Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Rismawan Adi Yunanto, S. Kep.
Oleh:
Rismawan Adi Yunanto, S. Kep.
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka
sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan
epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991).
Ablasio retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya
bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan
atau lubang didalam retina sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara
koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen,1991).
C. Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina menurut Ilyas (2004) dikelompokkan menjadi:
1. Ablasio retina regmatogenosa
2. Ablasio retina traksional (tarikan)
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina traksi (tarikan) dan ablasio retina eksudatif dapat digolongkan sebagai
ablasio retina non-regmatogenosa.
D. Etiologi
Etiologi Ablasio retina menurut Ilyas (2004) adalah sebagai berikut:
1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina.
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina
dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina lebih besar
kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada
orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Proses penuaan yang normal dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang
sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina
adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi
bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi.
Bila korpus vitreum menyusut, maka ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya
melekat sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina.
sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
3. Ablasio retina eksudatif
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma,
uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-Koyanagi-Harada
syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular
ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi
robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau
keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada
retina, epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan
terakumulasi di bawah retina.
E. Patofisiologi
Menurut Hardy (2000) dan Kansky (2011) patofisiologi ablasio retina regmatogenesa
adalah:
1. Ablasio retina regmatogenesa
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina
sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina.
Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang
mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina,
antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Hal yang
mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokular memiliki tekanan
hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki
tekanan onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved
dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif
mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai
akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina
perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi.
makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih
terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata.
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi
fibrovaskular
gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya
membaik di malam hari dan memburuk di siang hari terutama sesudah stres fisik
(membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalan bergelombang.
c) Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer
yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi
hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah
munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina.
Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang pandang
biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan oftalmologis akan didapati bentukan
yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi retina tertinggi di daerah
traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun sehingga tidak terjadi turn over
cairan.
3. Ablasio retina eksudatif
Fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang
pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae eksudatif
memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus dan berombak.
Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan fenomena shifting fluid.
Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar setelah terjadi ablasio retinae.
G. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:
1. Oftalmoskopi direk dan indirek
2. Ketajaman penglihatan
3. Tes refraksi
4. Respon refleks pupil
5. Gangguan pengenalan warna
6. Pemeriksaan slit lamp
7. Tekanan intraokuler,/I>
8. USG mata
9. Angiografi fluoresensi
10. Elektroretinogram.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ablasio retina menurut C. Smelzer, Suzanne (2002) dapat dilakukan :
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
dapat
berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir
sebelah kanan. Pasien juga melihat ada kilatan cahaya berulang. Tidak terdapat riwayat
penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien berobat ke dokter mata lalu
diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu dioperasi. Pasien kemudian
dirujuk ke RSUD dr. Soebandi Jember untuk pemeriksaan lanjutan dan persiapan operasi.
Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua mata sejak 10 tahun lalu. Pasien
tidak mengeluh ada gangguan pada mata sebelumnya. Hasil pemeriksaan Fundoskopi
didapatkan pada mata kanan Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv = 2/3 Ablasio retina (+)
di superior temporal meluas ke inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+), sedangkan mata
kiri normal
1. Anamnesa
Identitas
Nama
: Ny. S
Usia
: 54 tahun
Alamat
Pekerjaan
:-
Pendidikan
:-
Agama
:-
Suku
:-
Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan mendadak buram sejak 5 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah dan
tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa pandangan menjadi gelap
seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga
yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien juga melihat ada kilatan cahaya berulang.
Tidak terdapat riwayat penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien
berobat ke dokter mata lalu diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu
dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr. Soebandi Jember untuk pemeriksaan
lanjutan dan persiapan operasi. Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua
mata sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada gangguan pada mata sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum keluhan yang
dirasakan
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan tentang penyakit dari keluarga yang kemungkinan bisa diturunkan seperti
penyakit degeneratif.
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan Umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu
Lain-lain
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIS
Mata Kanan
1/ 300 proyeksi baik
Tenang
Jernih
Dalam
Bulat, sentral, middilatasi
Keruh, shadow test (+)
n/ p
Baik ke segala arah
Tobacco dust (+)
Papil bulat, batas tegas, CDR
Pemeriksaan
Visus
Palpebra/ konjungtiva
Kornea
Bilik mata depan
Iris/ pupil
Lensa
Tekanan Intra Okular
Pergerakan
Badan kaca
Funduskopi
Mata Kiri
6/ 12
Tenang
Jernih
Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya (+)
Keruh, shadow test (+)
n/ p
Baik ke segala arah
Jernih
Papil bulat, batas tegas, CDR
0,3, aa/vv = 2/3
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien?, Kaji aktivitas
yang dapat dilakukan klien secara mandiri, Kaji tingkat ketergantungan klien.
Berdasarkan kasus : Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidakaktifan diri dan ganguan
karena disini penglihatan klien mulai buram.
5) Pola istirahat tidur
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola tidur klien ?, Kaji frekuensi dan lama tidur
klien, Apakah klien mengalami gangguan tidur?, Apakah klien mengkonsumsi obat
tidur/penenang?, Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?.
Biasanya pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur klien.
6) Pola kognitif persepsi
Pada pola ini kita mengkaji: Kaji tingkat kesadaran klien, Bagaimanakah kondisi kenyamanan
klien?, Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?.
Berdasarkan Kasus : Pengelihatan klien buram, Pasien merasa pandangan menjadi gelap
seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga
yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?, Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?, Apakah klien merasa
rendah diri?
Biasanya klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
8) Pola peran hubugan
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?, Apakah
terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?, Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap
masyarakat sekitarnya
Biasanya hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam
melaksanakan perannya.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah status reproduksi klien?.
