PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
K3 atau yang dikenal sebagai keselamatan dan kesehatan kerja sudah banyak
diterapkan hampir diseluruh perusahaan. peraturan pemerintah, dan manajemen kualitas
dari setiap perusahaan atau tempat kerja mulai menanamkan program ini. sebenarnya K3
memang penting untuk diterapkan apalagi jika para stake holder dan pihak perusahaan
melihat lebih jauh mengenai keuntungan jangka panjang.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan.
K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost)
perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja
nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta
lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah
terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)
Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dapat didefinidikan sebagai berikut :
- Perawatan darurat hingga tenaga medis atau perawat tiba di tempat terjadi kecelakaan
- Perawatan cedera kecil yag tidak memerlukan perawatan atau bahkan tidak
memerlukan perhatian medis
Berdasakan pada definisi di atas dapat disimpulkan bahwa P3k adalah pemberian
pertolongan segera kepada penderita sakit atupun cedera (kecelakaan) yang memerlukan
penanganan medis dasar. Medis dasar adalah tindakan perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran yang dimiliki oleh orang awam atu orang awam yang dilatih khusus.
Dasar hukum dari P3K belum diatur secara khusus, namun umumnya merujuk
pada pasal 531 KUHP yang berbunyi :
Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang dalam keadaan bahaya maut,
lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan
itu dapat diberikannya atau diadakanya dengan tidak menguatirkan, bahwa ia
sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurung selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu
ditolong mati, diancam KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566.
Label Hijau
Label Kuning
Label Merah
Label biru
Label hitam
Penderita luka parah membutuhkan pertolongan segera oleh tenaga P3K yang
terlatih, juka tenaga medis tidak cepat didapat. Paling baik, jika mempunyai tenaga
medis yang profesional, atau tenaga P3K yang terlatih. Jika tidak mempunyai
sedikitnya harus mengetahui tindakan yang harus dilakukan sampai pertolongan
datang.
2. Pendarahan dan Bagaimana Cara Menghentikannya
Penghentian pendarahan pada umumnya dapat dilakukan dengan menekan luka
berdarah tersebut. Jika pada kasus tertentu pendarahan tidak bisa dihentikan dengan
cara ini, penggil segera tenaga medis atau dokter
- Pendarahan hidung
a. Dudukan korban dengan tenaga dengan kepala menunduk
b. Cegahlah korban memaksa darah keluar dari hidung
c. Pijit atau mintalah korban memijit cuping hidungnya keras-keras
d. Jika penadarahan tiadak terhenti selama 5-10 menit usahakan agar mendapat
perawatan medis
e.
f.
kencang,ikatan perban
Jika pendarahan masih berlangsung, beri bantalan dan perbanlah lagi,tanpa
g.
terlalu
logam. Cara seperti ini dapat pula digunakan untuk menolong korban yang
patah tulang
Pendarahan
bantal
tipis
menutup
mana
tingkat
penderitanyaannya.
a. Penanganan terbaik luka bakar adalah denggan mengucurkan air dingin dan bersih
kebagian yang terbakar.
b. Jangan menarik,atau menyobek baju dari luka bakarnya.
c. Jangan mencoba memindah benda-benda yang menempel pada kulit yang
terbakar.
d. Lakukan perawatan seperti menangani kejutan(shock).
e. Tutuplah luka bakar dengan bahan-bahan steeril seperti perban kering,handuk atau
kertas,jika ada
f. Jangan sentuh bagian luka bakar yang menggelembung, atau bagian otot-otot yang
terbakar.
listrik.
Masing-masing
menyebabkan
gejala
yang
berbeda
pada
korban.Penderita bias disebabkan oleh salah satu atau kombinasi membedakan ejalagejala yang muncul.
mungkin,usahakan
agar
perhatikan
keadaan
Untuk tegangan rendah(240 v,atau kurang), bila aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan,gunakan benda yang tidak konduktif, dan kering untuk melepaskan korban
(jangan gunakan logam atau benda-benda yang basah).
a. Tariklah dengan menggunakan tali kering,kain kering,karet,atau plastic.
b. Tariklah baju korban,pada tempat yang longgar dan kering.
c. Berdirilah diatas papan kering ketika mendorong atau menarik korban
d. Doronglah dengan kayu kering
Jika mendorong korban hendaknya dilakukan dalam sekali gerak,agar selekas
mungkin terbebas dari aliran listrik. Siapkan tenaga yang cukup untuk
melepaskan,Korban yang menggenggam konduktor berarus listrik. Dengan memakai
sarung tangan anda dapat memeukul pergelangan tangan,atau punggung telapak
tangan korban sampai ia terbebas.
