Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan.
Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak
buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. Hipertiroid dalam kehamilan dapat
memberikan komplikasi serius, mulai dari penyulit obstetrik seperti preeklamsia,
komplikasi gagal jantung pada ibu, hingga kelahiran prematur dan kematian janin.
Hipertiroid dalam kehamilan sering memberikan gejala tidak khas, pengobatannya
harus mempertimbangkan efek obat yang mungkin teratogenik.1,2
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita engan
puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,10,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave.3,4
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Divisi Genetika Fakultas Kedokteran
Universitas Florida Selatan menunjukkan bahwa 18 dari 82 kasus (22%) bayi
dengan eksomfalus mengalami kematian dalam 1 tahun pertama kehidupan.
Penyebab kematian tidak berhubungan secara langsung dengan eksomfalus, 9
kasus kematian disebabkan oleh gangguan pernapasan, 4 kasus dengan defek
jantung bawaan, 3 kasus dengan defek tabung saraf, 2 kasus dengan komplikasi
pasca operasi.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan Janin

Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di bawah presentil ke-10 pada
standard intrauterine growth chart of low birth weight untuk masa kehamilan, dan
mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak dapat mencapai ukuran genetik
yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan
janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan
lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (at term, >37
minggu). Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut small for gestational
age (SGA), dimana bayi mempunyai berat badan kecil yang tidak menimbulkan
kematian perinatal. (1,4,6)

Gambar 1. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia Kehamilan

Jadi ada dua komponen penting pada PJT yaitu:


1.

Berat badan lahir di bawah presentil ke-10

2.

Adanya faktor patologis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan.


Ada dua bentuk PJT menurut Renfield (1975) yaitu:

1.

Proportionate Fetal Growth Restriction


Janin yang menderita distress yang lama di mana gangguan pertumbuhan
terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga
berat, panjang dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya.

2.

Disproportionate Fetal Growth Restriction


Terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala
normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak waste
dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput
dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.(1)
Pada bayi PJT perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan
lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami
perubahan misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru dan
ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus
berkurang dibandingkan bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan
dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya.

2.2

Epidemiologi
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada

bayi dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka
kejadian untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT.(5,6)
Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan
simetrik dan pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan
mempunyai beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol
syndrome). Janin yang kecil secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang
sekunder karena pengaruh restriksi gizi dan pertukaran gas. Dashe dkk
mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20% pertumbuhan asimetris,
80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75 (cukup untuk
usia kehamilan).
2.3

Etiologi
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau

abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan
ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin tidak cukup
mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meskipun beberapa bayi
kecil karena genetik (orang tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab
lain.
Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:
a.

Maternal : hipertensi dalam kehamilan, penyakit ginjal kronik, penyakit


jantung sianosis, diabetes melitus, infeksi (HIV, cytomegalovirus, rubella,

herpes, toksoplasmosis), hipertiroidisme, hemoglobinopati, penyakit


autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik.
b.

Utero plasenta : penurunan aliran darah di uterus dan plasenta, solusio


plasenta, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel pada plasenta),
korioangioma, infeksi di jaringan ikat sekitar uterus, twin-to-twin
transfusion syndrome.

c.

Janin : janin kembar, penyakit infeksi (rubella dan cytomegalovirus


(CMV) sering menyebabkan PJT), kelainan kongenital, kelainan
kromosom (trisomi 18 atau trisomi 13 dan sindrom Turner), pajanan
teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin), berbagai macam
zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan
alkohol dapat menyebabkan PJT. (1,2,4,5,6)
IUGR atau PJT dicurigai atau didiagnosis jika terdapat janin kecil namun

sehat, atau merupakan konsekuensi dari berbagai kondisi. Kondisi abnormal


tersebut antara lain dapat berupa kondisi maternal seperti hipertensi kronik, pregestasional diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyalahgunaan senyawa tertentu,
kondisi autoimun, dan lain-lain. Kondisi fetal dapat berupa infeksi, malformasi,
aberasi kromosom, dan lain-lain. Kondisi plasenta dapat berupa chorioangioma,
plasenta sirkumvalata, confined placenta mosaicsm, vaskulopati obliteratif pada
pijakan plasenta, dan lain-lain. Etiologi tersering adalah berasal dari kondisi
plasenta (Mandruzzato et al., 2008). Adapun yang merincinya lebih banyak yaitu
menurut Peleg et al. (1998) pada tabel 2.1.

