Anda di halaman 1dari 31

PROGRAM REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN

Perusahaan-perusahaan dewasa ini telah cukup banyak menggunakan jasa psikolog untuk
membantu mereka menyeleksi tenaga kerjanya. Satu hal yang pada akhir tahun 1950-an tidak dapat
dibayangkan. Penggunaan pemeriksaan psikologi atau sebagaimana dikenal secara populer dengan
psikotes mulai banyak dikenal pada permulaan tahun 1960-an. Permulaan penerapan pemeriksaan
psikologis secara besar-besaran ialah pada saat para olahragawan Indonesia yang akan ikut pesta
olahraga Asian Games II pada tahun 1962 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Bagian Psikologi
Kejuruan dan Perusahaan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sejak itu makin banyak
permintaan datang dari departemen, perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara (BUMN),
lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank untuk membantu mereka menyeleksi calon-calon
pegawai atau untuk membantu mereka dalam proses promosi pegawai.
Di Indonesia proses penerimaan tenaga kerja berlangsung dalam dua tahapan yang besar, yaitu
pencarian calon tenaga kerja dan seleksi calon tenaga kerja.

REKRUTMEN (Pencarian tenaga kerja)


Mencocokkan kemampuan dan ketrampilan pegawai sesuai dengan persyaratan kerja merupakan
inti dari proses penyaringan, seleksi, dan penempatan. Psikologi INDUSTRI DAN ORGANISASI
dewasa ini lebih menekankan pada kesesuaian antara keperluan , nilai, dan harapan pegawai
dengan apa yang ditawarkan organisasi serta pekerjaan.
Ada beberapa informasi yang diperlukan untuk memperoleh kecocokan tersebut:
ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan
penghargaan dan kesempatan yang ditawarkan dalam pekerjaan dan organisasi
kemampuan, ketrampilan, dan pengalaman pelamar/pegawai baru
kebutuhan, nilai, dan harapan pelamar/pegawai baru
Rekrutmen adalah proses menemukan dan menarik orang untuk menduduki posisi tertentu dalam
suatu organisasi. Tujuan kegiatan ini adalah menemukan sejumlah pelamar kerja yang sesuai
dengan posisi yang ditawarkan oleh organisasi. Dalam banyak hal, beberapa pelamar yang
diperoleh untuk setiap posisi lebih disukai karena semakin banyak pelamar yang datang, semakin
tinggi rasio pemilihan, akan semakin selektif perusahaan itu.
Pada tahap ini diusahakan agar jumlah calon tenaga kerja cukup banyak yang terkumpul, sehingga
dapat dilakukan seleksi yang baik. Makin banyak calon tenaga kerjanya, makin besar kemungkinan
mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan perusahaan.

Pengertian Rekrutmen

H.T Graham (1986)


Recruitment is the first part of the process of filling a vacancy; it includes the examination of the
vacancy, the consideration of sources of suitable candidates, making contact with those candidates
and attracting applicants from them.
William B. Wether (1996)
Recruitment is a process of finding and attracting capable applicants for employment. The process
begins when new recruits are sought and ends when their application are submitted. The result is a
pool of applicants from which new employees are selected.
Pada dasarnya, kegiatan dalam pengaturan sumber daya manusia bertujuan untuk membantu
organisasi dalam mendapatkan, mengembangkan, memberdayakan, mengevaluasi dan
mempertahankan kualitas dan kuantitas pekerja di organisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan
diwujudkan dalam bentuk rekrutmen dan seleksi, pelatihan, penempatan, penilaian dan kompensasi
yang diberikan serta hubungan antara pekerja di organisasi .
Menentukan kebutuhan pegawai
Diawali dengan menentukan jumlah pegawai yang dibutuhkan, yaitu jumlah dan jenis pegawai baru
yang diperlukan dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam beberapa hal, proses ini hanya terdiri
atas komunikasi informal antara bagian personalia dari organisasi yang memerlukan pegawai baru
dan mereka yang akan terlibat dalam proses rekrutmen. Sebuah pendekatan yang lebih sistimatik
dimulai dengan pernyataan kebutuhan pegawai yang didasarkan atas perencanaan sumber daya
manusia secara formal. Rencana ini melibatkan sejumlah kegiatan pegawai, diantaranya adalah
analisis jabatan, jumlah pegawai sekarang dan peramalan.
Perencanaan sumber daya manusia yang bersifat formal merupakan dasar yang diperlukan untuk
rekrutmen, walaupun tidak selalu dapat dimungkinkan untuk menciptakan hubungan yang formal
diantara kedua kegiatan tersebut. Banyak rekrutmen dimulai dengan pemecatan yang tidak
diharapkan atau dengan perluasan jumlah pegawai secara tiba-tiba, seperti halnya jika sebuah
perusahaan mendapat kontrak besar yang tidak dapat diselesaikan dengan jumlah pegawai yang
ada. Banyak perusahaan besar mencari pegawai secara berkesinambungan, baik untuk mencegah
kerugian atau mempersiapkan diri terhadap tuntutan kebutuhan pegawai dimasa yang akan datang.
Proses rekrutmen akan lebih efisien, jika pekerjaan yang akan diisi itu dipahami, melalui
deskripsi/uraian jabatan dan spesifikasi jabatan yang merupakan hasil dari proses analisis jabatan.
Informasi ini memberi pengetahuan kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan mencari pelamar
kerja yang besar kemungkinan bisa memenuhi kebutuhan suatu perusahaan.

Langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam rekrutmen:


1. Persiapan rekrutmen
* Uraian jabatan
* Spesifikasi jabatan
2. Alasan merekrut
* Karena perluasan perusahaan

* Penggantian tenaga kerja


3. Tentukan sumber tenaga kerja, apakah dari dalam perusahaan sendiri (internal) atau dari luar
perusahaan (external)

Rekrutmen Internal
Sumber internal adalah perencanaan pemberdayaan SDM yang diarahkan pada pemberdayaan
pegawai internal dalam organisasi. Dasar kegiatan adalah proses auditing dan penempatan. Human
resources audits, dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai ketrampilan, kemampuan dan
pengetahuan setiap pegawai perusahaan. Audit untuk non manager disebut skill inventories,
sedangkan audit untuk level manager disebut human resources audit, ini yang akan digunakan
sebagai dasar pertimbangan pengangkatan dan pelatihan pegawai.
Ada sejumlah keuntungan mencari pelamar kerja dari dalam jajaran pegawai yang ada. Biayanya
lebih murah daripada rekrutmen-eksternal dan keduanya baik organisasi maupun pelamar kerja
telah saling mengenal. Juga terdapat keuntungan dengan meningkatnya motivasi kerja dalam proses
rekrutmen-internal. Kebijaksanaan rekrutmen dari dalam memperluas kesempatan bekerja individu
dan menyampaikan komitmen organisasi dalam hal pengembangan kerja dan kemajuan berkarier.
Rekrutmen-internal bertujuan untuk mengisi setiap tingkat pekerjaan dalam perusahaan, baik
pergerakan karier pekerja ke arah horizontal maupun vertikal. Gerakan horizontal terjadi bila
seorang pegawai pindah dari satu kerja ke kerja yang lain pada tingkat yang sama dalam hirarki
perusahaan. Gerakan vertikal terjadi bila seorang pegawai dipromosikan atau naik dalam hirarki
perusahaan. Pada umumhya rekrutmen-internal mempunyai tujuan untuk mempromosikan pegawai
yang ada sekarang. Karena begitu banyak rekrutmen-internal melibatkan promosi, perhatian
terhadap proses ini kerapkali difokuskan terhadap pekerjaan manajemen dan eksekutif.
Rekrutmen-Eksternal
Sumber eksternal adalah memberdayakan tenaga dari luar ke dalam organisasi.
Semua cara yang dilakukan terhadap orang yang belum bekerja untuk suatu organisasi tertentu
dalam kaitan melamar pekerjaan mengacu pada rekrutmen-luar. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah: kebutuhan eksternal, yaitu menentukan kebutuhan-kebutuhan yang mendasari
pertimbangan memasukkan orang luar ke dalam organisasi. Analisis pasar tenaga kerja,
berhubungan dengan ketepatan keakhlian dan pengetahuan pekerja yang dibutuhkan. Sikap-sikap
dalam komunitas, mengenali karakteistik pegawai dari suatu lingkungan tertentu yang dapat
mendudkung atau menghambat proses pemenuhan kebutuhan.
Sumber-sumber luar yang penting untuk mendapatkan pegawai adalah dari perserikatan,
perusahaan luar, sekolah, iklan surat kabar, akademi dan universitas, asosiasi professional, agen
pegawai perusahaan pemerintah dan agen pegawai perusahaan swasta.
Masalah utama adalah apakah keuntungan relatif bagi organisasi, dalam hal mempromosikan dari
dalam, versus memasukkan hawa baru dari luar (rekrutmen-eksternal).

Para psikolog industri dan organisasi dapat membantu sebuah perusahaan dalam memilih strategi
rekrutmen berdasarkan pengetahuan terhadap situasi tertentu, tetapi penerapan yang lebih umum

dari ketrampilan mereka terletak dalam cara meningkatkan efektivitas proses rekrutmen-internal
maupun rekrutmen-eksternal.
Peranan analisis jabatan sangat penting dalam rekrutmen eksternal, karena menyangkut jumlah
pengeluaran yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil rekrutmen yang terbaik bagi
perusahaan. Bagi pekerjaan yang membutuhkan pegawai yang memiliki kualifikasi tertentu, misalnya
tingkat ketrampilan yang tinggi, akan membutuhkan biaya rekrutmen yang lebih tinggi misalnya,
biaya perjalanan ke universitas atau pertemuan professional dalam rangka mencari pelamar kerja.
Bagi pekerjaan yang membutuhkan sedikit latihan dan/atau pengalaman serta ketrampilan yang
biasa dimiliki kebanyakan orang yang bekerja, sumber-sumber luar yang lebih murah seperti
rekrutmen melalui iklan surat kabar akan lebih sesuai.

