Anda di halaman 1dari 10

Sajian Kasus

Kejang tanpa Demam

Disusun oleh:
Caroline Oktarina

1006684182

Siti Sarah

0806324513

Narasumber
dr. Jaya Ariheryanto Efendi, SpA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Rumah Sakit Fatmawati
Jakarta
2015

BAB I
ILUSTRASI KASUS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang terjadi akibat adanya aktivitas abnormal pada neuron di otak. International
Classification of Epileptic Seizure membagi kejang menjadi kejang fokal dan umum. Kejang
fokal hanya melibatkan sebagian hemisfer sedangkan kejang umum keduanya.1

Gambar 1. Klasifikasi Kejang2


Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kejang berulang yang tidak diprovokasi
(2 kali dalam 24 jam) disertai efek neurobiologik, kognitif, psikologis dan sosial.1
Insidens epilepsi pada anak di negara maju adalah 40 per 100.000 anak dan semakin menurun
seiring bertambahya umur. Jenis kejang yang paling sering adalah kejang umum tonik klonik
dan kejang fokal.2

Gambar 2. Insidens Epilepsi berdasarkan Usia2

Mekanisme Kejang
Patofisiologi epilepsi terdiri dari 4 proses, yaitu1
1. Etiologi
Etiologi dapat beragam, mulai dari tumor otak, stroke, mutasi gen dan lainnya
2. Epileptogenesis
Stimulasi berulang pada otak dapat mengaktivasi reseptor glutamate metabotropic dan
ionotropic, reseptor tropomyosin-related kinase B dan neurotropin-4. Akivasi ini
meningkatkan kadar kalsium intraneural sehingga mengaktivasi calcium calmodulindependent protein kinase dan kalsineurin. Pada akhirnya terjadi ekspresi gen
epileptogenik terikat kalsium yang menyebabkan eksitasi neuron.
3. Peningkatan eksitabilitas
Pada kondisi ini terjadi gangguan inhibisi fase setelah hiperpolarisasi sehingga
neuron-neuron teraktivasi pada saat yang sama dengan kecepatan yang sama dan
mengakibatkan terjadinya fokus kejang.
4. Jejas neuronal
Jejas neuronal terjadi pada kejang yang berkepanjangan, bermanifestasi sebagai
pembengkakan hipokampus pada fase akut atau atrofi pada fase kronik.

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Kejang1

Tatalaksana akut kejang3


-

Pemberian diazepam per rektal di rumah maksimal 2 kali dengan dosis 0,5-0,75

mg/kg
Jika belum berhenti, pemberian diazepam intravena di rumah sakit dengan dosis 0,3-

0,5 mg/kg dengan kecepatan 1-2 mg/menit


Jika belum berhenti, pemberian fenitoin intravena 10-30 mg/kg/kali dengan kecepatan
1 mg/kg/menit atau maksimal 50 mg/menit. Bila kejang berhenti diberikan 4-8 mg/kg
dalam 12 jam kemudian.

Tatalaksana lanjut

Gambar 4. Pemilihan Obat Kejang1


Pemilihan obat kejang dilakukan berdasarkan jenis dan etiologi kejang. Obat-obat kejang
dapat menimbulkan efek samping beragam pada pasien, seperti toksisitas liver pada
pemberian asam valproate bagi anak <2 tahun, kenaikan berat badan, hyperplasia gingival
(fenitoin), alopesia (valproate) dan hiperaktif (benzodiazepin, barbiturat, valproat,
gabapentin). Obat pertama diberikan 1 jenis dan dititrasi dosisnya hingga mencapai dosis
terapeutik.1
Sebelum dilakukan pemberian obat rumatan, pasien harus dilakukan pemeriksaan darah
perifer lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan ini diulang setiap 3-4
bulan untuk mengetahui jika terjadi efek samping pada pasien. Obat diberikan hingga pasien

bebas kejang selama minimal 2 tahun dan pada EEG tidak ditemukan kelainan. Penghentian
terapi juga dilakukan secara bertahap selama 3-6 bulan untuk mencegah relaps.1
Pembedahan dipertimbangkan jika pasien sudah diterapi dengan 3 obat anti epilepsy dan
gagal setelah 2 tahun diobati.

Gambar 5. Cara Kerja Obat Anti Epilepsi2

Tabel 1. Dosis Obat Antiepilepsi1

BAB III
DISKUSI

DAFTAR PUSTAKA
1. Mikati MA. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed.
Philadelphia: Elsevier Sauders; 2011.
2. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF. Swaimans Pediatric Neurology. 5th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
3. IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta; 2006.

Anda mungkin juga menyukai