Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson (PD) adalah gangguan neurodegeneratif umum yang terjadi


pada usia paruh baya dan usia lanjut. Pertama kali diperkenalkan oleh James
Parkinson tahun 1817 (Amstrong, 2008; Barrack, 2009). Pada penyakit Parkinson
terjadi gangguan neurodegeneratif progresif yang ditandai dengan kematian
neuron dopaminergik di substansia nigra pars compacta dan mengakibatkan
perubahan fungsional yang melibatkan semua komponen sirkuit fronto-striatalthalamus (Davidsdottir, 2005; Kesler, 2006).
Dulunya PD dikonseptualisasikan sebagai gangguan sistem motorik,
dimana bradikinesia, rigiditas, dan tremor sebagai fitur utamanya. Namun, dalam
beberapa tahun terakhir, selain fungsi motorik, diketahui gejala non motorik juga
penting pada PD, yaitu dampak pada sensasi, visual, persepsi, kognisi dan fungsi
emosional. (Basjiruddin, 2013; Barrack, 2009) Studi pada penyakit Parkinson
terutama berfokus pada penurunan dopaminergik nigrostriatal berikut dampaknya
terhadap motorik. Gejala nonmotorik ini bisa saja muncul segera sebelum gejala
motorik pertamanya, keluhan nonmotor ini seringkali terabaikan termasuk
degenerasi sistem visual, padahal hal ini dapat lebih membatasi kualitas hidup
pasien PD (Basjiruddin,2013; Crevit, 2003).
Disfungsi Visual pada pasien PD sering dijumpai namun jarang sebagai
keluhan utama. Terjadinya kematian neuron dopaminergik di substansia nigra
yang akhirnya mengambil dopamin di bagian otak lain yaitu putamen, korteks
visual dan beberapa sel retina. Oleh karena itu penderita PD mungkin memiliki
keluhan mata seperti gangguan tajam penglihatan, gangguan lapangan pandang
dan gangguan kecepatan dalam proses menerjemahkan visual yang dapat
menyebabkan penurunan persepsi visual dan munculnya halusinasi visual.
penglihatan

kabur,

kesulitan

membaca,

penglihatan

ganda,

masalah

keseimbangan, postur, dan kestabilan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya


dan mata kering. (Amstrong,2011; Bearman, 2014; Crevit, 2003)

Meskipun banyak pasien mungkin memiliki gejala visual asimptomatik,


penyakit ini dapat dikaitkan dengan tanda dan gejala termasuk gangguan dalam
gerakan mata, fungsi pupil dan tugas visual yang kompleks dan melibatkan
kemampuan untuk menilai jarak atau bentuk suatu benda. Input visual juga
penting untuk memulai terjadinya episode frezzing termasuk sebagai penghalang
atau penghambat gerakan ketika seorang penderita PD berjalan melewati jalan
atau lorong yang sempit seperti pintu rumah. (Davidstottir, 2005)
Pengobatan PD dengan menggunakan terapi obat atau operasi, namun
perlu diketahui beberapa terapi mungkin memiliki efek samping okular.
(Amstrong, 2008) Fungsi visual mempengaruhi mekanisme postural dan
gangguan penglihatan merupakan faktor risiko kecenderungan untuk jatuh begitu
juga kontrol postural. Dilaporkan 82% pasien PD yang sering terjatuh memiliki
penurunan tajam penglihatan (Sigurrous, 2005). Neurobiologi sel dopamin
amakrin retina diperkenalkan oleh Djamgoz dkk tahun 1997. Ditemukan kedua
tipe reseptor dopamin D1 dan D2 pada neuron retina. Sel dopaminergik juga
ditemukan pada fasikulus geniculatum lateral dan korteks visual (Crevit, 2003)
Input visual yang biasanya memulai episode frezzing termasuk
menghadapi rintangan atau memasuki ruang sempit seperti melewati pintu. Martin
(1967) menggambarkan efektifitas berbagai alat bantu visual dalam menghadapi
kesulitan berjalan. Diketahui bahwa munculnya freezing berhubungan dengan
gangguan visual. (Davidstottir, 2005)
Sehingga menarik untuk mengevaluasi masalah visual dan spasial pasien
PD dan bagaimana hubungannya dengan gejala motorik. Gangguan pada fungsi
visual dasar mungkin mempengaruhi satu kemampuan untuk memanfaatkan
sepenuhnya informasi visual yang diperlukan untuk berinteraksi dengan
lingkungan yang dinamis dalam kegiatan sehari-hari.

