Anda di halaman 1dari 13

1

Ruptur pada Anterior Cruciate Ligament (ACL)


Stacia Cicilia
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Kelompok D8/102012132
staciabeep@yahoo.com

Pendahuluan
Latar Belakang
Masih banyak orang khususnya para atlet yang sering kali mengalami cedera akibat
keseleo yang justru akhirnya berakibat fatal. Tak jarang juga cedera tersebut terjadi pada
bagian lutut, apalagi bagi para atlet yang memerlukan aktivitas kaki yang lebih banyak seperti
sepak bola, basket, ski, dll. Akan tetapi pada lutut ada banyak bagian yang bisa terkena saat
cedera, misalnya bagian ligamentumnya. Salah satu bagian ligamentum yang ada pada lutut
adalah Anterior Cruciate Ligament (ACL).
Anterior Cruciate Ligament (ACL) merupakan salah satu ligamentum yang ada pada
lutut dan berfungsi untuk pergerakan lutut. Selain untuk pergerakan lutut, ACL ini juga
berfungsi untuk menjaga kestabilan lutut. Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament) atau
ACL rupture adalah robekan di salah satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki
atas dengan tulang kaki bagian bawah. Cedera ini merupakan salah satu cedera yang paling
sering diderita dari sekian banyaknya cedera lain.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca
mengenai gejala klinik, etiologi, epidemiologi, patogenesis, penatalaksaan, pemeriksaan
penunjang, Working diagnosis, Differential diagnosis, komplikasi, serta faktor resiko dari
ruptur ACL.

Skenario 17
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri
pada lutut kirinya sejak 6 jam yang lalu setelah lututnya keseleo karena
gerakan memutar badan saat bermain sepak bola. Pada pemeriksaan fisik
regio genu sinistra, tampak edema, tidak hiperemis, nyeri tekan (+),
pergerakan sangat terbatas karena nyeri.

Pembahasan
Anamnesis
Anemnesis merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh dokter
kepada pasiennya. Berdasarkan skenario, anamnesis yang perlu kita tanyakan adalah sebagai
berikut:

Keluhan utama : tanyakan kepada pasien apa keluhan yang menyebabkan pasien pergi
ke dokter. Pada skenario ini dapat kita ketahui keluhan utamanya adalah nyeri pada

lutut kirinya.
Riwayat penyakit pasien: yang perlu kita tanyakan kepada pasien adalah riwayat
penyakitnya sekarang maupun yang dahulu. Riwayat penyakit sekarang meliputi
informasi-informasi mengenai sakitnya seperti sejak kapan terjadi nyeri, apa yang
dilakukan sebelumnya hingga menyebabkan nyeri, apakah rasa nyeri nya bersifat
terus-menerus atau hilang timbul, dsb. Sedangkan riwayat pernyakit dahulu

berhubungan dengan keluhan yang sama yang mungkin pernah dirasakan dulu.
Riwayat penyakit keluarga: dalam beberapa kasus riwayat penyakit keluarga juga
perlu ditanyakan karena ada kemungkinan dikarenakan genetik. Akan tetapi dalam
hal ini tidak ditemukan ada kaitan kasus cedera dengan hubungan penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Secara umum pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:
1. Inspeksi (look): adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan,
2.

rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka)


Palpasi (feel): adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status
neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat
fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary
refill test.

3. Gerakan (moving): adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur ataupun ruptur
ligamen.1
Selain ketiga hal di atas, ada serangkaian tes yang bisa dilakukan untuk memeriksa
kestabilan sendi lutut, khususnya pada bagian ACL. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk
menentukan integritas dari ligament cruciate. Diantaranya ada tes Drawer pada fleksi 90 o, tes
Lachman, tes pivot-shift. Berikut penjelasan dari setiap tes tersebut :2

Tes Drawer pada fleksi 90o


Pada test ini penderita dibiarkan berbaring pada meja pelatihan dengan tungkai
yang cedera di fleksikan, sementara pemeriksa menghadap ke bagian depan tungkai
penderita yang cedera, kemudian putar bagian atas tungkai dan sesegera mungkin
letakkan ibu jari kedua tangan di bawah sendi lutut. Jari-jari pemeriksa diletakkan
pada ruang atau tempat popliteal dari tungkai yang terafeksi, dengan ibu jadi pada
garis sendi medial dan lateral. Jari-jari lainnya dari pemeriksa terletak pada tendo
hamstring. Untuk memastikan itu semua, apabila ditemukan tulang tibia yang
menggeser ke depan dari bawah tulang femur, maka dianggap tanda drawer anterior
yang positif. Penggeseran dari tulang tibia ke depan pada saat tungkai diputar secara
eksternal adalah suatu indikasi bahwa bagian posteromedial dari kasul sendi, ligament
cruciate anterior, atau kemungkinan ligament bagian medial collateral mungkin
terdapat robekan.

