TEORI SINGKAT
(2-1)
Keterangan :
W
: Energi
(Joule)
: Muatan
(Coulomb)
: Beda Potensial
(Volt)
Sebuah penghantar yang di beri beda potensial (V), kuat arus (I), dalam
waktu (t), berdasarkan persamaan ketiga variable tersebut merupakan bagian dari
konsep usaha atau energi listrik. Usaha yang dilakukan dalam satuan waktu
disebut daya (P).
P=
W
=V . I
t
(2-2)
Satuan daya adalah joule persekon atau lebih umum disebut Watt, watt juga
merupakan satuan Sistem Internasional. Joule merupakan sistem internasional
energi listrik, tetapi dalam kehidupan sehari-hari energi listrik biasa dinyatakan
dalam satuan kWh (kilowatt-hour) dapat ditulis
W = P. t
(2-3)
Keterangan :
W
: Usaha
(Joule)
: Daya Listrik
(Kilowatt)
: Waktu
(Hour)
Persamaan diatas adalah energi listrik yang dinyatakan dalam satuan watt
sekon. Bila dinyatakan dalam kilowatt jam, maka perlu diperhatikan 1 kilowatt
dengan t selama 1 jam, 1joule = watt sekon. sehingga
1 joule = 10-3 kilowat
1joule =
1 jam
3600
0.000001
kWh = 0, 028 x 10-5 Kwh
36
Gambar 2.1 (a) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator tanpa inverter
(b) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator menggnakan inverter
Peran dari teknologi inverter pada refrigerator ketika suhu udara mulai sedikit
naik, maka daya motor perlu ditambah sedikit saja untuk kembali membuat suhu
ruangan menjadi turun, sebaliknya ketika suhu sudah cukup dingin maka daya
motor bisa dikurangi dengan mengatur kecepatannya sehingga cukup untuk
menjaga suhu tersebut relative konstan. Pengaturan dilakukan dengan membaca
suhu ruangan dan
menentukan berapa besar tegangan dan frekuensi yang diperlukan. Hal ini berbeda
dengan refrigerator konvensional yang tidak menggunakan inverter dimana motor
digerakkan dengan daya penuh setiap saat, pengaturan suhu dilakukan dengan
mematikan motor ketika suhu ruangan dingin dan menyalakannya kembali ketika
suhu sudah mulai naik.
2.3 Variable Frequency Drive
Pulse
width
umum
adalah
sebuah
cara
memanipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda,
untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. Sinyal PWM pada umumnya
memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap, namun memiliki lebar pulsa
yang bervariasi. Lebar Pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal asli
yang belum termodulasi. Artinya, Sinyal PWM memiliki frekuensi gelombang
yang tetap namun duty cycle bervariasi (antara 0% hingga 100%). Dengan cara
mengatur lebar pulsa on dan off dalam satu perioda gelombang melalui
pemberian besar sinyal referensi output dari suatu PWM akan didapat duty cycle
yang diinginkan, Rumus duty cycle dapat ditulis [17].
D
T on
T total x 100%
(2-4)
Dimana :
D
: Duty cycle atau lamanya pulsa high dalam satu perioda (detik)
Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki
variasi perubahan nilai sebanyak 28 = 256 dengan variasi mulai dari 0 255
Perubahan nilai yang mewakili duty cycle 0 100% dari keluaran PWM
digambarkan pada gambar berikut[17].
Gambar 2.3 Sinyal Output PWM Dengan Variasi Duty Cycle [17]
Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang
tetap, namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Sinyal PWM memiliki
frekuensi gelombang yang tetap namun duty cycle bervariasi.
(2-5)
Vout = D x Vin
(2-6)
Vout =
Ton
Ttotal
x Vin
(2-7)
Dimana :
Ton
(detik)
Toff
(detik)
Gambar 2.5 Prinsip Medan Magnet Utama dan Medan magnet Bantu Motor 1 fasa
Grafik arus belitan bantu (I bantu) dan arus belitan utama (I utama) berbeda
fasa sebesar , hal ini disebabkan karena perbedaan besarnya impedansi kedua
belitan tersebut [2].
Gambar 2.6 grafik Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen motor listrik saat motor diam tak berputar
Keterangan :
V1
E1
I1
I11
R1
= Tahanan stator
E2
= GGL rotor
X1
= Reaktansi stator
R2
RC
X2
Xm
I2
IO
nsnm
ns
(2-8)
ns =
60 x f 1
p
(2-9)
Dengan :
S
= Slip
nm
ns
(rpm)
f1
= Frekuensi sumber
(Hz)
Pada keadaan ini frekuensi arus rotor (f2= sf1) sehingga besar ggl rotor dan
reaktansi rotor sebagai fungsi frekuensi masingmasing berubah menjadi sE2 dan
sX2 [2].
sE2 = I2 (R2 + jsX2)
R2
s
E 2 = I2 (
R2
s
= I2 (
= I2 {(
= I2
R2
s
(2-10)
+ jX2)
- R2+ R2 +jX2)
- R2) + (R2 +jX2)}
R 2+ jX 2 + R2
( 1ss )]
(2-11)
Dossat, 1984) . Pada saat piston bergerak ke atas, tekanan uap di dalam silinder
meningkat dan katup hisap menutup, sedangkan katup tekan akan terbuka,
sehingga uap refrigean akan ke luar dari silinder melalui saluran tekan menuju ke
kondensor.
