Case Anak Siti Budianggi Azmi
Case Anak Siti Budianggi Azmi
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan.
Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak
buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. Hipertiroid dalam kehamilan dapat
memberikan komplikasi serius, mulai dari penyulit obstetrik seperti preeklamsia,
komplikasi gagal jantung pada ibu, hingga kelahiran prematur dan kematian janin.
Hipertiroid dalam kehamilan sering memberikan gejala tidak khas, pengobatannya
harus mempertimbangkan efek obat yang mungkin teratogenik.1,2
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita engan
puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,10,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave.3,4
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Divisi Genetika Fakultas Kedokteran
Universitas Florida Selatan menunjukkan bahwa 18 dari 82 kasus (22%) bayi
dengan eksomfalus mengalami kematian dalam 1 tahun pertama kehidupan.
Penyebab kematian tidak berhubungan secara langsung dengan eksomfalus, 9
kasus kematian disebabkan oleh gangguan pernapasan, 4 kasus dengan defek
jantung bawaan, 3 kasus dengan defek tabung saraf, 2 kasus dengan komplikasi
pasca operasi.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di bawah presentil ke-10 pada
standard intrauterine growth chart of low birth weight untuk masa kehamilan, dan
mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak dapat mencapai ukuran genetik
yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan
janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan
lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (at term, >37
minggu). Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut small for gestational
age (SGA), dimana bayi mempunyai berat badan kecil yang tidak menimbulkan
kematian perinatal. (1,4,6)
2.
1.
2.
2.2
Epidemiologi
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada
bayi dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka
kejadian untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT.(5,6)
Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan
simetrik dan pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan
mempunyai beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol
syndrome). Janin yang kecil secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang
sekunder karena pengaruh restriksi gizi dan pertukaran gas. Dashe dkk
mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20% pertumbuhan asimetris,
80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75 (cukup untuk
usia kehamilan).
2.3
Etiologi
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau
abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan
ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin tidak cukup
mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meskipun beberapa bayi
kecil karena genetik (orang tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab
lain.
Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:
a.
c.
11
Simetris
Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak
b.
Infeksi janin
c.
Malformasi kongenital
d.
Kelainan kromosom
e.
Sindrom Dwarf
2.
a.
b.
Malnutrisi berat
3.
Asimetris
Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih
13
Penyakit vaskuler
b.
c.
Hipoksia kronis
d.
Anemia maternal
e.
f.
Janin multipel
g.
Kehamilan postterm
h.
Kehamilan ekstrauteri
2.4
Klasifikasi
Antara PJT dan SGA banyak terjadi salah pengertian karena definisi
keduanya hampir mirip. Tetapi pada SGA tidak terjadi gangguan pertumbuhan,
bayi hanya mempunyai ukuran tubuh yang kecil. Sedangkan pada IUGR terjadi
suatu proses patologis sehingga berat badan janin tersebut kecil untuk masa
kehamilannya.(6)
Berdasarkan gejala klinis dan ultrasonography janin kecil dibedakan atas:
1.
Janin kecil tapi sehat. Berat lahir di bawah presentil ke-10 untuk masa
kehamilannya. Mempunyai ponderal index dan jaringan lemak yang normal.
Ponderal index = BB(gram) x 100
15
PB(cm)
2.
Simetris
Asimetris
Meningkat
Meningkat
Normal
Kecil
Prognosisnya Buruk
Prognosisnya
2.5
Diagnosis
17
1.
USG Fetomaternal
Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry
19
Doppler Velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-
diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa adanya
PJT.
21
2.6
Gambaran klinis
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus,
pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dam
layu dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT
muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau
sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi
yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan
jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil
untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua
orangtua kecil), kebanyakan kasus PJT atau Kecil Masa Kehamilan
(KMK) dikarenakan karena faktor-faktor lain. Beberapa diantaranya sbb:
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat
dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara,
PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem
lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi
terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya
sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi
abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang
dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :
23
Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien
yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua
adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi
sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan
janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung
janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik,
penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan
sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan
taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis.
Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan
dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa
pasien tersebut mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang
paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia
25
dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang
harus dilakukan adalah :
1.
PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah
2.
segera dilahirkan.
PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada
janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis
(pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan
a.
dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang
baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah
300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi
alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam
beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka
harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya
adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG
setiap 3-4minggu
b.
Tatalaksana khusus
Pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif
yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat
maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan
narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan
c.
Proses melahirkan
Pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat
27
melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan
intensif
neonatal
care
segera
setelah
dilahirkan
sebaiknya
dilakukan.
Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap
cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu
tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya
PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan
bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris
lebih dapat catch-up pertumbuhan setelah dilahirkan.(10)
29
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Nama/ no MR
Umur
: 1 hari
Jenis kelamin
: laki-laki
Ayah/Ibu
: HR / DSW
Suku
: Melayu
Alamat
: Jl.
Tanggal masuk
: 24 Maret 2015
ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh
Keluhan utama
Neonatus laki-laki lahir pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB
lahir di VK Camar RSUD AA secara spontan pervaginam.
Bayi cukup bulan, lahir langsung menangis, nilai APGAR 8/9. Resusitasi
dilakukan sampai stimulasi. Akral hangat, tidak ditemukan sianosis,
retraksi, merintih maupun sesak napas. Telah dilakukan injeksi neo K dan
pemberian salep mata.
31
Riwayat kehamilan :
Ibu usia 31 tahun, dengan diagnosis kehamilan G1 aterm, belum inpartu,
hipertiroidisme, janin tunggal hidup intra uterin, letak memanjang
presentasi kepala. Ibu rujukan dari RS S dengan tekanan darah tinggi
(170/100 mmHg). Hari pertama haid terakhir ibu lupa. Ibu 8 kali
melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan dan dokter spesialis
kandungan, teratur setiap bulan dimulai sejak usia kehamilan 3 bulan.
Bidan mengatakan bahwa ibu dan janin sehat. Pemeriksaan USG 4 kali di
RS S pada usia kehamilan 3 bulan dan 6 - 9 bulan, dikatakan bahwa bayi
tidak mengalami kelainan. Ibu mengalami keluhan sering merasa
berdebar-debar, gemetaran, dan berkeringat meskipun suhu ruangan
dingin. Hal tersebut dirasakan ibu selama 1 tahun sejak sebelum hamil.
Ibu pasien sudah dinyatakan menderita hipertiroidisme oleh dokter
spesialis penyakit dalam dan mengkonsumsi obat anti hipertiroid berupa
PTU, namun pasien jarang kontrol rutin untuk pengobatan. Sejak pertama
kali diketahui hamil pasien tidak mengkonsumsi obat anti hipertiroid lagi.
Selama hamil ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ibu
tidak menderita penyakit kencing manis, penyakit jantung, alergi dan
asma. Selama hamil ibu tidak pernah demam dan keputihan. Konsumsi
sayur dan buah rutin setiap hari. Berat badan (BB) sebelum hamil 54 kg,
33
tinggi badan 158 cm (IMT sebelum hamil 21,6 kg/m2), BB saat hamil 9
bulan 62 kg (IMT 24,8 kg/m2).
-
Riwayat persalinan : Pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB ibu
menjalani persalinan spontan pervaginam di VK Camar IGD RSUD Arifin
Achmad.
PEMERIKSAAN FISIK
Kulit kemerahan, tonus baik, gerakan aktif, tangis kuat, akral hangat, tidak sesak.
Kesadaran
: alert
Tanda-tanda vital
Suhu
: 36,10C
Frekuensi jantung
: 162 x / menit
Frekuensi napas
: 42 x / menit
Status pertumbuhan
BBL
: 2375 gram
BBM
: 2205 gram
LK
: 34 cm
PB
: 47 cm
LD
: 33 cm
LP
: 34 cm
LILA
: 10 cm
35
warna
kulit
kemerahan,
aktivitas
menangis,
kesadaran alert.
Mata
Kepala / wajah
Sistem respirasi
Sistem kardiovaskular
Sistem gastrointestinal :
Genetalia eksterna
laki-laki,
bentuk
normal,
tidak
ditemukan
transluminasi skrotum.
