Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
K3 atau yang dikenal sebagai keselamatan dan kesehatan kerja sudah banyak
diterapkan hampir diseluruh perusahaan. peraturan pemerintah, dan manajemen kualitas
dari setiap perusahaan atau tempat kerja mulai menanamkan program ini. sebenarnya K3
memang penting untuk diterapkan apalagi jika para stake holder dan pihak perusahaan
melihat lebih jauh mengenai keuntungan jangka panjang.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan.
K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost)
perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja
nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta
lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah
terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)?

2. Apa tujuan dari pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)?


3. Bagimana sikap dan kewajiban dari seorang penolong?
4. Bagaimana kategori korban dalam kecelakaan?
5. Apa saja teknik dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)?
6. Apa saja yang termasuk dalam alat pelindung diri (APD)?
7. Apa saja sarana atau fasilitas yang harus tersedia dalam P3K?
8. Apa pengertian dari Bahan berbahaya dan Beracun (B3)?
9. Apa saja identifikasi dari limbah B3?
10. Bagaimana pengelolaan terhadap limbah B3?
11. Bagaimana teknologi pegolahan limbah B3?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
2. Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
3. Sikap dan kewajiban dari seorang penolong
4. Kategori korban dalam kecelakaan
5. Teknik dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
6. Alat Pelindung Diri (APD)
7. Sarana atau fasilitas yang harus tersedia dalam P3K?
8. Pengertian dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
9. Identifikasi limbah B3
10. Pengelolaan limbah B3
11. Teknologi pengolahan

BAB II
PEMBAHASAN
A. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)
Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dapat didefinidikan sebagai berikut :
- Perawatan darurat hingga tenaga medis atau perawat tiba di tempat terjadi kecelakaan
- Perawatan cedera kecil yag tidak memerlukan perawatan atau bahkan tidak
memerlukan perhatian medis
Berdasakan pada definisi di atas dapat disimpulkan bahwa P3k adalah pemberian
pertolongan segera kepada penderita sakit atupun cedera (kecelakaan) yang memerlukan
penanganan medis dasar. Medis dasar adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran yang dimiliki oleh orang awam atu orang awam yang dilatih khusus.

Dasar hukum dari P3K belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk
pada pasal 531 KUHP yang berbunyi :
Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang dalam keadaan bahaya maut,
lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan
itu dapat diberikannya atau diadakanya dengan tidak menguatirkan, bahwa ia
sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurung selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu
ditolong mati, diancam KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566.

B. TUJUAN DARI P3K


Dalam pertolongan pertama terdapat beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
- Menyelamatkan korbaan
- Menyembuhkan segera atau sekurang-kurangnya mencegah bertambah parahnya luka
-

atau cacat akibat kecelakaan


Mengurangi rasa sakit dan cemas bagi poenderita atau keluarganya
Mengantar penderita ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk pengobatan dan
perawatan lebih lanjut.

C. SIKAP dan KEWAJIBAN DARI SEORANG PENOLONG


Dalam pertolongan pertama terdapat pelaku pertolongan pertama yang berarti
ialah penoong yang pertama kali tiba di tempat kejadian yang memiliki kemampuan dan
terlatih dalam kemampuan medis dasar.
Sikap dari seorang penolong ialah sebagai berikut :
- Tidak panik, bertindak cekatan, tenang tidak terpengaruh keluhan korban serta tidak
-

menganggap enteng luka yang diderita korban


Melihat pernapasan korban jika perlu berikan napas buatan
Hentikan pendarahan, terutama luka luar yang lebar
Perhatikan tanda-tanda shock
Jangan terburu-buru memindahkan korban sebelum kita dapat menentukan jenis dan
keparahan luka yang dialami oleh korban
Kewajiban dari seorang penolong ialah sebagi berikut:

Memperhatikan keadaan sekitar tempat kecelakaan


Memperhatikan keadaan penderita tau korban
Merencanakan dalam hati cara-cara pertolongan yang akan dilakukan
Jika korban meninggal beritahu polisi atau bawa korban ke rumah sakit
Meminta bantuan ataupun rujukan

Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat


Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya

D. KATEGORI KORBAN DALAM KACELAKAAN


Secara Garis besar korbaan kecelakaan dibagi menjadi tiga kelompok antara lain :
Kelas 1 : Korban Emergency yang mengancam jiwa, meninggal dengan cepat apabila
tidak segera mendapatkan tindakan atau terapi dengan segera.
Kelas 2 : Untuk korban urgen, dituntut untuk diberikan tindakan dan terapi - 2 Jam
Kelas 3 : Untuk korban ditangguhkan, tindakan atau terapi dapat diberikan setelah 4
hingga 6 jam.
Klasifikasi atau labelisasi bagi korban kecelakaan dibagi dalam 5 label berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Label Hijau
Label Kuning
Label Merah
Label biru
Label hitam

: Gawat darurat semu


: Gawat darurat ringan
: Gawat darurat berat
: Gawat darurat ancam nyawa
: Mati

Klasifikasi ini diberikan terhadap kasus kecelakaan yang melibatkan banyak


korban misalnya adalah akibat bencana alam.
E. TEKNIK DALAM P3K
Dalam melakukan pertolongan pertama terdapat beberapa teknik dalam
melakukannya sesuai dengan luka atau cedera yag dialami oleh korban. Berikut ini
merupakan beberapa teknik dalam P3K.
1. Dasar-Dasar Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama yang mutlak dilakukan untuk keselamatan adalah :
a. Usaha menyadarkan kembali
b. Menghindari pendarahan

Penderita luka parah membutuhkan pertolongan segera oleh tenaga P3K yang
terlatih, juka tenaga medis tidak cepat didapat. Paling baik, jika mempunyai tenaga
medis yang profesional, atau tenaga P3K yang terlatih. Jika tidak mempunyai
sedikitnya harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan sampai pertolongan
datang.
2. Pendarahan dan Bagaimana Cara Menghentikannya
Penghentian pendarahan pada umumnya dapat dilakukan dengan menekan luka
berdarah tersebut. Jika pada kasus tertentu pendarahan tidak bisa dihentikan dengan
cara ini, penggil segera tenaga medis atau dokter
- Pendarahan hidung
a. Dudukan korban dengan tenaga dengan kepala menunduk
b. Cegahlah korban memaksa darah keluar dari hidung
c. Pijit atau mintalah korban memijit cuping hidungnya keras-keras
d. Jika penadarahan tiadak terhenti selama 5-10 menit usahakan agar mendapat
perawatan medis

Pendarahan karena luka


a. Mintalah pertolongan medis
b. Perlihatkan semua luka
c. Tutup dan tekanlah luka dengan tangan atau pencet tepi luka bersama sama
agar menutup, jika sempat tutuplah luka dengan sapu tangan, atau kain yang
d.

bersih sebelum ditekan


Penekanan dapat dilakukan dengan memberi bantalan tipis pada luka
kemudian diikat erat erat dengan perban. Bantalan harus cukup lebar

e.

menutupi seluruh luka dan seluruh bantalan harus trtutup perban


Jika penderita merasakan kesakitan karena ikatan perban

f.

kencang,ikatan perban
Jika pendarahan masih berlangsung, beri bantalan dan perbanlah lagi,tanpa

g.

melepas ikatan bantalan yang pertama


Bahan yang dipakai untuk menekan pendarahan terbuat dari bahan kayu, atau

terlalu

logam. Cara seperti ini dapat pula digunakan untuk menolong korban yang
patah tulang