11

Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan


asimetris dibedakan menjadi:
1.

Simetris
Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak

simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan


dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung),
infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus, Listeria),
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan
nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok(8).
Faktor-faktor lainnya :
a.

Pertambahan berat maternal yang jelek

b.

Infeksi janin

c.

Malformasi kongenital

d.

Kelainan kromosom

e.

Sindrom Dwarf

2.

Kombinasi Simetris dan Asimetris

a.

Obat-obat teratogenik: Narkotika, tembakau, alkohol, beberapa preparat


antikonvulsan.

b.

Malnutrisi berat

3.

Asimetris
Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih

lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Beberapa organ lebih


terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang
terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya

13

terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang.


Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang
terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi
dan diabetes dalam kehamilan dalam kehamilan(8).
Faktor-faktor lainnya :
a.

Penyakit vaskuler

b.

Penyakit ginjal kronis

c.

Hipoksia kronis

d.

Anemia maternal

e.

Abnormalitas plasenta dan tali pusat

f.

Janin multipel

g.

Kehamilan postterm

h.

Kehamilan ekstrauteri

2.4

Klasifikasi
Antara PJT dan SGA banyak terjadi salah pengertian karena definisi

keduanya hampir mirip. Tetapi pada SGA tidak terjadi gangguan pertumbuhan,
bayi hanya mempunyai ukuran tubuh yang kecil. Sedangkan pada IUGR terjadi
suatu proses patologis sehingga berat badan janin tersebut kecil untuk masa
kehamilannya.(6)
Berdasarkan gejala klinis dan ultrasonography janin kecil dibedakan atas:
1.

Janin kecil tapi sehat. Berat lahir di bawah presentil ke-10 untuk masa
kehamilannya. Mempunyai ponderal index dan jaringan lemak yang normal.
Ponderal index = BB(gram) x 100

15

PB(cm)
2.

Janin dengan gangguan pertumbuhan karena proses patologis, inilah yang


disebut true fetal growth restriction. Berdasarkan ukuran kepala, perut,
dan panjang lengan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Simetris (20%), gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana total
jumlah sel kurang, ini biasanya disebabkan oleh gangguan kromosom
atau infeksi kongenital misalnya TORCH. Proses patologis berada di

organ dalam sampai kepala.


Asimetris (80%), gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di mana
jumlah total sel normal tetapi ukurannya lebih kecil. Biasanya
gangguan ini disebabkan oleh faktor maternal atau faktor plasenta.(4,5,6)

Simetris

Asimetris

Semua Bagian Tubuh Kecil

Kepala Lebih Besar Dari Perut

Ponderal Index Normal

Meningkat

Perbandingan Kepala, Perut Dan


Panjang Tangan Normal

Meningkat

Etiologi: Faktor Genetik Dan Infeksi

Insufisiensi Plasenta Kronik

Jumlah Sel-Lebih Kecil

Normal

Ukuran Sel Normal

Kecil

Bayi Dengan Komplikasi

Biasanya Tanpa Komplikasi Baik

Prognosisnya Buruk

Prognosisnya

2.5

Diagnosis

17

1.

Anamnesi Faktor Ibu


Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal dan kardiopulmonal

dan pada kehamilan ganda.(6)


2.

Tinggi Fundus Uteri


Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada

kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan


dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di
dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran
normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin
tersebut mengalami hambatan pertumbuhan.(4).
Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel, hidramnion,
janin letak lintang.(1)
3.

USG Fetomaternal
Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry

angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG ditemukan cephalometry


yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai asimetris PJT. Selain itu dengan
lingkar perut kita dapat mendeteksi apakah ada pembesaran organ intra abdomen
atau tidak, khususnya pembesaran hati.
Tetapi yang terpenting pada USG ini adalah perbandingan antara ukuran
lingkar kepala dengan lingkar perut (HC/AC) untuk mendeteksi adanya asimetris
PJT.(4,6)

