Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era modern ini, dunia industri terus mengalami kemajuan terutama dalam bidang
manufaktur. Ada berbagai macam produk yang dihasilkan dari proses manufaktur khususnya
dari proses pengecoran. Proses pengecoran dalam dunia industri digunakan untuk membuat
benda-benda berbentuk rumit, seperti benda berlubang dan lain sebagainya. Produk-produk
yang rumit tersebut dapat diproduksi masal secara mudah dan efisien dengan menggunakan
proses pengecoran logam.
Pengecoran logam merupakan proses pencairan logam untuk membentuk logam cair
sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Untuk membuat coran harus dilakukan dengan prosesproses seperti : peleburan logam, membuat rongga cetak, peoses penuangan, memeriksa dan
menganalisa hasil coran. Sedangkan untuk pencairan logam dapat dilakukan dengan tanur
induksi, dapur kopula, dan lain sebagainya.
Proses pengecoran logam dapat dilakukan dengan menggunakan pasir cetak sebagai
media cetak, pengecoran dilakukan dengan menggunakan HDPC, dan invesment casting
(pengecoran dengan lilin), dan alat yang lain. Pada laporan praktikum pengecoran ini
pengecoran dilakukan dengan menggunakan pasir cetak sebagai media cetak atau dikenal
dengan Sand casting..
Sand casting merupakan pengecoran dengan menggunakan pasir cetak sebagai media
utamanya. Pengecoran pasir cetak sebagai media cetak ini banyak digunakan untuk pekerjaan
pengecoran.
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum Pengecoran
1.2.1. Tujuan Praktikum Pengecoran
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sand Casting.
2. Untuk mengetahui alat dan bahan dalam Sand Casting
3. Untuk mengetahui bagaimana proses pengecoran dengan Sand Casting
4. Untuk mengetahui cacat coran dalam Sand Casting
1.2.2. Manfaat Praktikum Pengecoran
1. Mahasiswa dapat melakukan persiapan pengecoran dengan Sand Casting
2. Mahasiswa dapat melakukan proses pengecoran dengan Sand Casting
3. Mahasiswa dapat membuat sistem saluran dalam Sand Casting
4. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengecoran dengan Sand Casting
Praktikum Pengecoran dan Tempa

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengecoran Logam
Pengecoran Logam adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam
dicairkan dalam tungku peleburan kemudian di tuangkan kedalam rongga cetakan yang
serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat. Salah satu metoda dalam
pengecoran adalah dengan menggunakan pasir cetak sebagai media cetak atau disebut dengan
Sand Casting.
Sand Cating atau Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas
seperti menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat
sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membiarkan logam cair membeku,
membongkar cetakan yang berisi produk cor dan membersihkan produk cor. Hingga
sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi andalan industri
pengecoran terutama industri-industri kecil.
Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran dengan sekali
pakai (expendable Mold) dan ada pengecoran dengan cetakan permanent (permanent Mold).
Cetakan pasir atau Sand Casting termasuk dalam expendable mold. Karena hanya bisa
digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan tersebut dirusak saat pengambilan
benda coran. Dalam pembuatan cetakan, jenis-jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika,
pasir zircon atau pasir hijau. Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan,
bentonit, resin, furan atau air gelas
2.2. Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran
Dalam melakukan pengecoran terdapat peralatan dan perlengkapan yang harus
disiapkan. Dalam Sand Casting khususnya, peralatan dan perlengkapan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pasir Cetak
Digunakan membuat cetakan yang juga berfungsi untuk membuat pola/model dan inti,
serta menahan aliran cairan logam pada waktu dituangkan kedalam cetakan. Contoh pasir
yang digunakan dalam proses pengecoran yaitu pasir kali, pasir gunung, dan pasir silika.
2. Inti
Inti (core) adalah suatu bahan yang terbuat dari pasir (pasir gemuk) yang mengandung
kadar lempung lebih tinggi daripada pasir cetak. Inti digunakan untuk membuat lubang
atau diameter dalam yang ada didalam coran.
Praktikum Pengecoran dan Tempa

3. Model/pola
Model/pola merupakan bahan yang menyerupai benda asli atau benda yang akan dicor
pada bagian luar. Model/pola ini terbuat dari kayu (jati, mahoni, dan lainnya) dan logam
(alumunium, besi, dan lainnya). Pola disini ukurannya dibuat lebih besar dari benda cor,
hal ini dikarenakan adanya faktor penyusutan pada waktu cairan logam dingin.
4. Rangka cetak
Rangka cetak merupakan alat atau rangka yang terbuat dari kayu maupun logam yang
berbentuk segiempat atau bulat yang digunakan untuk membuat cetakan. Cetakan sendiri
merupakan alat yang berisi pasir cetak yang sudah dipadatkan untuk melakukan proses
pengecoran.
5. Alat-alat Pembuat Cetakan
Alat-alat ini digunakan untuk membantu dalam membuat cetakan dan mempermudah
dalam melakukan proses pengecoran logam. Alat-alat tersebut terdiri dari : penyangga,
mandrel, pemberat, penumbuk, dan lain sebagainya.
2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.3.1. Sumber Bahaya
Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh
berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain
yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap
sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain.
Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat
dikelompokkan menjadi dua:
1. Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal,
carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.
2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim
panas.
2.3.2. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Melalui berbagai penelitian, baik epidemiologi atau eksperimental, telah
diketahui beberapa penyakit yang dicurigai berhubungan dengan proses pengecoran
logam. Penyakit-pnyakit tersebut seperti :
1. Penyakit saluran pernafasan
Termasuk diantaranya yang paling umum adalah pneumoconiosis, bronchitis,
dan kanker paru. Penyakit-penyakit ini dihubungkan dengan paparan terhadap debu
silica, dan debu metal/non metal lain yang terhirup selama bekerja. Debu-debu ini
Praktikum Pengecoran dan Tempa