Biasanya pola ini tidak mengalami gangguan.
10) Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji: Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?,
Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?, Apakah klien
mengkonsumsi obat penenang?.
Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan merasa cemas
karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi
sensori melihat
berhubungan dengan
efek dari lepasnya
saraf sensori dari
retina.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional
1.
Informasi
memberikan data dasar untuk
mengevaluasi
kebutuhan/keefektivan intervensi
2.
Agar lapisan
saraf yang terlepas tidak
bertambah parah
3.
Rasional:
agar klien mematuhi dan
mengerti maksud perlakuan
bedrest total.
4.
Mencegah
bertambah parahnya lapisan saraf
retina yang terlepas.
5.
Mencegah
terjadinya infeksi.
6.
2.
Ansietas yang
berhubungan dengan
ancaman kehilangan
penglihatan
Pemberian
obat-obatan diharapkan kondisi
penglihatan dapat
dipertahankan / tidak tertambah
parah.
1. Memastikan tanda-tanda vital
dalam batas normal
2. Untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kecemasan klien
sehingga memudahkan
penanganan / pemberian askep
selanjutnya.
Klien mampu
menggambarkan ansietas 3.
ketenteraman hati.
dan pola kopingnya.
Klien mengerti tentang
tujuan perawatan yang
diberikan.
4.
5.
3.
Resiko terhadap
ketidak efektifan
penatalaksanaan
program terapeutik
yang berhubungan
dengan ketidak
cukupan
pengetahuan tentang
6.
7.
Agar
diketahui penyebab yang
menghalangi sehingga dapat
segera diatasi sesuai prioritas.
2.
Agar klien
mampu melakukan aktifitas
sendiri / dengan bantuan orang
lain tanpa mengganggu program
perawatan.
aktivitas yang
diperbolehkan dan
yang dibatasi, obatobatan, komplikasi
dan perawatan tindak
lanjut.
3.
4.
Agar klien
mampu dan mau melakukan /
melaksanakan program perawatan
yang dianjurkan tanpa
mengurangi peran sertanya dalam
pengobatan / perawatan dirinya
4.
Agar klien
mengerti dan menyadari bahwa
penyakitnya memerlukan suatu
tindakan dan perlakuan yang tidak
menyenagkan.
No.
Dx
1.
Tindakan Keperawatan
1) Melakukan pengkajian pada penglihatan secara
komprehensif
2) Menganjurkan klien untuk bedrest total.
3) Memberikan penjelasan tujuan bedrest total.
4) Menghindari pergerakan yang mendadak,
menghentakkan kepala, batuk, bersin, muntah.
5) Menjaga kebersihan mata.
6) Berkolaborasi permberian obat tetes mata.
Evaluasi
S:
Pasien berkata: iya mas saya akan istirahat total
Dst
O:
a. Pasien terlihat bedrest total
b. Kegiatan (-)
c. Aktivitas dibantu
A:
Paraf dan
Nama
Perawat
Rismawan
xx/yy/zz
aa;dd
xx/yy/zz
aa;dd
2.
3.
Rismawan
O:
a. TD: mmHg
b. HR: x/mnt
c. RR: x/mnt
A:
Masalah ansietas teratasi sebagian
P:
1) pantau TD, Nadi, dan RR
2) Kaji ulang tingkat ansietas klien (ringan, sedang,
berat, panik)
3) Tingkatkan aktivitas yang dapat menurunkan
kecemasan / ketegangan.
S:
Pasien Berkata: Iya mas saya akan mencoba
mematuhi apa yang harus saya lakukan selama
perawatan
O:
Rismawan
PATHWAY
Rokok
Aktivitas fisik
Akumulasi Nikotin
dalam Hemoglobin
Congenital
LDL teroksidasi
Terbentuk Minimally Modified
LDL (MM-LDL)
Dikenali Reseptor di Makrofag
Glikosilasi non
enzimatik
Penguraian protein
dan makromolekul
DNA pembuluh darah
Produksi NO
terganggu
Integritas Pembuluh
Darah
Agregasi
platelet
Plaque
Lesi Arterosklerosis
kadar PAI-1
Pembentukan advanced
glycosytotion end products
Sintesis
Heparin
(AGEs)
Sulfat
Ruptur Plaque
Aktivasi Faktor VII & X
PATHWAYS
Kelainan Penglihatan
rabun jauh (miopi)
Penyakit Metabolik
Ablasio Retina
Regmatogenesa
Fungsi Retina
Floater
Penurunan Tajam
Penglihatan mendadak
Terbentuk bayangan
gelap pada lapang
pandang
Lapang pandang
berkurang
Black Curtain
Gangguan Persepsi
Sensori (penglihatan)
Ancaman kehilangan
Ansietas
penglihatan
Infeksi mata
Tumor/kanker
Miokard Infark
Akumulasi cairan pada
ruang subretina
Perubahan
Metabolisme
Fotopsia
trauma
Terbentuk bayangan
gelap pada lapang
pandang
Proses Hospitalisasi
ResikoTerpapar
ketidakefektifan
aturan
regimen
terapeutik
perawatan
Floater dapat
ditemukan pada
vitritis
Defek Lapang
Pandang terjadi cepat
DAFTAR PUSTAKA
Barbara L. Christensen 1991. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dan
Penerapannya. EGC: Jakarta
C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Suddart). Edisi 8. Volume 3. EGC. Jakarta
Carpenitto. LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Doengoes. 2000. Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. 2000. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan
E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika..
Ignatavicius, Donna D. 2002. Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care (Single Volume). England
Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004
Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI: Media Aescullapius. Jakarta.
Wijana N. 2000. Retina. In: Ilmu penyakit mata. EGC: Jakarta