembunyikan diri.Si Nohan dan Tatit tak bisa berbuat apa-apa melihat prajuritnya
berlarian .Para prajurit anjing itu memutuskan kembali menghadap sang raja Setelah
sampai dihadapan sang Singa semua gemetar ketakutan seraya berkata,”Ya raja kami
semua mohon maaf karena kami tak berhasil melaksanakan tugas yang tuanku
limpahkan.Semua prajurit takut gemetaran, malah banyak yang mati maupun yang luka-
luka.Baru kali ini kami melihat binatang yang besar dan bagus.Bulunya hitam mengkilat,
tanduknya tajam menyilaukan, suaranya besar bagaikan meruntuhkan gunung.Benar-
benar amat menakutkan sekali ,namun mengenai namanya kami tidak tahu.” Mendengar
perkataan prajuritnya gemetaran,sang raja tercengang terdiam .Sang Sambada pemuka
para anjing yang turut mendengarkan segera berkata,” Hai kamu para anjing yang dari
dulu menjadi andalan sang raja.

Aku heran mengapa kamu takut hanya baru mendengar suara yang besar. Belum tentu
orang yang bersuara besar mempunyai kesaktian dan kekuatan yang hebat.Itu hanya suatu
siasat untuk menakut-nakuti musuh saja. Dengarkan baik-baik ,aku mau menceritakan
sesuatu yang bersuara besar tidak mempunyai kekuatan sebagaimana yang kamu takuti.
Adalah seorang raja di Kusambinegara,yang bernama Sri Wisnu Gupta. Kerajaan beliau
didatangi musuh dari empat arah. Peperangan terjadi amat hebat.Satu sama lainnya saling
serang. Banyak prajurit yang mati,ada yang luka parah ada juga yang patah tulang kena
tombak. Karena kesaktian sang raja Sri Wisnu Gupta, semua musuh kalah,tak seorang
berani melawan.

Prajurit Kusambi bersorak kegirangan.suanya gemuruh, dibarengi oleh suara gambelan


yang riuh,bagaikan akan mebelah bumi. Setelah pertempuran aku pergi ketengah medan
pertempuran. Disana aku lihat banyak mayat bergelimpangan. Kucuran darah mengalir.
Aku meminum darah sesuka hati. Tapi ada sesuatu yang menjadi tujuanku belum aku
dapati,yakni yang mengeluarkan suara besar dalam pertempuran.Aku pergi kesana-
kemari untuk mencarinya. Akhirnya aku bisa mendapatkannya, yaitu benda yang besar
yang dibuang oleh prajurit yang berperang. Aku segera menggit, mengoyak-oyak sampai
robek. Aku keheranan karena didalamnya hanya lubang besar lagi kosong melongpong
tak ada isinya. Aku kira benda itu mempunyai daging banyak dan darah yang melimpah,
tapi baru ku perhatikan hanya sebuah kendang yang melompong. Oleh karena itu jangan
kamu takut akan suara yang besar. Contohnya seperti apa yang aku ceritakan tadi. Kalau
orang yang pemberani dan mersa diri perkasa tidak akan mersa takut menghadapi musuh
apalagi cuma baru mendengar suara yang besar.

Begitu kata sang Sembada menasehati prajuritnya. Para prajurit anjing hatinya senang
mendengar nasehat sang Sambada.Timbulah keberaniannya untuk menantang musuhnya
kembali. Sang prabu Singa melihat prajuritnya yang datang menghadap banyak yang luka
berceceran darah. Timbul dalam pikiran beliau,dari dulu tak ada musuh yang sehebat
ini,yang bisa mengalahkan prajuritku.,seraya berkata,” Sekarang aku akan
menghadapinya. Bagaimana rupa dan kesaktiannya”. Sang Singa segera berangkat,
bersama pengikutnya. Prajurit anjing melolong menyusup dalam hutan, Suaranya tak
putus-putus menggonggong.

Gunung tersa terbelah, hutan hancur karena terjangan sang singa yang diliputi amarah.
Binatang–binatang berlarian menyembunyikan diri. Sang Nandaka sudah habis
membersihkan diri dalam kolam yang airnya suci ening, Banyak bunga berwarna-warni,
menarik minat para kumbang untuk mengisap madunya. Tampak sang Nandaka
menikmati keindahan hutan,yang penuh dengan bermacam panorama Di bawah pohon
beringin yang rindang sang Nandaka berbaring berteduh,sambil mengunyah rumput yang
hijau. Mendengar suara anjing yang gemuruh Sang Nandaka bngun dari tempat
pembaringan lalu menoleh kanan kiri. Tampak para prajurit anjing datang. Sang Nandaka
segera mencari tempat perbukitan.Tanduknya yang tajam diasahnya pada
bebatuan,matanya memblalak merah,seperti keluar api yang akan membakar hutan. Para
prajurit anjing merasa ketakutan, semua mencari tempat berlindung dari serangan sang
Nandaka.Tak seekorpun yang berani mendekat, semuasaling menoleh temannya.Semua
berdiam tak ada yang bergerak maju,menunggu kedatangan sang Singa.

Raja hutan pun datang,jalannya lambat,karena terkejutmelihat binatang yang besar


berkulit hitam mengkilat,Hatinya juga merasa ketakutan,lalu berdiam di kejauhan seraya
bertanya,” hai kamu binatang yang besar,baru kali ini aku melihat binatang sepertimu?
Tidak ada seekor binatang yang berani masuk kedalam hutan yang berbahaya ini. Banyak
jurang yang dalam,gua yang lebar dan membahayakan.Aku adalah penguasa hutan ini,
namaku raja Singa. Siapakah nama tuan,dan dari mana? Sang Nandaka berkata,”Tuan
raja hutan , Saya bernama Sang Nandaka.Saya dijadikan anak oleh sang Aruna dan Sang
Surabi. Kedatangan saya kemari adalah untuk menikmatai keindahan dan mencari
makanan .” Sang Singa berkata dengan lemah lembut, ”Hai Tuan kalau demikian, tuan
adalah putra para dewata yang utama. Tuan adalah merupakan tunggangan dewa utama
yakni Bhatara Guru. Kalau demikian saya mohon dengan hormat ,kiranya tuan bisa
menjadi teman karib ku. Janganlah tuan cepat-cepat pergi dari sini. Silahkan tuan
menikmati makanan yang tuan inginkan.Saya bermaksud belajar dari tuan,semoga tuan
bisa menerma saya,sebagai murid tuan. Muah-mudahan dari tuntunan tuan saya bisa
mencapai kebahagian lahir batin.

Sang Nandaka menjawab,” Saya kira itu amat sulit bisa terjadi,karena tuan adalah
seorang raja yang berkuasa, penuh dengan kekayaan. Demikian juga tuan makan
daging,namun hamba makan rumput serta hamba binatang yang hina miskin tak
mempunyai kekayaan. Tapi kalau tuan kepingin berteman pada hamba, maafkan arta,
kama, tak bisa hamba persembahkan. Barangkali yang dapat hamba persembahkan adalah
dharma, isi dari ajaran suci, kalau hal itu yang tuanku hedaki dengan senang hati hamba
akan coba sampaikan. Semoga isi kitab sastra agama yang menjadi pegangan para
pandeta bisa membawa umatnya untuk mencapai kesejahtraan dunia dan akhirat
nanti.Hamba kira tuan sebagai seorang raja mengutamakan kesenangan indria,penuh
dengan harta yang bergelimpangan, serta kepurusan, kegagah beranian, tak tertandingi
oleh sesama,dan menguasai pengetahuan,demikian juga kerupawanan.Hal inilah yang
biasanya menimbulkan rasa,loba,murka, mabuk diri. Tuanku sang raja hutan, kekayaan,
kerupawnan, tidak akan dibawa mati.Tingkah laku yang baik atau buruklah yang akan
menuntun kita keduni sana. Itulah sebabnya orang yang bijak dharmal selalu
diperbuatnya.Menghindari pergaulan dengan orang jahat,karena orang demikian selalu
berbuat tidak benar,selalu berbuat dirsila,menyakiti dunia ini,dan pembunuhan,menghina
sang pandita.”

Amat senang hati sang Singa mendengar nasehat sang Nandaka,seperti air suci yang
menghanyutkan kotoran yang ada dalam pikirannya seraya berkata merendah, “Ya
tuanku Sang Nandaka ,seperti pohon yang kekeringan mendapat hujan hati saya
mendengar perkataan tuan. Saya harap tuan bisa melanjutkan tuntunan anda terhadap diri
hamba yang nista ini. Kalau anda pikirkan semua kata anda adalah baik,karena keluar
dari mulut orang suci seperti anda.yang penuh dengan ajaran dharma. Itu sebabnya
hamba harap anda bisa melebur dosa-dosa hamba yang telah namba perbuat, melepas
hamba dari neraka. Hamba menyerahkan diri sebagai siswa,untuk selalu diberi tuntunan
suci dari guru. Dari sekarang hamba tidak lagi memakan daging,membunuh sesama
mahluk, dan akan belajar makan rumput.”

Sang Nandaka berkata,” Kalau tuan memang mempunyai pikiran yang menjauhkan diri
dari perbuatan jahat,dan berusaha berbuat sesuai dengan ajaran dharma, mempelajari isi
sastra suci, hamba akan menuruti permintaan tuanku. Sang Singa amat senang hatinya
sebab telah diakui sebagai teman baik oleh sang Nandaka.Keduanya tiap hari selalu
melaksanakan tapa brata semadi, mempelajari isi kitab sastra agama, makan rumput
,alang-alang.Tidak masih melakukan pembunuhan atau makan daging. Para anjing
bersedih karena sang Singa sudah berubah perangainya,selalu bersama sang Nandaka
makan rumput maupun dedaunan.Anjin-anjing tidak bisa makan rumput mengikuti
tuannya. Oleh karena itu para anjing mengadakan pertemuan dibawah pohon yang
dipimpin oleh sang Sambada. Sang Tatit mengatakan pada sang Sambada,bahwa anjing-
anjing tidak mampu makan dedaunan, hingga sudah banyak anjing yang kelaparan.
Badannya sudah mulai kurus, tidak tahan menanggung kelaparan. Sambada lalu berkata,”
Haikamu Tatit dan anjing sekalian, perbuatan raja Singa tak beda dengan crita burung
atat/ kakak tua yang selalu turut dengan yang menemaninya. Sekarang saya akan
ceritakan padamu, dengarkanlah baik-baik.

Burung Kakak Tua

Ada sebuah kerajaan bernama Usinara,rajanya bernama Sri Adi Pati. Kerajaan beliau
aman , tak ada musuh yang berani mengusiknya. Hal ini diakibatkan oleh kesaktian dan
kepandaian beliau dalam memegang pemerintahan. Luas daerah kekuasaan beliau amat
luas. Di empat sisi kerajaan beliau djaga ketat oleh prajurit yang dipimpin oleh seorang
mentri.Para mentri itu sudah diberi surat lepercayaan untuk menjaga kedatangan musuh
dari luar.Adapun isi surat tersebut adalah bahwa sang mentri berempat tidak
diperkenankan menghadap ke puri. Ia harus tetap diam menjaga keutuhan/keamanan
negara.