Tujuan Rekrutmen: menarik calon-calon tenaga kerja yang baik agar mau bergabung dengan
perusahaan.
Baik, berarti mempunyai keterampilan atau kemauan atau sikap tertentu yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi, untuk membantunya dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
Untuk melakukan rekrutmen kita perlu mengenal pasar tenaga kerja, yang antara lain ditentukan
oleh :
Jenis pekerjaan dan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan
Keterampilan dari tenaga kerja yang dibutuhkan
Kondisi ekonomi setempat
Citra perusahaan
Kapan menggunakan sumber external recruitment
1. Organisasi perlu gagasan baru
2. Organisasi perlu pelaksanaan-pelaksanaan baru
3. Organisasi kekurangan sumber internal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses rekrutmen: (Werther & Davis)
a. Human Resource Plan, yaitu rencana tentang pemberdayaan SDM di perusahaan. Rancangan ini
akan berguna karena memberikan pengetahuan tentang tujuan perusahaan yang telah diturunkan
menjadi informasi arah pengembangan SDM di perusahaan tersebut, seperti posisi yang dianggap
rentan bagi perusahaan dan membutuhkan SDM potensial dan sebaliknya, prioritas kebutuhan
perusahaan akan SDM yang dibutuhkan untuk mendukung pemenuhan tersebut.
b. Job Description, yaitu uraian yang berisi rincian tugas-tugas dari individu yang menempati posisi
tertentu. Berdasarkan job description akan diturunkan karakteristik dan kapabilitas individu yang
dibutuhkan untuk menempati posisi tersebut. Seperti kepribadian, pengalaman kerja,
keakhlian/pengetahuan kerja yang disebut job specification atau job requirement
c. Affirmative Action Plan, akan sangat berguna terutama bila kita ingin merekrut hanya dari satu
sumber lowongan seperti universitas tertentu dan tidak dari universitas lain. Hal ini berhubungan
dengan kontradiksi terhadap aturan perekrutan yang menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap
pekerja memiliki hak sama.

d. Recruiter Habits, yang berdampak pada dua hal, yaitu kebiasaan yang positif dalam hal
melakukan prosedur rekrutasi, meminimalkan waktu dan biaya rekrut; dan dampak negatif, yaitu bisa
saja terjadi kemungkinan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.
e. Kondisi di luar lingkungan perusahaan. Perkembangan perusahaan tidak dapat terlepas dari
perkembangan ekonomi, baik nasional maupun internasional, sehingga setiap kemajuan atau
kemunduran kondisi negara dapat menyebabkan perubahan dari rencana sumber daya manusia.
Misal, krisis moneter, kesenjangan yang tinggi antara prediksi perusahaan denga kondisi nyata atau
model baru di dunia internasional.
f. Kebijakan-kebijakan perusahaan. Setiap rumah memiliki aturannya sendiri, sehingga kita harus
mengetahui aturan-aturan yang dapat berpengaruh pada rekrutasi seperti aturan gaji, aturan bila
terjadi promosi dari dalam dan aturan bila mempekerjakan pegawai internasional.
g. Biaya yang disediakan perushaan untuk proses rekrutasi dan seleksi, karena kedua proses ini
memerlukan sejumlah biaya yang hasrus dihitung dan dikeluarkan oleh perusahaan. Evaluasi
terhadap biaya dilakukan untuk memastikan bahwa proses rekrutmen efisien dan efektif dari segi
biaya.
Sumber internal recruitment:
1. Job-posting Programs. HR Department menginformasikan pada karyawan perusahaan tentang
pembukaan lowongan dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, serta mengundang
karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk melamar. Kualifikasi yang dibutuhkan berdasarkan
analisis jabatan. Kemudia karyawan yang memenuhi kualifikasi mengajukan diri atau
direkomendasikan oleh atasannya untuk melamar pada HR Department. Tujuan job-posting program
adalah mendorong karyawan untuk mendapatkan promosi dan transfer dalam perusahaan untuk
membantu HR Department mengisi pembukaan lowongan kerja. Tidak semua pekerjaan dapat diisi
melalui job-posting, biasanya dilakukan untuk posisi pelaksana clerical, teknis dan posisi supervisor.
2. Departing Employee. Karyawan yang meninggalkan pekerjaannya atau berhenti merupakan
sumber untuk melakuakn rekrutmen internal.
3. Buy Back, merupakan salah satu sumber rekrutmen yang seringkali terlupakan adalah karyawan
yang telah berhenti, kembali bekerja atas permintaan perusahaan. Buy back terjadi ketika seorang
karyawan yang mengundurkan diri untuk mengambil pekerjaan lain, kemudian perusahaan lama
memberikan tawaran yang lebih baik mengalahkan tawaran perusahaan baru.
Sumber external recruitment:
1. Walks-in and Writes-in
2. Referensi dari pegawai perusahaan
3. Iklan lowongan kerja

INTERNAL
Keuntungan : 1. Ekonomis, murah, cepat
4. Sudah dikenal

5. Dapat bekerjasama
6. Memotivasi
Kerugian : Timbul Sistim klik
Metoda : 1. Job posting
2. Selebaran
3. Majalah intern, majalah dinding
4. Grapevine
Sumber : dari dalam EXTERNAL
1. mendapat gagasan baru
2. mempunyai potensi lebih /lain

Mahal dan perlu waktu


1. kunjungan (sekolah)
2. bea siswa
3. iklan, radio, koran, majalah
4. labour Scout
5. situation wanted ads
1. pelamar langsung
1 kantor/agen tenaga kerja
2 sekolah, perguruan tinggi
3 perusahaan saingan
4 employee referrals
5 job fairs

Iklan lowongan kerja akan lebih murah dan efektif bila prinsip berikut ini dicermati:
1. Iklan lowongan kerja berisikan spesifikasi jabatan dan spesifikasi personalia secara singkat,
termasuk :
a. judul jabatan
b. deskripsi tentang tugas dan perusahaan (termasuk lokasi)
c. pengalaman, keahlian, kualifikasi yang dibutuhkan
d. rentang umur
e. kondisi kerja, misalnya gaji
f. pelatihan yang diperoleh
g. tindakan yang harus dilakukan pelamar, misalnya mengirimkan surat lamaran atau langsung

diantarkan
2. Iklan tersebut muncul pada sarana publikasi yang tepat, misalnya koran lokal atau nasional.
Sebaiknya menampilkan lambang perusahaan dan menggunakan ilustrai yang kreatif untuk menarik
sejumlah besar pelamar.
3. Harus dibuatkan percobaan untuk mengetes respon terhadap ukuran, kata-kata, posisi halaman,
hari dimunculkannya yang berbeda-beda.
4. Catat dan simpan data tentang :
a. media publikasi yang digunakan
b. tanggal dan hari di terbitkan
c. posisi iklan di halaman
d. gaya dan ukuran
e. nama pelamar yang melamar
f. nama pelamar yang diseleksi untuk interview
g. nama pelamar yang sukses
h. respon terhadap iklan lowongan kerja harus dianalisis, sehingga pengeluaran dapat diarahkan
pada publikasi dan gaya yang memberikan hasil yang terbaik untuk tipe jabatan tertentu
i. Pelamar yang ditolak seharusnya dikirimi surat pemberitahuan secara sopan.
5. Kantor tenaga kerja
6. Agensi penempatan milik swasta
7. Professional search firm
8. Institusi pendidikan
9. Asosiasi profesi
10. Organisasi tenaga kerja
11. Government-funded and community training program
12. Temporary help agencies
13. Leased employees
14. Open house

Sifat-sifat pencari kerja :


Pencari kerja yang baru belum punya gambaran mengenai pekerjaan
yang akan dikerjakan
Pencari kerja yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya yang lama biasanya merasa dapat
melakukan pekerjaan yang lebih tinggi tetapi mendapat imbalan yang kurang dari semestinya.
Ada sejumlah kecil pencari kerja yang tidak puas dengan pekerjaannya
Ada pencari kerja yang berpindah-pindah pekerjaan untuk
mencari teman kerja, atasan, cara kerja, atau iklim kerja yang cocok.
Pegawai dengan masa kerja 1-2 tahun paling banyak mengundurkan diri atas prakarsa sendiri
Tenaga pimpinan, staf, dan spesialis, lebih banyak menunggu dengan profesinya.

Beberapa cara merekrut tenaga kerja adalah :


1. Internal :
Bank data yang berisikan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan setiap pegawai
2. Eksternal :
Iklan di dalam surat kabar, radio, majalah dan televisi
Melalui sekolah dan lembaga pendidikan
Kantor-kantor penempatan tenaga kerja pemerintah dan swasta
Secara lisan, dari mulut ke mulut
Serikat Buruh
Kebijakan rekrutmen dan seleksi
1. Merekrut untuk kebutuhan sekarang atau mencari bakat potensial untuk kebutuhan yang akan
datang
2. Bagaimana tindakan manajemen terhadap pegawai-pegawai yang mandeg
3. Apakah perusahaan hanya mencari yang terbaik atau standar yang lebih rendah tetapi cukup baik
4. Apakah ada masalah tertentu sehubungan tenaga kerja, misalnya : perbandingan antara pria dan
wanita
5. Bagaimana perusahaan mengatasi kelangkaan penyediaan tenaga kerja
6. Bagaimana perusahaan memanfaatkan tenaga kerja yang sudah ada, apakah promosi dari dalam
lebih ditekankan
7. Beberapa jumlah dan macam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk jangka pendek dan jangka
panjang
Pilihan-pilihan rekrutmen
1. Pengayaan mutu pekerjaan, peningkatan tanggung jawab restrukturisasi pekerjaan
2. Pelaksanaan lembur
3. Pengaturan shift
4. Tenaga-tenaga temporer
5. Job order
6. Pengembangan pegawai
7. Pengembangan metode, prosedur kerja, teknologi dan sebagainya

SELEKSI
Dewasa ini cukup banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa para psikolog untuk
melaksanakan pemeriksaan psikologis yang secara populer dikenal sebagai psikotes terhadap para
calon tenaga kerja yang melamar untuk peekraan-pekerjaan tertentu, baik pekerjaan manajerial
maupun non-manajerial, dalam rangka seleksi tenaga kerja. Pada umumnya perusahaanperusahaan ini mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap hasil-hasil dari pemeriksaan
psikologi tersebut. Kepercayaan ini didasarkan pada pengamatan mereka sehari-hari terhadap para
tenaga kerja yang baru masuk ini. Tenaga kerja yang disarankan untuk diterima, ternyata pada
umumnya memiliki prestasi yang memuaskan, sedangkan yang kurang disarankan untuk diterima

ternyata pestasi kerjanya kurang sesuai dengan yang diharapkan. Disamping suara yang positif,
terdengar pula suara yang sumbang. Pimpinan perusahaan menganggap bahwa seleksi dengan
menggunakan tes-tes psikologis kurang tepat hasilnya. Pandangan dan pengalaman yang berbeda
ini mungkin saja timbul, karena pimpinan yang percaya seleksi lewat penggunaan tes psikologis,
tanpa disadari akan memperlakukan para calon yang disarankan dengan baik, sehingga mereka
berkembang dengan baik. Sebaliknya, pimpinan perusahaan yang tidak terlalu percaya pada seleksi
dengan tes psikologis, tanpa disadari pula akan mencari bukti bahwa ia benar dalam pendapatnya.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa para psikolog perlu sekali mengadakan penelitian yang berkaitan
dengan keabsahan (keabsahan ramalan, keabsahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan sintetik)
dari perangkat tes psikologik yang digunakan dalam seleksi dan assessment, sehingga seleksi dan
assessment psikologi untuk berbagai tujuan menjadi lebih menggunakan kaidah-kaidah ilmiah.
Disamping untuk keperluan seleksi, pemeriksaan psikologis juga dilaksanakan dalam rangka
penempatan tenaga kerja. Masalah yang dijumpai di sini sama dengan masalah yang dijumpai
dalam seleksi, ialah apa yang harus diperhatikan dan yang dapat dilakukan agar hasil pemeriksaan
psikologis memberi bahan yang berarti bagi penempatan yang tepat dari tenaga kerja..