Gambar 1. Tes Drawer 90o


Sumber : diunduh dari http://www.clinicaladvisor.com/tests-to-assess-aclrupture/slideshow/394/#0 pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 22.00 WIB

Tes Lachman
Test ini adalah test yang dilakukan pada fleksi 20 0 300. Hal ini membuat
khususnya untuk pemeriksaan segera setelah cedera. Alasan menggunakan tes ini
segera setelah cedera adalah karena tes ini tidak memaksa lutut kedalam posisi yang
menyakitkan (sangat nyeri) pada sudut 900, namun mengetesnya pada posisi yang

lebih nyaman yaitu pada sudut 20 0 300. Alasan lain menggunakan tes ini adalah
karena pada pelaksanaan tes ini, kontraksi otot hamstring tidak terlalu dipaksa.
Kontraksi otot tersebut menyebabkan kekuatan penstabilan lutut sekunder cenderung
untuk menutupi ekstensi nyata dari cedera. Tes Drawer lachman ini dikelola dengan
meletakkan lutut pada fleksi kira-kira dalam sudut 30 0 lalu diputar secara eksternal.
Satu tangan dari pemeriksa menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian
akhir atau ujung distal dari tungkai atas dan tangan yang lainmemegang bagian
proksimal dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.

Gambar 2. Tes Lachman


Sumber: diunduh dari http://www.clinicaladvisor.com/tests-to-assess-aclrupture/slideshow/394/#0 pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 22.00 WIB

Tes Pivot-shift
Tes ini dirancang untuk menentukan ketidakstabilan putaran anterolateral. Tes
pivot-shift paling sering digunakan dalam kondisi kronik dan merupakan tes sensitive
pada satu ligament cruciate bagian depan telah robek. Cara pemeriksaan adalah
penderita berbaring telentang, salah satu tangan pemeriksa ditekan pada bagian kepala
dari tulang fibula, tangan yang satunya memegang pergelangan kaki pasien. Untuk
memulainya, tungkai bawah diputar secara internal dan lutut di ekstensikan secara
penuh. Tungkai atas kemudian difleksikan dengan sudut 300 dari pinggul, dan saat itu
lutut juga difleksikan dan daya valgus diterapkan oleh tangan bagian atas pemeriksa.
Jika bagian ligament cruciate anterior robek, maka tibia lateral akan tampak tanpa
kemajuan.

Gambar 3. Tes Pivot


Sumber: diunduh dari http://www.hkma.org/english/cme/onlinecme/cme200907main.htm pada
tanggal 15 Maret 2014 pukul 22.00 WIB

Pemeriksaan Penunjang3
Magnetic resonance imaging (MRI) scan juga bisa dilakukan untuk mengevaluasi
ACL dan untuk memeriksa tanda cedera pada ligamen lutut yang lain, serta meniscus tulang
rawan, atau tulang rawan artikular. Biasanya pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan adalah MRI scan karena lebih mudah untuk dilakukan.

Gambar 4. Perbandingan antara ACL ruptur dengan ACL normal


Sumber : diunduh dari http://health.ucsd.edu/specialties/surgery/ortho/areas-expertise/sportsmedicine.aspx pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 23.00WIB