Mungkin sudah takdir raja Sri Adi Pati berpulang. Beliau digantikan oleh putranya yang
bernama Sri Gajah Druma .Belaiu mempunyai empat punggawa yang masih muda-muda
yang haus dengan kedudukan yang tinggi,walaupun kemampuannya belum cukup. Ke
empat punggawanya itu amat disayangi oleh Sri Gajah Druma,apa permintaannya
dikabulkan oleh sang raja.Pada suatu ketika keempat punggawa itu memohon pada raja
untuk menggantikan empat mentri wreda yang sudah dari dulu membantu pemerintahan
sang raja. Permohonan keempat punggawa itu dikabulkan oleh sang raja. Keempat
punggawa itu pergi menghadap paramentri Wreda serta menyampaikan perintah raja
untuk menhadap ke Istana. Keempat mentri Wreda itu tidak mau menghadap
keistana,karena mereka tidak berani melanggar janji yang telah ditetapkan oleh raja Sri
Adi Pati yang telah meninggal dunia.
Mendengar hal itu Raja Gajah Druma amat marah,lalu mengutus kembali keempat
punggawa dengan disertai surat perintah sang raja. Masing-masing punggawa itu telah
mengahadap pada masing mentri dengan menyerahkan surat perintah raja. Setelah para
mentri membaca isi surat printah itu,mereka berempat mempunyai tekad yang bulat untuk
tetap setia mengikuti sumpah yang pernah diucapkan pada sang Raja yang telah
meninggal. Para mentri berkata,” Tuanku, sampaikan pada sang raja,saya tidak akan
menghadp sang raja,karena saya tidak berani melanggar sumpah yang telah kami ucapkan
pada sang raja yang telah meninggal. Dulu Raja dewata memerintahkan saya, tidak boleh
meninggalgalkan tempat ini,demi menjaga keutuhan kerajaan.ini. Bukannya kami
mnentang preintah beliau tapi karena kami harus menjaga perintah ayah beliau yang
memberi kami surat perintah waktu lalu, yang melarang kami menghadap keistana.Untuk
membuktikan kesetian kami pada raja Sri Gajah Druma,tolong samapikan surat ini pada
belaiu beserta kepala kami” Demikian pesan Mantri Wreda lalu pergi mensucikan diri
serta mengadakan semadi,mohon diberi jalan kebenaran. Setlah itu Mentri Wreda
Memotong lehernya seraya diserahkan pada para punggawa itu.Para punggawa segera
kembali dengan membawa surat dan kepala mentri wreda.Hatinya suka karena akan
segera bisa menjadi mentri..

Keempat punggawa itu datang bersamaan dihadapan sang raja seraya menghaturkan surat
dan kepala mentri wreda kepada raja Sri Gajah Druma, beserta harta benda kekayaan para
mentri,seraya isti dan anak-anak mentri yang telah meninggal. Raja Gajah Druma amat
sedih melihat hal itu,apalagi setelah membaca surat wasiat ayahanda sang prabu Sri Adi
Pati yang baru saja disampaikan oleh para punggawa beliau.Raja Gajah Druma amal
menyesal, karena mengabulkan permintaan para punggawa muda yang serakah itu.Beliau
merasakan bagaimana setia para mentri wreda melaksanakan tugas yang telah ditetapkan
oleh leluhur beliau. Tapi apa hendak dikata nasi sudah jadi bubur.

Setelah beberapa bulan raja Sri Gajah Druma menjalankan pemerintahan dibantu oleh
para mentri muda, kerajaan belaiu didatangi musuh dari luar. Para mentri muda kerajaan
tidak bisa menahan serangan musuh tersebut. Para prajurit semua berlarian
menyembunyikan diri,untuk menghindari serangan musuh. Banyak yang menemui
ajalnya,sisanya masuk kedalam hutan .Demikian juga Sri Gajah Druma turut masuk
kedalam hutan,meninggalkan kerajaan. Tibalah beliau dalam hutan yang lebat, penuh
dengan semak belukar menumbuhi jurng dan lereng gunung. Raja Gajah Druma merasa
kepayahan lalu duduk di bawah pohon yang rindang. Beliau melepaskan lelah dengan
menyandarkan dirinya di batang pohon Waktu itu tampak olehnya seekor burung kakak
tua kepunyaan seorang pemburu.Burung kakak tua itu bersuara tidak henti hentinya. “
Buru ,kejar terus! Ini ia sembunyi disini. Cepat tangkap,bunuh.” Raja gajah Druma
maupun pengikutnya amat takut mendengar suara burung kakak tua yang kasar itu.
RajaDruma segera lari menuju hutan yang lain,jurang kali yang membahayakan banyak
dilalui.Sampailah ia di sebuah asrama lalu beliau berhenti. Baru saja beliau akan
duduk,dilihatnya burung kakak tua bergantung diserambi asrama.Raja Gajah Druma
tengkejut,lalu melangkah keluar.Burung kaka tua itu cepat berkata,”Tuanku
Raja,tunggulah sebentar! Sang Pendeta yang empunya asrama ini masih sedang ada di
dalam. Silahkan tunggu, Tuanku jangan mersa cemas. Beliau sudah mau datang
menjemput tuan,dengan menghaturkan sajian.

Tak lama datanglah para pertapa membawa tempat air suci pembasuh kaki ,beserta buah-
buahan sebagai serana penyambutn sang raja. Raja Gajah Druma amat senang hatinya
menerima suguhan para pertapa itu seraya menceritakan kedatangan beliau ke asrama
,karena kerajaan beliau dikalahkan musuh. Raja Gajah Druma juga menanyakan perihal
burung kakak tua yang ditemui dalam hutan berbeda dengan burung kakak tua yang
dipelihara di pasraman. Burung kakak tua berkata manis,” Tuanku dengarkanlah dengan
baik.Burung yang tuanku temui dalam hutan tadi,berbeda dengan diri hamba yang
dipelihara oleh sang pendeta suci.Tiap hari hamba mendengarkan weda sruti,tutur utama
yang selalu dipelajari.tapi burung kakak tua yang ada dalam hutan kepunyaan pemburu,ia
selalu mendengarkan kata-kata yang keras dan kasar,itulah yang mempengaruhi
dirinya.Ia akan selalu mniru apa yang didengarnya dan dilihatnya.

Demikian juga tuanku raja yang percaya pada katakata empat punggawa yang
serakah,yang hanya menginginkan kedudukan yang tinggi dengan tidak melihat
kemampuannya untuk menata keutuhan negara. Demikian juga tidak tahu membedakan
perbuatan/tindakan masyarakat yang baik atau buruk. Beginilah hasilnya seperti apa yang
tuan rasakan sekarang. Tak ada guna kekayaan dan keindahan istana tuan. Demikian
juaga peri laku sang prabu singa,yang selalu ikut dengan sang Nandaka,ikut makan
rumput,Tapi kamu jangan sedih. Sekarang saya akan mencari daya upaya,supaya ia
berdua berpisah berteman. Demikianlah cerita Sang Sambada pada para anjing.

ANGSA DENGAN EMPAS

Sang Sambada lalu meninggalkan anjing-anjing itu seraya berjalan mencari sang
Nandaka. Kebetulan sang nandaka sudah selesai mandi membersihkan diri lalu pergi
kebawah pohon kroya yang besar dan berdaun rindang.Di sanalah sang Nandaka tidur-
tiduran diatas gundukan tanah, sambil memuja hyang. Tatkala itu datanglah sang
Sambada menghadap dengan hormat. Sang Nandaka segera menyapa,”Siapa
namamu,dan apa tujuanmu datang?” Ken Sambada berkata manis,” Ya tuanku sang
pendeta suci,putra sang Surabi, yang amat berguna menjadi tunggangan Betara Siwa.
Tuan sudah tersohor didunia menjalankan darma thu dengan isi ajaran kitab suci. Tuanku
amat sayang dan mengasihi segala yang ada dalam kesengsaraan. Menjalankan dharma
sesui dengan isi kitab suci. Adapun ujuan hamba datang,ingin tahu kesetian tuanku
berteman dengan raja Singa.

Kenyataannya kebaikan dan kesetiaan tuanku berdua tk bisa hamba ceritakan akan
keakrabannya. Hal ini tampak dari kedamaian dalam hutan ini,demikian juga dari
ketenaran tuanku berdua,baik dalam kebajik dan kebijakan tuan berdua menjalankan
pemerintahan. Demikian juga tidak ada kekurangan makanan dan minuman. Hamba
mohon belas kasihan tuanku untuk menjadi hamba yang bodoh,murid tuanku,semoga
hamba bisa mencapai kebahagian lahir batin.Iratu seorang yang suci dan bijak akan dapat
menghilangkan kepapaan dan kenistaan. Kalau hamba umpamakan tuanku emas
manik,walaupun ia berada dalam lumpur akan tetap dibilang emas manik,Demikian
tuanku yang bijaksana walaupun tuanku bergaul dengan hamba yang nista ini ,akan tetap
bijaksana juga. Tuanku bertujuan untuk melaksanakan dharma ,kebenaran demi
tercapainya kebahagian dunia nyata maupun akhirat nantinya.Sangat berbeda dengan
tujuan orang bodoh,hanya mementingkan kebahagian sekala/dunia nyata ini,dan lupa
akan baik buruk yang akan datang,sebab di liputi oleh kemarahan /kebencian saja. Seperti
Critanya sang Empas jatuh,yang disebabkan rasa benci dan marah,lupa dengan menggigit
kayu,mendengar ejekan anjing. Benar sekali ucapan orang bijaksana,sudah banyak orang
yang mendapat bencana karena tidak bisa mengekang rasa marah dan benci,malah bisa
menyebabkan kematian. SDang Nandaka menyuruh sang Sang Sambada melanjutkan
ceritranya. Sang Sambada lalu becrita sesuai dengan permintaan sang Nandaka.

Ada dua ekor empas yang hidup di dalam kolam yang airnya amat bening. Bunga tunjung
berwarna-warni sedang mekar menghiasi kolam Kumudawati itu.Empas laki bernama
Durbhudi dan yang perempuan bernama Nikecapa. Berdua selalu bergirang berenang
mencari makanan dalam kolam yang indah itu.Selain itu ada dua ekor angsa yang selalu
juga bermain dan mencari makanan dipinggir kolam itu. Angsa yang laki bernama
Cakrengga dan yang perempuan Cakrenggi. Keduanya selalu bersenang di kolam itu
menikmati keindahan kolam yang indah penuh dengan makanan. Angsa dan Empas itu
sudah akrab satu sama lainnya,karena dari dulu sudah berada dalam kolam itu. Sudah
lama binatang itu menikmati keindahan dan mencari makan disana, Datanglah musin
lering.Hujan sudah tak pernah turun,mengakibatkan air kolam itu semakin surut.

Angsa berpikir tak lama lagi air kolam itu akan kering. Dengan perasaan sedih ia berkata
pada Empas,”Kamu Empas berdua,maafkan saya, karena saya mau meninggalkan kamu
disini. Saya akan kembali keatas gunung Imawan. Di sana ada kolam yang dalam dan
luas,airnya jernih bernama kolam bernama Manasara Kolam itu tidak bisa kering
walaupn pada musim kering seperti ini. Itulah yang akan aku tuju,karena hidupku
tergantung dari air.Janganlah bersedih, semoga ada umur panjang kita bisa berjumpa
lagi.” Si Durbudi menangis seraya berkata,” Temanku Angsa yang baik hati,tegakah tuan
meninggalkan kami berdua disini?,hanya mementingkan diri sendiri. Tuan tidak
memperhatikan kesedihan orang lain seperti kami ini. Kami juga hidup dan mencari
makan diair,itulah sebabnya sudilah tuan turut mengajak kami. Semoga kami bisa
selamat berkat teman yang budiman. Sang Angsa berkata,”Saya mempunyai akal baik, di
tengah-tengah kayu ini kamu gigit berdua,kami akan menggigit ujung-ujungnya bersama
istri saya. Saya akan bawa kamu ketempat yang jauh. Apa yang kamu lihat dan apa yang
kamu dengar dalam perjalannan, kamu harus diam,tak boleh bebicara. Kamu tidak boleh
menolak perintah saya. Kalau kamu melanggar kamu tak akan luput dari kematian.” Hati
sang Empas suka-cita mendengar kata-kata sang Angsa.Setelah siap mereka mulai
terbang,semakin lama semakin tinggi menuju kolam Manasara. Sudah jauh ia terbang
samapilah ia di suatu daerah bernama Wilajanggala,tegal yang luas .
Di sana ada anjing laki perempuan,berbaring dibawah pohon Janggar Ulam.yang laki
bernama I angsang dan yang perempuan bernama ni Wangsing. Sudah dari tadi pagi ia
mencari makanan,tapi tidak dapat sedikitpun.Perutnya lapar ,tak makan minum
setetespun. Sa,apai payah ia bejalan kesana kemari.Ia lalu memutuskan untuk berteduh
sambil menyusui anaknya. Baru ia melihat keatas ni Wangsing tercengang melihat dua
Ansa menerbangkan benda yang aneh. Ni Wangsing lalu berkata pada lakinya,” Kak
Angsang coba lihat ke atas ada dua ekor angsa menerbangkan empas,menuju kemana ia
itu?” “Ah itu bukan empas. Itu adalah kotoran sapi yang busuk,yang penuh dengan ulat.
Itu oleh-oleh untuk makanan anaknya.” Begitu kata si Angsang.