BAB II
PENYAKIT PARKINSON
2.1. Definisi
Penyakit Parkinson (PD) adalah bagian dari parkinsonisme yang secara patologi
ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di subtansia nigra pars compacta
yang disertai adanya inklusi sitoplamik eosinofilik. Gejala klinis utama sebagai
gejala primer yaitu tremor, rigiditas dan akinesia. (Syamsuddin, 2013)
2.2. Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan gangguan umum di seluruh dunia, tetapi
insidennya sedikit di Cina, Jepang, dan di populasi kulit hitam. Sebuah studi di
Wellington, Selandia Baru, melaporkan prevalensi dari 106 per 100.000 dan di
Queensland, Australia, sekitar 146 per 100,000. Rata-rata mempengaruhi 1 per
750 penduduk. Prevalensi PD meningkat sesuai usia, mencapai puncak pada
dekade ketujuh, setelah itu turun lagi. Di bawah usia 40 tahun, prevalensi pada
laki-laki (28 per 100.000) lebih besar dibandingkan dengan wanita (15 per
100.000), tetapi hal ini terbalik pada dekade ketujuh dan kedelapan, dimana
wanita 645-830 per 100.000 orang dan laki-laki 465-736 per 100.000 orang.
(Amstrong, 2008)
Di Indonesia insiden PD diperkirakan 10 orang setiap tahunnya dan
estimasi sementara terdapat sekitar 200.000-400.000 penderita, dimana laki-laki
lebanyak dibanding perempuan (3:2). (Basjiruddin, 2013) Prevalensi gejala non
motor pada PD sulit digambarkan dengan tepat. Kelainan visual pada penyakit
Parkinson yang banyak dilaporkan adalah gangguan halusinasi visual dan
gangguan spasial (17%) sedangkan gangguan tajam penglihatan dilaporkan sering
terdapat pada pasien dengan penyakit Parkinson tetapi angkanya belum diketahui
pasti. (Archibald et al, 2011) Pernah juga dilaporkan gangguan mekanisme visual

dan visi postural menyebabkan bertambahnya resiko jatuh sekitar 82%


dibandingkan penderita yang tidak mengalami gangguan visual pada PD.
(Davidstottir, 2005)

BAB III
PATOANATOMI FUNGSI VISUAL PADA PENYAKIT PARKINSON
3.1. Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata,
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina merupakan
bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang
berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi
untuk penglihatan dalam gelap. (Archibal et al, 2011)

Gambar 3.1. Lapisan retina (Archibal et al, 2011)


Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan,
disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas.

Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
plekiformis luar dan lapisan inti luar, foto reseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per
tiga sebelah dalam. Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh
cahaya.

3.1.1. Perubahan Retina pada Penyakit Parkinson


Perubahan patologis mata pada penyakit Parkinson telah banyak dilaporkan.
Kontraksi maksimal otot-otot iris telah diukur secara in vitro dan didapatkan lebih
besar pada penderita PD dibanding pada kontrol, hal ini menunjukkan telah terjadi
perubahan adaptasi otot tersebut. (Amstrong, 2011; Archibal dkk, 2013)
Dopamin merupakan neurotransmiter penting di retina, terletak pada sel
amakrin dan sepanjang lapisan dalam dan pinggir sel. Selain itu, dopamin dapat
juga dikumpulkan oleh sel interfleksiform. Dua jenis sel amakrin terlibat
didalamnya. Sel tipe 1 mengirimkan sinyal naik ke lapisan plexiform luar yang
akan bersinaps dengan GABA yang terdapat pada sel sel interplexiform stratum 1,
sedangkan sel tipe 2 memiliki dendrit bertingkat di atas sel tipe 1 pada lapisan
plexiform dalam. Dopamin mungkin terlibat dalam pembentukan sel ganglion dan
sel bipolar pada area reseptif, dan muncul untuk memodulasi aktivitas fisik
fotoreseptor. Selain itu, dopamin terlibat dalam penggabungan sistem lateral
horisontal dan amakrin. (Amstrong, 2011)
Dopamin terdapat dalam retina luar dan dalam di berbagai tingkat,
menghasilkan perubahan terhadap aliran informasi visual secara kompleks. Bukti
eksperimental dalam retina mamalia dan sub mamalia mengatakan regulasi
dopaminergik pada pusat dan sekelilingnya yang dapat menurukan sinyal
fotoreseptor rod melalui efek sel amakrin. Dopamin merupakan neurotransmiter
yang berperan pada adaptasi cahaya, menstimulasi arus informasi melalui sirkuit
cone, dan menguranginya pada sirkuit cone. (Archibal et al, 2011)

