Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang
memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita. Setiap mata
terdiri atas 3 lapis konsentris yaitu lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea, lapisan tengah juga
disebut lapisan vaskular atau traktus uveal yang terdiri dari koroid, korpus siliar dan iris, serta
lapisan dalam yang terdiri dari jaringan saraf yaitu retina.1
Pterigium merupakan pertumbuhan proliferatif dari konjungtiva bulbi yang dapat
menyebabkan terjadinya astigmatisma serta menimbulkan gangguan lain seperti menurunnya
tajam penglihatan, iritasi kronik, inflamasi rekuren, penglihatan ganda, serta gangguan
pergerakan bola mata. Prevalensi pterigium cukup tinggi terutama pada daerah sabuk
pterigium yang membentang dari 30o utara hingga 30o selatan equator. Daerah sabuk pterigium
ini merupakan daerah dengan paparan radiasi matahari yang tinggi, sehingga membuat
masyarakatnya lebih rentan untuk terkena paparan ultraviolet yang merupakan faktor resiko
terjadinya pterigium. Keberadaan pterigium dikaitkan dengan adanya astigmatisma. Umumnya
tingkat keparahan astigmatisma berkaitan dengan ukuran pterigium yang melewati limbus.
Resiko terjadinya gangguan refraksi seperti astigmatisma meningkat jika pterigium telah
melewati derajat II. 1
Skenario 2
Seorang pria 68 tahun, nelayan, datang ke poliklinik dengan keluhan utama mata kiri
merah sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai mata sedikit berair, perih terasa seperti mata
berpasir. Keluhan ini sudah sering dirasakan dan sering hilang timbul.
Pembahasan
Anatomi
Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian
belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini
mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.1
Konjungtiva terdiri atas beberapa bagian, yaitu :
1 | Page
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya.1
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu
lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
2 | Page
4. membrane descement
merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.
5. Endotel
berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40m. endotel melekat pada
membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous,
dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Sarafsaraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V
(trigeminus). 1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Reparasi endotel hanya
terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk.1
3 | Page
Setiap pasien datang ke dokter umum dengan keluhan mata biasanya suka mengeluh mata
merah. Kita ketahui, mata terlihat merah disebabkan karena melebarnya pembuluh darah
konjungtiva akibat peradangan akut seperti konjungtivitis, keratitis atau iridosiklitis. 1 Mata
merah karena peradangan akut tersebut ada yang bisa menurunkan ketajaman penglihatan dan
ada juga yang ketajaman penglihatan masih terlihat normal, sehingga perlu melakukan
anamnesis yang baik untuk mengarah diagnosis. Hal-hal yang perlu ditanyakan yaitu :
-
Identitas, seperti nama, jenis kelamin, pekerjaan (di dalam pabrik atau di dapur)
Selain mata merah, adakah mata terasa gatal dan berair? Apakah ada kotoran mata?
Apakah ada merasa silau dan sakit saat melihat cahaya? merasa penglihatan kabur? ada
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai pada saat pasien datang dengan melihat keadaan umum dan
kesadaran, kemudian dengan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Diarahkan ke
kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan
berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan visus menggunakan snellen chart untuk
mengetahui ketajaman penglihatan apakah ada kelainan pada media refraksi atau pada refraksi.
Bila visus pasien tidak normal (6/6 atau 20/20), maka dilakukan pin hole untuk melihat adanya
perbaikan visus. Apabila pasien tidak dapat melihat snellen chart maka dilakukan pemeriksaan
finger counting test dengan meminta pasien menyebutkan jari yang ditunjuk pemeriksa dengan
latar belakang putih dengan jarak 1 meter 5 meter. Apabila tidak ada perbaikan maka dilakukan
dengan hand movement test (goyangan tangan) ke kiri ke kanan/ ke atas ke bawah pada jarak 1
meter. Apabila tidak dapat melihat goyangan tangan maka pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan sinar lampu (senter/pen light) dari superior, inferior, nasal dan temporal pasien
diminta untuk menyebutkan arah sinar yang datang.3
Pemeriksaan dilanjutkan dengan melihat segmen anterior; palpebral, konjungtiva, kornea,
pupil, refleks cahaya, COA dan lensa, kemudian dilaporkan apabila tampak kemerahan,
4 | Page
benjolan,sekret, benda asing, pendarahan, dll dilaporkan pada salah satu mata/ kedua mata. Pada
pemeriksaan segmen posterior (funduskopi) yang dilakukan pada ruangan gelap/ setengah gelap
dengan menggunakan oftalmoskop dilaporkan reflex fundus, vitreus, papil, C/D ratio, rasio
arteri: vena, makula lutea (refleks makula) dan retina. Pemeriksaan bola mata untuk melihat
pergerakan bola mata dan juga pemeriksaan pilihan yaitu test lapang pandang dengan test
konfrontasi dan pemeriksaan tekanan bola mata (tonometry).4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea
untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh
pterygium. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jaringan pterygium yang telah diekstirpasi.
Gambaran pterygium yang didapat adalah berupa epitel yang irreguler dan tampak adanya
degenerasi hialin pada stromanya.