Sang Empas amat marah mendengar kata-kata si Angsang,karena ia dikatakan kotoran


sapi busuk.Mulutnya gemetaran terbuka,lalu jatuh ketanah.Itulah hasil orang yang tak
mau mengikuti petuah kebenaran,dan yang selalu diliputi oleh rasa marah dan
kedengkian. Si Angsang dan ni Wangsing amat girang, demikian juga anak-anaknya.
Hatinya senang karena ejekannya berhasil.Sekeluarga anjing itu makan bangkai Empas
dengan lahap. Demikianlah Ratu pendeta Nandaka,orang yng tidak mau mengikuti kata-
kata teman dan selalu diselimuti rasa amarah dan kedengkian, akan mendapat kecelakaan
malah bisa kematian. Seperti halnya persahabatan i Titih dengan i Tuma yang
mengakibatkan kematiannya. Saya berharap persabatan tuanku dengan Sang Singa yang
berhati busuk tidak demikian. Sang Nandaka berkata,” Nah Coba kamu ceritakan
bagaimana persahabatan Tuma dan sang Titih,supaya saya jelas tahu.!”

Sang Titih dan Sang Tuma

Sang Sambada lanjut bercerita, “Dengarkanlah tuanku sang pendeta!. Jaman dulu ada
seekor Tuma bernama Siasada, Ia selalu tinggal pada kasur sang raja. Tempat itu amat
rahasia berdekatan dengan bantal sang raja. Selain Sang Tuma ada juga sang Titih yang
bernama Candila.Ia berdiam diantara dinding balai-balai. Sang Candila amat kagum
meliha sang Siasada amat gemuk. Sang Candila segera mendekati sang Siasada seraya
bertanya dengan sangat hormat, mukanya sedih ,berkata memuji,”Tuanku kedatangan
saya, tidak lain ingin memperkenalkan diri..Saya bernama sang Candila,tempat saya ada
diantara dinding dekat dengan kepala sang raja. Saya selalu kelapran,kekurangan
makanan.jarang mendapat makanan. Itulah sebabnya badan saya kurus kering.

Saya tidak pernah puas menikmati makanan. Baru saja saya ingin mengisap darah, orang-
orang yang bersandar di dinding itu,cepatan ia terkejut lalu bangun seraya pergi dari
situ.Sedih hati saya,kalau tuan tidak menolong saya,yng kesakitan. Saya amat kagum
melihat badan tuan yang gemuk,berwibawa.Sudah jelas tuan tidak kekurangan makanan.
Semoga tuan suka menjadikan saya siswa tuan.Saya selalu akan berbakti dan mengikuti
perintah tuan.” Sang Siasada kasihan mendengar permohonan sang Candila,” Aduh dewa
sang Candila amat senang saya bersabat denganmu. Jangan takut kekurangan makan.!
Namun kamu harus kuat menunggu, meniru dan mengikuti perbuatanku.Jangan berbuat
tamak/loba memuaskan hawa nafsu. Perhatikan dengan baik ,cari waktu beliau sudah
lelap tertidur,bila belum lelap lebih baik kamu menunggu. Lebih baik tidak makan
dibandingkan kamu menggigit sebelum ia tertidur lelap. Nasehat ini patut kamu ikuti
,kalau sudah demikian jelas kamu akan selamat. Walau banyak punya kekayaan dan
makanan yang berlimpah,kalau loba iri hati itu tak bisa dibendung, semua itu tak lama
bisa dinikmati, seperti burung cangak mati di taman Kumudasari. Sang Candila ingin
mendengarkan cerita burung itu,lalu menyuruh Siasada (Tuma) menceritakan burung
Cangak tersebut.

Burung Cangak Mati karena Loba

Siasada (Tuma)lalu berceritra sebagai berikut. Ada sebuah kolam yang indah,airnya
jernih. Ikannya berwarna-warni,berkeliran dalam air. Ada yang yang berteduh di bawah
daun tunjung (padma) biru yang bunganya sedang mekar. Pinggirnya amat
mempesona,yang ditumbuhi bermacam bunga .Baunya semerbak mewangi. Kumbangnya
beterbangan mengisap adu. Ada juga tumbuhan yang sedang berbuah dengan
lebatnya.Bangsa burung banyak yang betengger didahannya, bersuara kegirangan. Seperti
orang berkumpul untuk belajar mencari ilmu. Diantara burung-burung itu ada burung
Cangak yang amat durhaka dan loba. Ia telah mengetahui bagaimana kehidupan ikan-ikan
di kolam itu. Ia telah banyak memangsa ikan disana,oleh karenanya para ikan tidak
berani mendekat padanya. Untuk itu burung Cangak lalu mencari daya upaya. Ia merubah
sikapnya seperti orang yang bijaksana, memakai anting-anting, ganitri,maketu,berslimut
putihsebagai seorang pendeta.

Setiap hari selalu melaksanakan tapa brata dan semadi.berjalanpun ia pelan dan hati-hati,
Ia lalu berdiri dipinggir kolam bertengger diatas pohon Sindura, ditempuh ombak air
telaga.pandangan matanya seperti orang yang sedang melakukan pemujaan. Sepertinya ia
sedang melakukan ajaran tatwa utama,suaranya tak karuan.Menghaturkan weda sruti
pada hyang Surya. Ikan-ikan yang berenang didepannya tak dihiraukannya. Sudah
beberapa hari burung Cangak itu berbuat demikian lalu, ikan –ikan dalam kolm itu
semakin berani berenang menghampiri burung Cangak, namun sang Cangak tetap tak
menyakiti ikan itu .Ikan –ikan itu lalu bertanya pada burung Cangak itu.” Mengapa
sekarang tuan sangat berubah,tida lagi garang memakan ikan. Tingkah laku tuan seperti
orang sadu” Sang Cangak berkata manis,” Saya sekarang tidak lagi,melakukan
pembunuhan .Saya sudah melakukan yang disebut “Trikaya” berpikir,berkata dan berbuat
yang baik.Sekarang aku telah mensucikan diri (madiksa) sebagai sorang pendeta.Ingin
menghilangkan perbuatan jahat,dan menghilangkan dosa yang telah ku lakukan dahulu.
Aku ingin berbuat yang benar yang telah digariskan dalam ajaran kitab suci.”

Ikan-ikan dalam kolam itu semua senang mendengarknnya,seraya berkata,”Kami amat


berbahagia,semoga ratu pendeta rela memberi ajaran pada kami sekalian,sehingga kami
bisa jadi mahluk yang baik. Kami siap untuk berguru pada sang pendeta,yang akan saya
mintai petunjuk untuk menuju jalan yang benar. Pranda Baka (cangak) tersenyum lalu
berkata,” Kamu tak usah sedih, saya akan memberitahu kamu perbuatan yang
benar.Tujuannya untuk mencapai kebahagian sekala dan niskala. Kamu harus benar-
benar ingat akan baik buruk, selalu setia pada guru,selalu memegang dharma, Itu yang
akan dipakai untuk mengurangi pengaruh buruk panca wisaya (panca indra). Kalau
demikian jelas kamu akan bisa mendapatkan yang disebut “rua bineda”,untuk mencapai
apa yang kamu inginkan. Itulah yang patut kamu lakukan sehari-hari.Satukan pikiran,
jangan ragu.”Para ikan semua senang dan bersedia mengikuti perinatah sang Pendeka
Baka.

Entah berapa lamanya Sang Baka berteman akrab dengan ikan-ikan itu. Semua ikan tidak
mempunyai perasaancuriga,karena percaya pada Sang Cangak benar –benar dharma.
Ikan-ikan dalam kolam selalu menikmati kebahagian tak merasakan ada bahaya yang
akan menimpa dirinya. Lama kelamaan ikan itu semakin banyak. Selalu gembira
berenang menikmati keindahan kolam. Sang Baka amat senang karena akal mulusnya
telah berhasil. Pada suatu ketika ia berdiam diatas tumbuhan Sindura,seraya menangis
tersedu-sedu. Ia kelihatannya bersedih menundukkan wajahnya.Seua ikan yang
melihatnya terkejut,mendengar isak tangisnya Sang Baka. Semua tertunduk menghormat
menghadap.Sang Baka tetap menangis tersedu, air matanya meleleh membasahi
pipinya,seraya berkata terputus-putus,” Aku amat bersedih melihat kamu sekalian.Belum
berapa lama kamu mersakan kegembiraan,menikmati makanan di kolam ini, bersama
sanak keluargamu.Amat senang saya melihat keadaanmu bergembira bersama
keluargamu. Tadi saya mendengar kabar, penangkap ikan sudah sepakat, akan datang
kemari untuk mencari ikan.Ada yang membawa ,jarring.pancing, malah ada yang sudah
siap racun. Ia akan datang kemari tiga hari lagi,dengan lengkap bekal nasi,tuak. Itulah
yang menjadi pemikiran saya.apalagi melihat kamu menggelepar waktu dibakar. Sanak
keluargamu semua akan mati kena racun. Kasihan kamu akan habis semua,yang
mengakibatkan persabatan kita tidak bisa berlanjut.Saya sangat bersedih, karena tidak
bisa menindungi teman yang dalam kesusahan. Itulah yang menyebabkan hatiku
bersedih,apa yang harus kulakukan.?”

Ikan-ikan pikirannya kacau, hatinya sedih semua ketakutan akan kedatangan kematian.”
Ratu Pendeta, tolonglah saya,dari maut. Tidak ada yang bisa membantu kami kecuali
sang pendeta. Pendeta sebagai kehidupan hamba.” Sang Baka semakin gembira
mendengar kata-kata ikan itu. Seraya berkata,”Kamu ikan semua,kalau kamu ingin
selamat hidup, ada akalku. Waktu dulu ada sebuah telaga yang besar airnya
bening,bernama Andawana. Telaga itu adalah telaga Hyang Rudra yangamat indah,tak
ada yang menyamai.Tidak ada manusia yang menyentuh airnya. Semua ikan yang hidup
disana tidak bia dimakan oleh siapaun.Kalau kamu ingin hidup saya akan membawa
kamu kesana.Nanti kalau sudah sampai, disana tidak ada lagi bahaya yang datang. Saya
berjanji dan bersumaph,kalau saya tidak setia pada perkataanku,aku sanggup menerima
semua pahalanya.Ikan-ikan di kolam itu amat percaya dan tertarik hatinya mendengar
kata sang Cangak. Ikan yang memang bodoh tidak tahu dirinya diolok-olok,segera
mempecayainya. Semua mintak supaya cepat diajak ke kolam Andawana kepunyaan
Hyang Rudra. Lalu burung Cangak segera membawa dengan menggigit,dan memegang
dengan jari kakinya. Sang Baka terbang keudara menuju keatas gunung. Disana ada
sebuah batu hitam yang datar dan luas. Disanalah tempatnya ia memakan ikan tiap hari.