19

Pada USG kita juga dapat mengetahui volume cairan amnion,


oligohidramnion biasanya sangat spesifik pada asimetris PJT dan biasanya ini
menunjukkan adanya penurunan aliran darah ke ginjal.(6)
Setiap ibu hamil memiliki patokan kenaikan berat badan. Misalnya, bagi
Anda yang memiliki berta badan normal, kenaikannya sampai usia kehamilan 9
bulan adalah antara 12,5 kg-18 kg, sedangkan bagi yang tergolong kurus,
kenaikan sebaiknya antara 16 kg-20 kg. Sementara, jika Anda termasuk gemuk,
maka pertambahannya antara 6 kg11,5 kg. Bagi ibu hamil yang tergolong
obesitas, maka kenaikan bobotnya sebaiknya kurang dari 6 kg. Untuk memantau
berat badan, terdapat parameter yang disebut dengan indeks massa tubuh (IMT).
Patokannya, bila :
IMT 20 24 = normal IMT 25 29 = kegemukan (overweight) IMT lebih dari 30
= obesitas IMT kurang dari 18 = terlalu keras
Jadi, jika IMT Anda 20-24, maka kenaikan bobot tubuh selama kehamilan antara
12,5 kg-18 kg, dan seterusnya. Umumnya, kenaikan pada trimester awal sekitar 1
kg/bulan. Sedangkan, pada trimester akhir pertambahan bobot bisa sekitar 2
kg/bulan(9).
4.

Doppler Velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-

diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa adanya
PJT.

21

2.6

Gambaran klinis
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus,

pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dam
layu dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT
muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau
sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi
yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan
jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil
untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua
orangtua kecil), kebanyakan kasus PJT atau Kecil Masa Kehamilan
(KMK) dikarenakan karena faktor-faktor lain. Beberapa diantaranya sbb:

PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat
dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara,
PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem
lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi
terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya
sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi
abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang
dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :

Penurunan level oksigenasi

Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi


adaptasi bayi segera setelah lahir)

23

Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam


kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas

Hipoglikemi (kadar gula rendah)

Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin

Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)


2.7

Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien

yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua
adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi
sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan
janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung
janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik,
penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan
sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan
taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis.
Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan
dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa
pasien tersebut mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang
paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia

25

dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang
harus dilakukan adalah :
1.

PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah

2.

segera dilahirkan.
PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada
janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis
(pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan

a.

pemeriksaan darah janin dianjurkan.


Tatalaksana umum
Setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi

dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang
baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah
300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi
alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam
beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka
harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya
adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG
setiap 3-4minggu
b.

Tatalaksana khusus

Pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif
yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat
maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan
narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan
c.

Proses melahirkan
Pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat

selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah

27

melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan
intensif

neonatal

care

segera

setelah

dilahirkan

sebaiknya

dilakukan.

Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT


karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang
diperparah dengan proses melahirkan
3.

Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap
cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu
tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya
PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan
bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris
lebih dapat catch-up pertumbuhan setelah dilahirkan.(10)

29

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Nama/ no MR

: By. DSW/ 8793XX

Umur

: 1 hari

Jenis kelamin

: laki-laki

Ayah/Ibu

: HR / DSW

Suku

: Melayu

Alamat

: Jl.

Tanggal masuk

: 24 Maret 2015

ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh

: Ibu kandung pasien

Keluhan utama

: Neonatus usia 2 jam pindahan dari VK Camar dengan

masalah hipoglikemia (GDS masuk 39 mg/dl).


Riwayat penyakit sekarang :
-

Neonatus laki-laki lahir pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB
lahir di VK Camar RSUD AA secara spontan pervaginam.

Bayi cukup bulan, lahir langsung menangis, nilai APGAR 8/9. Resusitasi
dilakukan sampai stimulasi. Akral hangat, tidak ditemukan sianosis,
retraksi, merintih maupun sesak napas. Telah dilakukan injeksi neo K dan
pemberian salep mata.

31

Sisa ketuban jernih. Langsung dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD),


neonatus belum BAB dan BAK. Tidak ada muntah dan kejang. Neonatus
dikirim ke Instalasi Perawatan Neonatus (IPN).