Perubahan patologis yang telah diamati pada retina pasien PD termasuk


hilangnya sel, terutama pada segmen perifer retina dan terjadinya penurunan kadar
dopamin retina. Selain itu juga telah dipelajari ketebalan lapisan serabut saraf
bagian sirkumpapilari retina dengan optikal koherensi tomografi. Didapatkan
bagian kuandran inferior terutama region temporal inferior signifikan lebih tipis
dibandingkan pada subjek normal. Pada subjek normal foveola tidak mengandung
neuron dopamin, persarafan yang dicapai oleh proses yang berasal dari zona
avaskular. Pada PD, terjadinya oedema dan hilangnya proses ini telah diamati.
Pengamatan ini konsisten dengan data ERG dan mendukung hipotesis bahwa
setidaknya diketahui bahwa beberapa perubahan kortikal VEP berasal dari retina.
(Amstrong, 2011; Archibal et, 2013)
3.2. Gangguan Spasial
Sebagian besar informasi visual yang berasal dari nukleus genikulatum lateral
pada thalamus melintas menuju korteks visual utama pada korteks oksipital yang
dikenal dengan nama area V1 atau korteks lurik. Area ini bertanggungjawab
terhadap tahap pertama pengolahan informasi visual, area ini berperan pada
pengihatan sadar. Jika kita memejamkan mata dan membayangkan sebuah
peristiwa visual, terjadi peningkatan aktivitas pada area V1. Individu yang buta
karena kerusakan mata akan terus mengalami mimpi visual jika korteks visualnya
masih utuh. Individu yang mengalami kerusakan pada area V1 memperlihatkan
fenomena penglihatan buta (blindsight). Setelah terjadi kerusakan pada area V1,
cabang lain saraf optic menghantarkan informasi visual ke kolikulus superior
(pada otak tengah) dan beberapa area lain, termasuk sebagian korteks serebri.
Tetapi tidak semua pasien dengan kerusakan ini mengeluhkan buta karena ada
beberapa area kecil yang sehat. Dapat disimpulkan untuk mempertahankan
persepsi visual sadar diperlukan aktivitas tinggi area V1. (Filley, 2011; Goodale et
al, 1992)
Dari korteks visual utama kemudian informasi dikirimkan ke korteks
visual sekunder (area V2) yang mengolah informasi lebih lanjut dan
mentransmisikannya ke area lain. V1 akan mengirimkan informasi melalui dua
jalur yang disebut dengan Dorsal Stream dan Ventral Stream. Ventral stream
berperan untuk identifikasi persepsi objek (perceptual identification of objects),
6

yang berupa bentuk, ukuran, warna dan tekstur (object vision). Sedangkan Dorsal
stream berperan untuk mengolah informasi spasial objek (spatial vision).
Melalui jalur ventral, informasi akan dilanjutkan masuk kedalam visual
area 2 (V2), dan selanjutnya masuk kedalam visual area 4 (V4) dan berakhir pada
bagian InferiorTemporal lobe (IT). Sedangkan melalui jalur dorsal, informasi
akan dilanjutkan masuk ke dalam V2 dan masuk kedalam dorsomedial area dan
Middle Temporal (MT) area (V5). (Filley, 2011; Goodale et al, 1992)

Gambar 3.2. Siklus yang terlibat dalam control atensi visual. Meskipun perbedaan
yang dibuat antara daerah parietal, temporal dan frontal, pada dasarnya mereka
berfungsi sebagai jaringan fungsional yang saling berhubungan dan saling
tergantung. (Archibal et al, 2011)

Gambar 3.3. Proyeksi dopamine pada SSP. OB : bilbus olfaktorius, SFC: korteks
frontal superior, CG: girus singulate, ST : striatum, HY: hipotalamus, VT : ventral
tegmentum, SN : Substansia nigra. (Amstrong, 2011)
Pada PD diketahui bahwa neuron substansia nigra dan korteks serebral sering
mengandung inklusi Lewy Bodies (LB). LB ditemukan dalam sitoplasma sel dan
dapat berasal dari filament sitoskletal. Terdapat dua jalur dopamin utama dalam
otak (Gambar 3.3). Pertama, jalur striatonigral dari substantia nigra (kelompok sel
A9) ke korteks dan striatum. Kedua, jalur utama berasal dari tegmentum ventral
(kelompok sel A8, A10) dan amigdala, septum, inti accumbens, tuberkulum
olfaktorius, dan korteks frontal. Ada juga jalur dopamin dalam hipotalamus. Oleh
karena itu, aktivitas dopamine otak tidak bisa terbatas pada korteks frontal dan
area limbik saja, aktivitasnya juga berkurang pada korteks visual.
Studi PET mengungkapkan hipometabolism daerah oksipital pada PD.
Selain itu, respon hemodinamik dan koherensi korteks oksipital berkurang pada
PD. Oleh karena itu, perubahan fungsi spesifik yang melibatkan jalur
frontostriatal dan temporal oksipital terjadi pada tahap awal PD. Pasien PD
dengan kerusakan pada lobus temporal medial menyebabkan gangguan spasial
pada PD. (Amstrong, 2011)
3.3. Gangguan Gerak Bola Mata