Pengertian seleksi
Werther & Davis (1996):
Selection process is a series of spesific test used to decide which recruit should be hired. The
process begin when recruit apply for employment and ends with the hiring decision.
Seleksi adalah suatu proses menyaring para pelamar guna memilih yang terbaik untuk diterima
bekerja di perusahaan. Penyaringan adalah proses pemisahan individu yang paling besar
kemungkinan akan berhasil dalam suatu pekerjaan dan cocok masuk organisasi, dari individu lain
dari sejumlah besar pelamar. Jika proses ini mengurangi sejumlah besar pelamar sampai tinggal
satu pelamar, penyaringan menjadi sama dengan seleksi. Akan tetapi tidak selalu demikian
halnya. Secara konseptual, penyaringan dan seleksi adalah dua proses yang berbeda, yaitu kegiatan
penyaringan mendahului kegiatan seleksi
Metode penyaringan utama yang digunakan oleh organisasi-organisasi, akan digunakan kata tes
untuk membedakannya dengan lamaran, wawancara atau metode penyaringan lain. Harus disadari
bahwa tes merupakan suatu sumber informasi yang secara hukum digunakan untuk membuat
keputusan dalam seleksi. Untuk praktisnya, semua metode penyaringan harus dianggap sebagai
tes, apapun bentuk sebenarnya.
Formulir Lamaran Kerja
Pada hampir semua organisasi, informasi pertama untuk penyaringan (screening) berasal dari
formulir lamaran kerja. Namun ada batasan yang diberikan oleh EEOC (Equal Employment
Opportunity Commission) untuk mencegah penggunaan formulir lamaran ini sebagai alat untuk
diskriminasi (yang tidak berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan). Antara lain: kebangsaan/
kewarganegaraan, status keluarga, rekor kriminal, agama, keanggotaan organisiasi. Peraturan
umum tentang pertanyaan yang mencurigakan ialah bahwa pertanyaan tersebut dapat
dipertanyakan asal saja tidak dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam seleksi. Dengan kata

lain, pertanyaan tersebut hanya boleh berlaku sebagai informasi untuk arsip kepegawaian atau untuk
keperluan penelitian. Kekecualian yang penting bagi ketentuan umum ini ialah kalau dapat
ditunjukkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang mencurigakan ini mempunyai hubungan dengan
beberapa aspek perilaku jabatan bagi pegawai perusahaan tersebut. Dengan perkataan lain, kalau
ada bukti keabsahan kriteria terkait, formulir lamaran itu dapat digunakan baik untuk keputusan
seleksi maupun usaha informasi atau untuk keperluan penelitian sepanjang formulir tersebut tidak
berakibat bias bagi semua kelompok pelamar kerja.
Seleksi adalah suatu proses meneliti dan memilih dari sekelompok pelamar yang didapat dari
berbagai sumber untuk mendapatkan pelamar yang paling sesuai dengan posisi yang ditawarkan.
Seleksi adalah suatu proses untuk memilih calon tenaga kerja yang paling sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Manajemen tidak menghendaki menerima pegawai yang tidak cakap dan yang akan
cepat keluar sebab dapat menimbulkan kerugian yang besar
Hal-hal yang mendasari proses seleksi:
a. Analisis jabatan yang meliputi uraian pekerjaan, spesifikasi individu dan standard tampilan kerja
pada setiap posisi
b. Perencanaan SDM meliputi identifikasi lowongan, identifikasi pegawai yang dapat
dipromosikan/ditransfer, dan metode rekrutmen untuk sumber daya eksternal.
c. Rekrutmen, akan memungkinkan terkumpulnya berkas lamaran yang diseleksi.
Kriteria seleksi
Menyangkut prediksi tentang keberhasilan seseorang di masa yang akan datang pada jabatan
tertentu. Melalui proses seleksi dilakukan pemilihan atau pencocokan untuk mengurangi
kemungkinan perusahaan menerima pegawai yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pencocokan tersebut dilakukan dengan membandingkan kualifikasi yang dimiliki calon pegawai
(man specification) denga persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu pekerjaan (job
specification).
Proses seleksi calon tenaga kerja di perusahaan di Indonesia bervariasi. Namun secara garis besar,
proses seleksi berlangsung sesuai dengan tahapan-tahaan sebagai berikut: seleksi atas surat
lamaran. Berdasarkan surat lamaran yang diajukan calon, dipertimbangkan apakah ia akan diterima
untuk diseleksi pada tahapan seleksi berikutnya. Setelah itu diadakan wawancara awal, dalam tahap
ini calon diwawancarai oleh pegawai/staf dibagian sumberdaya manusia, untuk mendapatkan
gambaran umum tentang kesesuaian calon dengan pekerjaan yang ia lamar. Kepada calon
dijelaskan tentang pekerjaannya, apa yang diharapkan dari calon dan apa yang dapat diberikan oleh
perusahaan kepada calon. Jika calon tetap bersedia dan dinilai memenuhi persyaratan umum
seperti umur tertenu, pendidikan tertentu, maka ia dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya.
Tahap ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) ujian, berupa ujian tertulis tentang pengetahuan dan
ketrampilannya yang berkaitan dengan pekrjaan yang dilamar (jika memang pekerjaan
mensyaratkan pengalaman kerja). b) pemeriksaan psikologis, calon dievaluasi secara psikologik,
yang meliputi pemberian tes psikologik baik secara perorangan maupun kelompok (klasikal), dan c)
wawancara, calon diwawancarai oleh pemimpin unit kerja yang memerlukan tenaganya. Di sini calon

diwawancarai oleh atasan dari jabatan yang akan ia duduki jika ia diterima. Atasan dapat melihat
sejauh mana pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki calon tentang pekerjaan yang ia
lamar. Dalam tahap ini dapat terjadi bahwa para calon mengikuti semua sub-tahap (a, b, c ) atau
hanya mengikuti sub-tahap berikutnya kalau dinilai memuaskan pada sub-tahap sebelumnya. Ada
juga perusahan yang tidak melakukan sub-tahap a dan c. Sebaliknya ada perusahaan yang tidak
melaksanakan sub-tahap b.
Tahapan berikutnya adalah; penilaian akhir, pada tahap ini hasil-hasil dari tahapan sebelumnya
dinilai secara keseluruhan untuk sampai diambil keputusan akhir calon mana yang akan diterima
atau ditolak. Para calon tenaga kerja yang diterima kemudian diminta untuk dites kesehatan secara
umum. Dapat terjadi bahwa pada permulaan tahap ini para calon dites kesehatan dahulu, terutama
kalau dipersyaratkan kondisi fisik tertentu, misalnya tidak boleh buta warna. Hasil tes kesehatan ini
dan hasil-hasil dari tahap sebelumnya kemudian digunakan sebagai dasar penerimaan atau
penolakan calon.
Tahap berikutnya, adalah pemberitahuan dan wawancara akhir. Hasil penilaian pada tahap
sebelumnya diberitahukan kepada para calon. Wawancara akhir dilakukan dengan para calon
tenaga kerja yang diterima, kemudian diterangkan tentang berbagai kebijakan, terutama yang
menyangkut kebijakan dalam bidang sumber daya manusia, seperti gaji dan imbalan lainnya. Jika
calon tenaga kerja menyetujuinya, ia dapat diterima bekerja pada perusahaan.
Yang terakhir adalah tahap penerimaan. Dalam tahap ini para calon tenaga kerja mendapat surat
keputusan diterima bekerja pada perusahaan dengan berbagai persyaratan pekerjaan. Adakalanya
tenaga kerja diminta untuk menandatangani sebuah kontrak kerja.
Sumbangan Tes dan Wawancara dalam Pengambilan Keputusan
Seperti telah diketahui bahwa tidak setiap perusahaan menggunakan tes psikologi dalam proses
seleksi tenaga kerja. Pada perusahaan yang menggunakan evaluasi atau asesmen psikologi dalam
proses seleksi tenaga kerja, ada juga yang menggunakan metode-metode lainnya sebagai metode
seleksi tenaga kerja, seperti metode surat lamaran, ujian pengetahuan dan atau ketrampilan, dan
wawancara oleh calon atasannya.
Proses pengambilan keputusan penerimaan atau penolakan calon tenaga kerja dapat berlangsung
secara bertahap atau secara bersama-sama. Jika berlangsung secara bertahap, maka pada setiap
tahapan seleksi ada calon tenaga kerja yang ditolak dan ada yang terus masuk keseleksi tahap
berikutnya sampai tahap terakhir. Pada proses pengambilan keputusan yang berlangsung secara
bersama-sama, maka keputusan diterima tidaknya seseorang calon tenaga kerja didasarkan pada
hasil dari setiap tahapan seleksi. Dalam hal ini maka besarnya sumbangan dari evaluasi psikologik,
yang terdiri dari tes-tes psikologik dan wawancara, dalam proses seleksi dibandingkan dengan
sumbangan dari metode-metode seleksi lainnya dapat ditentukan secara statistis, dalam rangka
perhitungan keabsahan ramalan dari seleksi.
Langkah-langkah seleksi surat lamaran
1. menyisihkan lamaran yang tidak memenuhi kriteria
2. membandingkan pelamar
3. menggunakan kesan kepribadian

Alat-alat seleksi:
1. Formulir lamaran kerja
2. Wawancara
3. Test ( psikologi, teknis, pengetahuan dan medis)
Tujuan menggunakan formulir lamaran
1. membantu dalam wawancara
2. menjaring informasi yang belum lengkap
3. memudahkan informasi
4. alat memeriksa informasi sebelumnya
Evaluasi formulir lamaran kerja
1. Kecocokan dengan syarat-syarat pekerjaan
2. Petunjuk-petunjuk mengenai kepribadian
3. Pengetahuan, kemampuan dan sikap
Memeriksa referensi dan latar belakang, dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran dan fakta-fakta
yang diberikan pelamar.
Langkah-langkah pemeriksaan psikologi
1. Persiapan : - spesifikasi jabatan
- alat-alat test
- lembar evaluasi
2. Pelaksanaan : - pengetesan
- skoring
3. Pelaporan : evaluasi

Model Penelitian Keabsahan Seleksi Tradisional


Agar seleksi dengan menggunakan pemeriksaan psikologis mempunyai keabsahan peramalan yang
tinggi dan dapat diandalkan, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap alat-alat ukur peramalan
yang digunakan dalam pemeriksaan psikologis tersebut. Dalam buku ini akan dibahas model seleksi
tradisional yang terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Analisis pekerjaan , yang berisikan data tentang pekerjaan, sasarannya, tugas-tugas, cara-cara
yang digunakan dalam melakukan pekerjaan, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan, serta
kondisi kerja
2. Penentuan peramal-peramal dan alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpulkan
dapat ditentukan ciri-ciri pribadi yang diperlukan agar berhasil dalam pekerjaan, yang merupakan
peramal-peramal (predictors), alat-alat ukurnya (selain tes psikologi dan wawancara, juga ujian-ujian
dan alat-alat non-psikologik lainnya) juga dapat ditentukan, dibuat dan dikembangkan, dihitung daya
diskriminasi butir, derajat kesukaran butir dan keandalan alat ukur peramalan dan sebagainya. Alat