Working dan Differential Diagnosis

Sebelum menentukan working diagnosis atau diagnosis utama, yang harus ditelaah
lebih lanjut adalah mencari beberapa penyakit atau kelainan yang sekiranya bisa dijadikan
sebagai differential diagnosis. Pada kasus ini, kemungkinan-kemungkinan cedera yang
dialami adalah rupture pada ligamentum crusiatum anterior, ligamentum crusiatum posterior,
ligamentum collateral lateral, ligamentum collateral medial, meniscus medial, dan meniscus
lateral. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing cedera :3-5
1. Ruptur pada Ligamentum Crusiatum Anterior
Ligamentum Crusiatum Anterior atau yang biasa disebut sebagai Anterior Cruciate
Ligament (ACL) berasal dari kata crux yang artinya menyilang dan crucial yang artinya
sangat penting. Cruciate ligament saling bersilangan satu sama lain menyerupai huruf X.
ACL panjangnya sekitar 38 mm dan lebar rata-rata 10 mm. dan dapat menahan tekanan
seberat 500 pon atau sekitar 226 kg. Ligamentum ini akan mengendur saat lutut ditekuk dan
akan berkontraksi saat lutut diluruskan sempurna. Cedera pada ACL ini bisa terjadi karena
over-peregangan sehingga menyebabkan ligament sobek dan timbul rasa nyeri. Contohnya
seperti pada kasus, penderita melakukan gerakan memutar pada saat main sepak bola
sehingga terjadi cedera pada ACL lututnya.
2. Ruptur pada Ligamentum Crusiatum Posterior
Ligamentum Crusiatum Posterior atau yang biasa disebut sebagai Posterior Cruciate
Ligament (PCL) adalah ligament yang bersilangan dengan ACL. Kerja PCL berkebalikan
dengan ACL, yaitu PCL akan mengendur saat lutut diluruskan sempurna dan akan
berkontraksi saat lutut ditekuk.
PCL pada umumnya memang lebih kuat jika dibandingkan dengan ACL, sehingga angka
kemungkinan cedera pada ACL jauh lebih tinggi dibandingkan cedera pada PCL. Cedera
yang terjadi pada PCL biasanya dikarenakan benturan keras yang mengenai bagian depan
lutut saat lutut ditekuk. Contohnya saja adalah pada keelakaan motor atau kecelakaan mobil
yang bagian depan lutut terbentur keras dashboard.

3. Ruptur pada Collateralis Lateralis

Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condyles lateralis dan di
bagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi
melalui jaringan lemak dan tendon m.popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis
melalui m. poplitei. Cedera pada bagian samping lutut ini bisa disebabkan oleh gerakan
menyamping yang muncul dari pinggir tubuh.
4. Ruptur pada Collateralis Medialis
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat di bagian atas
pada condyles medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis
tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus
medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidales, ligamentum ini menutupi tendon m.
semimembranosus dan a. inferior medialis genu. Cedera yang ditimbulkan pada ligamentum
ini bisa saja dikarenakan gerakan atau benturan dari sisi medial tubuh.
5. Cartilago Semilunaris (Meniscus) Medialis
Bentuknya hampir semi sirkuler dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian
depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan
dengan cartilage semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum
transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian
perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collateralis sendi. Dan karena perlekatan
inilah cartilage semilunaris relatiif tetap. Meniscus memiliki fungsi untuk meredam benturan
antar tulang saat aktivitas, dan dapat cedera apabila dilakukannya aktivitas fisik yang
berlebihan atau terhadap tekanan yang dirasa cukup berat
6. Cartilago Semilunaris (Meniscus) Lateralis
Bentuknya hampir sirkuler dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area
intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat
pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas
jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum
posterior ke condyles medialis femoris. Batas perifer cartilage dipisahkan dari ligamentum
collateralis lateral oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilage
ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilage semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada
tempatnya bila dibandingkan dengan ccartilago semilunaris medialis. Meniscus memiliki

fungsi untuk meredam benturan antar tulang saat aktivitas, dan dapat cedera apabila
dilakukannya aktivitas fisik yang berlebihan atau terhadap tekanan yang dirasa cukup berat.

Gambar 5. Ligamen pada Lutut Normal


Sumber : diunduh dari http://drwaltlowe.com/knee-anatomy/ pada tanggal 15 Maret 2014 pukul
22.30WIB

Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa working diagnosis pada kasus di atas
adalah rupture pada ligamentum crusiatum anterior (ACL). ACL adalah ligament yang
menjaga kestabilan sendi lutut. Cedera pada ACL sering terjadi pada olahraga high-impact,
seperti sepak bola, futsal, tenis, badminton, basket, dan olahraga bela diri. ACL adalah
ligament yang paling sering mengalami cedera pada lutut. Penyebab utamanya adalah
aktivitas olahraga yang bisa dikatakan cukup berat. Olahraga yang sering menyebabkan
cedera adalah olahraga dengan badan yang mudah berubah arah dengan cepat, misalnya pada
pemain sepak bola dan basket. Dan apabila dilihat dari semua ligament yang ada di lutut,
cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan pengekangan pasif untuk anterior
maupun posterior dari semua gerakan lutut. Jika salah satu ataupun kedua cruciates
terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. Fungsi utama dari ACL
adalah untuk melawan rotasi internal tibia dari varus atau valgus. Sobeknya ACL ini akan
menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan fleksi dan lutut menjadi tidak stabil.68

Gambar 6. Ruptur ACL pada Lutut


Sumber: diunduh dari http://drwaltlowe.com/symptoms-of-an-acl-tear/ pada tanggal 15 Maret
2014 pukul 22.45 WIB

Etiologi6-8

Gambar 7. Penyebab ACL


Sumber : diunduh dari http://healthandbeautytips-saiful.com/2012/04/causes-of-acl-injury.html pada
tanggal 15 Maret 2014 pukul 23.00 WIB

Diperkirakan bahwa 70% dari cedera ACL terjadi melalui mekanisme non-kontak
sementara 30% adalah hasil dari kontak langsung dengan pemain lainatau object. Mekanisme
cedera sering dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan pemotongan, berputar atau side
stepping manuver atau pendaratan canggung atau out of control play.