Pendarahan

angkat lukanya dan


beri

bantal

tipis

diatas, tekan sampai


lukanya

menutup

luka dan perban erat-erat


3. Kejutan
Hampir setiap kecelakaan,cedera atau luka-luka,selalu diikuti oleh kejutan. Keadaan
penderita pucat,dingin dan lunak kulitnya,lemas badan,dan denyut nadi makin
cepat,mungkin juga tidak sadarkan diri.
a. Pindahkan korban di tempat yang nyaman dan tenang.
b. Jaga korban agar tenang dan tetap hangat badannya.
c. Longgarkan baju.
d. Usahakan agar korban merasa tenang dan yakinkan bahwa pertolongan segera
datang
4. Keracunan
Untuk semua peristiwa keracunan, Kirimkan kepada tenaga medis secepat mungkin.
a. Pindahkan ketempat yang segar.
b. Lakukan seperti merawat shock.
c. Buat pertolongan pernafasan,jika pernafasan berhenti. Jangan melakukan
pertolongan pernafasan melalui kontak mulut ke mulut,bila terjadi racun
terminum melalui mulut (asam,alkali,dan lain-lain)
d. Amankan dan simpan cairan yang diduga racun untuk contoh
e. Ambil dan muntahkan korban untuk pemeriksaan dokter/klinik
5. Luka Bakar Api
Penanganan segera secara medis tergantung pada sejauh

mana

tingkat

penderitanyaannya.
a. Penanganan terbaik luka bakar adalah denggan mengucurkan air dingin dan bersih
kebagian yang terbakar.
b. Jangan menarik,atau menyobek baju dari luka bakarnya.
c. Jangan mencoba memindah benda-benda yang menempel pada kulit yang
terbakar.
d. Lakukan perawatan seperti menangani kejutan(shock).
e. Tutuplah luka bakar dengan bahan-bahan steeril seperti perban kering,handuk atau
kertas,jika ada
f. Jangan sentuh bagian luka bakar yang menggelembung, atau bagian otot-otot yang
terbakar.

6. Kecelakaan Luka Pada Mata


Janganlah menggosok-gosok mata jika ada benda-benda yang masuk didalamnya.
a. Usahakan agar mata tetap dibuka
b. Jangan sentuh mata dengan apapun juga
c. Usahakan mendapat perawatan medis
d. Longgarkan perban pada mata
e. Bimbinglah korban ketempat perawatan medis

7. Luka Goresan dan Memar


Setiap luka meskipun ringan harus diobati dan dicatat kejadiannya.Setiap luka akan
berakibat infeksi dan membusuk jika tidak segera diobati.
a. Pada luka goresan,biarkan darah mengalir beberapa menit,untuk membuang
kemungkinan infeksi.
b. Jangan membalut luka dengan baju-baju lusuh,atau sapu tangan yang kotor pada
luka.
c. Bersihkan luka dengan bahan-bahan yang lunak.
d. Berilah obat anti septic,steril,atau bahan aid untuk luka-luka ringan.
e. Panggilkan tenaga medis jika lukanya parah dan terlalu dalam
Luka memar yang berat memerlukan perawatan medis segera jangan ditunda.
8. Kecelakaan Dengan Listrik
Kecelakaan karena sengatan listrik dapat mengakibatkan kebakaran,jatuh,dan
kejutan

listrik.

Masing-masing

menyebabkan

gejala

yang

berbeda

pada

korban.Penderita bias disebabkan oleh salah satu atau kombinasi membedakan ejalagejala yang muncul.

Meskipun keterlambatan pertolongan dan penyadaran kembali dapat berakibat


fatal, namun kejutan listrik umumnya dapat tidak langsung mematikan,hanya
mungkin menyebabkan kepekaannya menurun, pernafasan terganggu atau berhenti,
dan kerja jantungnya terganggu.Karena itu,yang terpenting adalah memeriksa kondisi
pernafasan dan jantung penderita,jika berhenti harus segera dibantu dan dinormalkan
kembali.
Kecelakaan listrik sering menimbulkan luka sampingan. Bila menghadapi
kecelakaan karena listrik, kerjakanlah
segera tindakan dengan urutan sebagai
berikut :
a. Matikan aliran listri,atau jika
tidak

mungkin,usahakan

agar

korban terbebas dari sengatan


listrik
b. Beri pertlongan pertama sesuai
gejalanya
9. Cara Membebaskan Korban Dari Aliran Listrik
Begitu melihat korban terkena aliran listrik,cepat