Gerakan konjugat volunter cepat ke sisi yang berlawanan dimulai dari daerah 8 di
lobus frontal dan diteruskan ke pons. Gerakan-gerakan cepat ini disebut saccadic
(kecepatan puncak bisa melebihi 700 derajat per detik). Tujuannya adalah untuk
mengubah fiksasi mata dengan cepat dan membawa gambar objek baru ke fovea.
Saccadic ini begitu cepat tanpa menyadari perubahan pergerakan selama
perubahan posisi mata, yang pada dasarnya adalah kebutaan sesaat. Gerakan
saccadic dapat dibangkitkan dengan menginstruksikan seseorang untuk melihat ke
kanan atau kiri (saccadic yang diperintah) atau mengerakkan mata ke objek
(saccadic refixasi). Kedua gerakan ini terdapat pada penyakit neurologis yang
berbeda. Saccadic juga dapat ditimbulkan secara refleks ketika adanya suara yang
tiba-tiba atau munculnya sebuah benda pada lapangan penglihatan perifer yang
menarik perhatian serta memicu gerakan mata otomatis ke arah stimulus.
Saccadic laten yaitu interval antara munculnya sebuah objek dan mulai terjadinya
saccadic, adalah sekitar 200 ms. (Allan, 2009)
Pada penderita penyakit parkinson gangguan gerak bola mata terutama
pada gerakan sakadik dan gerakan pursuit halus. Pasien kesulitan untuk membuat
gerakan halus dan adanya gerakan vergen yang terbatas. (Archiball et al, 2011)
Penurunan kadar dopamin di basal ganglia dan korteks frontal menyebabkan
berkurangnya kadar dopamin di coliculus superior yang berperan pada kelainan
sakadik. Di daerah subkortikal, daerah basal ganglia adalah daerah yang paling
banyak ditemukan kelainan patologi pada PD. Basal ganglia, pars substantia nigra
reticulata, inti subthalamik, dan inti nucleus kaudatus terlibat dalam gerakan mata
saccadik. Pada penelitian menggunakan MRI fungsional dan EEG diketahui juga
terdapat peran penting korteks oksipital dalam memproduksi gerakan mata
sakadik. Dopamin juga memiliki peran pada ganglia simpatik, ganglia viseral, dan
di semua dinding arteri. Oleh karena itu, penurunan dopamin di beberapa daerah
ini bisa menjadi faktor yang berkontribusi terhadap masalah gerakan mata dan
reaktivitas pupil. (Amstrong, 2011; Kesler, 2006)

Gambar 3.4. Siklus kortikal, subkortikal dan batang otak, daerah bertanggung
jawab untuk pengendalian sakadic. Terdapat interaksi yang kompleks Antara
kortek frontal, parietal dan struktur subkortikal yang secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi colliculus superior dan batang otak dalam menimbulkan
gerakan sakadik. (Archibal et al, 2011)

BAB IV
GAMBARAN KLINIS GANGGUAN VISUAL PADA PENYAKIT
PARKINSON
4.1. Tajam Penglihatan
Pasien PD sering mengeluh penglihatan yang buruk terutama karena penyakit
perkembangan penyakitnya. sebagian, tajam penglihatan berkurang dan sebagian
mengeluhkan ketajaman penglihatan kontras rendah. Gangguan visus ini
merupakan faktor risiko terbentuknya halusinasi kronis pada PD. Ketajaman
visual yang buruk dapat disebabkan oleh kurangnya dopamin dalam retina,
gerakan mata abnormal, atau kurangnya gerakan berkedip dan sedikit akibat terapi
parkinson. (Amstrong, 2008)
4.2. Penglihatan Warna
10

Penglihatan warna terganggu pada PD disebabkan berkurangnya waktu proses fusi


warna yang menunjukkan akurasi persepsi kontur monokromatik. Gangguan
penglihatan warna ini dikaitkan dengan gangguan fungsi motorik yang lebih
tinggi. Gejala ini biasanya muncul pada tahap awal PD dan dapat diketahui
dengan menggunakan tes Farn-sworth-Munsell 100-hue. (Amstrong, 2011)
4.3. Gangguan Visuospatial
Gangguan visuospasial pada penderita parkinson disebabkan oleh terganggunya
fungsi ganglia basalis termasuk korteks parietal posterior. Gangguan ganglia
basalis secara langsung mempengaruhi fungsi kognisi spasial dan adanya deplesi
sel dopaminergik di struktur visual perifer menyebabkan terganggunya
kemampuan visual balik.

Gangguan yang muncul berupa berkurangnya

sensitivitas spasial kontras, diskriminasi warna, dan kontrol okulomotor.