10

Pada cedera ACL yang akut, meniscus juga akan ikut cedera dan yang akan
mengalami cedera adalah meniscus lateralis dan pada ACL yang kronik, meniscus yang ikut
robek adalah meniscus medialis.
Gejala Klinik9
Gejala klinik yang dapat kita temukan pada cedera ACL adalah nyeri pada lutut,
pembengkakan, dan pergerakan yang terbatas. Biasanya pasien yang terdiagnosa ruptur ACL
mengatakan terkena cedera saat melakukan gerakan hiperekstensi, memutar dan memelintir.
Pasien akan merasakan tulang seperti tidak pada tempatnya dan sekitar 40-65% merasa atau
mendengar suara pop saat cedera. Setelah terkena cedera, pasien tidak akan dapat
melakukan aktivitas kaki dan akan mengalami pembengkakan kurang dari 24 jam. Tes-tes
sendi seperti pada pemeriksaan fisik juga dapat menguatkan gejala ruptur ACL.
Patogenesis6-8
ACL adalah ligament yang paling sering mengalami cedera pada lutut. Penyebab
utamanya adalah aktivitas olahraga yang bisa dikatakan cukup berat. Olahraga yang sering
menyebabkan cedera adalah olahraga dengan badan yang mudah berubah arah dengan cepat,
misalnya pada pemain sepak bola dan basket. Dan apabila dilihat dari semua ligament yang
ada di lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan pengekangan pasif
untuk anterior maupun posterior dari semua gerakan lutut. Jika salah satu ataupun kedua
cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. Fungsi utama
dari ACL adalah untuk melawan rotasi internal tibia dari varus atau valgus. Sobeknya ACL
ini akan menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan fleksi dan lutut menjadi
tidak stabil. Gerakan memutar juga merupakan salah satu faktor dari cedera ACL.
Faktor Resiko dan Epidemiologi6
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat mrningkatkan kemungkinan ruptur ACL,
yakni sebagai berikut:
a. Gerakan memutar dan memotong
ACL ruptur disebabkan selain karena adanya kontak keras pada lutut tetapi
bisa juga bersifat non-kontak. Justru kebanyakan ACL ruptur (70%) disebabkan
karena gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penderita itu sendiri, seperti gerakan

11

memutar. Bahkan pada atlet sepak bola yang banyak melakukan kontak, justru yang
menderita ACL ruptur ini bukan karena adanya benturan denga pemain lain melainkan
karena gerakan-gerakan yang beresiko yang dilakukan oleh atlet itu sendiri. Selain
sepak bola, olahraga yang didata sering menjadi penyebab cedera ini adalah basket,
voli, ski, tenis, dsb. Akan tetapi, gerakan memutar ini mungkin saja dilakukan pada
saat tidak berolahraga. Contohnya saat turun dari tangga dan tidak sengaja memelintir
kakinya sehingga terjadi cedera.
b. Usia
Penderita kebanyakan berusia muda, karena mereka lebih sering melakukan
olahraga. Menurut studi oleh American Academy of Orthopaedic Surgeon tahun 2010,
insiden tertinggi terjadi pada usia 15-25 tahun yang secara aktif menjalani olahraga.
Namun tak harus melalui olahraga, orang usia muda memiliki ligamen dan tendon
yang masih sangat fleksibel daripada dewasa ataupun orang tua, karena itu sangat
tinggi kejadian cedera ini pada usia muda.
c. Jenis Kelamin
Beberapa studi menunjukkan bahwa atlet perempuan yang mengikuti olahraga
dengan gerakan memutar dan memelintir di sekolahnya beresiko 6x lipat
dibandingkan laki-laki. Kebanyakan perempuan berusia 12-18 tahun. Walaupun masih
belum ada alasan yang pasti, tetapi beberapa pengamat mengatakan hal ini
berhubungan dengan struktur tubuh yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.
Pada perempuan, ternyata memiliki bentuk kaki yanng lebih valgus dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini yang menyebabkan perempuan lebih beresiko. Selain itu,
struktur otot dan ligamen yang jelas lebih lemah dibandingkan laki-laki juga menjadi
salah satu penyebabnya.
Komplikasi9
Sekitar 50% pasien dengan cedera ACL juga didapati ruptur pada meniskus. Pada
cedera ACL akut, meniscus lateralis lebih sering robek; pada ACL kronis, meniscus medial
lebih sering robek. Komplikasi yang terjadi biasanya komplikasi/resiko graft kegagalan
karena luka kambuh, risiko infeksi luka, operasi menyebabkan radang sendi, otot melemah
dan kekurangan daya gerakan. Jika nyeri bertambah, karena inflamasi, drainase atau
pertambahan pendarahan di lutut.
Penatalaksanaan10