apabila terhirup dalam waktu yang lama akan berakumulasi dalam paru dan
merangsang proses inflamasi. Akumulasi debu ini bersifat fibrogenik
merangsang pembentukan jaringan ikat, dan pada tingkat lanjut bisa bersifat
karsinogenik merangsang pembentukan sel kanker.
2. Penyakit diluar saluran pernafasan
Termasuk diantaranya intoksikasi Timbal (Pb), karbon monoksida, dan Beryllium
(Berylliosis).
3. Thermal Stress
Stress tubuh akibat suhu tinggi yang dihasilkan proses pengecoran logam.
4. Gangguan pendengaran
Merupakan akibat dari tingginya tingkat kebisingan terutama yang berasal dari
mesin-mesin. Tanpa kontrol yang baik, tingkat kebisingan dapat mencapai 85
120 dBA; nilai ini diatas NAB (Nilai Ambang Batas) 85 dB yang diperbolehkan.
5. Gangguan muskuloskeletal
Sebagai akibat dari posisi tubuh yang salah atau tuntutan aktivitas fisik yang
berat selama bekerja.
6. Sindrom akibat getaran
Dikenal dengan istilah Raynauds Phenomenon of Occupational Origin.
Penyakit ini timbul akibat penggunaan alat-alat yang bergetar dalam jangka waktu
yang lama.
2.3.3. Kecelakaan Kerja
Selain berpotensi menyebabkan PAK, proses pengecoran logam juga
menempatkan pekerja dalam posisi yang rentan terhadap kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja di tempat pengecoran logam dapat terjadi akibat : pekerjaan manual,
penggunaan mesin, permukaan tempat kerja atau jalan, benda asing yang mengenai
mata, dan paparan dengan benda panas.

2.4. Material dan Perlengkapan Pengecoran


Dalam melakukan pengecoran dengan Sand Casting, material dan perlengkapan yang
dibutuhkan adalah pasir, pola, inti, sistem saluran dan karakteristik pembekuan, cetakan, dan
dapur kopula.
2.4.1. Pasir Cetak
Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu lama.
Pasir cetak yang lazim digunakan didalam industri pengecoran adalah sebagai berikut:
Praktikum Pengecoran dan Tempa

1. Pasir Silika
Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudiandisaring
untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan. Kebanyakan pasir yang
digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2).
2. Pasir Zirkon
Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya tahan api
yang efektif untuk mencegah sinter
3. Pasir Olivin
Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk 2MgO,
SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang lebih besar
dibanding pasir silika.
Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan
ketahanannya terhadap temperature tinggi.Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan
beberapa faktor penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh , pasir halus dan
bulat akan menghasilkan permukaan produk yang mulus/halus. Ukuran butir yang kecil akan
menghasilkan permukaan coran yang baik, tetapi ukuran butir yang besar akan menghasilkan
permeabilitas yang baik, sehingga dapat membebaskan gas-gas dalam rongga cetak selama
proses penuangan Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit
atau clay/lempung) dan air.Ketiga Bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap
dipakai sebagi bahan pembuat cetakan.Beberapa indikator untuk menentukan kualitas cetakan
pasir adalah sebagai berikut :
1. Kekuaatan
Kemampuan cetakan untuk mempertahankan bentuknya dan ketahanannya
terhadap pengikisan oleh aliran logam cair. Hal ini tergantung pada bentuk pasir,
kualitas pengikat dan faktor-faktor yang lain.
2. Permeabilitas
Kemampuan cetakan untuk membebaskan udara panas dan gas dari dalam
cetakan selama operasi pengecoran melalui celah-celah pasir cetak.
3. Stabilitas Termal
Kemampuan pasir pada permukaan rongga cetak untuk menahan keretakan dan
pembengkokan akibat sentuhan logam cair.
4. Kolapsibilitas
Kemampuan cetakan membebaskan coran untuk menyusut tanpa menyebabkan
coran menjadi retak.
Praktikum Pengecoran dan Tempa

5. Reusabilitas
kemampuan pasir (dari pecahan cetakan) untuk digunakan kembali (didaur
ulang).
2.4.2. Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat
dibuat dari kayu ,plastic/polimer ,resin sintetis atau logam. Pemilihan material pola
tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor
dan jenis proses pengecoran yang digunakan. Pola dapat berguna agar menjaga
ketelitian ukuran benda coran.Hal yang diperhatikan dalam menentukan pola adalah :
1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan
2. Penempatan inti harus mudah
3. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapat aliran logam cair yang
optimum.
Pola memiliki beberapa jenis, jenis-jenis pola tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pola tunggal (Solid Pattern)
Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah produk
sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak mahal.

Gambar 2.4.2.a. Pola tunggal


2. Pola Belah (Split Pattern)
Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga cetak
dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentuk produk yang dapat dihasilkan
rumit dari pola tunggal. Tetapi proses cetakannya lebih mudah dari pola tunggal.

Gambar 2.4.2.b. Pola belah


Praktikum Pengecoran dan Tempa

3. Pola dengan Papan Penyambung


Digunakan untuk jumlah produksi yang lebih banyak. Pada pola ini, dua bagian
pola belah masing-masing diletakan pada sisi yang berlawanan dari sebuah papan
kayu atau pelat besi.
4. Pola Cope and Drug
Pola ini hampir sama dengan pola dengan papan penyambung, tetapi pada pola
ini dua bagian dari pola belah masing-masing ditempelkan pada papan yang
terpisah. Pola ini biasanya juga dilengkapi dengan sistem saluran masuk dan riser.
2.4.3. Inti
Fungsi inti adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat terpisah
dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Bahan inti harus tahan
menahan temperatur cair logam.Untuk produk cor yang memiliki lubang/rongga
seperti pada blok mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti. Inti
ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk permukaan
bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan membeku dan dingin.
Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah
hancur (tidak rapuh).
Pemasangan inti didalam rongga cetak kadang-kadang memerlukan pendukung
(support) agar posisinya tidak berubah. Pendukung tersebut disebut chaplet, yang
dibuat dari logam yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi dari pada titik lebur
benda cor. Sebagai contoh, chaplet baja digunakan pada penuangan besi tuang,
setelah penuangan dan pembekuan chaplet akan melekat ke dalam benda cor, bagian
chaplet yang menonjol ke luar dari benda cor selajutnya dipotong.

Gambar 2.4.3.a. Inti disangga dengan chaplet


Praktikum Pengecoran dan Tempa

Gambar 2.4.3.b. Chaplet


7

Gambar 2.4.3.c. Hasil coran dengan lubang


2.4.4. Sistem Saluran dan Karakteristik Pembekuan
Sistem saluran masuk (gating system) untuk mengalirkanlogam cair ke dalam
rongga cetakan, terdiri dari cawan tuang, saluran turun,pengalir dan saluran masuk
tempat logam mengalir memasuki rongga cetakan.Fungsi system saluran masuk perlu
dirancang dengan mantap dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan pada dasar atau dekat
dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin. Hal ini perlu diperhatikan,
khususnya pada benda tuang yang kecil
2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus ditekan
dengan mengatur aliran logam cair atau dengan menggunakan inti pasir kering.
3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian sehingga terjadi solidifikasi
terarah. Solidifikasi hendaknya mulai dari permukaan cetakan kearah logam cair
sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat
penyusutan.
4. Usahakanlah agar slag, kotoran atau partikel asing tidak dapat masuk ke dalam
rongga cetakan.