Diagnosis
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang sudah dilakukan, pria usia 68 tahun, didapat:
-
okuli sinistra. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
maupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan
5 | Page
puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.3 Pterigium mudah meradang dan bila terjadi
iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah
dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau
yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila
kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita.
Gambar 2. Pterigium1
Pada kornea penjalaran pterigium mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan membran
bowman. Pada bentuk dini, pterigium suka dibedakan dengan pinguecula. Pada bagian puncak
pterigium dini terlihat bercak-bercak kelabu yang dikenal sebagai pulau-pulau Fuchs. Garis
stocker (garis yang terpigmentasi oleh zat besi) dapat terlihat pada pterigium lanjut di kornea.
Astigmatisma biasanya terjadi pada pterigium lanjut.4
Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak
menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko
terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang
berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum adalah eksposure atau sorotan
berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan
angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu
dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
6 | Page
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah
khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.3,4
Epidemiologi
Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.
Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah
daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370 lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi
tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400.4
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi pterigium di Indonesia
pada kedua mata didapatkan 3,2% sedangkan pterigium pada satu mata 1,9% dengan prevalensi
yang meningkat dengan bertambahnya umur. Jawa timur menduduki peringkat keenam di
Indonesia dengan prevalensi 4,9% pada kedua mata, dan 2,7% pada satu mata.
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat
dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49
tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur tua. Lakilaki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan
rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah.5
Gejala Klinis
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali
(asimptomatik). Beberapa keluhan diantaranya: mata sering berair dan tampak merah; merasa
seperti ada benda asing; timbul astigmatisma akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, sehingga mengganggu penglihatan; pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.5
Klasifikasi Pterigium
Ptergium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan stadium dan perjalanan
penyakitnya, yaitu:
Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2
mm melewati kornea.
Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
-
Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan
Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran,
lebih sensitif dibanding dengan epitel bagian tubuh lain khususnya terhadap respon kerusakan
jaringan akibat paparan ultraviolet karena epitel pada lapisan mata tidak mempunyai lapisan luar
yang disebut keratin. Jika sel-sel epitel dan membran dasar terpapar oleh ultraviolet secara
berlebihan maka radiasi tersebut akan merangsang pelepasan enzim yang akan merusak jaringan
dan menghasilkan faktor pertumbuhan yang akan menstimulasi pertumbuhan jaringan baru.
Jaringan baru yang tumbuh ini akan menebal dari konjungtiva dan menjalar ke arah kornea.
Kadar enzim tiap individu berbeda, hal inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan respon
tiap individu terhadap paparan radiasi ultraviolet yang mengenainya.1,6
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi
fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal
pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin.5
Pterigium dapat muncul sebagai degenerasi stroma konjungtiva dengan penggantian oleh
serat elastis yang tebal dan berliku-liku. Fibroblas aktif pada ujung pterigium menginvasi lapisan
Bowman kornea dan diganti dengan jaringan hialin dan elastis. Pterigium sering muncul pada
pembedahan. Lesi muncul sebagai luka fibrovaskuler yang berasal dari daerah eksisi. Pterigium
ini mungkin tidak ada hubungannya dengan radiasi sinar ultraviolet, tetapi kadang dikaitkan
dengan pertumbuhan keloid di kulit. Kondisi pterigium akan terlihat dengan pembesaran bagian
putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa
mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi,
namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita.6
Diagnosis Banding
Pinguekula
9 | Page
Gambar 5. Pseudopterigium1
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang
terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain dari pada
letaknya tidak harus pada celah kelopak atau fisura palbebra juga pada pseudoptergium ini
10 | P a g e
11 | P a g e
pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media
penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan
kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat
diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka
pengobatan dihentikan.7
- Tindakan Operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila pterygium
telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea
atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara tetap
meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan
sinar radiasi B atau terapi lainnya.7
Pencegahan
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan
untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet
sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini
bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien
yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya,
memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium,
sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.7
Komplikasi
Pra-operatif:
13 | P a g e
1.
Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena pterygium
dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh
pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan
dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat
tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat yang ditimbulkan
oleh pterygium adalah astigmat with the rule dan iireguler astigmat.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan menyebabkan
diplopia.
Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan
subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun
komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan.5,7
Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1.
Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva
14 | P a g e
Pria 68 tahun mengeluh mata kiri merah disertai sedikit berair dan perih terasa seperti
mata berpasir pada segmen anterior konjungtiva bulbi sedikit hiperemis dan terdapat selaput
hiperemis di daerah nasal limbus namun visus normal dan pasien tidak memiliki riwayat
penyakit lain tersebut mengalami pterigium akibat pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif.
Daftar Pustaka
1. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum: edisi 17.
Jakarta : EGC; 2015. h. 1-10, 372-80.
2. Hartono. Ringkasan anatomi dan fisiologi mata. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada; 2005. h. 43-4.
3. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 2,
14, 116-8.
4. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and
Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea.
San Fransisco : American Academy of Ophtalmology; 2008. p.8-13, 366.
5. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2015 Maret 21] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm
6. Soewono, W., Oetomo, M.M., Eddyanto. Pterigium, in: Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Edisi ke-tiga. Jakarta: Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata; 2006. p. 1024.
7. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :
Thieme Stutgart; 2000.
15 | P a g e