Anda di halaman 1dari 4

Kasus Perdagangan Anak Semakin Marak

Perdagangan anak-anak di bawah umur semakin marak, modusnya adalah iming-iming


tawaran kerja di luar kota/daerah terutama kepada anak perempuan baru gede dengan gaji yang
menggiurkan, nyatanya mereka dijual untuk dijadikan wanita penghibur para hidung belang.
Upi (17 tahun), anak baru gede atau ABG asal Bogor ini dijanjikan akan dipekerjakan di Nabire.
Gadis itu kemudian dijemput oleh Ria dan Edy di kawasan Pabuaran, Cilendek Timur, Bogor
Barat, kemudian dibawa ke Bekasi (tempat penampungan) sebelum diberangkatkan ke Papua
menggunakan kapal laut.
Upi diiming-imingi dibelikan barang-barang perlengkapan kecantikan dan pakaian senilai
Rp1,5 juta. Namun, ayahnya Uday Suherman (39 tahun) curiga dan melapor ke polisi bahwa
anak gadisnya akan dipekerjakan ke Nabire.
Berdasarkan laporan itu tiga pelaku yang diduga menjadi anggota penjualan gadis ABG
asal Bogor dibekuk jajaran Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse
Kriminal Polres Bogor Kota.
Ketiga pelaku, masing-masing Satria alias Ria (23 tahun), Edy Machaly (40), warga
Nabire, Papua yang bertindak sebagai (mami dan papi) dan Siska Anastasia, 19, warga Jakarta
Utara yang mengontrak di Pabuaran Kelurahan Cilendek, Kecamatan Bogor Barat, yang bertugas
sebagai perekrut gadis anak baru gede (ABG) yang akan dijual pada pria hidung belang.
"Tersangka kami tangkap karena diduga kerap melakukan penjualan wanita asal Bogor di
bawah umur dengan modus akan dipekerjakan sebagai wanita penghibur atau penjaja seks
komersial (PSK) di Nabire, Papua," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Kota,
Ajun Komisaris Condro Sasongko.
"Para ABG itu juga dibuatkan KTP dengan alamat baru di Bekasi dan umurnya dituakan
dengan biaya Rp300 ribu, sebelum diberangkatkan ke Nabire," katanya.
Petugas Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease juga berhasil menggagalkan upaya
perdagangan enam perempuan di atas kapal Ngapulu yang sedang berlabuh di Pelabuhan Yos
Sudarso Ambon awal September ini.
Dua dari enam korban di antaranya berusia di bawah umur. Keenam gadis ini berasal dari
Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka sedianya akan dibawa ke Fak-Fak, Provinsi
Papua Barat, untuk dijadikan pekerja kafe. Dalam kasus ini polisi membekuk seorang pelaku
yang membawa keenam remaja itu.
Berdasarkan catatan Organisasi PBB urusan Migrasi (IOM) menunjukkan, jumlah korban
perdagangan anak hingga Juni 2013 tercatat 3.943 orang. "Dari total itu anak-anak dan
perempuan menempati posisi terbanyak yaitu 3.559, sehingga benar-benar memprihatinkan dan

perlu penanganan serius untuk tindakan pencegahan dan perbaikan secara menyeluruh," kata
Paul, Ketua Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Nusa Tenggara Timur.
Berikut baca juga artikel Terpidana Mati Wilfrida Korban Perdagangan Anak dan Lulusan SD
Lebih Diminati dalam Perdagangan Anak (Ant)
Nama : SHINTA NUR ELISAH
Kelas : x.9