Gambar 2.4.4.a. Sistem Saluran


Cawan tuang dibuat untuk memudahkan ketika menuang logam cair dan untuk
mencegah masuknya terak ke dalam cetakan. Saluran penyaring untuk mencegah
masuknya terak atau partikel lainnya masuk ke dalam saluran turun kedua. Penambah
Praktikum Pengecoran dan Tempa

(riser) digunakan ssebagai cadangan logam cair untuk menutup rongga karena
penyusutan. Penyusutan selalu terjadi jika logam membeku dan apabila penyusutan
tidak diatur dengan baik maka bisa menimbulkan rongga penyusutan yang besar.
Umumnya rongga penyusutan terjadi pada daerah dengan temperatur paling tinggi
atau di tempat dimana terjadi pembekuan paling akhir.

Gambar 2.4.4.b. Karakteristik Pembekuan


2.4.5. Cetakan
Dalam proses pengecoran dengan menggunakan pasi cetak terdapat tiga
klasifikasi cetakan pasir. Ketiga klasifikasi cetakan pasir tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Cetakan Pasir Basah
Cetakan pasir basah merupakan cetakan yang banyak digunakan dan paling
murah. Kata basah dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak itu masih cukup
mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu. Istilah
lain dalam cetakan pasir adalah skin dried. Cetakan ini sebelum dituangkan logam
cair terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau dikeringkan.
Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk diterapkan pada
pengecoran produk-produk yang besar, dibuat dari campuran pasir, lempung, dan
air. Cetakan pasir basah juga banyak digunakan untuk besi tuang, paduan logam
tembaga dan aluminium yang beratnya relatif kecil (maksimum 100 kg).
Keunggulan dari cetakan basah ini adalah :
Memiliki kolapsibilitas yang baik
Permeabilitas baik
Reusabilitas yang baik
Murah
Praktikum Pengecoran dan Tempa

Kelemahan dari cetakan basah ini adalah uap lembab dalam pasir dapat
menyebabkan kerusakan pada beberapa coran, tergantung pada logam dan
geometri coran. Untuk komposisi dari cetakan basah ini adalah sebagai berikut :
Pasir 80-90 %
Bentonit 10-15 %
Air 4-5 %
Bahan Penolong / grafit 2-3 %
2. Cetakan Pasir Kering
Cetakan pasir kering, dibuat dengan menggunakan bahan pengikat organik, dan
kemudian cetakan dibakar dalam sebuah oven dengan temperatur berkisar antara
204o sampai 316oC. Pembakaran dalam oven dapat memperkuat cetakan dan
mengeraskan permukaan rongga cetakan. Cetakan pasir kering digunakan pada
benda tuang yang berukuran besar (diatas 100 kg).
Keunggulan dari cetakan kering ini adalah dimensi produk cetak yang lebih
baik. Sedangkan untuk kelemahan dari cetakan kering adalah sebagai berikut :
Lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah
Laju produksi lebih rendah karena dibutuhkan waktu pengeringan
Pemakaian terbatas untuk coran yang medium dan besar dalam laju produksi
rendah medium
Untuk komposisi dari cetakan kering ini adalah :
Pasir 80-90 %
Tanah liat 10-15 %
Gula tetes 1-2 %
Pitch 1-1,5 %
Milase 0,5-1 %
Air kurang dari 4 %
3. Cetakan Kulit Kering
Cetakan kulit kering, diperoleh dengan mengeringkan permukaan pasir basah
dengan kedalaman 1,2 cm sampai dengan 2,5 cm pada permukaan rongga cetakan.
Bahan perekat khusus harus ditambahkan pada campuran pasir untuk memperkuat
permukaan rongga cetak. Klasifikasi cetakan yang telah dibahas merupakan
klasifikasi konvensional. Saat ini telah dikembangkan cetakan yang menggunakan
pengikat bahan kimia. Beberapa bahan pengikat yang tidak menggunakan proses
Praktikum Pengecoran dan Tempa

10

pembakaran, seperti antara lain resin turan, penolik, minyak alkyd. Cetakan tanpa
pembakaran ini memiliki kendali dimensi yang baik dalam aplikasi produksi yang
tinggi.
2.4.6. Dapur Kpoula
Dapur kopula adalah dapur yang digunakan untuk melebur besi tuang. Dapur ini
berbentuk silindrik tegak, terbuat dari baja dan bagian dalamnya dilapisi dengan batu
tahan api. Sebagai bahan bakar digunakan kokas (coke), dan batu kapur digunakan
sebagai fluks, sedang bahan bakunya adalah besi bekas dan seringkali ditambahkan
besi kasar.
Pengisisan dilakukan melalui charging door bergantian antara kokas dan besi.
Pembakaran terjadi disekitar pipa hembus sehingga di daerah ini akan terjadi
percairan besi dan fluks akan bereaksi dengan abu kokas dan impuritas lainnya
membentuk terak. Terak akan mengapung di atas besi cair dan berfungsi sebagai
pelindung hingga tidak bereaksi dengan lingkungan di dalam kupola.
Cairan akan dikeluarkan secara berkala bila jumlah cairan sudah cukup banyak.
Penambahan bahan baku juga dilakukan secara berkala dan dapur dapat bekerja
secara kontinu.

