Anda di halaman 1dari 13

PERCOBAAN I

PROTEIN:

REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN

PENENTUAN KONSENTRASI PROTEIN

Nama
NIM
Nama Asisten
NIM Asisten
Tanggal Percobaan/Shift

: Anwar Fauzi Rakhmat


: 10413023
: Nurwanti Fatnah
: 20514007
: 13 Februari 2015/Siang

LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

PERCOBAAN I
PROTEIN: REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PENENTUAN
KONSENTRASI PROTEIN

I.

Tujuan
1. Menentukan keberadaaan tirosin dalam albumin dan gelatin dengan uji
Millon
2. Menentukan keberadaaan triptofan dalam albumin dan gelatin dengan
uji Hopkins-Cole
3. Menentukan keberadaaan sistin dan sistein dalam larutan uji
4. Menentukan pengaruh penambahan garam pada kelarutan protein
pada larutan
5. Menentukan faktor kimia dan fisika yang mempengaruhi proses
denaturasi protein
6. Menentukan kadar protein dalam larutan sampel dengan metode
Lowry

II.

Teori Dasar
Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam
amino. Asam amino yang menyusun protein ada 20 macam. Protein
terdapat dalam sistem hidup semua organisme baik yang berada pada
tingkat rendah maupun organisme tingkat tinggi. Protein mempunyai
fungsi utama yang kompleks di dalam semua proses biologi.

Asam amino mengandung asam karboksilat (-COOH), asam


amino (-NH2) serta rantai cabang (-R).

Ada 20 asam amino yang dibedakakan oleh gugus R. R akan


menentukan sifat asam amino yaitu nonpolar, netral, asam atau

basa. Asam amino yang terinkorporasi ke dalam protein memiliki


ikatan kovalen bernama ikatan peptida. Ikatan peptida terbentuk
antara asam karboksilat suatu asam amino dengan gugus amino
asam amino lain. Gugus R pada asam amino dapat bereaksi untuk
memproduksi produk senyawa berwarna tertentu, sehingga melalui
senyawa berwarna yang terbentuk dapat ditentukan gugus R yang
berada dalam protein. Pada percobaan ini akan digunakan reagenreagen pewarna untuk mendeteksi secara kualitatif keberadaan
gugus fungsi pada asam amino atau protein.
Pada percobaan ini, dilakukan Uji Millon yang bertujuan untuk
menentukan keberadaan asama mino tyrosin. Hasil positif uji Millon
ini akan memberikan warna merah pada larutan atau endapan.
Dilakukan juga uji Hopkins-cole yang dilakukan untuk menentukan
keberadaan asam amino triptofan. Hasil positif uji ini akan
memberikan hasil warna ungu pada larutan. Pada reaksi sistein,
positif jika berubah warna merah, dan pada sistin akan terbentuk
endapan

hitam.

Pada

penambahan

garam,

protein

akan

mengendap kareena ion garam yang terhidrasi berkompetisi


dengan protein sehingga protein mengendap. Pada penambahan
asam atau basa, protein akan terdenaturasi karena perubahan pH.
Selain itu dilakukan uji kuantitatif konsentrasi protein dengan
metode lowry. Pada metode lowry digunakan reagen Folin-Ciocalteu
sebagai pendeteksi gugus fenolik pada protein, sehingga asam
amino yang mengandung tirosin dapat terdeteksi.
III.