Pegiat HAM kecam eksekusi hukuman mati narkoba


16 Januari 2015
Para pegiat HAM menuding, ketetapan pemerintah untuk mengeksekusi enam terpidana
mati kasus narkotika, sekadar manuver ketika pemerintah sedang disorot kontroversi pencalonan
tersangka kasus korupsi KPK Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM, Imparsial, Poengky Indarti menyebut,
lembaganya konsisten pada sikap menentang hukuman mati, serta terus memperjuangkan
penghapusannya.
"Hukuman mati merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena tidak
menghormati hak untuk hidup. Bahwa tidak seorang pun boleh mencabut nyawa orang lain,
negara sekalipun," kata Poengky.
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Anang Iskandar
mengatakan bahwa eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba tak melanggar
HAM, karena berdasarkan perintah pengadilan. Dikutip Tempo, Anang, berkilah, pelanggaran
HAM terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan.
Melalui suatu jumpa pers yang berlanjut dengan serangkaian liputan luas, Jaksa Agung
Muhammad Prasetyo mengumumkan akan dilaksanakannya hukuman mati terhadap Marco
Archer Cardoso Mareira (53, warga negara Brasil), Daniel Enemua (38, WN Nigeria,) Ang Kim
Soei (62, Belanda), Namaona Dennis (48, Malawi) Tran Thi Bich Hanh (37, WN Vietnam) dan
Rani Andriani atau Melisa Aprilia(WNI).
Eksekusi akan dilakukan 18 Januari 2015 dini hari di Nusakambangan, kecuali eksekusi
Tran Hanh yang akan dilakukan di Boyolali.
Efek Jera?
Jaksa Agung mengatakan, keputusan itu semata-mata untuk melindungi kehidupan
bangsa dari bahaya narkotika. Ini untuk menunjukkan pula, kata Jaksa Agung, bahwa Indonesia
tidak main-main dalam memerangi penyalahgunaan narkotika.
Jumlah pecandu narkoba tiap tahun naik, kata LBH Masyarakat.
"Kita berharap sikap tegas, keras, dan hukuman mati ini bagi para bandar dan pengedar
narkotika akan memberikan dampak preventif untuk membuat mereka jera," katanya dikutip
Merdeka.
Namun pegiat anti hukuman mati Ricky Gunawan dari LBH Masyarakat menepis. "Di
laporan BNN setiap tahunnya dari tahun 2009 sampai sekarang terus naik. Jumlah barang
buktinya terus naik. Jumlah pecandunya juga naik. Hukuman mati terus dijatuhkan, eksekusi
dilakukan, tapi kejahatan narkotika tak kunjung turun."
Data itu menunjukkan, kata pegiat yang banyak bersentuhan dengan kasus narkotika itu,
bahwa hukuman mati sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Sebaliknya, ia menuding
eksekusi yang dibarengi wacana "Indonesia Darurat Narkotika" dari para pejabat itu sekadar cara
pemerintah untuk menyembunyikan kegagalan mereka dalam mengatasi peredaran gelap
narkotika.
Ia mempertanyakan pula retorika pemerintah, karena nyatanya yang tertangkap dan
dijatuhi hukuman mati serta dieksekusi hanyalah para pengedar kecil, kurir atau orang yang
dijebak, dan bukan para gembong.
"Keputusan yang mengada-ada"
Sistem hukum modern, pengukuman harus bersikap koreksional, untuk memperbaiki dan
bukan untuk balas dendam.Ricky Gunawan
Ia membandingkan dengan kasus-kasus terorisme. "Dalam kasus-kasus terorisme, polisi
mengungkapkan bagaimana jaringannya, bagaimana sel-selnya, siapa pemimpin atau
gembongnya, siapa otaknya, siapa para pelaksana lapangan, bagaimana pendanaannya,
bagaimana operasionalnya, dsb.

Hukuman mati yang selama ini diterapkan tidak memberi efek jera, kata pengamat.
"Tapi dalam kasus narkotika, tak pernah polisi mengungkap jaringan rumit itu. Hanya
mereka yang tertangkap tangan di lapangan, bahkan dalam dalam penggerebekan, pun hanya
sampai pada yang tertangkap langsung."
Poengky di sisi lain mengingatkan, hukuman mati di Indonesia adalah peninggalan sistem
hukum kolonial Belanda tahun 1918. Dan ini bertentangan selain dengan HAM, melainkan
sistem hukum modern. "Sistem hukum modern, penghukuman harus bersikap koreksional, untuk
memperbaiki dan bukan untuk balas dendam."
Poengky menyerukan agar rencana eksekusi dibatalkan, dan hukuman mati sepenuhnya
dihapus atau setidaknya dibekukan. Dan hukuman maksimal yang diberlakukan adalah hukuman
seumur hidup, yang tanpa kemungkinan remisi.
Langkah eksekusi pada enam terpidana narkoba yang diumumkan khusus oleh
pemerintah menurutnya merupakan manuver pemerintah, yang mengada-ada "untuk terlihat
keras, gagah, seakan melindungi dan bertanggung jawab kepada rakyat," di tengah sorotan
terhadap kontroversi pencalonan Kapolri.
Keenam terpidana mengajukan pengampunan atau grasi pada Presiden, namun pada 30
Desember 2014 Presiden Jokowi menandatangani surat penolakan permohonan grasi itu.
(mrt)

Anda mungkin juga menyukai