Gambar 2.4.6.a Dapur Kopula


2.4.6.1. Penggolongan Daerah dalam Kopula
Dapur Kopula ini terdiri dari beberapa daerah dalam kopula. Daerahdaerah tersebut adalah sebagai berikut :

Praktikum Pengecoran dan Tempa

11

1) Daerah pemanasan mula adalah bagian dari pintu pengisian sampai


ditempat dimana logam mulai cair. Selama turun di daerah ini, logam
mengalami pemanasan mula.
2) Daerah lebur adalah bagian atas dari alas kokas dimana logam
mencair.
3) Daerah panas lanjut adalah bagian bawah daerah lebur sampai rata
tuyer. Logam cair dipanaskan lanjut selama turun melalui daerah ini.
4) Daerah krus adalah bagian dari tuyer sampai dasar kupola. Logam cair
dan sebagian kecil terak ditampung di daerah ini.
Selain hal tersebut diatas, bagian dalam kupola dibagi menjadi daerah
oksidasi dan daerah reduksi, tergantung pada reaksi antara kokas dan gas.
1) Daerah oksidasi: dimulai dari tuyer sampai rata tengah-tengah alas
kokas. Dalam daerah ini kokas dioksidasi oleh udara yang ditiupkan
melalul tuyer.
2) Daerah reduksi: Bagian atas dari daerah oksidasi, dimana gas CO2
yang timbul di daerah oksidasi, direduksi oleh kokas.
1. Kapasitas Peleburan
Kapasitas peleburan dari kupola dinyatakan oleh laju peleburan dalam
satuan berat persatuan waktu, umumnya ditulis ton per jam. Kapasitas
peleburan dapat berubah tergantung kepada: volume angin, perbandingan
muatan besi dengan kokas serta syarat-syarat operasi peleburan lainnya,
walaupun diameter kupola sama.
2. Tinggi Efektif
Tinggi efektif dari kupola adalah tinggi dari pertengahan tuyer (lubang
hembus) sampai bagian bawah dari pintu pengisian. Pada daerah ini
terjadi pemanasan awal. Karena itu kupola yang tinggi akan efektif untuk
pemindahan panas, akan tetapi kupola yang terlalu tinggi cenderung
memiliki tahanan besar terhadap aliran gas. Hal ini juga menimbulkan
resiko terjadinya peng-hancuran kokas. Syarat-syarat ini perlu
dipertimbangkan, sehingga tinggi efektif kupola standar biasanya
dikonstruksi berkisar antara empat sampai lima kali ukuran diameter
dalam, diukur dari titik tengah tuyer.
3. Daerah Krus

Praktikum Pengecoran dan Tempa

12

Daerah krus adalah daerah dari bagian bawah tuyer sampai ke dasar
kupola. Daerah krus dari kupola yang mempunyai perapian muka dibuat
dangkal, karena tidak difungsikan untuk menyimpan logam cair di
dalamnya. Daerah krus dari kupola tanpa perapian muka dibuat dalam.
Biasanya ukuran krus dikonstruksi untuk dapat menampung dua atau tiga
pengisian. Dalam daerah krus terdapat juga kokas, sehingga volume yang
terisi oleh logam cair kira-kira 45 % dari volume daerah krus. Krus yang
besar tidak dikehendaki sebab besi cair menyerap karbon dan belerang
dari kokas.
4. Lubang Cerat dan Lubang Terak
Lubang cerat dan lubang terak dibuat di daerah krus. Bentuk dan
susunan dari lubang-lubang ini berbeda menurut cara pengeluaran besi
cair dan terak. Pengeluaran besi cair dan terak dilakukan secara berkala.
Pada proses ini besi cair atau terak ditampung sementara di dalam krus,
kemudian dikeluarkan secara berkala melalui lubang cerat atau lubang
terak dengan operasi tangan.
Proses pengeluaran terak yang paling baik adalah dari posisi depan
tanur, dimana terak mengalir secara kontinyu bersama logam dari dasar
dan sekaligus terak terpisah dari logam cair. Proses ini terbaik karena
menghasilkan besi cair dengan kadar unsur-unsur lain terendah.
Proses pengeluaran terak dari belakang: dalam proses ini lubang cerat
dan lubang terak dibuat pada tempat yang berlainan sehingga tidak perlu
lagi memisahkan terak. Besi yang dikeluarkan secara kontinyu dialirkan
kedalam penampung (perapian depan), yang nantinya akan dikeluarkan
sejumlah besi sesuai diperlukan.
5. Tuyer
Tuyer berfungsi menghembuskan udara untuk pembakaran kokas
dengan volume dan tekanan yang memadai. Jadi jumlah luas penampang
tuyer harus ditentukan secara tepat. Jumlah luas penampiag tuyer yang
terlalu kecil menyebabkan kecepatan udara terlalu tinggi jadi menurunkan
temperatur dari gas pembakaran. Sebaliknya luas yang terlalu besar
menurunkan kecepatan udara dan pembakaran yang seragam tidak
tercapai. Biasanya perbandingan tuyer ini lima sampai enam untuk kupola

Praktikum Pengecoran dan Tempa

13

kecil dan delapan sampai dua belas untuk kupola besar. Jumlah tuyer
dipilih secara empirik dalam jumlah genap.
2.4.6.2. Pengoperasian Dapur Kopula
Dalam perhitungan harga peleburan, ketahanan lapisan tanur merupakan
faktor yang ikut menentukan. Biasanya pengerjaan pelapisan tanur dengan
pemadatan biasa ataupun penyemprotan telah mencukupi untuk
dipergunakan selama satu rangkaian proses peleburan (7 8 jam).
Kemudian setelah itu harus dibersihkan dan dilapisi kembali pada bagianbagian yang terkikis. Tanur kupola yang diopersikan menerus hingga
beberapa kali rangkaian proses peleburan akan kehilangan lebih banyak
lapisan tanur, bahkan terkadang sampai menembus ke mantel tanur.
Kerusakan pada mantel ini dapat dihindari dengan pendinginan air dari luar
yang disemprotkan secara menerus disekitarnya.
Kebutuhan akan ketahanan lapisan tanur ini tidak dapat diuraikan secara
umum saja, karena pengaruh-pengaruh yang timbul di berbagai operasi selalu
berbeda. Dalam hal ini hanya dapat diperkirakan, bahwa dari 250 300 mm
ketebalan lapisan hanya tersisa sekitar 100 150 mm ketebalan setelah
selesai satu rangkaian operasi. Pengikisan dapat lebih banyak terjadi pada
pengoperasian di atas 1500 C (suhu terukur). Ketinggian pengikisan ini
tergantung dari letak daerah pencairan.
Hal-hal penting yang mempengaruhi ketahanan lapisan adalah :
Besar maupun jenis kupola
Persiapan tanur ( bahan, sistem, cara dan waktu pengeringan lapisan)
Pengoperasian kupola (lama operasi, jumlah batu kapur, komposisi &
jumlah terak, komposisi & suhu bahan yang dilebur)
2.5. Proses Pengecoran
2.5.1. Tahap Persiapan
Dalam proses pengecoran adapun persiapan yang harus dilakukan sebelum
melakukan proses pengecoran yaitu :
1) Persiapkan peralatan K3 dengan baik dan gunakanlah dengan benar untuk
menghindari kejadian buruk yang tidak diinginkan.
2) Persiapkan perlengkapan dan peralatan seperti palu, tang, cetok, kayu saluran,
rangka cetak, pasir cetak, bentonit, kedap air, air, gravit, dan lain sebagainya.