perhatikan

keadaan

sekitar.Tentukan cara terbaik untuk melepaskannya tanpa korban menderita lebih


lanjut,karena jatuh dan lain-lain.Jikamungkin matikan aliran listrik,dan jasikan ini
sebagai tindakanutama.Jika tidak mungkin anggap korban masih tetap terkena aliran
listrik.
Jangan sekali-sekali menganggap korban telah terbebas dari aliran listrik. Matikan
aliran listrik. Dorong atau tarik korban dengan bahan-bahan yang tidak menghantar
arus listrik(tidak konduktif)agar terbebas dari sengatan listrik. Hendaknya seseorang
selalu mengetahui letak dan daerah pelayanan setiap tombol listrik didaerah kerja
masing-masing.

Untuk tegangan rendah(240 v,atau kurang), bila aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan,gunakan benda yang tidak konduktif, dan kering untuk melepaskan korban
(jangan gunakan logam atau benda-benda yang basah).
a. Tariklah dengan menggunakan tali kering,kain kering,karet,atau plastic.
b. Tariklah baju korban,pada tempat yang longgar dan kering.
c. Berdirilah diatas papan kering ketika mendorong atau menarik korban
d. Doronglah dengan kayu kering
Jika mendorong korban hendaknya dilakukan dalam sekali gerak,agar selekas
mungkin terbebas dari aliran listrik. Siapkan tenaga yang cukup untuk
melepaskan,Korban yang menggenggam konduktor berarus listrik. Dengan memakai
sarung tangan anda dapat memeukul pergelangan tangan,atau punggung telapak
tangan korban sampai ia terbebas.
Untuk tegangan tinggi(650 v,atau lebih) Dan aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan jangan mendekat dalam radius 1,5 m. Gunakan tongkat yang panjangnya
lebih dari 1,5 m terbut dari material yang tidak konduktif dan kering, untuk melepas
korban.
Catatan :
Ingat bahwa korban karena
listrik, badannya juga berarus
listrik, karena itu jangan sekalisekali memegang tubuh korban,
baju

yang

melekat

atau

sepatunya,tanpa sarung pelindung


tangan.

10. Pertolongan Pernafasan E.A.R.


Lakukan pada korban yang tidak bisa bernafas tetapi denyut nadinya masih baik. Ada
hal penting yang dilakukan untuk pertolongan ini, yaitu :
a. Tindakan cepat
b. Pembersihan saluran pernafasan
c. Usahakan agar udara tidak bocor.
Prosedur :
a. Bersihkan mulut dari muntahan atau darah
b. Baringkan korban terlentang

c. Angkat leher dan gerakkan kepala agar dagu mengarah ke atas


d. Tutup hidung dan memijitnya
e. Ambillah nafas yang dalam
f. Buka mulut lebar-lebar dan letakkan diatas mulut korban, pastikan bahwa udara
tidak bocor
g. Tiup mulutnya keras keras.

F. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Pelaku pertolongan pertama dalam melaksanakan tugasnya memerlukan peralatan
dasar untuk digunakan. Oleh karena penderita dapat saja mengeluarkan ceceran darah
ataupun cairan tubuh lainnya yang memiliki potensi sumber penyakit, maka pelaku
penolong pertama memerlukan APD (Alat Perlindungan Diri) yang di antaranya ialah :
1.
2.
3.
4.
5.

Sarung tangan lateks.


Kacamata pelindung.
Baju pelindung.
Masker.
Helm (untuk melindungi apabila menolong di tempat yang rawan akan jatuhnya
benda dari atas seperti runtuhan bangunan,dsj).
Selain APD, penolong pertama juga menggunakan peralatan penolong dalam

menjalankan tugasnya di antaranya ialah :


1. Penutup luka :
- Kasa steril.
- Bantalan Kasa.
2. Pembalut luka :
- Pembalut gulung (pita).
- Pembalut segitiga (mitella).
- Pembalut tubuller (tabung).
- Pembalut rekat (plester).
3. Cairan antiseptik :
- Alkohol 70%.
- Betadine.
- Cairan pencuci mata (boorwater).
4. Bidai dan peralatan stabilitas tubuh lainnya.
5. Gunting pembalut.
6. Pinset.
7. Senter.
8. Kapas.
9. Selimut.
10. Oksigen.
11. Tensimeter.
12. Stetoskop.
13. Tandu.
14. Alat Tulis.
Berikut ini merupakan contoh gambar dari APD :