Riwayat kehamilan :
Ibu usia 31 tahun, dengan diagnosis kehamilan G1 aterm, belum inpartu,
hipertiroidisme, janin tunggal hidup intra uterin, letak memanjang
presentasi kepala. Ibu rujukan dari RS S dengan tekanan darah tinggi
(170/100 mmHg). Hari pertama haid terakhir ibu lupa. Ibu 8 kali
melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan dan dokter spesialis
kandungan, teratur setiap bulan dimulai sejak usia kehamilan 3 bulan.
Bidan mengatakan bahwa ibu dan janin sehat. Pemeriksaan USG 4 kali di
RS S pada usia kehamilan 3 bulan dan 6 - 9 bulan, dikatakan bahwa bayi
tidak mengalami kelainan. Ibu mengalami keluhan sering merasa
berdebar-debar, gemetaran, dan berkeringat meskipun suhu ruangan
dingin. Hal tersebut dirasakan ibu selama 1 tahun sejak sebelum hamil.
Ibu pasien sudah dinyatakan menderita hipertiroidisme oleh dokter
spesialis penyakit dalam dan mengkonsumsi obat anti hipertiroid berupa
PTU, namun pasien jarang kontrol rutin untuk pengobatan. Sejak pertama
kali diketahui hamil pasien tidak mengkonsumsi obat anti hipertiroid lagi.
Selama hamil ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ibu
tidak menderita penyakit kencing manis, penyakit jantung, alergi dan
asma. Selama hamil ibu tidak pernah demam dan keputihan. Konsumsi
sayur dan buah rutin setiap hari. Berat badan (BB) sebelum hamil 54 kg,

33

tinggi badan 158 cm (IMT sebelum hamil 21,6 kg/m2), BB saat hamil 9
bulan 62 kg (IMT 24,8 kg/m2).
-

Riwayat persalinan : Pada tanggal 24 Maret 2015 pukul 06.15 WIB ibu
menjalani persalinan spontan pervaginam di VK Camar IGD RSUD Arifin
Achmad.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama.
Riwayat orang tua :
-

Pekerjaan ayah : wiraswasta

Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit kemerahan, tonus baik, gerakan aktif, tangis kuat, akral hangat, tidak sesak.
Kesadaran

: alert

Tanda-tanda vital
Suhu

: 36,10C

Frekuensi jantung

: 162 x / menit

Frekuensi napas

: 42 x / menit

Status pertumbuhan
BBL

: 2375 gram

BBM

: 2205 gram

LK

: 34 cm

PB

: 47 cm

LD

: 33 cm

LP

: 34 cm

LILA

: 10 cm

35

Sistem saraf pusat

warna

kulit

kemerahan,

aktivitas

menangis,

kesadaran alert.
Mata

: pupil bulat, isokor, diameter 2 mm / 2 mm, refleks


cahaya langsung-tak langsung (+/+)

Kepala / wajah

: fontanella tidak menonjol, sutura normal, palatum


normal, tidak ditemukan caput suksadeneum, low
set ear, maupun sianosis.

Sistem respirasi

frekuensi nafas 42 kali per menit, tidak ditemukan


napas cuping hidung, retraksi maupun merintih,
gerakan dinding dada simetris, tidak terdengar
ronkhi dan wheezing. Downe score 0.

Sistem kardiovaskular

: heart rate 162 kali permenit, bunyi jantung I dan II


terdengar normal, denyut perifer kuat.

Sistem gastrointestinal :

warna dinding abdomen merah, lingkar perut 34 cm,


bising usus terdengar normal, warna tali pusat
pucat, anus paten.

Genetalia eksterna

laki-laki,

bentuk

normal,

tidak

ditemukan

transluminasi skrotum.
Ekstremitas

bentuk simetris, gerakan sendi tangan normal, tidak


ditemukan kelainan bentuk dan jejas persalinan.
Akral hangat, capillary refill time (CRT) kurang dari
2 detik.

Ballard score

27 (taksiran maturitas 34 - 36 minggu)

37

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kimia darah
Gula darah sewaktu : 39 mg/dl
Pemeriksaan immunoserologi
Total T3 :

nmol/l

Total T4 :

nmol/l

TSH

uUl/ml

DIAGNOSIS
1. Nenatus cukup bulan (NCB), 36 minggu, besar masa kehamilan
(BMK)
2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
3. Hipoglikemia
Terapi awal :
-

