Fabel Kancil Mencuri Timun
Fabel Kancil Mencuri Timun
Alkisah Sang Kancil yang baru saja diangkat jadi raja hutan kedatangan
serombongan gajah yang bertamu sambil membawa anak mereka yang sakit.
Semua tabib di hutan telah menyerah, tak mampu mengobati penyakitnya.
Badan Si Ajah (Anak gaJah) demam, kepalanya pusing, perut mual dan tidak
mau makan, mirip dengan penyakit meriang biasa tetapi tidak kunjung sembuh.
Setelah Sang Kancil memeriksa dengan seksama, tahulah dia bahwa si Ajah
telah terserang typhus. Belum ada obat typhus yang dimiliki apotek hutan raya,
sehingga hanya ada harapan kecil bagi Ajah untuk sembuh.
Namun sebenarnya ada peluang untuk sembuh, yaitu mendapatkan antibiotik
yang telah ditemukan bangsa manusia bertahun-tahun silam. Sang Kancil tahu
ada beberapa keluarga petani yang menetap di pinggir hutan. Mungkin mereka
memiliki persediaan antibiotik itu.
Tapi siapakah yang berani meminta antibiotik pada mereka?
Seperti yang diduga Sang Kancil, tak satupun gajah yang berani pergi ke rumah
petani untuk meminta antibiotik. Termasuk Sang Gajah Ketua. Si Gajah raksasa
paling besar diantara rombongan gajah itu gentar mendengar kata manusia.
Dalam bayangannya, bila dia muncul di depan Pak Tani yang gagah perkasa itu,
dia masih beruntung bila hanya ditangkap dan dijadikan kuli pengangkut
barang. Kalo lagi sial, hidupnya bakalan berakhir di moncong senapan berburu
yang sangat dahsyat itu. Andai di sini ada si biri-biri pemberani, pasti dia mau
datang pada petani. Tapi biri-biri tinggal di kota, bukan di hutan ini.
Tidak pilihan lain bagi Sang Kancil selaku cendekiawan sekaligus pemimpin
binatang-binatang di hutan raya selain datang sendiri ke rumah petani untuk
meminta antibiotik. Maka pada pagi hari yang cerah, dengan diiringi lambaian
Buku yang ditulis oleh seekor anjing hutan senior yang piawai melacak segala
macam pencuri itu telah dibaca berkali-kali oleh Sang Kancil sejak masih kecil.
Sang Kancil juga telah berkali-kali mempraktekkan teknik dari buku itu untuk
memecahkan kasus-kasus barang hilang di hutan raya.
Pertama, Sang Kancil meminta daftar semua binatang peliharaan yang dimiliki
petani. Ternyata ada banyak sekali binatang peliharaan di tanah pertanian itu.
Ada lima puluh ekor ayam yang dibiarkan bebas berkeliaran. Ada enam puluh
delapan ekor itik yang digembala oleh seorang pembantu.Terdapat dua belas
ekor sapi perah untuk diambil susunya dan tujuh ekor kerbau yang
dipergunakan untuk bekerja.
Ada juga enam ekor kuda untuk menarik kereta. Kemudian ada sepuluh ekor
kelinci yang dikurung di kebun belakang dengan dikelilingi pagar tembok.
Kelinci itu dibeli Pak Tani dua tahun lalu.
Langkah kedua dimintanya Anjing Gembala melacak bau-bauan dari bulu-bulu
atau rambut yang tercecer di kebun timun, dan dicocokkan dengan bau-bauan di
kandang masing-masing hewan tadi. Sampai akhirnya ketemulah bau kandang
yang paling mendekati bau yang ada di kebun timun.
Langkah ketiga adalah Sang Kancil meminta Anjing Gembala berjaga di luar
kandang binatang yang menjadi tersangka utama. Sampai akhirnya si Anjing
Gembala membuntuti sekelompok binatang yang muncul dari lubang-lubang
bawah tanah yang dibuat di luar kadangnya dan berhasil menangkap basah saat
mereka sedang melahap timun.
^_^
Pak Tani sangat senang dan berterimakasih pada Sang Kancil dan Anjing
Gembala atas keberhasilan menangkap pencuri. Dikurungnya binatang-binatang
pencuri timun yang akan segera diberi pelajaran olehnya. Namun Sang Kancil
mencegah petani memberi hukuman pada binatang tersebut.
Diceritakannya bahwa wajar binatang yang memiliki kemampuan untuk
membuat lubang dalam tanah tersebut -- untuk keluar mencari makan. Itu
karena Pak Tani memberi jatah makanan yang kurang.
Rupanya binatang itu adalah para kelinci -- yang disangka oleh Pak Tani masih
berjumlah 10 ekor. Padahal jumlah kelinci telah bertambah sejak pertamakali
dibeli Pak Tani. Sekarang jumlahnya telah lebih dari dua puluh ekor. Mereka
cepat beranak pinak sehingga jumlah makanan yang dijatah pak Tani tak lagi
mencukupi. Akibatnya beberapa ekor kelinci badung nekad keluar kandang