12

Penanganan untuk ACL yang robek adalah tergantung pada keperluan pasien.
Contohnya atlet yang muda yang terlibat dalam aktivitas olahraga namun harus melalui
operasi supaya fungsi dapat kembali normal. Bagi individu yang lebih tua, dengan aktivitas
yang lebih sederhana biasanya tidak perlu di operasi. Biasanya, dalam hitungan 1-2 hari,
pasien bisa berjalan seperti biasa, nampun tampak goyang dan sering timbul nyeri. Sebagian
besar cedera ACL memerlukan tindakan arthroscopy agar keadaannya kembali seperti
semula.
Keberhasilan rekonstruksi pada cedera ACL tergantung kepada sejumlah faktor,
termasuk teknik operasi dan rehabilitasi pasca bedah. Yang biasa digunakan untuk mengganti
sobekan ACL adalah dari autograft, allograft, atau sintetis. Proses penyembuhannya pasca
operasi adalah sekitar 3-4 hari dengan tujuan unuk meminimalisasi bengkak dan
mengembalikan fungsi.
Selain operasi, terapi non operasi juga bisa dilakukan. Sesungguhnya, ACL tanpa
operasi tidak akan sembuh dengan sendirinya, namun terapi ini adalah terapi pilihan terutama
untuk pasien yang sudah tua dengan aktivitas yang sederhana. Cara lainnya adalah :

Bracing
Alat ini akan memproteksi lutut dari ketidakstabilan. Atau melalui penggunaan
tongkat juga dapat mengurangi tumpuan kaki ketika berjalan.

Gambar 8. Alat Bantu Brace


Sumber: diunduh dari http://www.betterbraces.com/knee-injuries/acl-injury pada tanggal 16
Maret 2014 pukul 11.30WIB

Terapi fisikal
Apabila bengkak sudah berkurang, olahraga yang spesifik dapat merestorasi fungsi
pada lutut dan membantu menguatkan otot kaki.

Penutup
Kesimpulan

13

Kesimpulan bisa diambil dari penjelasan diatas adalah bahwa laki-laki pada skenario
menderita ruptur ACL karena gerakan memutar yang dilakukan saat bermain sepak bola.
Gerakan memutar tersebut yang menyebabkan cedera pada ligamen laki-laki tersebut. Cedera
ACL ini bisa ditangani melalui operasi maupun tidak operasi. Akan tetapi untuk atlet atau
orang yang aktif dalam olahraga dan ingin dapat bermain kembali dianjurkan untuk
melakukan operasi.

Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah, edisi 2. Jakarta: EGC. 2004.h.84065.
2. Blahd W, Freddie. Physical examination of the knee. Healthwise staff 2012.
3. Khanna J. MRI for othopaedic surgeons. Thieme, 2011. p. 176-7
4. Marincek B, Dondelinger R. Emergency radiology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg
2007. p. 280-1
5. Fanelli G. Posterior cruciate ligament injuries: A particular guide to management.
Springer 2007.
6. Marx R, Myklebust G. The ACL solution: Prevention and recovery for sports most
devastating knee injury. Bang Printing 2012.
7. Howell, Johnson, Georgulies, Brown, Gobbi, Shelbourne. The anterior cruciate
ligament: Reconstruction and basic science. Saunders Elsevier 2008.
8. Hewett T, Shultz S, Letha, Griffin. Understanding and preventing noncontact ACL
injuries. American Orthopaedic Society for Sport Medicine 2007.
9. Siliski JM. Traumatic disorders of the knee.New York: Springer-Verlag;2007. h.193-6
10. Bonnin M, Amendola A, Bellemas J, Macdonald S, Menetrey J. The knee joint:
surgical techniques and strategies. Springer-Verlag France, Paris 2012

Anda mungkin juga menyukai