Ekstremitas
Ballard score
37
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kimia darah
Gula darah sewaktu : 39 mg/dl
Pemeriksaan immunoserologi
Total T3 :
nmol/l
Total T4 :
nmol/l
TSH
uUl/ml
DIAGNOSIS
1. Nenatus cukup bulan (NCB), 36 minggu, besar masa kehamilan
(BMK)
2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
3. Hipoglikemia
Terapi awal :
-
Rawat di IPN
Jaga kehangatan
ASI/ PASI 40 cc/ 3 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
39
BAB I V
PEMBAHASAN
neonatus
ini
dilakukan
pemasangan
pengganti
silo
dengan
menggunakan sarung tangan steril yang diikat pada bagian jari-jarinya. Belum ada
literatur yang menyebutkan tentang seberapa besar efektivitas penggunaan
pengganti silo dibandingkan dengan penggunaan silo, namun sejauh ini
penggunaan pengganti silo tersebut mampu membuat usus kembali memasuki
rongga abdomen. Pemasangan pengganti silo ini dilakukan sebagai modifikasi
penggunaan silo karena keterbatasan biaya.
Berdasarkan hasil konsul ke bagian bedah anak, pasien telah dipulangkan
pada usia 13 hari dan direncakan untuk menjalani operasi penutupan defek pada
usia 2 bulan karena eksomfalus sudah masuk ke dalam rongga abdomen, dengan
manajemen konservatif menggunakan pengganti silo. Keadaan ini menunjukkan
bahwa eksomfalus mayor pada neonatus ini tidak serumit kasus eksomfalus mayor
yang disebutkan dalam berbagai literatur. Pada neonatus ini, tidak ditemukan
adanya riwayat keluarga dengan eksomfalus, sehingga eksomfalus mayor pada
41
neonatus ini tidak diturunkan secara genetik, melainkan terjadi secara sporadik. 22
Salah satu faktor risiko terjadinya eksomfalus pada neonatus ini adalah obesitas
pada ibu, pada anamnesis didapatkan adanya riwayat kenaikan BB sebanyak14 kg
(normal), namun terjadi kenaikan IMT menjadi 27 kg/m 2 (obesitas derajat I).23
Kemungkinan faktor risiko lainnya adalah adanya riwayat konsumsi jamu selama
kehamilan hingga 1 minggu sebelum bersalin. Namun, belum ada literatur yang
menyebutkan tentang hubungan konsumsi jamu dengan terjadinya eksomfalus.
Pada neonatus ini tidak ditemukan adanya anomali mayor lainnya sehingga pada
saat ini prognosisnya cenderung lebih baik. Namun, orang tua dianjurkan untuk
membawa bayinya kontrol ke RSUD AA sampai dengan usia 1 tahun.14
Hidrokel bilateral pada neonatus ini tidak memerlukan terapi yang khusus
oleh karena cairan hidrokel akan direabsorbsi oleh tubuh dengan sendirinya.
Orang tua telah diberikan edukasi agar tidak mengkhawatirkan bengkak pada
kantung kemaluan bayinya, kecuali jika pembengkakan tersebut tetap ada hingga
usia bayi lebih dari 1 tahun. Apabila hal itu terjadi, orang tua sebaiknya
memeriksakan kembali bayinya ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana
selanjutnya.24
Diagnosis hipotiroid kongenital kurang tepat ditegakkan pada neonatus ini
karena kadar T4 berada dalam rentang normal dengan sedikit peningkatan TSH.
Orang tua pasien dianjurkan untuk membawa bayinya kontrol ke RSUD AA pada
usia 1 bulan guna melakukan pemeriksaan kadar TSH ulang. Jika didapatkan
kadar TSH yang tetap tinggi pada usia 1 bulan (6-10 mU/l), dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan kadar TSH, T4 dan FT4 dalam 2 minggu. Jika didapatkan
43
kadar TSH normal, maka tidak diperlukan terapi. Namun apabila pada
pemeriksaan tersebut didapatkan kadar TSH tetap meningkat > 10 mU/l, maka
pasien didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital dan terapi mulai diberikan.25
45
DAFTAR PUSTAKA