Kompresor piston juga banyak dipakai pada sistem refrigerator satu pintu dan
dua pintu, Dalam hal kualitas sudah jelas compressor jenis pistonlah yg paling
handal dibandingkan dengan compressor jenis rotary pada sistem refrigerator.
Kompresor jenis piston cocok untuk menangani siklus refrigerant dimana
refrigerant yang digunakan mempunyai berat jenis tinggi sehingga menyebabkan
tekanan kondensingnya juga tinggi [9].
2.7 Hukum Afinitas (Affinity laws)
Hukum afinitas untuk pompa/kipas digunakan dalam hidrolik dan HVAC
(Heating, Ventilation, dan Air-Conditioning) untuk mengungkapkan hubungan
antara variabel yang terlibat dalam pompa atau kinerja kipas (seperti head, laju
alir
volumetrik ,
kecepatan
poros)
ini
berlaku
untuk pompa, kipas, dan turbin hidrolik. Dalam alat rotary, hukum afinitas berlaku
baik untuk arus sentrifugal dan aksial [9].
Hukum afinitas berguna karena memungkinkan prediksi karakteristik kepala
pembuangan pompa atau kipas dari karakteristik yang dikenal diukur pada
kecepatan atau impeller diameter yang berbeda. Satu-satunya persyaratan adalah
bahwa dua pompa atau kipas dinamis serupa, yaitu rasio cairan paksa adalah
sama.
Hukum 1. Dengan diameter impeller (D) tetap konstan:
Hukum 1a. Aliran berbanding lurus dengan kecepatan;
Q2
Q1
N2
N1
(2-12)
Hukum 1b. Torsi yang dibutuhkan sebanding dengan kecepatan kuadrat;
T2
T1
N2
)
N1
(2-13)
Hukum 1c. Daya sebanding dengan pangkat tiga kecepatan poros;
P2
P1
N2
)
N1
(2-14)
dimana :
N
Q
T
P
: Kecepatan putaran
: Kapasitas aliran
: Torsi
: Daya
(rpm)
(m3/s)
(N.m)
(Watt)
T st
Tf
I st
If
( )
. sf
dengan :
Tst, Ist
Tf, If
Sf
(2-15)
dengan :
n
fn
F
= Orde harmonik
= Frekuensi harmonik ke-n
= Frekuensi dasar / fundamental
Sesuai dengan definisi diatas maka orde harmonik frekuensi dasar
h=max
THD =
h=2
M1
M 2h
(2-17)
dengan :
THD = Total Harmonic Distortion
Mh = Nilai RMS arus atau tegangan dari komponen harmonik ke-n
M1 = Nilai RMS arus atau tegangan dari frekuensi dasar.
d. Persamaan Fourier
Teori yang digunakan untuk memahami gelombang harmonik adalah
Teori dari deret fourier. Dalam metode fourier series dapat menunjukkan
komponen yang genap dan ganjil. Bentuk umum dari persamaan fourier
series dapat ditunjukkan ke dalam rumus sebagai berikut [18]:
f ( t ) =
a0
+ ( a cos nt +bn sin nt )
2 n=1 n
(2-18)
Dimana :
T
a0 =
2
f ( t ) d ( t )
T 0
(2-19)
T
2
an = f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0
(2-20)
2
bn = f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0
(2-21)
Keterangan :
a0
an bn
n
= Koefisien deret
= Orde harmonik
v(t) =
a n cos ( h t +h ) d ( t )
h=1
(2-22)
i(t) =
b n sin ( h t +h ) d ( t )
h=1
(2-23)
V 1 I 1 cos ( h h )= P h Watt
P=
h=1
h=1
Q=
h=1
h=1
(2-24)
V 1 I 1 sin ( h h) = Qh Watt
Variabel
persamaan
2-25
(2-25)
menunjukkan
jumlah
variabel
(2-26)
(
hmaks
Vh =
h=1
(
hmaks
Ih =
h=1
1
Vh
2
1
Ih
2
(2-27)
(2-28)
(2-29)
Daya sisa yang diduga mengalir di sekitar sistem disebut dengan daya
distorsi D dan diukur dengan satuan volt ampere. Sehingga dengan adanya
distorsi harmonisa. Dengan memasukkan komponen daya distorsi D, maka
hubungan daya listrik menjadi sebagai berikut [13]
S=
P +Q + D
2
1
2
1
(2-30)
Keterangan :
S = daya kompleks pada kondisi non sinusoidal
(VA)
(Watt)
(VAR)
(VA)
THD =
1
2
(2-31)
VTHD =
ITHD =
1
V1
dengan :
V1, I1
Vh, Ih
1
2 2
( )
( )
1
V1
h=2
h=2
Vh
I h2
1
2
(2-32)
(2-33)
(2-34)
(2-35)
(2-36)
keterangan :
h
= orde harmonik
sebagai berikut :
h = (1 x 6)
(ganjil)