ukur peramalan diberikan kepada sampel penelitian dalam rangka penetapan keabsahan alat-alat
seleksi.
3. Penentuan kriteria keberhasilan dan alat-alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang
terkumpul dapat ditetapkan seperangkat kriteria keberhasilan dalam bentuk jumlah produk/ dalam
hal pekerjaan bersifat jasa atau layanan dari perilaku yang diharapkan. Alat-alat ukur kriteria
keberhasilan dapat ditetapkan, dibuat, dikembangkan, antara lain ditetapkan keabsahan konstruk
dan keandalannya
4. Keabsahan peramalan/predictive validity. Skor alat ukur peramalan (meliputi tes-tes psikologi dan
wawancara serta alat ukur non-psikologik lainnya) dikorelasikan dengan skor-skor alat ukur kriteria
keberhasilan. Tinggi rendahnya korelasi menunjukkan tinggi rendahnya keabsahan peramalan.
5. Keabsahan silang/cross validition. Untuk meyakinkan keabsahan peramalan dari alat-alat ukur
peramalah dan alat ukur kriteria keberhasilan, diberikan kepada sampel yang lain dari pekerjaan
yang sama. Jika hasilnya berbeda maka langkah 1 sampai 3 harus dipelajari lagi dan jika perlu
diperbaikki. Jika hasilnya menegaskan hasil dari langkah 4, maka langkah 6 dilaksanakan
6. Rekomendasi untuk seleksi. Perlu ditentukan skor minimum atau kombinasi skor minimum yang
dapat digunakan sebagai pedoman pada seleksi. Di samping itu perlu juga disusun pedoman
pemberian dan penilaian alat-alat ukur peramalan.
Model seleksi tradisional ini sulit digunakan. Untuk penelitian keabsahan peramalan seleksi,
diperlukan sampel yang besar sekali. Untuk pekerjaan-pekerjaan non manajerial mungkin dapat kita
temukan sejumlah tenaga kerja yang melakukan satu jenis pekerjaan, misalnya operator mesin
tenun, petugas perawat mesin, pramuniaga, pegawai administrasi dan sebagainya. Untuk pekerjaan
manajerial jarang akan dapat kita temukan lebih dari satu tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan
yang sama (kecuali pekerjaan penyelia/mandor). Lagipula sulit, bahkan tidak akan diperoleh
perusahaan yang mau menyediakan perusahaannya untuk penelitian semacam ini.
Disamping masalah seperti telah diungkapkan sebelumnya, ada tiga asumsi yang salah yang
mendasari model ini, yaitu:
1. Diasumsikan bahwa pekerjaan dan orang yang melakukan pekerjaan tadi tidak berubah. Asumsi
ini salah, karena sebagai akibat dari organisasi industri sebagai suatu sistem terbuka, organisasi
peka dan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian pekerjaan akan
mengalami perubahan dan mengakibatkan perubahan pula pada pemegang pekerjaan.
2. Diasumsikan bahwa populasi pelamar untuk pekerjaan yang sama adalah sama. Masyarakat di
mana kita hidup merupakan masyarakat yang dinamis, sehingga populasi pelamar untuk sesuatu
pekerjaan pada masa kini akan berbeda dengan populasi pelamar pada masa yang lain.
3. Diasumsikan bahwa seperangkat peramal dari perilaku pekerjaan yang efektif yang telah kita
temukan akan dapat diterapkan pada semua orang yang melamar untuk pekerjaan yang sama
dalam hal menentukan keberhasilan dalam pekerjaan. Ini tidaklah benar.
Evaluasi/asesmen psikologi yang digunakan dalam prosedur seleksi yang dewasa ini dilakukan di
Indonesia pada umumnya melaksanakan langkah-langkah berikut:
1. Analisis Pekerjaan.
Data pekerjaan dikumpulkan untuk menentukan ciri-ciri pribadi mana yang tampaknya diperlukan
agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan harapan pimpinan perusahaan

2. Penetapan alat ukur/tes psikologis yang mengukur ciri-ciri kepribadian. Pada umumnya digunakan
tes psikologi yang diberikan secara klasikal, perorangan dan dilakukan wawancara. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh data yang menunjang tafsiran bedasarkan hasil-hasil dari tes.
Misalnya, hasil tes menunjukkan taraf inteligensinya tinggi, melalui wawancara dapat diperoleh data
bagaimana prestasinya di sekolah, ataupun kalau sudah bekerja, prestasi apa yang pernah ia capai
yang dinilai baik oleh atasannya, oleh lingkungan pekerjaannya. Wawancara dilakukan juga untuk
mendapatkan data yang diperlukan, yang tidak dapat diperoleh dari tes-tes psikologis, misalnya
prestasi di sekolah, prestasi kerja pada pekerjaan/perusahaan lain, dinamika kehidupan sosial (di
keluarga atau situasi sosial lainnya) dan data lainnya yang dapat menggambarkan kepribadiannya.
Formulir lamaran dalam bentuk baku, atau lembar lingkungan kehidupan(semacam riwayat hidup),
yang telah diisi oleh calon merupakan dasar yang digunakan dalam wawancara.
3. Pelaksanaan pemeriksaan psikologis.
Pada umumnya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pemeriksaan klasikal, perorangan dan
pelaporan. Pada tahap klasikal diberikan tes psikologis tertentu, seperti tes kemampuan intelektual,
tes minat, dan tes kepribadian, kepada sejumlah calon dalam satu kelas. Pada tahap perorangan,
diberikan tes-tes psikologis lainnya yang masih diperlukan. Di samping itu, dilakukan wawancara
yang mendalam dengan calon. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dibuatlah suatu laporan
yang pada umumnya berbentuk suatu uraian atau gambaran tentang kepribadian calon yang diakhiri
dengan kesimpulan yang berisi saran tentang dapat tidaknya calon diterima pada pekerjaan yang
dilamarnya.
Ketidak tepatan dalam seleksi diusahakan seminimal mungkin dengan menyelenggarakan job
analysis dan penetapan tes/alat ukur peramalan secermat mungkin. (Ciri yang diperlukan dalam
pekerjaan dijadikan konstruk yang diukur oleh tes-tes psikologik). Namun bagaimana pun usahanya,
masih sangat tergantung pada ketrampilan psikolog dalam melaksanakan ketiga urutan langkah di
atas.
Konsep penting dalam testing
1. Reliability
2. Validity
Masalah keabsahan tes/ validity test
Seleksi merupakan suatu kegiatan peramalan, dengan mempergunakan alat ukur tertentu, maka
para calon di-assess untuk melihat sejauh mana mereka memiliki ciri-ciri pribadi yang diperlukan
oleh pekerjaan yang mereka lamar.
Berdasarkan hasil asesmen ini para calon satu persatu diramal derajat kemungkinan keberhasilan
mereka pada pekerjaannya kelak. Ketepatan ramalan banyak tergantung dari keabsahan tes
(validitiy test). Validitas tes berarti skor tes berkorelasi secara signifikan dengan job performance
atau dengan kriteria penilaian yang relevan.
Berikut ini akan dibahas beberapa macam keabsahan yang biasanya ditemukan dalam
hubungannya dengan seleksi tenaga kerja, yaitu:
a. Predictive validity

b. Concurrent validity
a. Construct validity
b. Synthetic validity
Predictive validity. Keabsahan peramalan tes menyatakan derajat ketepatan tes untuk dapat
meramalkan perilaku efektif pada suatu pekerjaan. Misalnya, kalau satu kelompok calon mendapat
skor yang tinggi pada suatu tes K, apakah mereka, semua anggota kelompok, akan berhasil pada
pekerjaan. Sebaliknya kalau satu kelompok calon lain mendapat skor yang rendah pada tes K
tersebut, apakah mereka akan tidak berhasil pada pekerjaan yang sama. Jika dalam kenyataannya
demikian (skor tinggi berhasil, skor rendah tidak berhasil), maka dapat dikatakan bahwa tes K
mempunyai keabsahan peramalan yang tinggi. Model seleksi tradisional adalah model keabsahan
peramalan. Kalau mau menentukan secara murni besarnya keabsahan peramalan suatu tes, maka
para calon pekerjaan tertentu diberikan tesnya, hasil-hasilnya disimpan sementara, dan mereka
semuanya diterima bekerja. Setelah waktu tertentu, misalnya 1 tahun para calon yang telah menjadi
tenaga kerja, dinilai keberhasilan mereka pada pekerjaan. Nilai keberhasilan ini kemudian
dikorelasikan dengan hasil-hasil tes mereka. Besarnya korelasi adalah besarnya keabsahan
peramalan. Dalam kenyataannya tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan tenaga kerja
tanpa seleksi. Lagipula tidak banyak pekerjaan yang memerlukan begitu banyak tenaga kerja yang
cukup untuk penelitian keabsahan.
Concurrent Validity. Kesulitan yang ditemukan pada predictive validity, menyebabkan orang lebih
sering melakukan studi concurrent validity. Keabsahan bersamaan mempelajari hubungan antara
perilaku dalam situasi tes atau skor yang diperoleh dari tes dengan perilaku pada pekerjaan pada
saat yang sama. Kalau pada predictive validity, skor tes atau perilaku dalam situasi tes diketahui
sebelum orang bekerja, pada concurrent validity, tes diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja.
Perilaku pada tes dan perilaku pada pekerjaan dapat diketahui pada saat yang bersamaan.
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan jarak waktu yang panjang antara pemberian ukuranukuran peramalan (tes) dengan pengumpulan dari ukuran-ukuran perilaku pada pekerjaan (kriteria
keberhasilan).
Namun kelemahan-kelemahan concurrent validity lebih banyak daripada keuntungankeuntungannya.
Construct Validity, mempelajari sejauh mana alat ukur (test) betul-betul mengukur apa yang hendak
diukur, dengan demikian kita dapat memberikan penjelasan tentang perilaku tesnya. Misalnya, tes
kemampuan penalaran, apakah tes ini betul-betul mengukur kemampuan penalaran. Jika memang
demikian dapat kita katakan bahwa orang yang mendapat skor yang tinggi pada tes ini, mempunyai
kemampuan penalaran yang baik. Untuk studi construct validity ini, skor pada tes perlu dikorelasikan
dengan suatu kriteria, yang diketahui merupakan ungkapan tepat dari konstruk yang hendak diukur.
Jika terdapat keabsahan yang tinggi ini berarti bahwa tes mengukur konstruk dalam derajat yang
tinggi. Kesulitan pada studi construct validity ini sama dengan kesulitan pada studi predictive validity,
yaitu kesulitan dalam menentukan kriteria (dari konstruk) yang tepat.
Synthetic Validity. Besarnya sample yang diperlukan untuk menentukan keberhasilan predictive

validity dapat diatasi dengan menggunakan strategi synthetic validity. Berdasarkan synthetic validity
ini, yang dikemukakan oleh Lawshe (1952), pekerjaan-pekerjaan dapat dijabarkan ke dalam
dimensi-dimensi perilaku yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang bermacam-macam. Tes-tes
dapat dihitung keabsahannya berdasarkan prestasi pada dimensi-dimensi pekerjaan ini.
Satu baterai tes yang absah kemudian dapat disintesiskan untuk pekerjaan apa saja dengan
menggunakan tes-tes yang ternyata absah untuk masing-masing dimensi pekerjaan. Contoh : tabel
3.1
Tabel 3.1
Penilaian tentang Pentingnya Dimensi-dimensi Perilaku untuk Setiap Pekerjaan

Perilaku Pekerjaan
Pekerjaan Dimensi A Dimensi B Dimensi C Dimensi D
Kecakapan Kecakapan Dominasi Hubungan Antar
Verbal Mekanik tenaga kerja
16726
29573
34436
:::::
:::::
12 10 1 2 7

Dalam tabel tersebut terdapat dimensi-dimensi dari perilaku pada pekerjaan yang dijumpai dalam
kedua belas pekerjaan dengan derajat kepentingan yang berbeda-beda. Dimensi A untuk pekerjaan
3 dianggap tidak penting (4), untuk pekerjaan 12 sangat penting (10), untuk pekerjaan 1 dianggap
cukup penting (6) dan seterusnya. Untuk setiap dimensi dicari tes yang dianggap mengukur perilaku
pekerjaan dari dimensi ini. Tes-tes diberikan kepada para pemegang pekerjaan dari berbagai
macam pekerjaan di atas (ada 12 macam pekerjaan). Hasil tes dikorelasikan dengan nilai
kepentingan dimensi pada pekerjaan. Tes yang berkorelasi tinggi dengan nilai kepentingan dimensi
dianggap mempunyai nilai keabsahan yang tinggi. Jika setiap dimensi ditemukan tes yang absah,
maka gabungan tes ini merupakan baterai tes yang dapat digunakan untuk seleksi para calon untuk
kedua belas pekerjaan tersebut, karena mempunyai keabsahan sintetik yang tinggi. Selain dapat
mengatasi masalah sample yang besar, strategi synthetic validity ini mempunyai keuntungan bahwa
alat-alat seleksi dikembangkan sekaligus untuk sekelompok pekerjaan.
Masalah peramalan
Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat disimpulkan ciri-ciri pribadi (personal attributes)
yang dituntut oleh pekerjaan dan dapat pula alat-alat ukur peramalan disusun dan dikembangkan.
Seperangkat peramal dapat berupa skor-skor ujian dan tes, misalnya skor ujian tentang

pengetahuan atau ketrampilan, tentang tes kecakapan mental, dan tes situasional, dapat pula
berupa hasil penilaian dari ciri-ciri pribadi yang didasarkan pada wawancara dan/skor-skor tes,
misalnya kecakapan intelektual, ketrampilan merencanakan, dan ketrampilan berkomunikasi.