Praktikum Pengecoran dan Tempa

14

3) Sediakan pola yang akan digunakan untuk membuat cetakan pada pasir cetak.
4) Persiapkan tungku dan cek keadaan tungku apakah dalam keadaan baik dan siap
digunakan.
5) Patuhi prosedur dalam pengecoran untuk menghindari hal-hal yang tidak
dinginkan.
2.5.2. Pembuatan Pola
Dalam pembuatan pola dapat digunakan berbagai macam bahan seperti besi,
alumunium, plastik, kayu,dan lain sebagainya. Pembuatan pola dibuat dengan melalui
proses pembubutan atau pengefraisan. Pada saat membuat pola harus
dipertimbangkan juga hal yang sangat penting yaitu :
1) Penentuan kup, drag dan permukaan pisah
2) Penambahan ukuran akibat penyusutan
3) Tambahan unutuk pengerjaan mesin
4) Penentuan kemiringan pola
5) Tingkat kehalusan pola
6) Usahakan pola dibuat semudah-mudahnya.
7) Kestabilan inti, sehingga tidak terjadi pergeseran sewaktu proses penuangan logam
cair yang akan mengakibatkan cacat.
8) Proses pembuatan pola harus mudah diambil sehingga tidak merusak cetakan.
2.5.3. Pengolahan Pasir Cetak
Untuk pengolahan pasir cetak ada beberapa jenis pasir yang dapat digunakan
yaitu pasir silica, dan lain sebagainya. Proses pengolahan pasir cetak ini adalah :
1) Mengayak pasir untuk memisahkan dari kotoran dan butiran-butiran pasir yang
sangat kasar.
2) Kemudian timbang pasir dengan jumlah yang sudah ditentukan untuk memudahkan
dalam menentukan perbandingan dengan air dan bentonit.
3) Haluskan bentonit yang masih kasar untuk pencampuran dengan pasir agar
mendapatkan hasil yang baik dalam pembuatan pasir cetak.
4) Campurlah pasir, air, dan bentonit sesuai dengan yang ditentukan
2.5.4. Pembuatan Cetakan
Pembuatan cetakan dilakukan untuk memnuat pola yang akan di cor. Cetakan
ini dibuat dari pasir cetak yang telah dicampur dengan bentonit dan air dengan
perbandingan yang seimbang. Kualitas cetakan juga akan mempengaruhi hasil dari
coran, cetakan yang kurang bagus akan menghasilkan cacat pada hasil pengecoran.
Praktikum Pengecoran dan Tempa

15

2.5.5. Proses Peleburan


Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi pengecoran
karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Pada proses peleburan, mulamula muatan yang terdiri dari logam (alumunium), unsur-unsur paduan dan material
lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukkan kedalam tungku. Fluks
adalah senyawa inorganic yang dapat membersihkan logam cair dengan
menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor (impurities).
Fluks memiliki beberpa kegunaan yang tergantung pada logam yang dicairkan, seperti
pada paduan alumunium terdapat cover fluxes(yang menghalangi oksidasi
dipermukaan alumunium cair).Cleaning fluxes,drossing fluxes, refining fluxes,
danwall cleaning fluxes.
2.5.6. Proses Penuangan
Dalam proses penuangan pengecoran terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain :
1. Pengeringan Ladel
Pengeringan ladel yang tidak smpurna menyebabkan turunnya temperatur logam
cair, oksidasi dari cairan dan cacat coran seperti rongga udara, lubang lubang jarum
dan sebagainya. Maka dari itu ladel dapat dipanaskan pada lubang yang terdapat di
atas dapur kupola. Pengeringan ladel ini juga dimaksudkan agar suhu pada ladel
dan logam coran yang sudah cair tidak berbeda jauh untuk mengurangi suhu
pembekuan antara ladel dan logam coran.
2. Pembuangan Terak
Sebelum penuangan, terak diatas cairan harus dibuang. Terak terjadi karena
penambahan inokulan dan erosi dari lapisan. Untuk memudahkan pembuangan
terak, dengan cara abu jerami atau tepung gelas ditaburkan diatas permukaan
cairan logam, mereka menutupi permukaan cairan dan mencegah penurunan
temperatur
3. Temperature Penuangan
Temperature penuangan banyak mempengaruhi kualitas coran. Jika temperatur
terlalu rendah menyebabkan waktu pembekuan yang pendek, kecairan yang buruk
dan menyebabkan cacat coran seperti rongga penyusutan, rongga udara, salah alir
dan sebagainya.
4. Waktu Penuangan

Praktikum Pengecoran dan Tempa

16

Dalam menuang logam penting dilakukan dengan tenang dan cepat. Selama
penuangan ladel perlu terisi penuh dengan logam cair agar tidak menimbulkan
kekurangan logam cair pada saat penuangan dan terjadinya cacat akibat
kekurangan logam cair. Waktu penuangan yang cocok perlu ditentukan dengan
mempertimbangkan berat, tebal coran, sifat cetakan, dan lain sebagainya.
2.5.7. Proses Pembongkaran
Sebelum proses pembongkaran dilakukan, tunggu logam cair sampai membeku
terlebih dahulu sekitar 10-15 menit. Setelah logam sudah membeku bongkarlah
cetakan pada wadah yang kosong agar pasir yang akan dibongkar tidak berserakan
kemana-mana. Bongkar pasir dengan sekop secara perlahan sampai pola terlihat.
2.5.8. Pemotongan Sistem Saluran
Setelah pola sudah dibongkar dari pasir cetak, potonglah sistem saluran yang
terdapat pada pola. Pemotongan sistem saluran dapat mnggunakan gerinda potong
maupun gergaji. Pada saat melakukan pemotongan sistem saluran potonglah dengan
hati-hati agar tidak merusak pola dan terjadi hal yang tidak diinginkan.
2.5.9. Pembersihan Coran
Pembersihan coran bertujan untuk menghilang sisa-sisa pasir yang terdapat pada
sela-sela coran agar lebih mudah saat dilakukan finishing. Pembersihan ini dapat
dilakukan dengan sikat baja atau sapu kecil.
2.5.10. Pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan hasil dilakukan untuk mengetahui cacat coran apa saja yang
terjadi dalam hasil coran.
2.6. Cacat pada Pengecoran
Proses pengecoran dilakukan dengan beberapa tahapan mulai dari pembuatan cetakan,
proses peleburan, penuangan dan pembongkaran. Untuk menghasilkan coran yang baik maka
semuanya harus direncanakan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun hasil coran
sering terjadi cacat. Cacat yang terjadi pada coran dipengaruhi oleh bebrapa faktor seperti :
1. Desain pengecoran dan pola
2. Pasir cetak, desain cetakan, dan inti
3. Komposisi muatan logam
4. Proses peleburan dan penuangan
5. Sistem saluran masuk dan penambah.
Cacat pengecoran tersebut dibagi menjadi 9 macam, menurut komisi pengecoran
internasional. 9 macam cacat tersebut adalah sebagai berikut :
Praktikum Pengecoran dan Tempa