Rawat di IPN
Jaga kehangatan
ASI/ PASI 40 cc/ 3 jam

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

39

BAB I V
PEMBAHASAN

Diagnosis eksomfalus pada neonatus laki-laki, usia 4 hari ditegakkan


berdasarkan adanya temuan defek pada garis tengah dinding abdomen regio
hipogastrik dengan diameter 6 cm, berisi usus halus dan ditutupi oleh selaput
bening. Eksomfalus pada neonatus ini tergolong ke dalam eksomfalus mayor
karena memiliki diameter >5 cm, dan dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
tidak ditemukan adanya anomali mayor lainnya.2,3,4,5,14
Pada

neonatus

ini

dilakukan

pemasangan

pengganti

silo

dengan

menggunakan sarung tangan steril yang diikat pada bagian jari-jarinya. Belum ada
literatur yang menyebutkan tentang seberapa besar efektivitas penggunaan
pengganti silo dibandingkan dengan penggunaan silo, namun sejauh ini
penggunaan pengganti silo tersebut mampu membuat usus kembali memasuki
rongga abdomen. Pemasangan pengganti silo ini dilakukan sebagai modifikasi
penggunaan silo karena keterbatasan biaya.
Berdasarkan hasil konsul ke bagian bedah anak, pasien telah dipulangkan
pada usia 13 hari dan direncakan untuk menjalani operasi penutupan defek pada
usia 2 bulan karena eksomfalus sudah masuk ke dalam rongga abdomen, dengan
manajemen konservatif menggunakan pengganti silo. Keadaan ini menunjukkan
bahwa eksomfalus mayor pada neonatus ini tidak serumit kasus eksomfalus mayor
yang disebutkan dalam berbagai literatur. Pada neonatus ini, tidak ditemukan
adanya riwayat keluarga dengan eksomfalus, sehingga eksomfalus mayor pada

41

neonatus ini tidak diturunkan secara genetik, melainkan terjadi secara sporadik. 22
Salah satu faktor risiko terjadinya eksomfalus pada neonatus ini adalah obesitas
pada ibu, pada anamnesis didapatkan adanya riwayat kenaikan BB sebanyak14 kg
(normal), namun terjadi kenaikan IMT menjadi 27 kg/m 2 (obesitas derajat I).23
Kemungkinan faktor risiko lainnya adalah adanya riwayat konsumsi jamu selama
kehamilan hingga 1 minggu sebelum bersalin. Namun, belum ada literatur yang
menyebutkan tentang hubungan konsumsi jamu dengan terjadinya eksomfalus.
Pada neonatus ini tidak ditemukan adanya anomali mayor lainnya sehingga pada
saat ini prognosisnya cenderung lebih baik. Namun, orang tua dianjurkan untuk
membawa bayinya kontrol ke RSUD AA sampai dengan usia 1 tahun.14
Hidrokel bilateral pada neonatus ini tidak memerlukan terapi yang khusus
oleh karena cairan hidrokel akan direabsorbsi oleh tubuh dengan sendirinya.
Orang tua telah diberikan edukasi agar tidak mengkhawatirkan bengkak pada
kantung kemaluan bayinya, kecuali jika pembengkakan tersebut tetap ada hingga
usia bayi lebih dari 1 tahun. Apabila hal itu terjadi, orang tua sebaiknya
memeriksakan kembali bayinya ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana
selanjutnya.24
Diagnosis hipotiroid kongenital kurang tepat ditegakkan pada neonatus ini
karena kadar T4 berada dalam rentang normal dengan sedikit peningkatan TSH.
Orang tua pasien dianjurkan untuk membawa bayinya kontrol ke RSUD AA pada
usia 1 bulan guna melakukan pemeriksaan kadar TSH ulang. Jika didapatkan
kadar TSH yang tetap tinggi pada usia 1 bulan (6-10 mU/l), dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan kadar TSH, T4 dan FT4 dalam 2 minggu. Jika didapatkan

43

kadar TSH normal, maka tidak diperlukan terapi. Namun apabila pada
pemeriksaan tersebut didapatkan kadar TSH tetap meningkat > 10 mU/l, maka
pasien didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital dan terapi mulai diberikan.25

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuni S. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Cetakan Kedua.


Jakarta: Pustaka Phoenix; 2007.
2.
3. Glasser Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer
D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47 [cited 2015
March 24]. Available from: http://www.iccidd.org/cm_data/2012_de
Groot_Management_of_thyroid_dysfunction_during_pregnancy_and_post
partum_JCEM.pdf
4.

Anda mungkin juga menyukai