(Davidstottir, 2005; Meppelink, 2009)
4.4. Lapangan Pandang
Terdapat beberapa studi mengenai defek lapangan pandang pada pasien PD.
Namun pada analisis retrospektif kelainan visual pasien PD menggunakan rasio
cup-to-disc dari 0,8 atau lebih untuk mengetahui adanya glaukoma, diketahui
sekitar 24% pasien PD menunjukkan kemungkinan perkembangan glaukoma.
Tekanan intraokular (TIO) sedikit lebih tinggi pada pasien PD dengan glaukoma
dibandingkan dengan pasien glaukoma tanpa PD (rata-rata 18.9 : 16.0). Dari
delapan PD pasien dengan glaukoma, lima diantaranya menderita glaukoma
tekanan rendah. Dalam sebuah penelitian pengukuran lapang pandang, diketahui
pasien yang menjalani pallidotomi posterior dimana prosedur ini memiliki risiko
kerusakan struktur otak termasuk kanalis optik. Dari 40 pasien tersebut, tiga
memiliki cacat lapangan yang visual yang mungkin disebabkan oleh operasi,
yaitu, kuadrananopia superior kontralateral, dua diantaranta dengan skotoma
parasentral kecil. (Amstrong, 2008; Archibal et al, 2013)
4.5. Gerakan Mata Sakadik dan Smooth
Pemeriksaan fungsi okulomotor pada pasien PD dapat dilakukan secara klinis atau
dengan menggunakan elektrookulografi (EOG). Respon EOG seringkali normal

11

pada pasien PD ketika mata pada posisi primer atau ketika istirahat (resting).
Dilaporkan terdapat gerakan mata sakadik dan smooth abnormal pada 75% pasien.
Waktu reaksi dan kecepatan maksimum sakadik horizontal pada pasien PD lebih
lambat. Gerakan mata sakadik mungkin menunjukkan keadaan hipometria,
sedangkan gerakan mata smooth mungkin terganggu oleh gerakan sakadik /small
saccadic. Sebagai tambahan, amplitudo gerakan mata sakadik meningkat pada
subjek normal ketika ada perubahan dari eksternal cue saccades ke self paces
saccades dan efek ini sering meningkat pada PD. Dalam sebuah studi, gerakan
sakadik meningkat pada pasien PD yang tidak dirawat, terdapat nilai hipometri
yang mengisyaratkan disfungsi jalur inhibisi striatocollicular pda pasien PD akibat
defisiensi dopamin pada ganglia basalis. Pada percobaan lain, kerja memori
spasial telah dipelajari hubungannya dengan gerakan mata. (Amstrong, 2011;
Mossiman et al, 2005)
Rekaman EOG telah dibuat sebelum dan sesudah terapi apomorphin pada
pasien stadium awal dan telah dikonfirmasi bahwa gerakan smooth telah terjadi
pada stadium awal penyakit. Sebagai tambahan, pasien dengan PD sering
kesulitan mempertahankan gerakan ulangan dan karena itu gerakan smooth
menunjukkan reduksi dalam respon penting dan kemunduran progresif dari respon
dengan stimulus ulangan.(Amstrong, 2008)
4.6 Nistagmus dan Konvergensi
Abnormalitas nistagmus optokinetik train nistagmus dan konvergensi pada
pasien PD telah dilaporkan. Abnormalitas lain yang telah diobservasi antara lain
jerkiness, coghwheeling dan terbatasnya gerakan mata. Gerakan mata vertikal
seringkali terganggu dibandingkan gerakan mata horizontal. Konvergensi dapat
berhubungan dengan luasnya exophoria dan terjadinya diplopia. (Archibal et al,
2011)
4.7. Reflek Berkedip
Pada pasien PD sering ditemukan berkurangnya frekuensi berkedip. Hal ini
disebabkan ketidaknormalan kelenjar airmata, kondisi mata kering, dan
menurunnya visus. Sebuah tanda karakteristik okular memungkinkan refleks
berkedip. Menimbulkan tekanan bagian atas batang hidung. Pada individu normal,
refleks berkedip muncul bila terdapat cahaya berurutan, kurang produksi air mata
12