Untuk tegangan tinggi(650 v,atau lebih) Dan aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan jangan mendekat dalam radius 1,5 m. Gunakan tongkat yang panjangnya
lebih dari 1,5 m terbut dari material yang tidak konduktif dan kering, untuk melepas
korban.
Catatan :
Ingat bahwa korban karena
listrik, badannya juga berarus
listrik, karena itu jangan sekalisekali memegang tubuh korban,
baju
yang
melekat
atau
Gunting P3K
PinsetP3K
Kotak P3K
Kemampuan berimprovisasi pelaku penolong pertama juga diperlukan apabila
tidak ditemukan alat-alat di atas di lokasi kejadian sehingga dapat mencari alat lain sesuai
fungsinya serta aman untuk digunakan.
G. SARANA ATAU FASILITAS PADA P3K
Fasilitas fasilitas pertolongan pertama yang harus disediakan tercantum dalamhealth
and safety (first Aid) Regulations 1981, dengan rincian lebih jelasnya diberikan
dalam Approved Code of Practice and Guidance First aida at work, publikasi HSE L 74.
Saran sarannya meliputi:
a. Cakupan fasilitas kesehatannya tergantung pada resiko yang dihadapi, misalnya
semakin tinggi resiko, semakin luaslah cakupan persoalan tersebut.
b. Jumlah petugas P3K harus mencukupi satu petugas untuk Setiap 50 puluh pekerja
untuk pekerjaan beresiko rendah. Perbandingan antara jumlah pekerja dengan
c.
3.
setempat.
Jika area kerjanya beresiko tinggi atau tidak memiliki akses kefasilitas
informasi
tentang
fasilitas
P3K
dan
lokasi
penempatannya.
Fasilitas P3K harus mudah dijangkau oleh para tamu, kontraktor dan sebagainya,
ketika mereka telah diberi izin untuk berada dilingkungan perusahaan.
Jika tersedia ruang P3K, ruang tersebut harus:
1. Berada dibawah pengawasan petugas P3K atau perawat
2. Menyediakan petugas P3K yang siaga selama ada orang yang sedang bekerja
dipersil bersangkutan.
3. Memiliki petugas pengganti yang bertanggung jawab terhadap setiap tindakan
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
J.
beracun
(B3)
karena
sifat
dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia.
K. Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the
United State Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun
kondisi fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan
manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.
L. IDENTIFIKASI LIMBAH B3
Limbah B3 diidentifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber
mudah meledak,
b. pengoksidasi,
c. sangat mudah sekali menyala,
d. sangat mudah menyala,
e. mudah menyala,
f. amat sangat beracun,
g. sangat beracun,
h. beracun,
i. berbahaya,
j. korosif,
k. bersifat iritasi,
l. berbahaya bagi lingkungan,
m. karsinogenik,
n. teratogenik,
o. mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 74
Tahun 2001 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
a. Mudah Meledak
Pada suhu dan tekanan standar (25 derajat Celcius, 760 mmHg) dapat meledak atau
melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan
tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b. Mudah Terbakar
c. Reaktif
d. Beracun
Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut.
e. Infeksius
Limbah laboratorium medis, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit
yang dapat menular.
f.
Korosif
limbah
B3
bertujuan
untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Setiap kegiatan/usaha yang
berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah
dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas
lingkungan tetap pada kondisi semula. Apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas
lingkungan kembali kepada fungsi semula.
1. Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3 :
Kandungannya
secara
kimia,
meliputi:
redoks,
elektrolisa,
netralisasi,
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin
dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak
boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3,
tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai
dengan jenis dan materi limbah.
Hasil pengolahan limbah B3 harus memiliki tempat khusus pembuangan akhir
limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat
pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat
pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3,
harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
N. TEKNOLOGI PENGOLAHAN
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama
dari chemical conditioning yaitu :
a. menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
b. mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
c. mendestruksi organisme patogen
d. memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki
nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
e. mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman
dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
a) Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada
tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada
dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada
tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal ini.
d) Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialahsanitary landfill, crop land,
atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai
proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap
mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat
dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa
lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan
bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing,
in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh
BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem
pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk
padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian
besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat.
Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator
tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat,
cair, dan gas secara simultan.
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga
mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah
kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan
bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul
limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan senyawa
anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas
merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan
kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana
seperti CO2 dan H2O. Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk
padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah
organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat
karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa
organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah
terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan
potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan
operasional.