Entah berapa lamanya Sang Baka membawa ikan-ikan kepuncak gunung dan
memakannya. Hampir punahlah ikan dalam kolam Kumudasara,namun masih tampak
seekor ketam diam diantara bebatuan ditepi kolam. Sang ketam sudah menduga sang
Cangak adalah-&#&# burung yang mempunyai sifat loba,tamak dan rakus.Iapun segera
menghampiri sang Cangak,memohon supaya turut diajak ketempat temannya. Pendeta
Baka ( Cangak) menurutinya. Sang Ketam (yuyu) sudah berglayutan di leher sang Baka.
Sang Baka segera terbang menuju gunung tempatnya memakan ikan-ikan tersebut.
Setelah sampai di atas gunung ,sang Ketam menoleh ke bawah.Dilihatnya tulang
belulang ikan berserakan di atas batu. Sang ketam semakin percaya akan kejahatan sang
Baka.” Wah disini temanku kau makan.Kamu amat durhaka kepada teman.Suaramu
manis tapi kenyataannya kamu jahat”Demikian bisikan hati sang Ketam seraya menjepit
leher sang Baka. “Jangan kamu turunkan saya disini,bawa saya kembali kekolam
Kumudasara. Kalau tidak nyawamu akan melayang.” Sang Baka amat malu karena akal
bulusnya ketahuan. Sang Baka menangis tersedu,hatinya gelisah,rupanya pucat pasi
menunduk.” Maafkan saya,karena perbuatanku salah. Sekarang saya akan menerbangkan
tuan ke Kumudasra. Jangan tuanku marah,ampunilah nyawaku” Sang Baka lalu terbang
membawa sang Yuyu ke tempat semula. Tidak lama di jalan sang Baka sudah sampai
ditempatnya semul,lalu berkta,” Tuanku sang Yuyu lepaskanlah jepitan tuan dari
leherku!” Sang Ketam malah menjepit lebih keras,sampai lehernya putus. Demikianlah
hasil perbuatan tidak setia pada teman karib. Tidak lama bisa menikmati
kebahagian,sebab hyang kala akan datang menjemput untuk dibawa kelembah
kenerakaan di Yamaloka. Begitulah critanya sang Tuma .

Sang Titih amat senang mendengarkan. Berdua lalu beteman karib, kemana-mana selalu
bersama. Pada suatu hari sang Prabu merebahkan dirinya diatas kasur yang empuk. Sang
titih senang hatinya mendapat kesempatan yang bagus. Iapun bergegas untuk mengisap
darah sang prabu.Hatinya amat tertarik melihat paha sang prabu putih langsat. Baru ia
akan menggigit paha sang prabu,sang Tuma segera memberi nasehat.” Hai teman Sang
Titih,jangan tergesa-gesa menggigitnya. Nanti malam sesudah beliau tidur lelap,waktu itu
baru kamu boleh menggigitnya.” Sang Titih tak bisa mengendalikan indryanya, sehingga
ia tak mengikuti nasehat temannya. Ia segera menggigitnya, mengisap darah. Sang Prabu
terkejut dan segra bangun, seraya memerintahkan abdinya untuk mencari apa yang
menggigit beliau. Sang Titih lari menuju dinding dan sembunyi diantara lepitan
dinding.Sang Tuma laki perempuan didapati di lepitan kasur,lalu segera
dibunuh.Demikian juga sang Titih mati terpijit didinding.

“Nah demikianlah tidak ada gunanya belas ksih pada seseorang kalau yang dikasihi tidak
bisa menerimanya.Demikian kata sang prabu Singa kepada hamba. Beliau juga amat
menyesal karena telah terlanjur berteman pada tuanku sang Nandaka. Beliu merasakan
dirinya seperti hancurnya manuk mangsa (burung pemakan daging) ,karena ulah burung
Tuu-tuu. Baiklah tuan akan kuceritakan!” Demikian kata sang Sambada, lalu bercerita.

Hancurnya Manuk Mangsa karena Burung Tuu-Tuu

Adalah keluarga burung Manuk mangsa, seperti sebuah kerajaan. Yang menjadi raja
waktu itu adalah burung bangau,bernama Prabhu Malatunda.Ia banyak mempunyai
pengikut,semua burung bangau yang bertempat di sungai. Yang menjadi patih burung
kokokan, bernama Kalawana. Yang menjadi patih dharma burung Cangak.Semua merasa
senang,tak ada yang berbuat jahat maupun yang menyusahkan sang prabhu.
Waktu pemerintahan sang prabu Malatunda, kerajaannya semakin bagus. Keturnannya
semakin banyak. Waktu pagi laki perempuan bersama pergi mencari makanan,ke
sungai.Ada yang diam bersembunyi dipinggir, menatikan ikan yang datang mencari
makanan. Yang lain ada yang pergi kesawah mencari lindung.Sesudah sore bersama
kembali ketempatnya. Anak-anaknya menjemput kedatangan orang tuanya sambil
mengeluarkan suara ramai. 

Sang Malatuda sedang mengadakan pertemuan,diikuti oleh para punggawa mentri dan
para patih. Mereka duduk tertib berjajar sesuai dengan kedudukannya masing-
masing.Penuh burung-burung becakap-cakap,ada yang menari,ada yang bernyanyi.Ratu
Malatunda berkata,”Beberapa waktu lalu aku pergi kesebuah tempat diselatan. Disana
aku lihat seekor burung yang menarik hati, rupanya bagus,tinggi tegap,bulunya
banyak,menari diatas pohon bila. Ekornya berwarna indah gemerlapan menyilaukan
mata, diterpa sinar matahari. Aku heran melihatnya,orang mengatakan burung itu
bernama burung merak. Tukang nyanyinya (sendon) bersuara indah enak didengar. Ia
banyak mengetahui isi kitab suci. Burung itu namanya Anyabrata. Nanti kalau kamu
temui,suruh ia datang kemari menghadap padaku. Hatiku tertarik mendengar
nyanyiannya itu. Nah kalau ia sudah datang kita akan menari bersama. Ken Kalawana
tersenyum berkata,” Lebih baik kita bersiap dari sekarang, Coba kidungkan denan keras!
Tarian Burung Dirakanta menarik perhatian para burung lainnya ,karena ia adalah teman
baik burung merak.Tarinya cocok dengan gerak kakinya yang panjang. Malu saya kalau
gerak tari saya tidak sama dengan burung merak,karena ia temanku dari dulu. Burung
Cangak berkata,” Saya juga sudah sering belajar pada burung Merak,tapi sampai
sekarang tidak bisa menirunya. Mungkin karena aku tak berbakat menari. Apa lagi
dengan belajar,walaupun anak sendiri belum tentu bisa meniru semua tingkah laku
bapaknya,sebab lain kepala lain bulu. Ada orang pandai mempunyai anak bodoh,ada
orang bodoh punya anak pandai,Begitulah hidup didunia ini. Burung yang lain berkata,”
Baiklah sekarang kita lagi menari!” Semuamenari melengang-lenggok,ada yang
menabuh. Prabu Malatunda juga ikut menari. Gerak tarinya seperti gerak orang
tua,goyang kanan keri, sama sekali tidak menarik. Burung Pecuk berkata,”Nah ini baru
bagus,cocok dengan tarinya burung merak,tapi ada bedanya sedikit. Kalau burung merak
berwibawa, tegap, bulunya banyak.Kalau Sri Malatunda Bulunya jarang,mulutnya besar
dan panjang. Walaupun demikian Sri Malatunda tetap lebih bagus,karena mulut besar dan
panjang untuk mncotok mangsanya”. Semua burung tertawa terbahak-bahak. Begitulah
keadaan di keraton Malatunda selalu bergembira, karena tempatnya pada sebuah pohon
kepuh yang besar dan tinggi, seperti akan menyentuh langit, sulit orang
mengganggunya,untuk menangkap atau menjaringnya. Cabangnya banyak dan rimbun,
dipenuhi tumbuhan merambat. Tempatnya pada tanah yang luas, di daerah
Rambutkedung.

Ada dua ekor burung Tuu-tuu,laki perempuan.Yang laki bernama sang Prada,dan yang
perempuan bernama ni Subani. Kedua burung itu sedang menderita kesedihan,karena tiap
ia bertelur ada yang mencurinya. Itulah sebabnya ia pergi mengembara mencari kayu
besar untuk tempat bertelur. Pada suatu ketika sampailah ia pada tempat yang berbahaya
menakutkan. Isana dilihatnya seorang penjudi sabungan ayam,bernama I Malinasraya.
Badannya kurus kering,nafasnya terengah-engah karena sering sakit. Berjalan menuju
tempat sabungan ayam, dengan harapan ia bisa berjumpa dengan temannya. Baru saja
beberapa meter ia berjalan perutnya terasa sakit, jalannya sempoyongan lalu
roboh.terkapar ditanah.Nafasnya terengah-engah. Tiba-tiba datanglah dua burung gagak
laki perepuan,yang laki bernama Ken Durawarsa,yang permpuan bernama Ni Bramita.
Keduanya ingin memangsa I Malinasraya. Kejadian itu dilihat oleh I Anyabrata, seraya
segra mendekati dan berkata,”Hai kamu burung Gagak jangan berbuat tak baik
mencocoknya,Banyak yang lain bisa dimakan. Kalau kamu ingin makan,itu ada orang
perempuan menjunjung bakul. Tidak lama lagi,sesudah sampai dijurang itu ia akan mati.
Sang Gagak, ketawa saraya berkata,” bohong sekali bicaramu, coba lihat! Jalannya masih
kuat,tidak mungkin akan mati.” “ih gagak bodoh apa yang kamu pakai taruhan? Kalau
aku kalah aku berani menjadi budakmu” Demikian kata Burung Tuu-tuu.. Burung Gagak
menantang ,” Aku berani setiap kamu berterlur aku akan mengeram telurmu. Hal ini akan
kulakukan sampai anak cucuku kemudian.. Tak lama kemudian perempuan yang
menjungjung bakul itupun mati,dibunuh oleh perampok.Barang daganganya berupa mas
perak semua diambil. Burung Gagak senang memangsa mayat pedagang itu.

Burung Tuu-tuu lalu melanjutkan perjalananya. Sampai di Rabutkedung ,dilihatnya


pohonkepuh yang besar dan tinggi, tempat raja Malatunda. Si Anyabrata masuk dengan
perlahan-lahan, I Jangkung penjaga pintu kerajaan bertanya,”Tuan dari mana.Apa tujuan
tuan kemari? Siapa nama tuan ? Kelihatannya tuan sedang kesusahan bersama istri.” Si
Anyabrata lalu berkata,”Betul seperti pertanyaan tuan.Saya bernama Sang Prada,selalu
kesedihan.Sebabnya saya datang kemari, karena kagum melihat,keindahan kerajaan ini.
Siapa yang menjadi raja di kerajaan ini? Saya sangat mengharap pertolongan tuan untuk
menyampaikan pada Sang Prabu akan kedatangan saya. Saya mau mengabdi pada sang
raja.” Burung Jangkung berkata,”Supaya tuan tahu yang menjadi raja disini bernama
Malatunda. Tuan jelas akan ditrima,karena beliau dari dulu mengharap kedatangan tuan.
Tuan sudah terkenal disini pandai dalam menyanyikan isi dari kitab sastra suci. Ditambah
dengan suara tuan yang manis manwan. Tunggulah disini.saya akan sampaikan ke istana.
Burung Jangkung menghadap pada Sri Malatunda,yang sedang duduk bersanding dengan
istrinya Dewi Tunggali,yang kebetulan hamil. Roman mukanya agak pucat seperti bunga
mawar layu seraya berkata,” Ratu Prabu,saya ingin bercengkerma ke sawah yang
luas,ingin makan lindung”.Sang Malatunda berkata manis,” Adikku manis, disawah
sekarang musim padi menguning.Lebih baik kita pergi kesungai pingitan prabu
Kusambinagara.Disana sangat indah menawan. Sungainya lebar,airnya jernih,suci.
Disana da bermacam ikan,dan disisinya banyak glagah yang subur. Banyak ada burung
manyar bersarang,tapi ia tidak memperhatikan ikan yang berenang dipinggir parangan.
Banyak parangan besar diselimuti oleh lumut. Gangganya hidup berkelompok menghiasi
keindahan sungai itu.Ikannya berkumpul-kumpul menuju goa parangan dipinggir
sungai,tempat burung bangau menunggu kedatangan ikan.” NiTunggali hatinya amat
senang mendengarnya, seraya berkata,” Baiklah besok pagi kita berangkat kesana!”