dan respon menurun serta

sebagai refleks melihat. Pada pasien PD,refleks

mengedip mungkin tidak hilang saat pencahayaan hilang, selain itu, durasi
berkedip bisa meningkat pada pasien PD. (Amstrong, 2011)
4.8. Reaktivitas Pupil
Pembesaran diameter pupil dengan anisokoria yaitu (pembesaran pupil tidak
sama) setelah adaptasi cahaya pernah dilaporkan pada pasien PD, tidak ada
perubahan setelah adaptasi gelap. Hasil dari observasi mengatakan terjadinya
ketidakseimbangan otonomik parasimpatik pada pasien PD.
4.9. Psikofisis
Terjadi ganggun pada sensitivitas kontras pada sebagian pasien PD, teutama pada
frekuensi yang tinggi atau pertengahan. Pada sebagian orang terjadi kekurangan
sensitivitas kontras, apabila penyakitnya sedang berlanjut, dan bisa menjadi
kontribusi untuk penglihatan yang jelek pada PD. Hal ini bisa disebabkan oleh
disfungsi dopamin atau disebabkan oleh kelainan kortikal. Terapi L-Dopa bisa
memperbaikinya. Pada pasien yang kontrolnya bagus tidak akan menyebabkan
gangguan neurologi. Apomorfin bisa memperbaiki acromatic special constrast
sensitivity. Penggunaan apomorfin dapat memperbaiki secara signifikan pada efek
visual warna minimal. Pada patologi PD, dibuktikan bahwa substansia nigra
berfungsi dalam proses kerja bagian temporal untuk tugas motorik dan preseptual.
Gangguan pada persepsi visual tehadap stimuli yang bergerak dengan cepat bisa
menyebabkan gangguan apabila melihat sesuatu yang bergerak dengan cepat.
(Meppelink, 2009; Shayler, 2009)
4.10. Halusinasi Visual
Halusinasi visual merupakan komplikasi kronik pada PD, terutama pasien yang
diobati dengan L-dopa dan agonis dopamin. Pada suatu penelitian pasien PD,
halusinasi tejadi 40% sebelum 3 bulan pasien diperiksa. Halusinasi visual
sebanyak 22% dan pendengaran sebanyak 10%. Pasien dengan halusinasi minor
lebih menunjukkan depresi daripada yang mayor. Tiga faktor yang diprediksi
menyebabakan halusinasi adalah defisit kognitif yang berat, kesadaran somnolen
setiap hari dan durasi penyakit yang lama. Halusinasi pada PD sering kompleks
dan manifestasi awal sering di dahului dengan miskonsepsi ilusionari, penamaan,

13

stereotypical color full imaged. Halusinasi visual termasuk gangguan dalam


regulasi mendapatkan dan menyaring persepsi external dan internal yang
berhubungan visual image. Faktor risiko untuk halusinasi pada PD adalah
penglihatan primer yang buruk dan berkurangnya aktifitas kortex visual primer.
(Amstrong, 2011; Shayler, 2011)

BAB V
PENGARUH PENGOBATAN PARKINSON TERHADAP FUNGSI
OKULER
Terapi parkinson bisa berupa terapi tunggal atau kombinasi beberapa obat. Begitu
juga Selegilin dan Rasagilin, kedua obat ini bukan untuk memperlambat
perkembangan penyakit, tetapi untuk mengontrol gejala klinis yang ada. Terapi
parkinson bertujuan untuk mengurangi aktifitas kolinergik atau dengan
mendorong aktivitas dopamin di ganglia basal. (Amstrong, 2008)
Pengobatan

Contoh

Efek Samping Okuler

Antikolinergik

Benzhexol,
Diphenydrine

Midriasis, fotofobia, mata kering,


penurunan akomodasi, anisokor,
penglihatan kabur, tertutupnya
sudut mata depan

Dopamin

Bromokriptin

Kambuhnya halusinasi

14

Agonis
L-Dopa

L-Dopa/carbidopa

Midriasis, miosis, blegarospasme,


ptosis, diplopia, penurunan visus

MAO inhibitor

Selegilin, Rasagilin

Hilangnya
tajam
pandangan kabur

Anti viral

Amantadine

Midriasis,
halusinasi

Antidepresan

Imipramine

Midriasis, cycloplegia, mata kering,


paresis otor okuler, nistagmus

Terapi bedah

Palidotomi

Gerakan mata sakadik, gangguan


lapangan pandang

keratitis

penglihatan,

superfisial,

Tabel 5.1. Efek samping okuler pada pengobatan penyakit Parkinson (Amstrong,
2011)
5.1. Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik seperti benzhexol dan diphenydrine terapi lini pertama untuk
mengobati PD. Bekerja untuk mengurangi jumlah asetilkolin yang meningkat
akibat berkurangnya jumlah dopamin. Merupakan pilihan pertama untuk
mengatasi tremor. Benzhexol memiliki efek midriasis yang signifikan, sehingga
tidak boleh diberikan pada penderita glaucoma sudut tertutup, dan hati-hati
pemberiannya pada pasien penyempitan sudut mata anterior. Penggunaan jangka
lama obat ini, menyebkan penutupan sudut mata anterior tanpa gejala akut. Risiko
ini mungkin hanya dapat diketahui dini oleh ahli mata, sehingga penting untuk
pengukuran sudut mata anterior. Efek samping lain obat ini adalah fotofobia dan
penurunan akomodasi dan penglihatan kabur. (Amstrong, 2011; Archibal, 2011)
5.2. Agonis Dopamin
Agonis dopamin adalah pengobatan dini lainnya untuk meningkatkan efek
dopamin dengan langsung merangsang reseptor dopamin. Obat ini dapat
menimbulkan komplikasi motorik ringan dan diskinesia tapi lebih ringan dari