Macam-macam tes
1. Knowledge tests
2. Performance tests
3. Psychological tests

Alat-alat ukur peramalan psikologik dapat digolongkan ke dalam tes:


1. kecakapan
2. kepribadian objektif
3. kepribadian projektif
4. situasional
5. informasi lewat otobiografi
6. wawancara
1. Tes Kecakapan, adalah tes yang dirancang untuk menentukan sejauh mana baiknya seseorang
dapat melakukan sesuatu. Dalam tes kecakapan dapat dibedakan kelompok-kelompok tes sebagai
berikut: tes kecakapan intelektual, keruangan dan mekanikal, pengamatan/perceptual accuracy,
gerak/motor ability.
2. Tes kepribadian objektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang mempunyai
bentuk yang berstruktur. Tidak ada jawaban yang salah atau benar, individu sendiri menetapkan
jawaban mana yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain individu menguraikan
kepribadiannya sendiri sesuai dengan dimensi-dimensi yang diukur oleh tes. Tes kepribadian objektif
dapat dibedakan ke dalam tes-tes kepribadian dan tes-tes minat kejuruan (vocational interest).
3. Tes Kerpibadian projektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang bentuknya tidak
berstruktur. Individu harus memberikan jawaban-jawabannya terhadap rangsang-rangsang yang
ambiguous. Jawaban-jawabannya ini akan memperlihatkan secara lebih lengkap dinamika
kepribadiannya. Meskipun tes-tes projektif banyak dipakai dalam seleksi, termasuk seleksi bagi
manajer, kemanfaatannya untuk tujuan tersebut tidaklah ditemukan meyakinkan dan keabsahan
ramalannya rendah.
4. Tes situasional, mengukur perilaku yang khas yang sangat jarang dipengaruhi oleh variabelvariabel lingkungan. Ada dua bentuk tes situasional, yaitu work sample test dan simulation test atau
management games. Pada work sample, dari tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pekerjaan
(yang lebih bercorak manual, seperti montir mobil) diambil kegiatan-kegiatan inti sebagai
contoh/sample yang kemudian dijadikan bahan dari tes. Pada tes simulasi atau games, tugas-tugas
utama seorang manager, seperti memecahkan masalah dan mengambil keputusan,
mempresentasikan hasil kerja, mewawancarai pegawai bermasalah, dan membahas masalah
dengan rekan-rekan, dijadikan bahan tes. Tes simulasi ini merupakan tes yang dirasakan dekat

dengan kenyataan. Tes-tes macam ini banyak dipakai dalam Assessment Centre (suatu cara untuk
mengidentifikasi dan menilai para manajer dalam suatu perusahaan)
5. Informasi lewat biografi, pertanyaan-pertanyaan dari daftar pertanyaan biografi ini merupakan
pertanyaan-pertanyaan tentang ciri-ciri objektif dari latar belakang sekolahnya, pekerjaan dan
pribadinya.
Unsur-unsur dari perilaku seseorang pada masa lampau, misalnya aktivitas-aktivitas pada waktu di
SLA, keberhasilan dan kegagalan yang lampau, dijadikan item tersendiri untuk dibandingkan dengan
kelompok-kelompok perilaku pekerjaan. Dengan demikian daftar pertanyaan biografi dapat diskor
dan dijadikan peramal (predictor).
6. Wawancara, wawancara merupakan salah satu teknik seleksi, data tentang diri calon tenaga kerja
dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan. Sebagaimana data yang
dikumpulkan melalui biografi, maka data yang dikumpulkan melalui wawancara untuk tujuan seleksi
tenaga kerja didasarkan pada asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat digunakan sebagai
pedoman untuk meramalkan perilaku di masa depan. Misalnya, seorang yang menunjukkan
prakarsa dalam pekerjaannya sebelum melamar untuk pekerjaannya sekarang, diharapkan akan
menunjukkan prakarsa juga pada pekerjaannya kelak jika ia diterima. Karena itu banyak data yang
dikumpulkan tentang perilaku calon sewaktu masa pendidikannya, pengalaman dipekerjaanpekerjaan sebelumnya, dan disituasi-situasi lainnya.
Melalui teknik wawancara berstruktur, dapat dikumpulkan data tentang perilaku calon di masa kini,
yang merupakan dasar untuk meramalkan perilaku calon dimasa depan.

WAWANCARA
Tujuan :
a) Mendapatkan informasi
b) Cek data
c) Memberikan informasi
d) Meyakinkan
e) Memberikan kesan
f) Mengambil keputusan
Tahap proses wawancara :
a) Perkenalan dan penilaian pertama
b) Meyakinkan pelamar
c) Membangkitkan minat
d) Evaluasi mendalam dan penilaian akhir
e) Kesimpulan dan tindak lanjut
Teknik wawancara yang digunakan dalam prosedur seleksi tenaga kerja oleh Miner(1992) dibedakan
dalam tiga jenis, yaitu:

Jenis wawancara :
a) Wawancara berstruktur: berdasarkan ciri-ciri pribadi, juga disebut dimensi-dimensi, yang
diperlukan untuk dapat berprestasi baik dalam pekerjaan tertentu (ditetapkan melalui proses analisis
jabatan), disusunlah pertanyaan-pertanyaan khusus yang akan memancing jawaban-jawaban yang
berkaitan dengan ciri-ciri pribadi tersebut. Dari data yang terkumpul dinilai sejauh mana seorang
calon tenaga kerja memiliki ciri pribadi tertentu.
Salah satu wawancara berstruktur yang digunakan dalam metode assessment centre adalah
focused interview. Pada teknik wawancara ini, ciri-ciri kepribadian/dimensi-dimensi yang diperlukan
pada pekerjaan tertentu diungkapkan ke dalam uraian-uraian perilaku yang dapat diamati. Misalnya:
salah satu ciri kepribadian yang diperlukan adalah keuletan. Ciri ini perlu dijabarkan lebih lanjut,
lebih khusus misalnya berupaya menawarkan barang untuk dibeli kepada seorang calon pembeli
berkali-kali, dengan berbagai cara, sehingga akhirnya barangnya dibeli juga. Dengan uraian dari ciri
kepribadian yang diperlukan ini dapat disusun pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengumpulkan
data sehingga dapat dinilai sejauh mana calon memiliki ciri tersebut.
b) Wawancara non directive, yang berasal dan digunakan dalam psikoterapi dan konseling. Orang
yang diwawancarai diberi kebebasan untuk menetapkan topik yang ingin dibicarakan dan
mengutarakan isi hatinya. Tugas pewawancara ialah merefleksikan perasaan-perasaan dari orang
yang diwawancarai dan merumuskan kembali atau mengulangi pernyataan atau kata-kata kunci.
Dengan demikian ia akan mendapatkan banyak informasi dari yang bersangkutan tentang reaksireaksi emosi, sikap dan pandangan-pandangannya dalam kaitannya dengan pengalamanpengalaman sebelumnya, kehidupan keluarganya, dan hubungan interpersonalnya. Namun, banyak
data yang mungkin tidak ada hubungannya yang jelas dengan ciri-ciri pribadi yang diperlukan
pekerjaan, sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat keputusan diterima tidaknya seorang
calon. Oleh karena itu, sebaiknya juga digunakan teknik yang mengarah/directive interview.
c) Wawancara ganda, menggunakan beberapa pewawancara untuk mewawacarai satu calon. Dapat
terjadi calon diwawancarai oleh beberapa pewawancara berturut-turut atau calon diwawancarai oleh
satu panel, satu kelompok pewawancara. Di mana setiap pewawancara dapat secara bergantian
mengajukan pertanyaan-pertanyaannya. Pada wawancara ini dapat digunakan wawancara
berstruktur. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan maka setiap pewawancara dapat
memberikan penilaiannya. Selain nilai keabsahannya, korelasi antar pewawancara juga cukup tinggi.

Kelemahan wawancara
1. Leading question, terjadi karena pewawancara menanyakan pertanyaaan yang bersifat tertutup,
sehingga pelamar cenderung memberikan jawaban sesuai dengan yang diinginkan pewawancara
2. Personal biases, terjadi karena pewawancara memiliki prasangka tertentu.
Subjective
Halo effect
3. Interviewer domination
Wawancara yang efektif
1. Interviewer harus aktif mendengarkan

2. Menggunakan lebih dari satu format interview


3. Tidak memberikan evaluasi terhadap kesan pertama
4. Interviewer berpedoman pada job requirement atau job specification
5. Interviewer memahami body language
Interview oleh supervisor.
Tanggung jawab terhadap kesuksesan pegawai baru berada pada supervisor langsung, oleh karena
itu supervisor sering menguji kemampuan teknis pelamar. Supervisor juga lebih mampu untuk
menjawab pertanyaan interviewee yang berhubungan dengan pekerjaan secara tepat. Berdasarkan
sebuah peneliltian di Amerika, 75 % dari perusahaan yang diteliti menunjukkan supervisor memiliki
otoritas untuk membuat keputusan penerimaan pegawai. Dengan melibatkan supervisor, komitmen
mereka terhadap perusahaan akan meningkat.
Gambaran pekerjaan yang realistik merupakan salah satu hal yang dibicarakan pada interview yang
dilakukan oleh supervisor. Gambaran pekerjaan dapat memberikan informasi kepada pegawai
mengenai pekerjaan dan kondisi pekerjaan sebelum membuat keputusan untuk menerima
pekerjaan. Dengan demikian kekecewaan akibat tidak sesuainya pekerjaan dengan harapan
pelamar dapat dihindarkan dan dapat menurunkan angka turnover pegawai.
Keputusan penerimaan
Proses seleksi berakhir dengan adanyta keputusan penerimaan pegawai, di mana asumsi pelamar
menerima tawaran pekerjaan. Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, perusahaan
sebaiknya mengirim surat pemberitahuan kepada pelamar yang tidak terpilih. Sebaiknya data
pelamar yang yidak terpilih tetap disimpan, untuk dipertimbangkan pada posisi lain karena pelamar
trsebut telah melalui rangkaian seleksi. Jika posisi yang tepat atau ssuai belum ada, penyimpanan
file akan berguna untuk mempertahankan perusahaan dari tuduhan diskriminasi. Menyimpan data
pelamar juga bermanfaat untuk menelusuri kekeliruan yang terdapat dalam proses selksi jika trdapat
ketidak puasan terhadap hasil seleksi.