Sarung Tangan P3K

Gunting P3K

Baju Pelindung P3K

PinsetP3K

Kotak P3K
Kemampuan berimprovisasi pelaku penolong pertama juga diperlukan apabila
tidak ditemukan alat-alat di atas di lokasi kejadian sehingga dapat mencari alat lain sesuai
fungsinya serta aman untuk digunakan.
G. SARANA ATAU FASILITAS PADA P3K
Fasilitas fasilitas pertolongan pertama yang harus disediakan tercantum dalamhealth
and safety (first Aid) Regulations 1981, dengan rincian lebih jelasnya diberikan

dalam Approved Code of Practice and Guidance First aida at work, publikasi HSE L 74.
Saran sarannya meliputi:
a. Cakupan fasilitas kesehatannya tergantung pada resiko yang dihadapi, misalnya
semakin tinggi resiko, semakin luaslah cakupan persoalan tersebut.
b. Jumlah petugas P3K harus mencukupi satu petugas untuk Setiap 50 puluh pekerja
untuk pekerjaan beresiko rendah. Perbandingan antara jumlah pekerja dengan
c.

petugas P3K ini disesuaikan apabila resiko pekerjaannya meningkat.


Harus terdapat ruang P3K jika:
1. Tapak tersebut beresiko tinggi
2. Tapak tersebut berada jauh dari rumah sakit, misalnya didaerah pedesaan.
3. Akses kerumah sakit atau dokter sulit dilakukan, misalnya didaerah dengan lalu

lintas yang sangat macet.


Jumlah yang dipekerjakan ditempat tersebut mensyaratkannya.
d. Pekerja yang bekerja jauh dari pusat:
1. Jika area kerjanya beresiko rendah tidak perlu ada fasilitas kesehatan
2. Jika area kerjanya berada dalam persil majikan lain pergunakanlah fasilitas
4.

3.

setempat.
Jika area kerjanya beresiko tinggi atau tidak memiliki akses kefasilitas

pertolongan pertama, kotak P3K perlu dibawa.


e. Kotak P3K harus:
1. Kuat agar dapat melindungi isinya
2. Dapat diisi lagi
3. Berisi kartu panduan pertolongan pertama pada kecelakaan
4. Digunakan hanya untuk barang-barang P3K, bukan barang lain.
f. Jika lebih dari satu majikan yang menempati satu bangunan atau tapak, mereka dapat
menyediakan fasilitas bersama.
h. Pekerja harus mendapatkan
i.
j.

informasi

tentang

fasilitas

P3K

dan

lokasi

penempatannya.
Fasilitas P3K harus mudah dijangkau oleh para tamu, kontraktor dan sebagainya,
ketika mereka telah diberi izin untuk berada dilingkungan perusahaan.
Jika tersedia ruang P3K, ruang tersebut harus:
1. Berada dibawah pengawasan petugas P3K atau perawat
2. Menyediakan petugas P3K yang siaga selama ada orang yang sedang bekerja
dipersil bersangkutan.
3. Memiliki petugas pengganti yang bertanggung jawab terhadap setiap tindakan
4.
5.
6.
7.

P3K yang dibutuhkan jika petugas P3K tidak berada ditempat.


Mudah diakses oleh Ambulans
Cukup luas untuk meletakkan tmpat tidur
Memiliki pintu yang cukup lebar untuk dilalui oleh kursi roda.
Didesain dengan permukaan yang dapat dibersihkan dengan mudah.

8.
9.
10.
11.

Memiliki air panas dan dingin untuk keperluan cuci mencuci.


Dapat didentifikasi dengan mudah
Menyediakan tempat bagi petugas P3K
Dilengkapi dengan buku penatalaksanaan (treatment book) yang dapat berupa
buku kegiatan harian perusahaan untuk mencatat penatalaksanaan yang
dilakukan.