Pada waktu itu datang Sang Jangkung ,menunduk menghormat. Prabu Malatunda
berkata,” Hai Jangkung mengapa kamu datang?” Jangkung berkata,Maaf tuanku raja,
Burung Tuu-tuu sudah datang, bermaksud menghadap tuanku raja “ Sang Prabu
Malatunda segera keluar.Hatinya amat girang setelah melihat burung Tuu-tuu
datang.”Uduh kamu si Anyabrata, kalau kamu betul-betul cinta,aku mengharap kamu
mau tetap tinggal disini.Kamu memerintahkan semua burung yang ada disini. Mari
bersuka ria dengan menyanyi. Para burung datang menari bersama-sama. Burung Tuu-tuu
bernyanyi.Suaranya manis lembut.Semua burung tercengang mendengarkan, seraya
memuji. Bersama mendekati si Anyabrata, Demikian juga sang Prabu Malatunda tidak
mau ketinggalan. Lama kelamaan semakin bertambah kasih sayang para burung
pemangsa itu pada burung Tuu-tuu. Pagi-pagi para burung pemangsa beterbangan pergi
menuju sawah, sungai dan ada juga kelaut. Semua bersuka ria mencari ikan . Namun sang
Tuu-tuu tidak ikut,ia pergi menuju pohon bingin dan Ambulu (semacam pohon para ).
Sudah sore mereka pulang membawa ikan untuk anaknya,tapi burung Tuu-tuu membawa
biji bringin,atau ambulu. Itu dipakai untuk menghidupi anaknya. Biji beringin maupun
Ambulu tumbuh pada cabang pohon kepuh.Lama kelamaan beringin itu tumbuh
subur,akarnya banyak bergantungan sampai ketanah.

Adalah seorang putra raja ,dari negara Madura pergi bercengkerma kedalam
hutan.Rombongan beliau melalui daerah Rabutkedung. Sampai disana rombongan
berhenti di bawah pohon Kepuh yang rindang,seraya membuat tempat diam
sementara.Sudah kira-kira pukul sepuluh raja putra bermaksud akan makan bersama.
Waktu itu dilihatnya tempat sang Malatunda,bersama burung-burung pemangsa
lainya,dibarengi anak-anaknya bersuara riuh . Pengikut s Raden Mantri ( Putra raja),
disuruh menangkap anak-anak burung itiu. Segera naik berlomba-lomba.Sampai diatas
pengikut Raden Mantri ada yang memotong dahan kayu yang berisi sarang burung.
Pohon kepuh yang rindang itu rusak berantakan, Burung=burung beterbangan,ada yang
jatuh kena pukulan kayu,clurit .Yang selamat terbang meninggalkan sarangnya,tidak lagi
memperhatikan anaknya yang mati. Burung menangis riuh,demikian juga sang
Malatunda sayapnya kena sabetan pedang ,hingga jatuh menjadi mayat. Pengikut Raden
Mantri beramai-ramai memunggutnya,lalu diolah menjadi masakan. Semua senang
makan dan minum-.

Begitu juga Sang Prabu Singa mengatakan dengan yakin,bahwa ia sampai lupa sebagai
seorang raja binatang, karena tekun mempelajari darma,berkat kepandaian seorang
mengarang dharma . Sekarang saya tahu akan akalnya sang Lembu,perbuatannya buruk
mengatakan sadu (baik). Sampai saya makan rumput,akibatnya aku pucat kurus kering.
Sampai keluarga prajurit semua,menahan lapar,karena aku kena tipu muslihat sang
Lembu. Sastra gama dipakai supaya menarik,kenyataannya ia orang yang jahat.Baru aku
tahu ia amat durhaka,tapi mengaku sadu. Merasa dengan badan gemuk besar,tanduk
tajam.Aku tidak akan mendapat neraka kalau aku membunuh si Lembu Nandaka.
Demikianlah kata sang Singa kepada hamba.Sang Nandaka berkata,” Hai Paman
Sambada,siapa yang turut mendengarkan kata sang Prabu Singa begitu?” “ Saya sendirian
ratu pendeta, karena yang menghadap hanya hamba seorang diri.” Sang Nandaka
tersenyum,” Wah kalau demikian tidak bisa dipercaya,karena sama dengan perbuatan I
Cewanggara dahulu,waktu bersama dengan Sri Dewantara, waktu mencari binatang
buruan. Sudah sampai jauh beliau masuk kedalam hutan, sampai payah tidak menemui
binatang, Sang Prabu kepayahan karena lapar dan haus, lalu beliau berhenti di bawah
pohon Tingulun. I Cewanggara disuruh mencari buah-buahan dan air minum. I
Cewanggara pergi sendirian mencarinya,tapi ia tidak berhasil.Namun ia melihat sesuatu
yang aneh. I Cewanggara kembali dan melaporkan pada sang prabu,bahwa ia tidak dapat
mencari air dan buah-buahan,tapi ia melihat kera sedang menari ditengah laut. Berdiri
diatas batu hitam yang terapung dilaut. Demikian juga mengenai kekagumannya . Sang
Prabu berkata,” Apa yang kamu ceritrakan aneh sekali. 

Tidak mungkin bisa begitu. Kamu terlalu berbohong” Cewanggara berkata,” Kalau saya
berbohong potonglah leher saya.” Sang Prabu lalu pergi melihat kenyataannya. Sampai
dipinggir laut,sama sekali beliau melihat kera menari,tapi beliau melihat bayangan
widyadara. Sang Prabu bertanya,” Dimana tempatnya kera itu,yang kamu lihat tadi?
Siapa yang turut menyaksikannya./” I Cewanggara berkata ,” Saya sendiri Ratu Prabu”.
Sang Prabu amat marah seraya memenggal leher I Cewanggara. Amat berbahaya orang
yang berbicara tanpa ada saksi. Tidak benar diucapkan ,apalagi dalam pertemuan.
Walaupun sebenarnya tidak berbohong,namun tanpa saksi itu tak patut diucapkan.Begitu
juga seperti cerita Paman Sembada,hanya senang bicara tidak ada saksi. Demikian Sang
Nandaka berceritra. Sang Sambada malu,karena akal mulusnya diketahui oleh sang
Nandaka,lalu ia mohon pamit mendatangi sang Raja Singa,seraya berkata,” Tuanku
mharaja maafkan hamba baru bisa menghadap. Hamba baru datang dari tempatnya sang
Pendeta Nandaka. Sang Nandaka menceritakan pada hamba tentang kejahatan perilaku
sang Singa. “Hai Paman Sambada aku ingin mengtahuinya. Coba Paman ceritakan!”

Ratu Sang Prabu, tatkala sang Prabu Singa melihat gajah galak,badannya besar dan
tinggi, seperti gunung berjalan Sang Prabhu Singa tidak takut,krena kapurusan dan
kecongkakannya.Sang Singa menjerit seperti guruh,seraya mnrkam.Gajah besar itu
marah,matanya memblalak merah. Perkasa mendobrak dengan gadingnya. Sang Prabu
Singa rebah kesakitan,lalu pulang.Sampai di goanya lalu merebahkan diri karena lukanya
parah,darahnya mengalir tak berhenti,hamper-hampir mati. Teman-temannya seperti sang
Gagak,yang bernama Sang Bitaksa, Anjing,dan Sang kidang datang menjenguknya.
Semua kasiahan melihat roman muka Sang Singa pucat . Sang Gagak lalu berkata,”Coba
teman-teman pikirkan, berat penyakit yang diderita oleh sang Singa. Kalau tidak teman-
teman memberika beliau makanan,jelas beliau akan meninggal.Maksud saya sekarang
mari kita pergi mencari makanan untuk beliau. Sang Kijang lalu menyahut, “Ah
Sebenarnya saya tidak berani membunuh binatang, lebih baik sang Prabu kita beri kan
rumput saja, sebab saya tidak berani dengan darah. Sang Gagak marah
mendengarnya.Mukanya mengkerut berkata keras,”Ah sama sekali kamu tidak sesuai
dengan swadharma seorang teman.Pergi pulang kamu, tah usah lagi datang kemari.” Sang
Kidang lalu pergi meninggalkan temannya. Ken Sambuka (anjing) ,menjawab,”Hai kamu
Bitaksa (gagak) bagaimana harusnya kita melaksanakan swadharma berteman. Coba itu
njelaskan padaku,supaya saya tahu.! “ Sang Gagak menjawab,” Baiklah.

Ada kata-kata dalam Sloka,kalau teman sedang mendapat pancabaya yang


menyusahkan.Kita harusnya berusaha supaya teman kita selamat. Kalau bisa buang
marah itu untuk bisa mencapai dharma kanti itu.Usahakan menghilangkan musuh, supaya
kita jangan mendapat neraka. Utamakan melaksanakan dharma. Tidak dibenarkan
perbuatan orang yang sadu berteman akrab dengan orang jahat,seperti tukang mas,
parmesan,(pencelup kain),jgal, (tukang potong hewan),metuakan (pemabuk) dan sang
Prabu yang merusak orang bertapa semadi. kLau demikia negara akan hancur, Demikian
juga persahabatan sang Prabu Singa dengan sang Kidang amat akrab.Benarkah itu? Sang
memakan daging ikut dengan yang makan rumput. Sang Prabu Singa sakitnya semakin
parah,tidak ada yang dimakan beliau. Sekarang ada maksud saya, I Kijangkita bunuh lalu
kita berikan pada sang raja, supaya beliau cepat sembuh.Kamu dapat kulit dan tulangnya.
Sang Sambuka (anjing ) berkata ,” ih teman Gagak, Tidak begitu kata-kata orang yang
tahu sastra,Tidak tergesa-gesa mamakai kekerasan,kita harus bisa mencari kelemahan
musuh. Daya upaya yang kita usahakan, kalau sudah begitu jelas ia akan kalah dalam
peretempuran. Seperti ceritra laut dapat dikalahkan oleh burung Tinil (burung kecil).

(Bersambung "Burung Tinil Mengalahkam Laut" )

Burung Tinil Mengalahkam Laut

Ada seekor burung Tinil (kecil),bermaksud akan bertelur,lalu menyampaikan kepada


suaminya.Yang laki menyuruh ia bertelur digua pada karang dipinggir laut. ”Adikku
bertelur saja digua itu. Tidak ada orang yang berani padaku. Kata kata burung Tinil yang
sombong itu didengar oleh dewa laut (hyang Baruna),lalu telurnya dilembur air laut,
Semua hanyut dari gua karang. Burung Tinil perempua sedih,tak habisnya ia
menyesalkan suaminya, karean menyuruh bertelur ditepi laut. Tinil laki berkata,”
Adindaku,jangan terlalu bersedih,karena telur dalam goa habis hanyut. Kalau kakak tidak
bisa mengembalikan telur itu biar kakak mendapat neraka seperti nerakanya sang Pepaka
manusia jahat itu. Sekarang Kakak ceritrakan padamu bagaimana jahat perbuatan si
Pepaka seoramg pemburu.