17

1. Cacat ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas


Cacat ekor tikus merupakan cacat dibagian luar yang dapat dilihat dengan mata.
Bentuk cacat ini mirip seperti ekor tikus, yang diakibatkan dari pasir permukaan cetakan
yang mengembang dan logam masuk kepermukaan tersebut. Kekasaran yang meluas
merupakan cacat pada permukaan yang diakibatkan oleh pasir cetak yang tererosi. Bentuk
cacat ekor tikus dan kekasaran yang meluas dapat dilihat pada gambar 2.6.a

Gambar 2.6.a. Cacat ekor tikus atau kekasaran yang meluas


2. Cacat lubang-lubang
Cacat lubang-lubang memiliki bentuk dan akibat yang beragam. Bentuk cacat lubanglubang dapat dibedakan menjadi :
1) Rongga udara

Gambar 2.6.b. Cacat rongga udara


2) Lubang jarum

Gambar 2.6.c. Cacat lubang jarum


3) Penyusutan dalam

Gambar 2.6.d. Cacat penyusutan dalam


Praktikum Pengecoran dan Tempa

18

4) Penyusutan luar

Gambar 2.6.e. Cacat penyusustan luar


5) Rongga penyusutan

Gambar 2.6.f. Cacat rongga penyusutan


6) Cacat rongga gas kecil

Gambar 2.6.g. Cacat rongga gas kecil


3. Cacat retakan
Cacat retakan dapat disebabkan oleh penyusutan atau akibat tegangan sisa. Keduanya
dikarenakan proses pendingan yang tidak seimbang selama pembekuan. Bentuk cacat
retakan dapat dilihat pada gambar 2.6.h.

Gambar 2.6.h. Cacat retakan


4. Cacat Permukaan kasar

Praktikum Pengecoran dan Tempa

19

Cacat permukaan kasar menghasilkan coran yang permukaannya kasar. Cacat ini
dikarenakan oleh beberapa factor seperti : cetakan rontok, kup terdorong ke atas, pelekat,
penyinteran dan penetrasi logam.

Gambar 2.6.i. Cacat cetakan rontok

Gambar 2.6.j. Cacat cup terdorong ke atas

Gambar 2.6.k. Cacat pelekat

Gambar 2.6.l. Cacat Penyinteran

Gambar 2.6.m. Cacat penetrasi logam


5. Cacat salah alir
Cacat salah alir dikarenakan logam cair tidak cukup mengisi rongga cetakan.
Umumnya terjadi penyumbatan akibat logam cair terburu membeku sebelum mengisi
rongga cetak secara keseluruhan. Bentuk cacat salah alir dapat dilihat pada gambar 2.6.n.

Gambar 2.6.n. Cacat salah alir


Praktikum Pengecoran dan Tempa

20

6. Cacat kesalahan ukuran


Cacat kesalahan ukuran terjdi akibat kesalahan dalam pembuatan pola. Pola yang
dbuat untuk memeuat cetaka ukurannya tidak sesuai dengan ukuran coran yang
diharapkan. Selain itu kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan yang mengembang
atau penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan. Pencegahn kesalah ukuran adalah
membuat pola dengan teliti dan cermat. Menjaga cetakan tidak mengembang dan
memperhitungkan penyusutan logam dengan cermat, sehingga penambahan ukuran pola
sesuai dengan penyusutan logam yang terjadi saat pembekuan.
7. Cacat inklusi dan struktur tak seragam
Cacat inklusi terjadi karena masuknya terak atau bahan bukan logam ke dalam cairan
logam akibat reaksi kimia selama peleburan, penuangan atau pembekuan. Cacat struktur
tidak seragam akan membentuk sebagian struktur coran berupa struktur cil.

Gambar 2.6.o. Cacat inklusi terak

Gambar 2.6.p Cacat inklusi pasir

Gambar 2.6.q. Cil

Gambar 2.6.r. Cil terbalik

8. Cacat deformasi
Deformasi dikarenakan perubahan bentuk coran selama pembekuan akibat gaya yang
timbul selama penuangan dan pembekuan.

Gambar 2.6.s. Membengkak

Gambar 2.6.t. Pergeseran

Gambar 2.6.u. Perpindahan inti

Gambar 2.6.v. Pelenturan

Praktikum Pengecoran dan Tempa

21

9. Cacat-cacat tak tampak


Cacat-cacat tak tampak merupakan cacat coran yang tidak dapat dilihat oleh mata.
Cacat-cacat ini berada dalam coran sehingga tidak kelihatan dari permukaan coran. Salah
satu bentuk cacat tak tampak adalah cacat struktur butir terbuka. Cacat ini akan
membentuk seperti pori-pori dan kelihatan setelah dikerjakandengan mesin. Bentuk cacat
struktur butir terbuka dapat dilihat pada gambar 2.6.w.