H. PENGERTIAN BAHAN BERBHAYA BERACUN (B3)


I.

Menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan


Beracun (B3), yang dimaksud dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia

J.

serta mahkluk hidup lainnya.


Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan

beracun

(B3)

karena

sifat

(toxicity, flammability, reactivity,

dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia.
K. Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the
United State Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun
kondisi fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan
manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.

L. IDENTIFIKASI LIMBAH B3
Limbah B3 diidentifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber

Kategori Limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi :


a. Limbah B3 dari sumber spesifik

b. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik


c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi

2. Berdasarkan karakteristik ditentukan dengan :


a.

mudah meledak,

b. pengoksidasi,
c. sangat mudah sekali menyala,
d. sangat mudah menyala,
e. mudah menyala,
f. amat sangat beracun,
g. sangat beracun,
h. beracun,
i. berbahaya,
j. korosif,
k. bersifat iritasi,
l. berbahaya bagi lingkungan,
m. karsinogenik,
n. teratogenik,
o. mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 74
Tahun 2001 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
a. Mudah Meledak

Pada suhu dan tekanan standar (25 derajat Celcius, 760 mmHg) dapat meledak atau
melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan
tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

b. Mudah Terbakar

Limbah yang mempunyai salah satu sifat ini sebagai berikut :


1. Berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau
pada titik nyala tidak lebih dari 60 derajat Celcius akan menyala apabila
terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan
udara 760 mmHg
2. Bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar dapat mudah
menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air, atau perubahan
kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran
yang terus menerus
3. Limbah yang bertekanan yang mudah terbakar
4. Merupakan limbah pengoksidasi

c. Reaktif

Yang dimaksud dengan reaktif adalah :

1. Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkab perubahan


tanpa peledakan
2. Dapat bereaksi hebat dengan air, apabila bercampur air berpotensi
menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
3. Limbah Sianida, Sulfida, atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2
dan 12.5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah
yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
4. Yang Mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25
derajat Celcius, 760 mmHg)
5. Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau
limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi

d. Beracun

Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut.

e. Infeksius

Limbah laboratorium medis, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit
yang dapat menular.

f.

Korosif

Limbah yang memiliki dari salah satu sifat berupa :


1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja
3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan dan
sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa

Peningkatan karakteristik materi limbah B3 ini menunjukan bahwa


pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan
lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa
implementasi dari peraturan masih sangat kurang di negara ini.
M. PENGELOLAAN LIMBAH B3
Pengelolaan

limbah

B3

bertujuan

untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Setiap kegiatan/usaha yang
berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah
dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas
lingkungan tetap pada kondisi semula. Apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas
lingkungan kembali kepada fungsi semula.
1. Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3 :

a. Undang Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan (Pasal 59 ayat 1);
b. PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : Pelaku pengelola limbah
B3 (penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun

limbah B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai ketentuan yang


berlaku ( Pasal 9 s/d Pasal 26 );
c. PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : Setiap badan usaha yang
melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin dan atau
rekomendasi pengelolaan LB3 ( Pasal 40 ayat 1 );
d. Undang Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa
izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3
tahun dan denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar
rupiah ( Pasal 102 );
e. Undang Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan limbah B3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit satu milyar rupiah dan
paling banyak tiga milyar rupiah ( Pasal 103 )

2. Definisi Pengelola Limbah B3

a. Penghasil Limbah B3 adalah setiap orang yang usaha dan/atau kegiatannya


menghasilkan limbah B3 atau setiap orang yang memiliki limbah B3. Setiap
Penghasil limbah B3 wajib untuk memiliki Izin Tempat Penyimpanan
Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
b. Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3. Izin yang wajib dimiliki oleh
Pengangkut limbah B3 adalah Izin Pengangkutan Limbah B3 dari Dirjen
Perhubungan setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari Kementerian
Lingkungan Hidup. Izin yang dimiliki juga secara spesifik menyebutkan jenis
jenis limbah B3 yang diperbolehkan untuk diangkut sehingga tidak semua
limbah b3 dapat diangkut oleh pengangkut limbah B3 karena harus sesuai
dengan jenis limbah yang tercantum di dalam izin pengangkutan tersebut.