Metode
Pada uji Millon, disediakan dua buah tabung reaksi yang masing
masing diberi 2 mL albumin dan 2 mL 2% gelatin. Kemudian ditambahkan
tiga tetes reagen Millon. Kedua tanbung kemudian ditempatkan pada
incubator air mendidih. Kemudian dilihat perubahan warnanya. Pada Uji

Hopkins-Cole, dua tabung berbeda diberi masing masing 2 mL albumin


dan 2% gelatin. Pada kedua tabung kemudian ditambah reagen HopkinsCole. Kemudian ditambahkan 30 tetes asam sulfat pekat dengan cara
memiringkan tabung hingga 45o kemudian diteteskan asam sulfat pekat
kedalamnya. Setelah ditetesi, kedua fasa yang terbentuk jangan dikocok.
Kemudian diamati.
Pada uji reaksi sistin, serbuk sistin dilarutkan dalam 5mL NaOH 1 M,
kemudian ditambah sedikit Kristal Pb asetat. Lalu dipanaskan hingga
mendidih. Pada reaksi sistein, Kristal sistein hidroksida dilarutkan dalam 5
mL air, kemudian ditambah 0.5 mL larutan nitroprusida 1% dan 0.5 mL
NH4OH. Pada reaksi pengendapan protein dengan garam, 5 mL larutan
albumin telur (1:5) dijenuhkan dengan ammonium sulfat. Kemudian
hasilnya di saring dengan kertas saring. Endapan dari penyaringan diuji
dengan reagen millon, dan filtrate dengan biuret. Pada uji denaturasi
protein, disiapkan tiga tabung berbeda dan diisi masing masing dengan 9
mL albumin. Kemudian pada tiap tabung secara berurutan ditambahkan
HCl 0.1 M 1 mL, NaOH 0.1 M 1 mL dan 1 mL buffer asetat pH 4.7 1 M.
Ketiga tabung kemudian ditempatkan pada air mendidih selama 15
menit. Setelah itu didinginkan selama 15 menit. Tabung 1 dan 2 kemudian
ditambah buffer asetat pH 4.7 1 M.
Pada penentuan kadar protein secara Lowry, Larutan standar protein
dicampurkan dengan air hingga volumenya tidak melebihi 0.5 mL pada 5
tabung berbeda. Kemudian dimasukkan sampel protein 0.5 mL pada
tabung berbeda. Ditambahkan 2mL biuret pada masing-masing tabung.
Kemudian masing masing tabung diinkubasi selama 10 menit. Setelah 10
menit, ditambahkan fenol pada tiap tabung. Kemudian diinkubasi lagi
selama 30 menit. Setelah 30 menit, diukur absorbannya pada panjang
gelombang 700 nm.
IV.
Uji
Millon

Data dan Pengolahan


Hasil

Keterangan
Albumin: +
Gelatin: +
Hasil + : terbentuk warna

merah
Albumin

Gelatin

Hopkins-Cole

Albumin: +
Gelatin: Hasil + : terbentuk warna
ungu
Albumin

Gelatin
Sistin: +
Sistein: +
Hasil + sistin: terbentuk

Sistin dan Sistein

endapan hitam
Sistin

Pengendapan

Sistein

Hasil + sistin: terbentuk


warna merah
Endapan:
mengandung

Dengan

Garam

protein
Filtrat: tidak mengandung
protein
Endapan+Millon

Hasil + Biuret: terbentuk

Filtrat+Biuret

warna ungu
Urutan gumpalan:

Denaturasi Protein

Buffer > Asam > Basa

Basa, Asam, Buffer

Penentuan Kadar Protein Secara Lowry


1
Tabung

(Blanko

)
Absorb
an

0.146

0.383

0.212

0.351

0.366

(Samp

(Samp

el)

el)

0.139

0.121

Konsentrasi Larutan Standar


Keterangan:
M1 V1 = M2 V2

M1 : konsentrasi larutan induk BSA (200 g/mL)


V1 : volume larutan induk BSA
M2 : konsentrasi larutan standar
V2 : volume larutan standar (0.5 mL)

Tabung

M2=

M2 =

M2 =

M2 =

M2=

Konsentrasi
( g/mL)

200 . 0,1
0,5

200 . 0,2
0,5

= 40

= 80

200 . 0,3
0,5
= 120

200 . 0,4
0,5
= 160

200 . 0,5
0,5
= 200

Konsentrasi Sampel Protein

Penentuan Konsentrasi Sampel Protein


0.4
0.35

0.35
R ==0.9
f(x)
0x + 0.07

0.37

0.3
0.25
Absorban

0.21

0.2
0.15

0.15

0.1
0.05
0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220
Konsentrasi (g/mL)

y = 0.0015x + 0.0748
Sampel I:
x (konsentrasi)=

0.1390.0748
0.0015

= 42.8

0.1390.0748
0.0015

= 30.8

g/mL
Sampel II:
x (konsentrasi)=
g/mL
V.