Pepaka Manusia Jahat

Ada sebuah ceritra yang menceritrakan kejahatan seorang manusia, yang bernama
Pepaka. Ia adalah seorang yang loba tamak, jahat dari kecil. Tidak pernah berbuat yang
baik. Pada suatu ketika ia pergi berburu, samai sore ia tidak menemui binatang buruan. Ia
melihat seekor gajah besar,seraya segera menghujani dengan panah. Panahnya bertubi
tubi mengenai si gajah,lalu dengan cepat gajah itu lari untuk menghindar. Si Pepaka tak
mau kehilangan mangsanya dan segera mengejar nya. Hampir saja dapat ditangkapnya,
Lidahnya sudah menjulur keluar, larinya lesu sempoyongan. Nafasnya ngosngosan,
untung ia bertemu dengan si macan. Ia amat marah lalu berkata,” apa sebab kamu lari
ketakutan?” Sang Gajah menjawab,”Hampir saya mati dihujani panah oleh sipemburu. Ia
selalu membunuh dan mengusik binatang dalam hutan.Saya tidak berani melawan, sebab
ia amat pandai memanah.”Si macan marah mendengarnya,” Kamu penakut pada manusia
jahat. Percuma badanmu yang besar dan kokoh, seperti gunung berjalan,mengapa kamu
sampai takut. Tak ada gunanya taringmu yang tajam dan besar,seperti senjata
HyangIndra.Nah sekarang kamu lihat ,saya akan menandinginya. Sang macan segera
mencari Si Pepaka. Dilihatnya si pemburu sudah letih,sedang bersandar dipohon
kayu.,memangku senjata. Sang macan berjalan mengintip,bermaksud akan menerkam.
Berjalan merangkak dari belakang, beruntung si Pepaka menoleh kebelakang. Dilihatnya
si macan sudah siap akan menerkamnya. Suaranya meraung keras,” Hai kamu manusia
jahat, yeng selalu membunuh binatang. Pasrahkan hatimu untuk ku makan. Sang Pepaka
gemetar menangis, Hampir saja ia bisa dimakan,kalau tidak ada si Wenari seekor kera
yang menolongnya,yang selalu melakukan dharma sadu.”Hai kamu pemburu mari ikut
bersamaku!” Si Pepaka segera naik ke pohon kayu. Kalau saja ia tidak cepat mengikuti
kata si Wenari, tentu ia akan mati dimakan si macan. Si Pepaka dituntun pelan-
pelan,diajak naik kepohon Bunut. Sang Macan marah seraya menjerit, matanya merah
memblalak,sambil mengelilingi pohon, tangannya mengeruk tanah,Pohon bunut
sepertinya kena angina deras,hingga bergoyangan,bisa-bisa akan tumbang. Sang macan
semakin marah sambil menampakan taring yang tajam,seraya berkata,” Hai
Wanari,jatuhkan ia, ia manusia yang jahat, kesalahannya amat banyak,selalu berbuat
onar. Saya akan membunuhnya dan memakannya. Akan kukeluarkan perutnya,darahnya
akan kuminum. Sang Pepaka takut gemetaran,serta berkata,” Kasihanilah aku,manusia
yang sengsara kesedihan.” Niwenari menjawab,” Tuan,jangan takut, tidak mungkin saya
akan menjatuhkan tuan.aya sangat kasihan melihat keadaan tuan.jangan ragu,” Sang
Macan berkata,” Ih iba sang Wenari,tidak pantas kamu berteman dengan pemburu,
karena pebuatannya jahat. Selalu membunuh,hatinya bertentangan dengan orang yang
sadu.” Ni Wenari menjawab,” Bagaimana tingkah laku manusia yang kamu katakan
jahat?” Sang Macan berkata, seraya menceritakan ceritra.

(Bersambung "Tukang Mas Yang Jahat")

Tukang Mas Yang Jahat

Adalah seorang pendeta, bernama Sri Yajnya Dharmaswami Ia pergi mencari air suci
berkelana dalam hutan dan gunung.Pada waktu itu musim sedang kering ,maka ia tidak
mendapatkan airsuci.Sang pendeta kepayahan, lalu berhenti.Beliau mendapatkan sebuah
sumur.Hati sang resi amat senang. Lalu berpikir dalam hati. Kebetulan sekali ada
sumur,lebih baik mandi dulu,untuk mengobati kepanasan. Beliau lalu menurunkan
timba,lalu menariknya. Sang Resi amat terkejut melihat,sebab timba itu berisi macan.
Yang kedua berisi ular, dan yang ketiga kera. Sang Pendeta berkata halus,” Apa sebabnya
kamu berada dalam sumur? Kasihan saya melihatmu,sebab kamu semua pucat lesi,dan
kurus kering, hamper mati. Yang Ditanya menjawab,”kami diterjang angin disertai hujan
lebat. Waktu kejadian itu kebetulan tengah malam, dan tak disangka sudah menerjang
kami. Kami tak bisa melihat apa-apa.Tak terduga kami sudah masuk dalam sumur.Karena
belas kasihan pendeta,kami binatang yang menderita bisa selamat. Apa yang kami pakai
untuk membalas kebaikan pendeta. Kami mohon jangan sekali-kali pendeta menurunkan
timba lagi, karena berisi manusia yang jahat,dan kotor. Tidak tahu tata krama
manusia,tidak usah dikasihani. Sekarang kami mohon diri.” Sang pendeta
mengangguk,seraya berpikir dalam hati,” Apa yang aku harus perbuat sekarang?
Binatang kita tolong selamatkan,apa lagi manusia,patut kita selamatkan,sebab ia tahu
baik buruk. Kalau kita pikirkan perbuatan sang pendeta sama dengan perbuatan Hyang
Surya. Beliau tidak membeda-bedakan menyinari, membikin kebahagian dunia.” Sang
pendeta akhirnya menurunkan timba itu, dan segera mengangkatna. Timba itu berisi
manusia kurus kering,lesu kepayahan. Ia segera menghormat menghaturkan sembah.”
Hamba abdi sang pendeta,dari Maduradesa. Pekerjaan hamba tukang mas bernama I
Swanangkara.Sekarang lanjutkan pertolongan pendeta ,bisa simpang kepondok hamba.
Hamba mengharap bisa membalas jasa baik pendeta. Hamba ingin menjadi pengikut sang
pendeta.” Sang Pendeta menjawab dengan halus,” Ya,besok-besok saja, nanti kalau sudah
selesai saya melakukan tirtayatra, baru saya simpang kepondokmu.’ Sang Swanangkara
lalu mohon diri,dan segera sampai di rumahnya.

Sang pendeta Dharmaswami nberangkat kembali mencari air suci.Sudah jauh beliau
berkelana dalam hutan. Sampailah beliau dalam hutan Kandawa yang luas. Berjalan
dipinggir hutan yang berbelak-belok, lalu beliau bertemu dengan sang kera,yang dulu ada
dalam sumur.

Sang Kera lau menghaturkan bermacm buah-buahan yang sudah masak,seraya diterima
oleh sang pendeta.Lagi beliau berjalan pelan-pelan,karena hutan amat lebat dan
berbahaya. Burung Manukrawa bersuara ,sepertinya memberi tahu sang pendeta ada
tempat air,yakni telaga yang airnya hening suci yang bernama Mandakini. Tidak lama
sang pendeta sudah sampai disana. Sang pendeta lalu bersiap untuk membersikan diri,
seraya bersemadi,Beliau menghaturkan air suci memuja mohon maaf, serta mohon
kesucian dalam hati.Sudah selesai lalu beliau berbusana,seraya duduk diatas batu datar
dan menguraikan rambut, sebab masih basah. Lalu sang pendeta berjalan, dipinggir bukit-
bukit yang berbahaya, naik turun jurang. Sepanjang jalan keadaannya sepi,tidak ada cirri-
ciri pengarang yang melintasi daerah itu,untuk menikmatinya. Hal ini disebabkan oleh
bahayanya hutan, keganasan sang macan, dan kegarangannya si singa. Kecuali orang
yang telah suci dan sadu dengan binatang. Sang pendeta telah melewatai hutan
berbahaya,dan telah sampai di hutan Dandawa,tiba-tiba datang sang Macan,yang beliau
tolong dahulu. Sang Macan menghormat lalu berdatang sembah,”Ratu Sang Pendeta,ini
saya mempunyai pakaian putra raja yang hamba rampas dahulu. Waktu itu beliau pergi
berburu. Ini saya aturkan pada sang pendeta. Sang Resi dengan gembira menerimanya.
“Ah pakai apa pakaian ini,sebab tak ada gunanya bagi seorang pendeta. Juga tidak
dibenarkan pendeta memiliki itu. Teman kita dari Maduradesa seorang tukang mas patut
kita berikan.” Begitu pikiran beliau sang pendeta. (Bersambung Tukan Mas Yang Jahat
2)

Tak lama beliau dijalan. Banyak desa-desa yang dilalui,besoknya beliau sudah nyampai
di Maduradesa. Pande mas dan anak istrinya sujud hormat menjemputnya. “ Hamba
sangat bahagia atas kedatangan endeta, yang hamba nanti-nantikan dari dulu, hamba akan
bahagia dapat sekedar membalas pertolongan pandeta, Silakan duduk dibalai-balai.
Istriku pergi sediakan beliau makanan yang bersih dan suci”. Setelah bersantap sang
pendeta lalu memberikan pakaian sang rajaputra kepada tukang mas sambil berkata,”Ini
patut kamu yang memiliki,silahkan kamu terima.Busana mas manik utama ini ,pemberian
sang macan kepadaku,yang pernah ku selamatkan dari dalam sumur.” Tukang mas situ
menerima dengan senang hati.

“ Ratu sang Pendeta amat besar pemberian pendeta pada hamba,orang miskin nistapa
penuh dengan kesengsaraan. Sang Pandita ngandika,” Tidak usah bicara demikian.
Dimana ada tempat mandi disini?” ISwarnangkara berkata,” Disini ada permandian,
Kolamnya bagus berisi pancuran.disertai bermacam tumbuhan yang menawan. Sang
Pendeta turun dari balai-balai lalu menuju ke taman.

Tukang mas I Swanangkara hatinya amat senang memandang dan mencermati pakain
mas manik pemberian sang pendeta, seraya berkata pada istrinya,” bagaimana
pendapatmu, mas pemberian sang pendeta? Coba kamu mempehatikannya! Pakain ini
sepertinya hasil karya ku,yang kupersembahkan pada raden Ino yang meninggal
digunung. Aku kira beliau dirampok oleh orang jahat..Bagaimana awalnya hingga sampai
pada sang pendeta. Abang akan melaporkan pada sang Prabu.” “ Ah jangan begiru
swamiku!, tidak baik terlalu momo (mementingkan diri ). Supaya jangan seperti
ceritranya sang kera,yang bernama ni Yanti. Dulu kokoh melaksanakan brta, hingga bisa
jadi widyadari Dari pemberian Betara Guru, Karena sfat momonya selalu mnguasainya ia
kembali menjadi kera. Sudah jelas pikiran yang buruk,kotor akan mengantar kita kedalam
kawah neraka..percayalah pada kata-kata saya ini!.Jangan lupa pada utang budi.” I
Swarnangkara yang sudah dikuasai rasa momo angkara,tidak mendenarkan kata istrinya
yang baik. Lalu segera datang menghadap pada raja. Pada waktu itu sang prabu kebetulan
sedang mngadakan pertemuan dib alai rung. Para punggawa dan mantra semua
menghadap. Sang raja membicarakan kematian anaknya raden Ino dalam hutan dengan
para mentri semua. Apa yang menyebabkan kematian anaknya masih belum jelas. Pada
waktu datanglah Iswanangkara tukang mas menghadap sang raja. Ia duduk
menunduk,seraya berkata,Ratu sang prabu,ini busana mas manik kepunyaan putra tuanku
raja, yang meninggal sedang bercengkerma dalam hutan. Di dapatkan oleh sang pendeta.
Barang kali beliau yang pura-pura sadhu buddhi,sebab banyak orang seperti pandita Baka
yang jahat. Sekarang sang Pandita sedang mandi di taman sebelah timur. Sang Prabhu
marah, mukanya merah mengkerut matanya merah menyala,lalu bwerkata,” Cepat kamu
tangkap, beri ia hukuman yang berat,sebab perbuatannya salah besar,seperti binatang.
Berbalik dari pebuatan seorang pandita.yang menyebabkan negara ini huru-hara. 