15

pada L-dopa. Penggunaan agonis dopamin dapat memperburuk halusinasi visual


pada PD.
5.3. L-dopa
L-dopa merupakan salah satu terapi yang paling sering dan baik digunakan,
merupaka prekursor dopamin dan lebih mudah menembus sawar darah otak
daripada dopamin itu sendiri. Sering diberikan dengan dekarboksilase perifer,
seperti, carbidopa atau benserazide, untuk mengurangi kerusakan L-dopa di luar
otak. Awalnya dapat terjadi midriasis yang diikuti dengan miosis. Ptosis dan
blepharospasm telah dilaporkan pada beberapa pasien. Selain itu, L-dopa juga
dapat memperpanjang latensi sakadik, yang bervariasi antar individu.
5.4. Inhibitor MAO
Inhibitor Monoamine oxidase B (MAO-B) seperti seliginine dan rasagiline,
memperlambat pemecahan dopamin di sinaps. Pada pasien PD diobati dengan
inhibitor MAO-B dan beberapa ergotene yang berasal agonis dari dopamine
menimbulkan mata kabur. Hal ini disebabkan oleh adanya penghambatan reseptor
dopamin retina dan / atau adanya stimulasi berlebihan dari reseptor dopamin pasca
sinaptik yang mengakibatkan gangguan pengolahan informasi retina.
5.5. Amantadine dan Imipramine
Obat anti viral amantadine juga digunakan untuk mengobati PD. Mekanisme
kerjanya belum diketahui pasti, namun dapat mengatasi banyak gejala penyakit.
Efek samping okuler yang telah dilaporkan yaitu keratitis, midriasis,
berkurangnya daya akomodasi dan dapat terjadi halusinasi visual. Sebaliknya,
imipramine memiliki sifat antidepresan dan antikolinergik yang mampu
menghambat reuptake dopamin. Efek samping okuler termasuk midriasis,
cycloplegia, mata kering, nistagmus dan paresis otot okular. (Amstrong, 2011;
Archibal, 2011)
5.6. Terapi Bedah
Pada PD terjadi penngkataan aktivitas pada globus pallidus, sehingga terapi
pallidotomi bertujuan untuk mengatasi hal ini. Diharapkan gejala tremor dan
kekakuan akan berkurang. Setelah diamati pada saat sebelum dan sesudah
tindakan palidotomi diketahui bahwa setelah operasi, kecepatan sakadik mediasi

16

internal berkurang tetapi sakadik terarah visual tidak dipengaruhi. (Amstrong,


2011; Shayler, 2011)

BAB VI
DIAGNOSIS
Diagnosis gangguan visual pada penyakit Parkinson ditegakkan dengan
melakukan anamnesis gejala yang ada dan melakukan beberapa tes fungsi
penglihatan. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui mengetahui fungsi retina,
meliputi pemeriksaan tajam penglihatan melalui pemeriksaan elektrofisiologi

17

retina dan pemeriksaan sensitifitas kontras. Tajam penglihatan diukur dengan


Snellen chart, log MAR atau chart Illiterate E. (Archibal, 2011)

Gambar :
(A) Huruf E jatuh pada retina dan dapat diukur melalui lengkung visual dengan
satuan degree per menit (60 min = 1 deg).
(B) Snellen nomenclature (i.e. 6/6) mengetahui frekuensi spasial dalam satuan
siklus per degree (cpd). Pada ketajaman 6/6 stimulus visual (huruf dan lambaian
tangan) harus dapat dilihat pada sudut 5 menit, dengan waktu stimulus 1 menit.
Siklus lengkap dari black-white-black dalam waktu 2 menit per siklus dalam 30
siklus penuh.
(C) Balok sempit dengan batas yang tegas meingkatkan frekuensi spasial
(D) Skala The Campbell-Robson menilai kemampuan untuk menilai frekuensi
spasial tengah. (Archibal et al, 2011)
Penilaian tajam penglihatan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan
spasial dalam membedakan stimulus sehingga dapat mengerti suatu gambaran
dengan perbedaan hitam putih yang jelas. Dengan kemampuan ini seseorang dapat
berjalan mandiri melewati celah sempit. (Davidstottir, 2005)

18

BAB VII
PENATALAKSANAAN

Penglihatan kabur biasanya diobati dengan koreksi refraksi yang digabung dengan
obat antikolinergik. Diplopia akan membaik dengan obat anti Parkinson, dengan
mengistirahatkan mata, serta dengan tetap memakai lensa Fresnel prisma hingga
gejala hilang. Gejala mata kering dapat diatasi dengan air mata buatan, selain itu