Pembahasan
Pada uji Millon, penambahan Millon yang megandung garam merkuri
akan

mengendapkan

protein

menjaadi

endapan

putih,

dan

bila

dipanaskan akan menjadi berwarna merah. Ketika proses pemanasan ini,


protein mengalami denaturasi dan koagulasi. Reaksi pada uji Millon akan
memberikan hasil negative pada asam amino yang tidak mengandung
gugus fenol. Karena gugus fenol adalah gugus yang bereaksi dengan ion
merkuri dan menghasilkan warna merah. Reaksi yang terjadi pada uji ini
adalah:

Pada hasil pengujian albumin dan gelatin, didapat hasil positif karena
terdapat endapan berwarna merah yang membuktikan terdapat asam
amino tirosin.
Uji Hopkins-Cole dilakukan untuk menguji keberadaan asam amino
triptofan. Asam amino triptofan adalah satu-satunya asam amino yang
mengandung gugus indol. Gugus indol ini akan bereaksi dengan asam
glikosilat pada keadaan sangat asam sehingga membentuk cincin ungu

yang merupakan hasil uji positif. Asam sulfat pekat digunakan untuk
menghidrolisis protein dan membebaskan triptofan. Asam amino selain
triptofan tidak dapat menghasilkan hasil positif pada uji ini karena tidak
memiliki gugus indol. Reaksi yang terjadi adalah :

Pada hasil percobaan, didapatkan hasil positif berupa cincin ungu yang
terbentuk pada albumin, sedangkan pada gelatin tidak terbentuk cincin
ungu. Hal ini disebabkan pada albumin terdapat triptofan, sedangkan
pada gelatin tidak.

Reaksi uji sistin dilakukan untuk menguji keberadaan sistin pada


protein sampel. Sistin mengandung sulfur. Ketika ditambahkan NaOH

dan dipanaskan, NaOH akan memutus ikatan sulfida pada sistin,


kemudian akan menghasilkan natrium sulfida. Reaksi ini terjadi
karena ada pengkonversian parsial dari sulfur organik menjadi
sulfida anorganik. Sulfida anorganik tersebut kemudian akan
dideteksi dengan penambahan Pb asetat. Pb akan berikatan
dengan sulfur, kemudian membentuk endapan PbS yang berwarna
hitam dan merupakan hasil positif terhadap reaksi sistin. Reaksinya
adalah:

Pada uji reaksi sistin, didapat hasil positif dengan adanya endapan
berwarna hitam yang merupakan endapan PbS.
Pada uji reaksi sistein, dilakukan untuk mengetahui keberadaan asam
amino

sistein

yang

mengandung

gugus

sulfidril

(-SH).

Amonium

hidroksida merupakan senyawa sam lemah yang memberikan suasana


asam, nitroprusida akan membetuk kompleks berwarna merah dengan
sulfur dari sistein. Namun, warna merah ini bersifat tidak stabil, karena
ammonia yang bereaksi dengan sistein merupakan ligan lemah yang bila
direaksikan akan membuat reaksi tidak stabil. Reaksi yang terjadi adalah :