c. Pengumpul Limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang


melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan
limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan
dan/atau penimbunan limbah B3. Izin yang wajib dimiliki oleh pengumpul
limbah B3 adalah Izin pengumpulan limbah B3 yang dikeluarkan oleh Badan
yang menangani pengelolaan lingkungan Hidup. Jika ruang lingkup
pengumpulan dilakukan sebatas wilayah dalam kota, maka pengajuan
permohonan Izin Pengumpulan ditujukan kepada Badan Lingkungan Hidup
Pemerintah Kota/Kabupaten. Jika ruang lingkup pengumpulan dilakukan
lintas kota namun masih dalam satu propinsi, maka pengajuan permohonan
izin pengumpulan ditujukan kepada Badan Lingkungan Hidup Propinsi
setempat. Begitu pula jika ruang lingkup pengumpulan dilakukan dalam skala
nasional maka pengajuan permohonan ditujukan kepada Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Pengajuan permohonan izin
pengumpulan dilakukan sesuai dengan ruang lingkup pengumpulannya
kecuali untuk pengumpulan oli bekas maka proses perizinannya harus melalui
Kementerian Lingkungan Hidup.
d. Pemanfaat Limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Pemanfaat Limbah B3 wajib
memiliki izin pemanfaat limbah B3 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan
penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali
(recovery) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk
yang dapat digunakan, sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong,
dan/atau bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan kesehatan
manusia. Contoh pemanfaat limbah B3 adalah pabrik semen yang
membutuhkan beberapa jenis limbah B3 untuk digunakan sebagai salah satu
bahan baku produksi.
e. Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. Sama halnya dengan pemanfaat
limbah B3, Pegolah Limbah B3 wajib memiliki Izin Pengolahan Limbah B3

yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Pengolahan limbah


B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik limbah B3 yang bertujuan
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya, sifat racun,
komposisi, dan/atau jumlah limbah B3, dan/atau mengoperasikan sarana
pengolahan limbah B3 yang harus aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
f. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan penimbunan limbah B3. Sedangkan definisi dari
penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada
suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan hidup. Penimbun Limbah B3 wajib memiliki izin
penimbunan limbah B3 yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup. Contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang ini adalah PPLI.

3. Penanganan limbah B3 Berdarasrkan Karakteristik dan

Kandungannya

Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan


kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan
dengan proses sebagai berikut :
1. proses

secara

kimia,

meliputi:

redoks,

elektrolisa,

netralisasi,

pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.


2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan
penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi,
dialisa, osmosis balik, dll.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi
racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut,
penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat
penimbunan akhir.
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus

mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin
dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak
boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3,
tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai
dengan jenis dan materi limbah.
Hasil pengolahan limbah B3 harus memiliki tempat khusus pembuangan akhir
limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat
pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat
pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3,
harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
N. TEKNOLOGI PENGOLAHAN
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama
dari chemical conditioning yaitu :
a. menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
b. mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
c. mendestruksi organisme patogen
d. memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki
nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
e. mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman
dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
a) Concentration thickening

Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada
tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada
dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada
tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal ini.

b) Treatment, stabilization, and conditioning

Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan


menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia
dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan
bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini
ialahlagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat
treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.

c) De-watering and drying

De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi


kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat
pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa
digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

d) Disposal

Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialahsanitary landfill, crop land,
atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai
proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap
mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat
dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa
lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan
bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing,

in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh
BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem
pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk
padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian
besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat.
Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator
tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat,
cair, dan gas secara simultan.
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga
mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah
kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan
bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul
limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan senyawa
anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas
merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan
kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana
seperti CO2 dan H2O. Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk

padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah
organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat
karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa
organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah
terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan
potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan
operasional.

Anda mungkin juga menyukai