ASSESSMENT CENTRE
Kajian dari Bell Systems management Progress pada American Telephone & Telegraph Company
(A.T. & T.), merupakan penerapan pertama yang diketahui dari metode assessment centre pada
perusahan (Crooks, 1973). Sebelumnya metode ini diterapkan dalam rangka ketentaraan dan
akademi (Bray, Grant, 1966).
Metode Assessment Centre merupakan prosedur yang komprehensif dan baku di mana banyak
teknik-teknik asesmen digunakan dalam kombinasi untuk menilai orang-orang dengan berbagai
tujuan. Metode ini pada awalnya dilaksanakan dengan dasar penuh waktu (full time) di satu lokasi
khusus. Sekarang istilah assessment centre digunakan untuk menguraikan satu situasi di mana
metodologi assessment yang sama digunakan tanpa memperhatikan derajat pelaksanaan atau
lokasi dari proses (Bender, 1973)
Pembahasan mengenai pengertian Assessment Center and Development Center dimulai dari
memahami apakah yang disebut sebagai Assessment Center dan Development Center.
Pembicaraan ini melibatkan suatu pengertian tentang beberapa tahapan kunci yang dilakukan dalam

pendekatan multiple method process. Secara garis besar dalam tulisan ini akan dibicarakan
mengenai aspek-aspek dasar yang dilakukan dalam suatu pendekatan Assessment Center dan
Development Centre.
Assessment Centre & Development Centre merupakan suatu proses penilaian (rating) yang dinilai
sophisticated dimana dalam desainnya diarahkan sedemikian rupa sehingga kita dapat
meminimalisasikan timbulnya penyimpangan (bias) yang sangat mungkin terjadi, sehingga dapat
dipastikan behwa peserta yang terlibat dalam proses penilaian tersebut memperoleh suatu
kesempatan yang sama untuk memunculkan potensinya maupun kendalanya dalam berbagai
metode yang sudah terstandarisasi.
Apakah Assessment / Development Center itu ?
Memang tidaklah mudah untuk bisa mendefinisikan Assessment Center atau development center,
manakala kita memahami betapa luas pengertian yang ada dan tergantung dalam tujuan apakah
kita manfaatkan pendekatan tersebut. Tetapi bagaimanapun juga ada beberapa petunjuk yang
menyatakan bahwa Assessment Center atau Development Center tersebut merupakan suatu
pendekatan yang melibatkan proses penilaian yang sudah terstandarisasikan sedemikian rupa yang
didasari pada suatu acuan-acuan perilaku dan menggunakan beberapa metode (multiple inputs).
Multiple disini dimaksudkan sebagai :
Assessment dilakukan berdasarkan acuan atas sejumlah dimensi. Program tersebut mutlak dan
jelas diarahkan berdasarkan sejumlah dimensi, kriteria ataupun competencies.
Beberapa macam teknik serta metode assessment digunakan dalam program tersebut. Dengan
metode yang cukup mendalam dan luas diharapkan dapat memastikan bahwa reliabilitas atas
pengukuran sejumlah skills maupun atribut dapat diperoleh. Teknik-teknik yang dimaksudkan antara
lain adalah: test, interview, kuesioner, dan simulasi perilaku.
Sejumlah assessor harus terlibat dalam proses assessment tersebut. Keterlibatan ini dimaksudkan
untuk menambah derajat objektivitas penilaian serta penyimpangan (bias). Assessor lazimnya kita
harapkan sebagai seorang yang cukup profesional sebagai spesialis ataupun line manager lebih
diharapkan memiliki profesi sebagai psikolog, yang tentunya sudah terlatih secara terarah.
Ada sejumlah kandidat yang akan di-assess ataupun diobservasi terlibat dalam program tersebut.
Hal ini untuk memastikan bahwa ada suatu mekanisme interaksi di antara kandidat tersebut yang
tentunya akan diobservasi dan berdasarkan pula pertimbangan ekonomis.
Informasi dan data-data yang diperoleh diintegrasikan sedemikian rupa sehingga disusun
merupakan suatu hasil rekomendasi dan judgements dari program Assessment/Development
Center. Informasi-informasi tersebut merupakan hasil observasi, test, maupun wawancara yang
terdiri dari indikasi perilaku yang secara bersamaan perlu diintegrasikan dalam suatu sesi diantara
assessor.
Manfaat dari Assessment Development Center
Program Assessment Center yang didasarkan pada pendekatan multiple merupakan suatu metode
fleksible yang bisa diterapkan pada berbagai macam organisasi tergantung pada kebutuhannya.
RECRUITMENT DAN PROMOSI : Baik kandidat yang kita peroleh dari sumber internal maupun
eksternal, prosesnya dapat kita lakukan melalui metode Assessment Center sehingga kita
memperoleh calon yang benar sesuai dan tepat dengan kebutuhan organisasi.

EARLY IDENTIFICATION OF POTENTIAL


Beberapa aspek underlying factors yang dimiliki seseorang, bagi organisasi akan sangat
membutuhkan untuk segera bisa mengamatinya, sehingga bakat ataupun potensi yang ada pada
seseorang bisa diantisipasi dan dioptimalkan lebih dini. Seseorang yang dinilai sebagai high
potential tentunya memerlukan suatu suasana yang tetap bisa memotivasi dirinya sehingga ia tetap
bisa akan dioptimalkan dalam suatu organisasi.
DIAGNOSE OF TRAINING AND DEVELOPMENT NEEDS
Assessment / Development Center juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk bisa
diidentifikasikan akan kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi dirinya. Dengan demikian ia
akan memperoleh suatu kesempatan dan mengetahui, untuk melakukan suatu pengembangan bagi
aspek-aspek yang diamati musti perlu dikembangkan.
ORGANIZATIONAL PLANNING
Assessment Center bisa juga dimanfaatkan untuk melakukan suatu proses identifikasi/diagnosa
tentang aspek-aspek apakah yang ada dalam organisasi yang memang perlu dikembangkan,
sehingga secara spesifik kita mampu melakukan suatu program pengembangan yang betul-betul
dibutuhkan bagi organisasi. Secara makro hasil tersebut juga bisa dikaitkan dengan strategi bagi
perencanaan SDM, di mana kita memiliki suatu data atau pool of talent dari sejumlah orang yang
telah siap untuk menempati posisi-posisi kritis bagi kebutuhan organisasi masa depan.
DEVELOPMENT
Development Center bisa kita manfaatkan hasilnya sebagai suatu alat untuk kebutuhan team
building ataupun pengembangan beberapa aspek skill yang dikaitkan dengan kebutuhan organisasi
masa depan. Pendekatan coaching dan counselling sebagai satu program dianjurkan untuk
diberikan dalam melengkapi program Development Center tersebut.
Kapan Kita memanfaatkan Pendekatan Assessment/Development Center ?
Jawaban atas pertanyaan di atas akan tergantung dari tujuan dari program itu sendiri, sebagaimana
sudah diutarakan sebelumnya. Assessment Center dan Development Center bisa dilihat sebagai
suatu proses continum yang dipisahkan atas 2 ujung, yang satu (Assessment Center) adalah suatu
program yang tidak lebih memberikan suatu diagnosa Ya atau Tidak. Sementara dalam
Development Center lebih ditekankan seutuhnya untuk kepentingan proses pembelajaran dan
pengembangan. Continum sebagaimana diutarakan di atas akan kita lihat dari Table of Continum
Process dalam Tabel 3.2 dibawah ini.

DEVELOPMENT Development without assessment.


Pendekatan diagnosis / identifikasi yang tidak menggunakan program Assessment Center.
Tidak ada target sama sekali atas kebutuhan pelatihan atau pengembangan.
Development Center
Tidak ada rarget / tujuan apapun dari organisasi dalam menggunakan metode ini.
100 % lebih ditujukan untuk program pengembangan.
Penekanan pada pengembangan skill dan competencies.
Memerlukan suatu elemen pembelajaran lebih lanjut.

Feedback perlu diberikan selama proses pembelajaran, bukan diberikan setelah program tersebut
dilakukan.
Pendekatan coaching dan counselling.
Career Development and Assessment Center
Memiliki target dalam hal tingkatan ( level ) dan terarah.
Pengukuran yang menghasilkan kelemahan ( development needs ) maupun kekuatan ( strengths )
vs target yang sudah ditentukan.
Tujuannya ( 75 % ) untuk kepentingan pengembangan.
Feedback dan Counselling proses diberikan.
Assessment of Potential Assessment Center
Mempunyai target higher levels .
Merupakan proses kalibrasi daripada sekedar pass / fail.
50 % memiliki tujuan assessment / 50 % bertujuan development.
Feedback diberikan secara menyeluruh.
Internal Selection / Promotion Assessment Center
Mengukur secara spesifik target Job yang akan dinilai.
Yes or No.
Hanya beberapa aspek yang di feedback kan.
75 % ditujukan untuk proses penilaian.
External Recruitment Assessment Center
Seringkali proses yang dilakukan hanya 1 hari.
Kandidat yang terlibat berasal dari luar.
Yes / No decision dan Feedback tidak harus diberikan
Interviews / Ability Testing
Lebih merupakan proses assessment yang dilakukan dengan
metode interview saja.
Tidak ada feedback yang diberikan / Hasilnya Yes or No.
Penjelasan gambar :
Yang disebutkan sebagai murni development center, dimana 100 % memiliki tujuan semata-mata
program pengembangan sampai saat ini relatif belum biasa dilakukan. Pada kebanyakan organisasi
yang telah menerapkan multiple assessment programmers dimana salah satunya adalah bertujuan
untuk pengembangan, dalam hal ini lebih tepat disebutkan bahwa mereka menerapkan program
Career Development Center.
Tujuan assessment centre
Tujuan atau penggunaan dari assessment centre menurut Kraut (1976) sebagai berikut:
1. Seleksi dari tenaga kerja dengan kecakapan yang baik untuk dipromosikan pada kedudukan

manajerial
2. Identifikasi dari tenaga kerja yang memiliki potensi manajemen pada permulaan dini dari karier
mereka.
3. Penempatan dari para tenaga kerja ke dalam kedudukan-kedudukan yang akan menggunakan
bakat-bakat mereka, dan untuk pengembangan para tenaga kerja selanjutnya.
4. Pengembangan pribadi agar membantu orang/tenaga kerja untuk mengenali kemampuankemampuan mereka dan untuk membantu mereka guna meningkatkan kemampuan-kemampuan
tersebut.
Menurut de Wolff (1977), assessment centre tidak hanya digunakan untuk meng-assess manajer,
tetapi digunakan pula untuk meng-assess sales engineers dan kelompok-kelompok minoritas.
Assessment Centre selanjutnya juga digunakan untuk promosi-promosi segera dan juga untuk
percepatan pengembangan manajer.

Proses Assessment Centre


Pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Penemukenalan dimensi-dimensi atau kompetensi-kompetensi pekerjaan manajerial.
Sebagai langkah pertama pada proses assessment centre ditemukenali dulu dimensi-dimensi atau
kompetensi apa saja yang diperlukan untuk jabatan manajerial tertentu, yang dilakukan oleh
pimpinan perusahaan bersama-sama dengan pimpinan assessment centre.
2. Pengembangan alat-alat penaksiran (assessment tools). Setelah disepakati dikembangkan alatalat penaksiran, yang terdiri dari tes-tes situasional atau tes-tes simulasi dan teknik wawancara.
Masing-masing alat taksir (termasuk wawancara) akan mengukur kelompok dimensi yang sama.
Hasil untuk satu dimensi yang diukur oleh berbagai alat taksir diharapkan sama tingginya, sehingga
keabsahan taksirannya tinggi (lihat Tabel 3.3).