19

pasien dinasehati untuk menghindari tempat-tempat yang kering, panas dan


berasap. (Shayler, 2011)
Gejala visual yang lebih kompleks diatasi dengan tetap mengontrol
penyakit dasar dan efek samping obat yang diberikan. Penglihatan warna dan
kontras ditingkatkan dengan pemberian L-DOPA dan obat-obatan anti Parkinson
lainnya. Halusinasi dan gangguan visual lainnya memerlukan terapi neuroleptik
seperti clozapine dan quetapine. (Archibal et al, 2013; Meppelink, 2009)
Terapi cahaya telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengobati
depresi dan gangguan afektif musiman tetapi juga telah digunakan untuk
mengobati masalah motorik. Cahaya, saat mencapai intensitas tertentu, bisa
menghambat produksi melatonin, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
produksi dopamin. Ketika produksi melatonin dapat dihambat, maka akan terjadi
peningkatan produksi dan penggunaan dopamin di otak. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa terapi cahaya bermanfaat pada PD. Meskipun terapi cahaya
terang (Bright Light Theraphy), seperti penggunaan lampu Seasonal Affective
Disoder (SAD) dalam menekan pelepasan melatonin yang dapat digunakan untuk
mengatasi depresi dan gangguan tidur, efek pada PD belum diketahui pasti.
Pemeriksaan efek BLT pada gejala motorik, depresi, dan tidur pada PD melalui
studi double-blind acak terkontrol plasebo ditemukan peningkatan yang signifikan
dari tremor dan depresi pada kelompok pengobatan aktif tetapi tidak pada
kelompok plasebo. (Shayler, 2011)
Studi lain pada pasien PD yang diberikan cahaya fluoresen putih dengan
intensitas 1.000 sampai 1.500 lux sekali sehari selama dua minggu terhitung satu
jam sebelum tidur, menunjukkan peningkatan yang nyata dalam bradikinesia dan
kekakuan pada sebagian besar pasien. Cahaya hijau level rendah terbukti efektif
untuk menekan melatonin. (Shayler, 2011)
BAB VIII
KESIMPULAN

20

Penyakit Parkinson (PD) adalah gangguan neurodegeneratif umum yang

terjadi pada usia paruh baya dan usia lanjut.


Disfungsi Visual pada pasien PD sering dijumpai namun jarang sebagai

keluhan utama
Fungsi visual mempengaruhi mekanisme postural dan gangguan
penglihatan merupakan faktor risiko gangguan keseimbangan pada pasien

PD.
Beberapa obat antiparkinson menyebabkan gangguan fungsi visual pada
PD.

DAFTAR PUSTAKA
Archibald Neil K, Mike P. Clarke, Urs P. Mosimann, and David J. Burn. 2011.
Visual Symptoms in Parkinsons Disease and Parkinsons Disease
Dementia. Movement Disorders, Vol. 26, No. 13
21

Archibal Neil et al. 2013. Visual exploration in Parkinsons disease and parkinsons disease
dementia. Brain 2013: 136; 739-750
Armstrong Richard A. 2008. Visual signs and symptoms of Parkinsons disease
Clin Exp Optom 2008; 91: 2: 129138
Armstrong R. A. 2011. Visual Symptoms in Parkinsons Disease. SAGE-Hindawi
Access to Research Parkinsons Disease Volume 2011, Article ID
908306, 9 pages
Basjiruddin A, 2013. Gejala non motorik penyakit Parkinson dalam Kelompok Studi Movement
Disorder. Buku panduan penyakit Parkinson dan gangguan gerak lainnya. Jakarta. Hal
25-28
Barrack Samuel. 2009. Visual disturbance in Parkinsons disease. Jneurology, 2009
Bearman Andrew. 2014. Eye & Vision Issues in PD. AAMC Newsletter vol 6.
Number 8.
Crevits L. 2003. Abnormal Psychophysical Visual Perception in Parkinsons
Disease Patients. Acta neurol. belg., 2003, 103, 83-87
Davidsdottir Siguros. 2005. Visual and Spatial Symptoms In Parkinsons Disease.
Vision Research 45 (2005) 12851296.
Filley Christoper M. Neurobehavioral anatomy chapter seven : agnosia. Colorado
2011. University Press of Colorado. 105-112
Goodale, Melvyn A., dan Milner David. 1992. Separate Visual Pathways for
Perception and Action. Elsevier Science Publisher Ltd. Vol 15. No 1
Kesler Anat, Amos D Korczyn. 2006. Visual disturbance in Parkinsons disease. Pract
Neurol. 2006; 6 : 28-33
Meppelink Anne Marthe, Bauke M. de Jong, Remco Renken, Klaus L. Leenders,
Frans W. Cornelissen and Teus van Laar. 2009. Impaired Visual
Processing Preceding Image Recognition in Parkinson. s Disease
Patients with Visual Hallucinations. Brain 2009: 132; 29802993
Mossiman et al. 2005. Saccadic eye movement changes in Parkinsons disease dementia and
dementia with lewy bodies. Brain (2005), 128; 1267-1276
Ropper Allan, Samuels Martin. 2009. Adams and Victors Principles of Neurology
9th ed. McGraw-Hills Education.
Shayler Geoff. 2011. Visual features of Parkinsons disease. Ageing Vision PArt 2
Course Code: C-15421.www.optometry.co.uk
Syamsuddin Thamrin, 2013. Penyakit Parkinson dalam Kelompok Studi Movement Disorder.
Buku panduan penyakit Parkinson dan gangguan gerak lainnya. Jakarta. Hal 7-9

22

Anda mungkin juga menyukai