Pada hasil uji didapat hasil positif berupa larutan berwarna merah pada
bagian permukaan larutan. Selain sistein, hasil positif akan didapat juga
pada sistin karena sistin juga memiliki atom sulfur. Hasil positif diberikan
akibat adanya gugus (-SH) yang berikatan dengan nitroprusida dalam
keadaan suasana ammonia berlebih.
Pada reaksi pengendapan protein dengan garam akan diketahui
pengaruh garam pada konsentrasi tinggi terhadap kelrutan protein.
Garam yang digunakan yaitu ammonium sulfat yang dapat membuat
larutan albumin mengendap. Proses pengendapan ini dinamakan salting
out. Garam ammonium sulfat memiliki kelarutan yang lebih tinggi
dibandingkan protein sehingga dapat mendesak protein membentuk
solidnya. Semakin banyak garam yang ditambahkan , maka kelarutan
protein akan turun dan semakin mengendap. Ketika Endapan diuji denga
reagen Millon, didapat hasil positif, yang erarti pada endapan tersebut
terdapat protein. Sedangkan pada filtrate saam diuji biuret tidak
memberikan hasil positif. Yang berarti pada filtrate tidak terdapat lagi
protein.
Pada

uji

denaturasi

protein,

denaturasi

terjadi

karena

adanya

gangguan pada struktur primer atau tersier. Salah satu yang menjadi
penyebab gangguan tersebut adalah pH. Penambahan buffer asetat

4,7 bertujuan untuk mengendapkan protein. Hal ini dikarenakan


albumin memiliki kisaran pH isoelektrik pada sekitar angka 4,7.
Pada titik isoelektrik, protein mempunyai daya kelarutan minimum,
sehingga

titik

isoelektrik

merupakan

pH

untuk

memberikan

endapan optimum. Pada penambahan buffer terjadi penggumpalan


paling banyak, diikuti penggumpalan pada asam, dan basa. Yang
memengaruhi deaturasi pada percobaan ini yaitu pH dan suhu.

Metode lowry merupakan uji kuantitatif untuk mengetahui


konsentrasi protein. Metode ini sensitif untuk uji kuantitatif tersebut
karena menggunakan reaksi dengan 2 reagen pewarna. Metode ini
menggunakan reaksi dari reagen Biuret. Cu2+ pada biuret akan
bereaksi dengan ikatan peptida pada protein dalam kondisi basa.
Hal ini akan membuat ion Cu2+ tereduksi menjadi ion Cu+. Larutan
akan berwarna kuning pucat setelah ditambahkan biuret ini.
Dengan reaksi:

Selain itu, digunakan pula reagen Folin Ciocaltaeu. Reagen ini


mengandung kompleks fosfomolibdat dan fosfotungstat. Bila ada
tirosin pada protein yang akan diuji maka kompleks fosfomolibdat
dan fosfotungstat akan direduksi oleh tirosin tersebut menjadi
tungten dan molibdenum sehingga warna larutan menjadi biru.
Intensitas warna akan bergantung pada banyaknya tirosin yang
terdapat pada protein. Semakin banyak tirosin maka warna biru
akan semakin tua. Kemudian larutan berwarna ini dapat dideteksi
absorbannya

menggunakan

spektrofotometer

dengan

panjang

gelombang 650-700nm. Pada pengukuran absorbansi, digunakan


BSA atau Bovine Serum Albumin sebagai standar, karena mudah
didapat, murah namun kemurniannya baik dan terjaga. Kelebihan
dari metode ini adalah metode ini sensitif tanpa perlu pencernaan,

metode ini 10-29 kali lebih sensitif daripada absorpsi sinar UV pada
panjang gelombang 280 nm dan gangguan terhadap turbiditas
lebih minimum, lebih sederhana dan lebih sensitif daripada metode
ninhidrin, lebih mudah diadaptasikan untuk analisis dengan lingkup
kecil, serta 100 kali lebih sensitif daripada reaksi biuret. Kelemahan
dari metode ini adalah warna yang dihasilkan kurang konstan
dibandingkan reaksi biuret, dan warna tidak selalu proporsional
dengan konsentrasi. Pada percobaan, didapatkan warna kuning
setelah penambahan biuret. Setelah penambahan fenol pengganti
reagen folin, maka larutan menjadi berwarna biru. Warna biru
bertambah tua atau pekat bila protein/BSA semakin banyak
ditambahkan. Setelah pengukuran absorbansi dari larutan standar
yang disiapkan, dibuat kurva absorbansi dan dihitung persamaan
regresi linear. Dari persamaan regresi linear yang didapatkan dari
penghitungan, didapat konsentrasi protein sampel sebesar 42.8
g/mL, dan sampel kedua 30.8