Tabel 3.3 : Kaitan Dimensi-dimensi Perilaku dengan Metode dalam Assessment Centre.

Keterangan : L.G.D = Leaderless Group Discussion


G.D. ( roles ) = Group Discussion, setiap anggota kelompok
memainkan peran tertentu.
Sumber : Dr. Jac. N. Zaal, AC Dutch, Paper presented at the confrence of
European Foundation of Management Development, November 1986,
Nuernberg.

3. Penetapan para calon manajer (assessees) untuk di-assess/taksir. Para calon biasanya
ditentukan oleh managemen mereka masing-masing (de Wolff,1977). Dalam beberapa assessment
centre, para assessees mengajukan dirinya sendiri untuk di-assess (Bender,1973). Jumlah calon
manager yang ditaksir, pada umumnya hanya berjumlah enam orang.
4. Penetapan para penaksir/assessor.
Para penaksir, selain terdiri dari sarjana psikologi (yang berwenang untuk berpraktek) juga terdiri
dari manajer-manajer senior dari perusahaan yang sama dengan perusahaan asal para
calon/assessees, yang sudah lulus proses pelatihan untuk menjadi penaksir/assessor.
5. Pelaksanaan penaksiran/assessment
Orang-orang yang di-assess oleh para assessor, biasanya di-assess selama satu atau dua hari.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melakukan assessment centre pada dasarnya
berlangsung sebagai berikut : Hari pertama dimulai dengan pemberian penjelasan kepada para
assessees, tentang maksud, tujuan dan proses penaksirannya. Diikuti dengan pemberian tes-tes
simulasi, seperti in-basket exercise, diskusi kelompok, roleplay, management game, pemberian testes psikologik dan wawancara. Bila hari pertama tidak selesai, dilanjutkan pada hari kedua. Di
Indonesia, umumnya calon/menejer yang ditaksir, akan ditaksir oleh dua penaksir/ assessor. Ada
juga perusahaan yang menyediakan penaksir untuk sejumlah orang yang ditaksir. Setiap penaksir
menaksir semua calon dalam situasi ( pemberian alat ukur ) yang berbeda-beda.
6. Proses pembuatan laporan perorangan dari setiap assessee.
Selesai dengan penaksiran, para penaksir berkumpul dan membahas hasil-hasilnya. Setiap
assessee dinilai oleh lebih dari satu assessor. Berdasarkan data yang diperoleh dari tes, latihanlatihan simulasi dan wawancara, setiap assessee dinilai oleh para assessor untuk dimensi-dimensi
yang telah ditentukan sebelumnya untuk kemudian dibuat laporan dari setiap assessee. Laporan
tersebut selain merupakan deskripsi dari competencies-nya, juga berisi saran-saran
pengembangannya. Laporan diserahkan kepada perusahaan.
7. Pemberian umpan balik.
Hasil penaksiran diberikan sebagai umpan balik kepada manajer yang ditaksir, agar ia dapat terus
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan-kemampuannya. Umpan balik pada umumnya
diberikan oleh penaksirnya, kadang kala oleh menejer atasannya.
Metode-metode atau Alat-alat Penaksiran/Assessment
Salah satu ciri dari assessment centre ialah digunakannya metode-metode assessment ganda.
Selain tes-tes psikologik ( tes kecakapan mental, inventori kepribadian, dan sebagainya ), juga
digunakan berbagai teknik simulasi seperti :
a. Management Business Game

Para assessee dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil. Dalam satu kelompok, ada yang
memainkan peran seorang menejer umum, menejer keuangan, menejer pemasaran, menejer
produksi, dan menejer personalia. Mereka, dalam memimpin usaha mereka masing-masing,
membuat perencanaan dan anggaran tahunan. Para kelompok assessee saling bersaing. Setiap
catur-wulan, setiap kelompok mendapat hasil dari kegiatan mereka selama catur-wulan itu.

Berapa yang diproduksi, berapa yang terjual, dan berapa keuntungan/kerugian. Berdasarkan
hasil-hasil tersebut se
p kelompok membuat, menyesuaikan anggaran dan perencanaannya. Catur-wulan berikutnya,
mereka mendapatkan hasil-hasilnya lagi (hasil-hasil dari kelompok dihitung oleh panitia
assessor. Demikian selanjutnya sampai berjalan beberapa tahun. Dalam praktek assessment
center
kenyataannya
satu
atau
dua
hari.
b.
Leaderless
Group
Discussion
dan
Role
Play
Para assessee dibagi kedalam kelompok 6 orang. Setiap kelompok mendapat satu masalah untuk
didiskusikan, tanpa ditetapkan adanya satu pemimpin diskusi. Masalah dan data yang diperlukan
diberikan kepada mereka untuk dipelajari oleh masing-masing secara tersendiri (kira-kira
setengah jam). Kemudian diskusi kelompok dimulai, lama waktu satu jam.
c.
In-basket
Exercises
Kepada setiap assessee/peserta, yang berperan sebagai seorang manajer dari satu perusahaan,
diberi satu tumpukan/basket/kotak surat masuk, yang berisi berbagai masalah dan data. Ada yang
penting, ada yang tidak penting, ada yang relevan dan ada yang tidak relevan. Berdasarkan suratsurat masuk tersebut assessee bertugas menyelesaikan masalah-masalah yang dapat ia tangkap
dengan hanya menggunakan data yang terdapat dalam surat-surat masuk tersebut, dalam waktu
satu
jam.
d.
Menulis
Laporan
dan
Penyajian
Lisan
dari
Laporan
Berdasarkan data (produksi, keuangan, pemasaran, personalia) setiap assessee diminta menulis
laporan (satu jam) yang kemudian harus disampaikan secara lisan kepada direksi. Kepada assessee
diberi kesempatan untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan disajikan. Penyajiannya setengah
jam.
e.
Wawancara
Di samping itu semua, setiap assessee juga diwawancara (wawancara mendalam atau wawancara
terfokus).
Dimensi-dimensi
(
Parameters
)
yang
Dinilai
Bender (1973) dalam kajiannya tentang beroperasinya Assessment centre di duapuluh sembilan
perusahaan dan empat badan pemerintahan menemukan satu keragaman yang besar dari
parameter-parameter yang dinilai, yang paling sering dapat diamati selama beroperasinya
assessment centre. Ia menemukan sejumlah 66 parameter/dimensi yang dinilai. Berikut ini dimensidimensi yang diamati pada 50 % atau lebih dari assessment centre; Dampak (impact), tenaga
(energy), forcefulness, pengamatan, kreativitas, pendelegasian, analisis masalah, kepemimpinan,
keterampilan komunikasi oral, keterampilan penyajian oral, keterampilan komunikasi tulisan,
kemampuan mengorganisasi dan merencana, keterampilan pengambilan keputusan, daya tahan
stres,
dan
kelenturan
perilaku.
Dimensi-dimensi ditetapkan melalui proses analisis kemampuan (competence analysis) dari
jabatan-jabatan manajerial. Setiap kompetensi/ kemampuan dapat ditemukan di setiap jabatan
manajerial dalam derajat tertentu. Kompetensi (dimensi) diuraikan ke dalam bentuk kelompok
perilaku tertentu, disertai penjabaran dalam bentuk-bentuk perilaku yang khusus, Misalnya :
Membuat rencana (planning) dan mengorganisasi (organizing); Kemampuan untuk menyusun
rencana kegiatan (action plan) yang cocok bagi diri sendiri dan/atau untuk orang lain dengan cara
yang efisien, agar dapat mencapai tujuan khusus tertentu, dengan peman-faatkan dari waktu yang

dialokasikan,

tenaga

kerja,

dan

bahan

bahan

meterial

yang

tersedia

secara

efektif.

Dimensi ini kemudian dirinci lebih lanjut ke dalam skala perilaku yang menggambarkan dimilikinya
kemampuan dimensi itu dengan baik sampai perilaku yang menggambarkan kemampuan tersebut
yang
masih
kurang.
Misalnya
:
yang
mendapat
nilai
tertinggi:
7.
Memperlihatkan kemajuan yang teratur dalam melaksanakan satu tugas, dimana kegiatan-kegiatan
bersinambung secara tepat. Pemilihan prioritas tepat, disertaai penjadwalan waktu realitas, jawabanjawaban memperlihatkan arah dan perencanaan yang jelas dalam mereorganisasi bagian.
Perilaku
yang
mendapat
nilai
rendah:
1
dalam
contoh
ini
ialah:
Dalam pemaparan sering tidak ada arah dan keteraturan. Meloncat dari satu gagasan ke gagasan
lain. Pemikiran dan kegiatan tidak diorganisasi dengan baik. Terjerat dengan detil-detil yang tidak
penting.
Tidak
disadari
adanya
batas
waktu
dan
prioritas.
(Sumber: Dr J.N. Zaal; Assessment Centre; Top-Functies 1986. Eindverslag. Centrum voor
Management
Assessment,
Rijks
Psychologische
Dienst).
Staf/Tenaga
Ahli
dari
Assessment
Centre
Pusat pengembangan yang menerapkan metode Assessment centre dipimpin oleh seorang direktur,
dapat pula seorang psikolog industri dan organisasi, yang bekerja secara penuh waktu atau paruh
waktu (Bender, 1973). Para assessor terdiri dari para psikolog (sarjana psikologi yang berwenang
untuk praktek) dan para manajer senior dari perusahaan, yang ditugasi bekerja di assessment
centre untuk waktu tertentu. Bender dalam kajiannya di atas menemukan adanya tiga sampai
duapuluh empat assessors yang bekerja dalam satu assessment centre, Kebanyakan dari para
assessor, yang berstatus manajer, menduduki posisi jabatan manajemen yang terletak dua tingkat di
atas mereka yang di-assess. Para menejer senior ini, sebelum menjadi assessor dilatih dulu secara
khusus. Pelatihannya bervariasi dari lima jam sampai lima belas hari untuk satu assessor. Pelatihan
satu hari tampaknya lebih efektif daripada pelatihan selama beberapa jam. Hinrichs & Haanpera
(1976) menemukan bahwa proses pelatihan pengamat selama satu hari penuh memiliki keandalan
ciri (charateristic reliability) setinggi 0,86, sedangkan pelatihan selama tiga jam mencapai keandalan
yang
paling
tinggi
hanya
0,55.