Gambar 2.6.w. Cacat tak tampak

Praktikum Pengecoran dan Tempa

22

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Persiapan Alat dan Bahan
3.1.1. Alat dan Bahan Rongga Cetak
Pasir cetak (Pasir daur ulang silica untuk asbak dan pasir silika murni untuk
topeng)
Gravit
Bentonit (2% untuk asbak dan 20 % untuk topeng)
Kedap air
Air (7 % untuk asbak dan 4-5 % untuk topeng)
Model / pola (asbak dan topeng)
Rangka cetak
Palu kayu
Alat ukur berat / timbangan
Pengayak pasir dan mesh
Kuas
Kayu bulat (Sistem saluran)
Cetok
3.1.2. Alat dan Bahan Peleburan Logam
Dapur kopula
Nozzle
Gas elpiji dan perlengkapannya
Logam aluminium
Fluks
Boraks
Ladel
Penjepit
3.1.3. Alat dan Bahan Finishing
Gerinda
Kikir
Ampelas
Praktikum Pengecoran dan Tempa

23

Dempul
Mesin bor
Cat semprot
Mur dan Baut
Lampu, kabel, dan colokan serta perlengkapannya
3.2. Langkah Kerja
3.2.1. Pembuatan Rongga Cetak
1. Berdoa sebelum melakukan praktik
2. Siapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan
3. Siapkan pasir cetak yang akan digunakan, pada praktikum kali ini untuk
pembuatan asbak menggunakan pasir daur ulang dari pasir silica dan untuk
pembuatan topeng menggunakan pasir silica murni.
4. Siapkan pasir sesuai kebutuhan, pada praktikum kali ini menggunakan pasir
sebanyak 30 kg.

Gambar 3.2.1.a. Proses penyiapan pasir cetak (Pasir daur ulang pasir silica)

Gambar 3.2.1.b. Proses penyiapan pasir cetak (Pasir silica murni)


5. Siapkan bentonit sebanyak 2 % untuk asbak dengan menggunakan pasir daur ulang
silica dan 20 % untuk topeng dengan menggunakan pasir silica murni. Kemudian
campur dengan pasir cetak dan aduk secara merata.
Praktikum Pengecoran dan Tempa

24

Gambar 3.2.1.c Proses penyiapan bentonit

Gambar 3.2.1.d. Proses pencampuran bentonit dengan pasir cetak


6. Siapkan air, pada praktikum kali ini menggunakan air sebanyak 7 % untuk asbak
dengan menggunakan pasir daur ulang silika dan 4-5 % untuk topeng dengan
menggunakan pasir silica murni. Kemudian campur dan aduk secara merata dengan
pasir yang sudah tercampur dengan bentonit.

Gambar 3.2.1.e. Proses pencampuran air


7. Setelah tercampur rata antara bentonit,air, dan pasir kemudian siapkan drag and
cup untuk membuat rongga cetak. Setelah itu taruh drag pada lantai yang sudah
dibersihkan. Kemudian beri kedap air, lalu taruh pola yang sudah diolesi bubuk
grafit pada bagian dalam drag. Usahakan agar tidak terlalu mepet dengan drag dan
buat sistem aliran dengan baik.

Praktikum Pengecoran dan Tempa

25

Gambar 3.2.1.f. Penyiapan drag

Gambar 3.2.1.g. Penyiapan pola

Gambar 3.2.1.h. Penyiapan pola pada drag


8. Setelah itu, isi drag dengan pasir sampai penuh dan dipadatkan dengan bantuan
palu kayu. Proses ini dilakukan beberapa kali hingga pasir padat.

Gambar 3.2.1.i. Pemberian pasir pada drag


9. Setelah padat, langkah selanjutnya adalah membalik drag

Gambar 3.2.1.j. Proses pembalikan drag

Praktikum Pengecoran dan Tempa

26

10. Langkah selanjutnya adalah letakkan cup pada bagian atas posisi drag dengan
posisi yang tetap. Setelah cup berada pada posisinya, taburi lagi pasir dengan
kedap air dan taburi pola dengan gravit sampai merata. Kemudian tentukan sistem
saluran dan tambahkan dengan pasir lagi sampai penuh dan padatkan kembali
sampai merata.
11. Setelah itu lepas saluran secara perlahan

Gambar 3.2.1.k. Pelepasan saluran (asbak)

Gambar 3.2.1.l. Pelepasan saluran (topeng)


12. Angkat pola yang telah dipadatkan dengan pasir dari bagian drag. Keluarkan pola
yang berada pada cetakan pasir dengan menggunakan cetok maupun tangan.
Sebelum pola diambil pukul pola dengan palu plastik secara perlahan untuk
memudahkan pengeluarn pola. Pengeluaran pola harus dilakukan dengan hati-hati
agar cetakan pasirnya tidak rusak. Pada saat praktikum, pencabutan pola sangat
sulit sekali untuk dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh pasir yang lengket
dengan pola dan benda cor yang memiliki lengkungan cukup cekung.

Praktikum Pengecoran dan Tempa

27

13. Bersihkan cetakan dengan kuas kecil atau balik drag secara perlahan agar pasir
yang rontok dapat dikeluarkan. Setelah selesai dibersihkan, hal yang dilakukan
selanjutnya adalah penyatuan kup dan drag. Saat penyatuan antara kup dan drag
terjadi ambruknya pasir cetak sehingga bentuk cetakan menjadi tidak beraturan. Ini
disebabkan akibat kurang padatnya pasir disekitar pola dan banyak bagian dari pola
yang bersudut atau lengkungan yang sangat cekung.
14. Letakkan cetakan pasir diatas tatakan dan tempatkan didekat dapur peleburan
logam. Letakkan cetakan dengan lubang saluran menghadap keatas. Pada bagian
lubang saluran masuk diberikan sedikit cekungan agar pada saat penuangan tidak
terjadi turbulensi.
3.2.2. Proses Peleburan dan Penuangan
1. Berdoa sebelum melakukan praktik
2. Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan pada proses peleburan dan penuangan
seperti fluks, boraks, piston (logam alumunium), ladel, dan dapur kopula..
3. Nyalakan nozle dengan bahan bakar gas elpiji, kemudian masukkan pada lubang
bagian baawah pada dapur kupola yang memang bertujuan untuk lubang
pembakaran.

Gambar 3.2.2.a. Proses penyalaan nozzle


4. Panaskan kowi terlebih dahulu sampai kowi memerah sebelum dimasukkan bahan
logam cair. Pemanasan ini bertujuan agar kowi tidak pecah saat digunakan untuk
peleburan logam.

Gambar 3.2.2.b. Akibat kowi pecah .


Praktikum Pengecoran dan Tempa

28

5. Apabila kowi sudah memerah masukkan bahan logam alumunium (piston) secara
perlahan sampai memenuhi kowi. Dan tunggu antara 2-3 jam agar logam mencair
dengan sempurna.