Para mantri punggawa se mua datang memenuhi lapangan,berjalan tergopoh-gopoh ,


sampai dipermandian. Kebetulan Snag Pendta sudah selesai membersihkan diri,duduk
dibawah pohon kepah yang rindang. Beliau amat suka melihat ikan yang ada dalam
kolam, merebut belalang yang jatuh kekolam .Para mentri segera menangkap sang
pandita seraya merebut tidak tahu masalah..” Cepat tarik seret lalu potong-potong.!
Salahnya membunuh .Ikat dengan kuat.” Sang Pandita berkata,” uduh dewa apa
salahku?” Para mentri berkata,” Kamu terlalu jahat,tidak sesuai dengan tingkah seorang
pendeta,membunuh putra raja” Sang pendeta lalu diikat diisi duri blatung. Sang pendeta
diseret ke prempatan jalan. Di sana beliau menerima hukuman penderitaan yang
menyedihkan,tapi beliau tidak merasakannya,dikarenakan pikiran beliau sudah menyatu
dengan Hyang Widhi. Nirbana yang telah selalu dilakukan beliau. Keadaan itu telah
disampaikan kepada sang raja,tentang sang pendeta yang telah disakiti. Sang raja
menghakhiri persidangan dengan para mentri,lalu kembali ketempat masing-masing.
Sampai di istana Sang raja sepertinya merasa tidak enak, kerena teringat pada anaknya
yang meninggal dalam hutan. Airmatanya berlinang-linang, para istri beliau kasedihan.
Tidak terbilang kesedihan sang raja, semua diam termenung.

Ceritakan sang pendeta, diletakan diperempatan jalan. Banyak orang yang menonton.
Semua orang sedih melihatnya. Roman muka sang pendeta pucat kaletihan,tapi
tampaknya beliau tidak merasakan hal itu,karena keutamaan jnyanan sang pendeta.
Banyak yang datang saling tanya,apa sebab sang pendeta dipasung diprempatan jalan.
Bagaimana jadinya negara ini, karena menghukum dan menhina sang pendeta suci.
Mengapa sang raja percaya laporan yang tidak benar dari tukang mas I Swarnangkara? Ia
orang yang papa ,iri,dursila, tidak tahu tatakrama. “ Nanti malam saya akan datang
kemari,untuk melepaskan beliau”,Yang lain menjawab, “Jangan nanti ada orang yang
tahu,bisa-bisa kita dihukumnya.” Orang yang datang kebanyakan menyalahkan sang
prabu.

Setelah matahari pergi keperaduannya,langit semakin gelap. Awan hitam menyelimuti


langit. Hujan grimis turun, membersihkan sang pedeta, bunyi guruh seperti tangisnya
langit, angin yang sepoi-poi bagaikan mengipasi sang pendeta. Hal penderitaan sang
pendeta terdengar oleh sang kera ,lelipi dan sang Macan.Ketiganya mau membalas
dendam, mengamuk ke dalam kota, sebagai untuk membalas budi baik sang pendeta.
Ketiganya sudah setuju,untuk hidup mati bersama. Mereka berjalan menuju prempatan
jalan tempat sang pendeta. Baru sampai dipinggiran kota sang macan berkata,”Kamu ular
berbisa silahkan mencari tempat yang bersembunyi.Kamu yang datang ke bencingah.
Saya akan menerkam dan memangsa,membabat sang prabu, meminum darah,
mengeluarkan isi perutnya. Salahnya besar berani menyakiti pendeta suci. Sang Lelipi
menjawab,” Hai teman,lebihbaik kamu diam disini,menjaga bahaya dari luar, saya akan
masuk keistana. Sang ular lalu pergi,tidak lama iapun sudah sampai di prempatan jalan,
Sang pendeta tak sadarkan diri. Berbaring ditanah, badannya dipenuhi debu,sedih sang
ular berbisa melihatnya,lalu menyembah, seraya menyampaikan tujuannya datang. Sang
pendeta bersenang hati, serta membenarkan dan mendoakan semoga berhasil. Sudah
mohon diri lalu masuk ke istana,menjadi ular kecil, berdiam di pintu agung. Waktu
kebetulan datang raden mantri dari bercengkerma,. Baru ia turun dari kuda, ular berbisa
cepat menggigitnya. Terkejut aduh-aduh minta tolong. “Apa kiranya yang menggigit kaki
saya. Bisanya masuk memenuhi badan. Semua tersa terbakar,” Para abdi puri
berhamburan datang menolong. Ada yang mengambil lampu, lalu mencari-cari yang
menggigit,tapi tidak ada yang tampak. Kemana-mana sudah dicari tapi tak ada bekasnya.

Setelah sang prabu diberi tahu tentang putranya mendapat bahaya, yang hampit
menghabisi hidupnya. Sang prabu amat terkejut.demikian juga pramesuri beseta seisi
istana. Sang Prabu segera keluar,bersama para pramesuri,ada yang tak berkekudung,ada
yang rambutnya masih terurai. Hatinya bingung tak karuan. Sudah sampai sang Prabu
lalu memeluk putranya, bersama pramesuri , badanya lemas bagaikan tak bertulang,
melihat putranya terbaring gelisah aduh-aduh. Sang Prabu berkata,” Datang dari mana
anaku tadi? “ Para abadi bersama menjawab,” Beliau baru turun dari kuda,lalu berjalan
didepan pintuagung.Tak terduga-duga belaiu menjerit kesakitan. Sudah mendapat
pertolongan,tapi tak tertolong.Sudah diperiksa,tapi yang menggigit tidak ketemu.Ada
bekas pada kaki,kira-kira bekas goresan graham.” Sang prabu berkata, “ Kalau demikian
kira-kira ular poleng (belang) .yang menggigitnya. Cepat cari dukun yang tertkenal,dan
orang-orang pandai. Jangan lupa para dng hyang yang tahu menawar racun ular.” Yang
disuruh cepat berjalan, Tidak lama berdatangan para dukun,pandita, dang hyang,bersama
dengan para mentri dan ksatria. Banyak dukun sakti mengobati beliau,tapi juga tidak
mampu menghilangkan racun ular itu. Sang prabu amat sedih , demikian juga pramesuri
beliau, disebabkan oleh sakitnya putra beliau. Jelas tidak akan bisa ditolong. Tak ada
gunanya obat penawar itu,demikian juga japa yoga semadi sang para empu danghyang,
yang seperti air Gangga Sarayu, tak mampu menyembuhkan beliau. Sakit raden Mantri
bertambah keras, mengakibatkan beliau meninggal dunia. Suara isak tangis memenuhi
istana. Para istri raja berguling ditanah, tiadak memperhatikan,diri yang dipenuhi debu,
busana perhiasan jatuh berserakan dilantai. Hatinya remuk berantakan,seraya memelas
minta tolong. Sang Prabu lesu, kesedihan,karena cobaan yang maha berat beruntun
menimpa beliau. Beliau bermaksud untuk bersama mati,karena kesedihan seperti
ditimbun langit. Dunia ini gelap tak bercahaya,menyebabkan sang raja tak sadarkan
diri.Para mentri menangis sambil memeluk kaki beliau,seraya berkata memelas
hati,”Ratu Sang Prabu, apa jadinya negara ini,kalau tuanku raja turut meninggalkan kami.
Barangkali Tuhan tidak memberi rahmat kepada kami. Lebih baik kami saja yang mati
dari pada tuanku raja menderita kesengsaraan terus menerus. Sri Mpu Brahmaraja yang
mendampingi,lalu memercikan air amrta ,demikian juga pramesuri raja. Setelah sadar
semua, perasaan beliau masih belum menentu, tidak terasa tanah dipijak,kareana sedih
hati masih menguasai beleiau. Lalu memeluk jenasah putranya,serta berkata yang
menyayat hati,” Anaku sang Bagus,bangunlah! Lihatlah ibumu, jangan kamu cepat
pergi.Kalau kamu jadi meninggalkan ibu,apa gunanya hidup ibu ini. Kedua anak ibu
tidak berhasil hidup. Kamu sebagai mata hati ibu mendahului pergi menghadap Tuhan.
Siapa yang akan mengganti menjadi raja.Rasanya tidak ada kasih Tuhan,tapi selalu
memberikan kesengsaraan. Menyebabkan ibu berpisah ,bagaikan pohon angsana,rontok
layu kepanasan,oleh panasnya matahari. Sekarang baru mendengar guruhnya langit, baru
saja mau berbunga ,sudah ditimpa pohon,katerpa angin rebut. Tidak mungkin akan bisa
tumbuh kembali. Ajak ibu turut mati, supaya ibu bisa tetap berkumpul denganmu. Nanti
supaya ibu kembali bisa menjai ibumu.”

Sang Prabu mengusapi mukanya lalu berkata,”Ratu Pranda, saya amat berdosa, seperti
masuk dalam kawah Gohmuka. Semuanya gelap, rasanya tidak ada dunia ini. Dimana ada
ratu seperti saya. Apa yang harus saya lakukan sekarang? Setelah matinya anak saya.
Maksud saya akanmeninggalkan istana ,pergi kehutan gunung yang berbahaya,supaya
mati dijalan,” Sang pandita menyampaikan tentang darma ,” Ratu sang Prabu,tuanku
sepatutnya tetap menjalankan swadarma (tugasa) sesuai dengan tugas ksatria, Terima
semua suka,duhka, Silahkan pegang dan leksanakan darma sadu seorang raja. Sebenarnya
orang yang ksatria tidak mempunyai keluarga di dunia ini,kecuali keluarga dalam diri
sendiri. Itu pelajari dalam hati, karena itu akan menuntun kita ,hingga bisa mencapai
kesuniatan. Menurut pendapat saya,hal itu patut tuanku raja pikirkan” Sang Prabu
berkata,” Ratu Pranda, Menurut pendapat saya tidak ada gunanya isi kitab suci itu, apa
sebabnya begitu,kareana saya sudah menjalankan swadarma saya sesuai dengan bunyi
sastra, dan saya tidak pernah bermasud maupun berlaku jahat. Saya tetap mendoakan
keturunan saya mendapat keselamatan dan kebahagiaan. Nyatanya kesengsaraan yang
kami dapatkan. Itulah yang menyebabkan saya tidak percaya pada bunyi sastra.
Kesedihan saya sama dengan orang yang berbuat salah. Saya rasakan tidak ada guna
dharma itu, dan perbuatan yang baik,demikian juga apa yang dikatakan dalam Agama. Itu
semua saya ikuti,tapi kenyataan saya sekarang tidak hentinya dirundung kesengsaraan,
penderitaan .”Sang pendeta berkata,” Tuanku maharaja jangan punya pikiran demikian.
Besok buatlah homa,untuk mohon pada Hyang Bhatara, apa yang menyebabkan putra
tuanku meninggal. Barangkali ada perbuatan tuanku yang menyimpang. Sebab Hyang
Agni sebagai saksi dalam perbuatan baik buruk.” Para mantra menjawab bersama,” Itu
benar sekali Tuan maharaja,seperti apa yang dikatakan sangpendeta. Saya sebagai abdi
tuanku raja sudah siap untuk melaksanakannya.Upakara yajnya Widhi Widana sudah
hamba siapkan .” Sang Prabu mengangguk seraya berkata,” Sekarang saya
berjanji,”Kalau ada orang yang bisa menghidupkan putra saya, saya akan serahkan
setengah negara ini. seraya akan dijunjung dihormati “. Pramesuri ikut bicara,”Saya juga
akan mengabdi pada orang yang bisa menghidupkan putra ku”