Keabsahan
Metode
Assessment
Centre
Banyak yang telah mengkaji keabsahan dari metode assessment centre. Dari kajian-kajian tersebut,
kajian Management Progress yang dilakukan pada AT &T Oleh Bray dan rekan-rekannya adalah
yang paling dikenal baik dan paling baik didokumentasi. Mereka meng-assess 169 manajer tingkat
pertama sejak tahun 1957 sampai 1960. Menggunakan psikolog bukan dari perusahaan (AT&T),
menyimpan datanya, dan dalam tahun 1966 mereka mengecek kecermatan dari prediksi/ramalanramalan mereka tentang siapa yang akan mencapai tingkat manajemen madya. Dari 55 orang yang
mencapai manajemen madya, 43 (78 %) diramalkan tepat oleh para assessor. Sebaiknya, dari 73

orang yang tidak maju melampaui bahwa 69 (95 %) tidak akan mencapai manajemen madya dalam
10
tahun
(
Bray
&
Grant,
1966
).
Kraut (1976) bersama dengan Grant Scott menemukan dalam kajian mereka dari beberapa ratus
sales representatives peralatan kantor yang mengikuti satu proses assessment centre, bahwa
assessees yang dinilai tinggi memiliki tiga kali lebih besar kemungkinan untuk dipromosikan ke
manajemen tingkat yang lebih tinggi daripada para assessees yang dinilai rendah, dalam beberapa
tahun
kemudian.
Fletcher (1991) melakukan satu studi longitudinal (jangka panjang) tentang akibat-akibat sebagai
pengaruh dari keikutsertaan dengan assessment centre dan dari keputusan penaksiran terhadap
para calon. Kuesioner yang mengukur kebutuhan akan capaian (need for achievement), keikatan
organisasi
(organizational commitment), keterlibatan pekerjaan (job involvement), dan kesejahteraan psikologik
(psychological well-being) diberikan pada saat yang tepat sebelum dimulai, pada saat segera
sesudah, dan pada saat enam bulan sebelum dimulai, pada assessment centre untuk
menemukenali potensi manajemen. Temuan-temuan menunjukkan bahwa penghayatan mengikuti
pusat penaksiran mempunyai dampak pada para calon, namun ada beberapa unsur yang
berkurang/menghilang
dengan
jalannya
waktu.
Keputusan penaksiran juga mempunyai dampak yang bermakna (significant). Pada calon-calon yang
tidak berhasil, skor untuk self-esteem menurun, demikian juga skor untuk beberapa aspek dari
kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Dari temuan-temuannya, Fletcher berkesimpulan, untuk para
calon yang tidak berhasil dalam assessment centre, bahwa bagi mereka perlu diberi umpan balik
yang sangat hati-hati, dengan memberikan penyuluhan yang menunjang di luar diskusi sederhana
tentang
unjuk
kerjanya
di
assessment
centre.
Berdasarkan penelitian tentang keabsahan peramalan dari hasil-hasil metode assessment centre
yang dilakukan oleh Thornton & Byham (1982) ternyata bahwa kebanyakan dari calon yang
berdasarkan metode assessment centre dipandang tepat untuk jabatan manajemen setelah kurun
waktu
tertentu
betul-betul
menempati
jabatan-jabatan
tersebut.
Kleinmann, Kuptsch, Koeller (1996) menguji apakah keabsahan konstruk dari assessment centres
dan untuk kerja yang diamati dari para calon dipengaruhi oleh apakah dimensi-dimensi yang
diperlukan diberitahukan kepada mereka atau tidak. Dari jumlah 119 peserta assessment centre, 59
peserta tidak diberitahukan tentang dimensi-dimensi yang akan diukur, sedangkan kepada 60
peserta lainnya dimensi-dimensi tersebut diberitahukan kepada mereka sebelum penaksiran dimulai.
Temuan menunjukkan bahwa keabsahan konstruk lebih tinggi jika para peserta tahu tentang
dimensi-dimensi yang akan diukur dan perilaku yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut.
Salah satu temuan studi ini ialah bahwa dengan diketahuinya dimensi dan perilaku yang akan dinilai
para peserta dapat mengusahakan untuk menunjukkan perilaku tepat yang baik sehingga
memperoleh penilaian yang baik. Namun menurut Kleinmann dkk., orang tidak dapat menunjukkan
perilaku tepat dengan sangat baik jika ia memang terbatas kemampuannya. Bagaimanapun
Kleinmann dkk., tidak begitu saja menyarankan agar pada pelaksanaan assessment centre, para
peserta/ calon diberitahukan tentang dimensi-dimensi dengan perilaku masing-masing yang akan diassess, karena belum jelas apakah dengan demikian keabsahan ramalan dari pusat penaksiran
akan
meningkat
atau
tidak.

Tabel

3.4

Angka-angka

keabsahan

dari

Ramalan

Penaksiran

PENEMPATAN
Pengertian:
Werther
&
Davis
(1996:261):
Penempatan merupakan penugasan pegawai baru atau menugaskan kembali seorang pegawai
lama
untuk
memegang
suatu
jabatan
yang
baru.
Pada saat seleksi, seseorang diterima karena diperkirakan dapat memperlihatkan tampilan kerja
yang lebih baik daripada orang yang ditolak. Pada saat penempatan, seseorang diperkirakan dapat
memperlihatkan tampilan kerja yang lebih baik untuk suatu jabatan daripada untuk jabatan yang
lainnya.
Pada one-shot selection and placement program, para pelamar diseleksi untuk mengisi jabatan
tertentu. Mereka tidak dipertimbangkan untuk jabatan lainnya di mana bakat mereka lebih dapat
dimanfaatkan.
Proses penempatan yang optimal akan terjadi bila didukung oleh 2 faktor, yaitu jumlah posisi yang
tersedia
dan
jumlah
pelamar
yang
tersedia
untuk
mengisi
posisi
tersebut.
Orientation
Werther & Davis (1996:253), ketika proses seleksi telah berakhir, maka manajer dan HRD
membantu pegawai yang baru diterima untuk menyesuaikan dan merasa nyaman di perusahaan.
Oleh karena itu dilakukan program orientasi, yang membantu pegawai baru untuk terbiasa dengan
perannya,
perusahaan
dan
kebijaksanaannya,
serta
pegawai
yang
lain.

HRD dapat mengurangi angka turnover dengan menggunakan orientasi untuk membantu pegawai
memenuhi tujuan pribadinya. Ketika hal itu terjadi kedua belah pihak, pegawai dan perusahaan
memperoleh
keuntungan.
Topik yang biasanya tercakup dalam program orientasi adalah sebagai berikut:
1. Organizational Issues: seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, nama dan jabatan para
pimpinan, departemen-departemen yang terdapat dalam perusahaan, kondisi fisik perusahaan,
produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, kebijaksanaan dan peraturan perusahaan dll.
2. Employee Benefits : seperti gaji, hari libur, jam istirahat, pelatihan dan pendidikan yang dapat
diperoleh, konseling, asuransi, pensiun, pelayanan yang disediakan perusahaan untuk pegawai dll
3. Introduction: perkenalan dengan supervisor, trainer, rekan kerja, konselor untuk pegawai dll
4. Job Duties: seperti tempat kerja, tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, tujuan tugas,
hubungan
dengan
jabatan
lain,
dan
lain-lain.
Jenis-jenis

penempatan

Promotion
Werther & Davis (1996:261), promosi terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi
lain yang lebih tinggi dalam hal gaji, tangung jawab dan /atau tingkat jabatan di perusahaan.
Promosi
dapat
dilakukan
atas
dasar:
a. Seniority-based promotion: terjadi ketika pegawai yang senior, yaitu yang mempunyai masa kerja
yang paling lama lah yang akan dipromosikan. Keunggulan dari pendekatan ini adalah bahwa
pendekatan ini bersifat objektif. Pendekatan ini juga mengurangi bias dalam promosi dan menuntut
manajemen utnuk mengembangkan pegawai seniornya karena merekalah yang akan dipromosikan
secara adil. Kekurangan pendekatan ini adalah bahwa tidak semua pegawai memiliki kemampuan
yang sama. Kebanyakan ahli SDM turut prihatin bila promosi hanya sekedar didasarkan pada
senioritas karena tidak semua pegawai mempunyai kemampuan untuk dipromosikan.
b. Merit-based promotion: terjadi ketika pegawai dipromosikan karena tampilan kerjanya yang baik di
jabatannya saat ini. Masalah yang dihadapi bila memakai kriteria ini adalah apakah pembuat
keputusan dapat membedakan secara objektif antara pegawai yang tampilan kerjanya baik dan yang
tampilan kerjanya buruk. Pegawai yang tampilan kerjanya baik di suatu jabatan belum tentu
menjamin tampilan kerja yang baik pula di jabatan yang lainnya. Selain itu sistem ini juga memiliki
kekurangan yang dikenal dengan Peter Principle yang menyatakan bahwa penampilan kerja yang
baik pada pekerjaan tertentu tidak menjamin penampilan yang baik pada pekerjaan yang berbeda.
Transfer:
Terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang relatif sama dalam hal gaji,
tanggung jawab dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Transfer bermanfaat bagi pegawai untuk
mempelajari keterampilan baru dan perspektif baru. Hal ini mendorong pegawai tersebut untuk
menunjukkan tampilan kerja yang lebih baik dan menjadikannya sebagai calon yang lebih baik untuk
dipromosikan di masa yang akan datang. Selain itu transfer juga meningkatkan motivasi, kepuasan
dan
variasi
kerja.

Demosi
:
Pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang lebih rendah dalam hal gaji, tanggung jawab
dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Demosi biasanya berhubungan dengan pelanggaran
disiplin, tampilan kerja yang kurang baik atau karena tingkah laku yang tidak sesuai seperti jumlah
absen yang berlebihan. Demosi dapat menyebabkan pegawai mengalami penurunan motivasi atau
bahkan menampilkan sikap antagonis yang ditunjukkan secara terbuka kepada pihak yang
bertanggung
jawab
atas
keputusan
demosi.
Separation
Werther & Davis (1996:264), separasi merupakan keputusan yang memisahkan antara
individu/pegawai dan perusahaan/organisasi. Keputusan ini dapat berasal dari pegawai maupun
perusahaan.
Ada
beberapa
macam
separasi
yaitu:
a. Temporary Leaves of absence (cuti): pegawai dapat meninggalkan pekerjaan untuk sementara
waktu, karena alasan kesehatan, keluarga, pendidikan, rekreasi atau alasan lainnya.
b. Attrition: merupakan pemisahan yang normal, inisiatifnya datang dari pegawai sendiri, bukan
perusahaan seperti pengunduran diri, pensiun dan kematian. Atrisi merupakan cara yang lambat
untuk mengurangi pegawai, namun cara ini paling sedikit menibulkan masalah. Apabila terdapat
indikasi bahwa ada kelebihan pegawai maka pengelola SDM dapat merekomendasikan employment
freeze, yaitu pembatasan penerimaan pegawai pada waktu yang akan datang. Dengan demikian
lama kelamaan jumlah pegawai akan turun sejalan dengan pengunduran diri secara sukarela.
Bentuk atrisi khusus yang dapat dikendalikan oleh departemen SDM adalah pensiun dini. Rencana
pensiun dini mendorong pekerja yag memiliki masa kerja lama untuk pensiun lebih awal. Pensiun
dini dapat membuka peluang untuk promosi bagi pegawai yang lebih muda.
c. Layoffs: merupakan pemisahan antara pegawai dan perusahaan karena alasan ekonomi atau
bisnis. Pemisahan ini hanya berlangsung beberapa minggu/bulan apabila dimaksudkan untuk
beradaptasi dengan level inventory atau memberi kesempatan pada perusahaan untuk memperbaiki
peralatan dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi produk baru. Tetapi jika disebabkan
oleh restrukturisasi, seperti downsizing atau merger, maka layoff dapat berubah menjadi permanen.
d. Termination: merupakan pemisahan antara pegawai dengan perusahaan secara permanen
karena berbagai alasan. Apabila pegawai dipecat karena alasan bisnis atau ekonomi biasanya
disebut layoff. Apabila perusahaan memutuskan hubungan tanpa memiliki rencana untuk
mempekerjakan mereka kembali bila hal ini terjadi maka dilakukanlah terminasi. Pegawai yang
berhenti untuk selamanya biasanya memperoleh uang pesangon. Beberapa perusahaan hanya
memberi uang pesangon pada pegawai yang mengundurkan diri secara sukarela dan pegawai yang
telah menunjukkan tampilan kerja yang memuaskan

Anda mungkin juga menyukai