Gambar 3.2.2.c. Proses pemasukan logam aluminium


6. Setelah logam mencair tambahkan boraks untuk memisahkan logam alumunium
dengan kerak dan fluks untuk menghilangkan gelembung udara yang terdapat pada
logam cair. Kemudian buang kerak pada logam cair dengan menggunakan ladel.
7. Panaskan ladel untuk penuangan yang bertujuan untuk menguragi perbedaan suhu
yang tinggi.

Gambar 3.2.2.d. Proses pemanasan ladel


8. Lakukan proses penuangan, ambil logam cair dengan menggunakan ladel sampai
penuh dan tuang pada cetakan dengan melalui sistim saluran masuk. Lakukan
penuangan dengan cepat untuk menghindari turbulensi atau penurunan suhu yang
sangat cepat.

Praktikum Pengecoran dan Tempa

29

Gambar 3.2.2.e Proses penuangan


3.2.3. Proses Finishing
1. Setelah dilakukan penuangan, tunggu logam cair pada cetakan dingin terlebih
dahulu sekitar 10-15 menit.

Gambar 3.2.3.a. Proses pendinginan


2. Setelah dingin buka cetakan pada wadah kosong agar pasir tidak berserakan.
Bongkar cetakan dengan palu kayu/plastik dan bersihkan pola cor dari pasir
dengan kuas kecil. Gunakan sikat baja untuk menghilangkan pasir yang masih
menempel pada cacat-cacat coran.

Gambar 3.2.3.b. Pembongkaran asbak

Gambar 3.2.3.c. Pembongkaran topeng

3. Apabila pola coran sudah bersih dari pasir, potong sistem saluran dengan
menggunakan gerinda potong atau gergaji besi. Kemudian haluskan pola coran
Praktikum Pengecoran dan Tempa

30

dengan menggunakan gerinda atau dengan menggunakan kikir dan amplas sampai
halus.

Gambar 3.2.3.d. Proses penghalusan


4. Setelah halus, kemudian bei dempul pada hasil topeng untuk menutup cacat coran
yang ada. Dan kemudian lakukan penghalusan pada dempul.

Gambar 3.2.3.e. Proses pendempulan


5. Setelah selesai, lakukan pengecatan.

Gambar 3.2.3.f. Proses pengecatan


6. Kemudian lakukan pengeboran dan rakit serta pasang lampu yang telah disiapkan.

Gambar 3.2.3.g. Proses perakitan


Praktikum Pengecoran dan Tempa

31

3.3. Analisis Hasil Pengecoran


Dalam praktikum pengecoran pembuatan asbak terjadi beberapa cacat pada hasil
produk pengecorannya. Berikut merupakan analisis dari cacat-cacat yang terjadi pada
pembuatan abak dengan pengecoran pasir cetak dengan menggunakan pasir cetak daur ulang
silica dan dicampur dengan komposisi air sebesar 7 % serta bentonit 2 %.
Tabel 3.3.a. Cacat hasil analisa
Bentuk cacat hasilan alisa

Penyebab

Pencegahan

Bagian cetakan yang


lemah runtuh
Cetakan runtuh.saat
penarikan pola
Kemiringan pola tidak
cukup
Cetakan kurang padat
Kekuatan pasir cetak
kurang

Cermat dan teliti saat


pembuatan cetakan

Coran terlalu tipis


Temperature penuangan
terlalu rendah
Laju penuangan terlalu
lambat
Aliran logam cair tidak
seragam akibat sistim
saluran yang jelek.
Lubang angin pada
cetakan kurang
Sistim penambah yang
tidak sempurna

Temperatur tuang harus


cukup tinggi
Kecepatan penuangan
harus cukup tinggi
Perencanaan sistim
saluran yang baik
Lubang angin harus
ditambah
Menyempurnakan sistim
penambah

Cetakan Rontok

Cacat salah alir

c.

CaCacat Lubang udara dan


lubang jarum
Praktikum Pengecoran dan Tempa

Logam cair teroksidasi

Saluran cerat dan ladel


tidak cukup kering
Temperatur penuangan
terlalu rendah
Penuangan terlalu lambat
Cetakan kurang kering

Diusahakan pada saat


pencairan alas kokas
dijaga agar logam tidak
berada di daerah
oksidasi.
Temperature tuang
logam sebelum
penuangan, dipastikan

32

Permeabilitas pasir cetak


kurang sempurna

Terlalu banyak yang


keluar dari cetakan
Lubang angin kurang
memadai

Tekanan di atas terlalu


rendah

sudah sesuai dan


penuangan dengan cepat.
Pembuatan cetakan yang
teliti baik permeabilitas,
pemadatan yang cukup,
lubang angin yang cukup
Diusahakan tekanan di
atas dibuat tinggi

3.4. Benda Hasil Pengecoran

Gambar 3.4.a. Hasil produk asbak

Gambar 3.4.b. Hasil produk Topeng

Praktikum Pengecoran dan Tempa

33

BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Pengecoran dengan pasir cetak sebagai media sangat murah karena pasir cetak yang
sudah digunakan dapt didaur ulang atau digunakan kembali. Dalam pekerjaan panas
khusunya pengecoran cacat-cacat hasil produk tidak dapat dihindari, akan tetapi cacat-cacat
pengecoran tersebut dapat diminimalisir.
4.2. Saran
Saran dari penulis, untuk melakukan pengecoran hendaknya dilakukan dengan
persiapan yang baik untuk dapat meminimalisir kemungkinan cacat coran yang terjadi.

Praktikum Pengecoran dan Tempa

34

DAFTAR RUJUKAN
Hidayatullah, Syah Nanda. 2010. Pengecoran Logam. (Online).
http://santrinekatgmail.blogspot.com/2010/06/pengecoran-logam.html. Diakses
tanggal 17 Februari. 2015
Muslim, Yogi Aziz. 2013. Proses Pengecoran Logam Piston. (Online).
http://yogiazismuslim.blogspot.com/2013/06/proses-pengecoran-logam-piston.html.
Diakses tanggal 17 Februari 2015
Nurman, Muhammad. 2013. Pengecoran Cetakan Kulit (Shell Molding) dan Pengecoran
Presisi (Investement Casting). (Online).
http://mochamadnurman.blogspot.com/2013/03/pengecoran-cetakan-kulit-shellmolding.html. Diakses tanggal 17 Februari 2015
............... 2011. Pengertian Pengecoran. (Online).
http://diecastpedia.blogspot.com/2011/06/produck.html. Diakses tanggal 17 Februari
2015

Praktikum Pengecoran dan Tempa

35

Anda mungkin juga menyukai