Para mentri punggawa maupun prajurit semua sudah menyiapkan upakara caru, beanten
yang utama. Lampu-lampu sudah terpasang berjajar.Besoknya upakara sarpayajnya sudah
siap, seperti minyak,susu,lenga dan madu,tak tertinggal periuk anyar, pucuk alang-alang
yang masih muda satu gabung.bunga yang harum,buah-buahan. Sang pendeta bersiap
melakukan yoga semadi, menyatukan pikiran, memuja Hyang Siwa. Api sudah berkobar
–kobar, Para ular berdatangan turun dalam api, demikian juga ular bisa yang mematuk
raden mantri turut datang . Ia lalu ditanyai oleh sang pendeta.,” hai kamu ular berbisa apa
sebabnya kamu mematuk rahaden mantri ? sampai beliau meninggal? Beliau adalah
orang yang sadu,berbeda dengan raden mantri yang meninggal dalam hutan waktu
lalu.Saya tidak suka kalau beliau meninggal,sebab itu amat berbahaya sekali. Berani
kepada orang yang melaksanakan kebenaran. Pasti akan medapat papa naraka, dan
kesengsaraan.” Ular berbisa berkata, dengan hormat dan menunduk,” Tidak salah apa
yang pendeta katakana, hal itu patut diikuti. Perbuatan hamba itu bukan berdasarkan
benci, jahat, atau berbuat sewenang-wenang, tapi hamba melakukan hal itu ,karena untuk
menebus utang budi kepada Sri Yajnya Dharma Swami. Waktu lalu hamba ditolong oleh
beliau. Hamba yang sedang kesedihan diangkat dari dalam sumur. Itulah sebabnya hamba
membela pada orang yang melaksanakan darma. Hamba tidak lupa pada orang yang
pernah memberikan pertolongan pada diri hamba. Wajar hamba membalas dengan
swadarma hamba sebagai ular, tatkala beliau mendapat kesusahan. Walaupun
bilangannya kecil, apalagi besar,patut tetap diingat. Kalau hal itu dilupakan ,sudah jelas
akan mendapat papa neraka.apalagi kepada orang yang utama. Yang dipakai teladan oleh
orang yang mengutamakan darma. Kalau ada orang yang sadu, mendapat pancabaya,
dianiaya oleh penjahat, brani berbuat sawenang-wenang, tak usah diberitahu patut diberi
pertolongan. Usahakan sekali ,walaupun sampai mati. Seperti Sri Yajnya Dharma
Swami,,yang sudah terkenal didunia, beliau amat suci pintar dalam yoga. Beliau juga
pintar dalam weda tatwa, kalau di jagat sekala seperti Hynag Brahmaguru,. Beliau tidak
bersalah mengapa diikat dan diblatungi. Beri tahu kepada Sang Prabu supaya minta maaf,
seta datang menghadap kepada Sang pendeta Sri Yajnya Dharma Swami. Beliau hormati
dan mohonkan bantuan,menghilangkan bisa ular itu. Pasti beliau raden Mantri akan hidup
kembali..Kalau orang lain tidak mungkin akan bisa,walaupun diseluruh dunia ini,atau
Hyang Trisakti tidak akan berhasil. Tidak mungkin akan hidup. Beri tahu pada raja
jangan percaya kata-kata tukang mas. Orngnya kikir,jahat,tidak tahu benar salah. Raden
Mantri yang mati di gunung, karena diterkam macan. Busana mas manik itu lalu
diaturkannya pada sang pendeta, lalu diberikan pada tukang mas. Semuanya sudah
diceritakan secara jelas kejadian lalu oleh ular berbisa itu. Sang pendeta suka
mendengarkan, kata –kata ular berbisa, lalu sang pendeta mengakhiri pemujaanya. Beliau
menuju tempat sang raja . Sang Prabu yang melihat kedatangan sang pendeta, segera
turun dari tempat jenasah putranya,yang didampingi pramesuri. Sang prabu memeluk
kaki sang pendeta,disertai tangis yang memilukan. Sang prabu menyilahkan sang pendeta
untuk duduk.Stelah duduk bersama sang prabu berkata,” Ratu Pranda, Bagaimana
pawisik betara yang Ratu Pranda terima? Saya akan lakukan demi kelanjutan hidup
Raden Mantri,walaupun bagaimana berat serta anehnya, saya akan sanggupi.” Sang
Pendeta berkata, “ Tidak ada pawarah dari dewa,namun yang saya lihat dalam api
pemujaan adalah ular berbisa. Bisanyalah yang meracuni putra tuanku. Namanya sang
Ken Widuta . Putra tuanku raja tidak akan bisa hidup, karena tuaku raja berani berbuat
salah momo murka dalam hati.Tidak sesuai dengan bunyi sastra yang patut tuanku
laksanakan. Tuanku terlalu percaya pada kata-kata tukang mas, orang yang tingkah
lakunya jahat,cemer dan senang berbohong. Tuanku raja kurang bijak, cepat marah,
menyalahkan begawn Sri Yajnya Dharma Swami.yang sebenarnya orang yang sadu teguh
memegang darma. Sekarang Tuanku raja,cepat menghadap padanya.Mohon belas
kasihannya, Sembah beliau bersama, serta mohon maaf atas kesalahan tuan.Semoga
panas hati beliau redup,serta bisa memberikan obat penawar bisa. Hanya beliaulah yang
bisa menghidupkan putra tuanku.” Demikian kata sang pendeta menceritakan dari awal
sampai akhir penyampaian ular berbisa itu. Sang Prabu berkata,” Saya akan ikuti semua
perintah pendeta, karena saya sudah mempercayai kata yang salah, sehingga tindakan
sayapun salah juga.” Pramesuri menyela berkata,”Mari kita cepat pergi menghadap!Saya
juga turut pergi,menghadap sang pendeta.” Mereka segera pergi disertai seisi istana turut
menghadap. Para pendeta berjalan paling depan. Setelah sampai di prempatan jalan. Sri
Ajnya Dharma Swami tampak sedang kesedihan. Semua yang datang sangat sedih
melihatnya, air matanyapun tak terbendung.

Para pandita mengucapkan weda mantra, serta puja pngastuti, diiringi suara genta. Sekar
ura turun dari langit,bagaikan hujan, demikian juga wija (beras) kuning,dan air cendana
sudah diaturkan. “ Ya Tuhan sumber kehidupan,inti nya sunya, utamaning tutur,
penjelmaan sunya, Jiwa dari segala yang hidup, Ratu adalah perwujudan hyang Siwa,
kalau dalam aksara ratu adalah Ongkara,atau Adwayajnyana dalam Buddhatatwa. Tidak
dua yang uttama,sakti di dunia.Iratu menjelma sebagai Sri YajnyaDharma Swami pendeta
uttama. Mohon dimaafkan kesalahan sang prabu, yang hancur dalam kenerakaan, sampai
beliau tidak ingat akan dharma. Tidak sesuai dengan Sastra Sarodresti. Menyalahkan
sang pendeta uttama.Itulah yang kami mohonkan maaf. Lalu disiruh membuka tali
pengikat beliau. Badan beliau tidak ada cacat sedikitpun,seperti bulan purnama.

Sang Prabu Maduru bersama paramesuri mengahadap dengan hormat. Semua memeluk
kaki beliau, ”Maafkan hamba cucu mahamuni. Bodoh bertindak salah tidak tahu tata
krama, sebab diliputi sakit hati. Itulah yang menyebabkan hamba bingung,serta marah
yang tak pada tempatnya.Sekarang hamba mohon kerelaan hati maharesi memberi
maaf,seraya memberikan tirta amreta, menghidupi anak hamba. Ia mati karena ular
berbisa,yang tidak ada orang yang bisa menghilangkan bisanya.” Pramesuri memohon
dengan kata yang memelas, “ Ratu Pranda agung,Kalau sudah kembali hidup putrakami,
hamba akan menghaturkan semua isi kerajaan ini. Selalu akan mengabdi pada
maharesi,sesuai seperti abdi.Hamba tidak akan menolak perkataan maharsi,” Sang
pendeta tidak marah seraya berkata,”Bukan itu yang menjadi tujuan seperti apa yang ratu
sebutkan.” Pendeta kerajaan memohon supaya maharsi Sri Yajnya Dharma Swami segera
mengobati. Sang Maharsi yajnya Dharma Swami bersama parasadu,sang prabhu, turut
bersama pengiring semua. Semua mengatakan dan memuji keutamaan sang Maharsi. Ada
juga yang mengatakan, bagaimana nanti nasib tukang mas yang jahat dan senang
berbohong. Pasti akan habis semua keluarganya.

Sesudah tiba sang Prabu di istana,lalu naik kalantai seraya kain jenasah putranya dibuka.
Baunya harum semerbak. Maharsi Yajnya Dharma Swami, segera melakukan yoga,yang
amat suci uttama.Mengembalikan jiwa pramana dalam hati yang singid. Tempat Hyang
atma ,lalu Raden Matri hidup kembali sebagai biasa. Tidak ada cacatnya. Sang Prabhu
maupun Pramesuri amat suka,sebagai mendapat manik yang tak terbilang banyaknya.
Sang Prabu segera memeluk putranya,seraya berkata,”Uduh Dewa
kesayanganku,bagaikan mendapat air amreta rasa hatiku,melihat anaknda diberkahi
kehidupan sebagai semula. Sekarang ayah akan menghaturkan semua isi Negara ini,
sampai masyarakat,para mantri, desa-desa seluas seperempatnya pada Mahamuni.
Sisanya akan dipakai untuk kesejahtraan rakyat. Raden Mantri tidak berani menolaknya
dengan senang hati menyetujuinya. Sang Prabu menghormat seraya menhaturkan pada
Sri Yajnya Dharma Swami, serta istana. Sang Yajnya Dharma Swami berkata,” Uduh
Ratu Sang Prabu, jangan lakukan itu.sebab memang seharusnya Ratulah yang sepatutnya
memegang kendali pemerintahan, tapi tuanku raja supaya tetap ingat pada swadharma
seorang raja. Sang Raja Manu patut ditiru.Jangan lupa pada isi Sastra Sarodrsti. Jangan
berteman akrab dengan orang yang jahat,sebab akan mendatangkan bencana. Akan bisa
masuk dalam kawah Gohmuka. Demikian juga sang pendeta akan jemu melakukan
tapa,mencari jalan kebenaran.” Sang Prabu amat suka,dan membenarkan kata –kata sang
Maharsi. Semua memberi hormat ,karena memperoleh isi tatwa yang utama, dari
wejangan sang maharsi Yajnya Dharma Swami. Sang Prabu mengutus prajurit untuk
membunuh tukang mas ISwarnangkara, sampai keluarganya semua. Para prajurit sang
Prabu segera mencari I Swanangkara seraya menghabisinya sampai semua keluarganya.
Banyak orang Begitulah jeleknya perbuatan manusia, seperti I Swanangkara.” Kata sang
macan kepada Wenari. Saring menjarah kekayaannya,sebab banyak uang ,mas,yang
diperolehnya karena mengolok-olok, mengambil bahan upahan, (pasuh) . Itulah sebabnya
tukang mas disebut cendala (cacat) sampai sekarang,dan tidak pantas menjadi teman
akrab orang jang susila,gunawan,maupun orang weda paraga (ahli weda).

Anda mungkin juga menyukai