g/mL protein terlarut.

Selain penggunaan metode lowry, dapat juga digunakan metode


Bradford. Metode ini telah dikenal sejak ditemukan tahun 1976 oleh
Bradford. Metode Bradford sama efektifnya dengan metode Lowry,
cepat, dan mudah dilakukan dan lebih kecil kemungkinannya
menerima gangguan dari kontaminan. Pada pengujian ini, pewarna
Coomassie Blue G-250 terlarut dalam larutan asam sehingga dapat
memberikan serapan pada panjang gelombang 450 nm. Ketika
reagen pewarna berikatan dengan molekul protein yang bermuatan
positif, akan dihasilkan serapan hingga panjang gelombang 595
nm. Perubahan serapan ini terjadi secara cepat dan relative stabil,
bagaimanapun, tingkat serapan ini bergantung pada konsentrasi
protein yang terlarut. Kelemahan metode ini adalah pewarna yang
digunakan dapat menempel pada kuvet, tangan, dan kain pakaian.

Untuk menghilangkannya dapat digunakan larutan deterjen Sodium


dedocyl sulfate. Terdapat juga metode biuret yang dilakukan
dengan mengukur absorban cahaya pada sebuah larutan kompleks
berwarna

ungu.

Larutan

kompleks

berwarna

ungu

tersebut

merupakan produk hasil reaksi protein yang bereaksi dengan


reagen biuret. Protein membentuk kompleks dengan ion Cu 2+ dari
biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
diserap oleh alat, maka semakin tinggi kandungan protein dalam
larutan. Kelebihan metode Lowry dibanding metode Biuret adalah
100 kali lebih sensitif daripada reaksi biuret. Kelemahan metode
Lowry dibanding metode Biuret adalah warna yang dihasilkan
kurang konstan dibandingkan reaksi biuret, dan warna tidak selalu
proporsional dengan konsentrasi.
VI.

Kesimpulan
1. Pada albumin dan gelatin terdapat asam amino tirosin
2. Pada Albumin terdapat asam amino triptofan, sedangkan pada
gelatin tidak terdapat triptofan
3. Pada larutan uji terdapat sistin dan sistein
4. Penambahan garam akan mendegradasi kelarutan protein dalam
larutan, sehingga protein akan menggumpal/mengendap
5. Faktor kimia yang berpengaruh pada denaturasi protein adalah pH
dan factor fisika yang berpengaruh adalah suhu
6. Sampel larutan pertama mengandung 42.8
sampel kedua 30.8

g/mL protein terlarut.

g/mL protein, dan

VII.

Daftar Pustaka
Harrow, B. 1960. Laboratory Manual Of Biochemistry Ed. 5.

Hess, W.C dan Sullivan M.X. 1943. The cysteine, the cystine and
methionine content of protein. J. Biol. Chem. 151:635-642.
Joshi, R.A. 2006. Question Bank of Biochemistry. New Delhi: New
Age International (P) Ltd. Publishers
Katili, A.S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu.
2(5): 19

Maloeuf, N.S.R. 1936. The Nitroprusside Reaction as a Test for


Reduced Glutathione. Nature. 138, 75-76
Matthews,

C.K.,

Holde,

K.E.

1990.

Benjamins/Cummings Publishing Co.

Biochemistry.

Redwood:

The

Anda mungkin juga menyukai