Anda di halaman 1dari 9

JURISDICTIONAL IMMUNITIES OF THE STATE CASE

JERMAN V ITALIA: intervensi Yunani


INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE
3 FEBRUARI 2012
A. FAKTA HUKUM
1. Pihak yang bersengketa adalah Negara Jerman dan Negara Italia.
2. Pada tanggal 23 Desember 2008, Jerman dan Italia membawa kasus ke
Mahkamah Internasional. Jerman mengajukan kasus berdasarkan kewenangan
Mahkamah Internasional yang timbul dari European Convention for the
Peaceful Settlement of Disputes of 29 April 1957 pasal 1.
3. Dalam permasalahan ini, Jerman merasa yurisdiksinya terancam karena Italia
mengadili Jerman di pengadilan negeri Italia yakni Courte di Cassazione pada
tanggal 11 Maret 2004.
4. Jerman
juga
merasa

yurisdiksinya

terancam

karena

adanya

perampasan/penyitaan asset Jerman di negara lain yang dilakukan secara


sepihak oleh Italia tanpa adanya persetujuan dari pihak Jerman
5. Italia mengadili Jerman dengan alasan bahwa imunitas suatu negara dapat
dikecualikan dalam kasus kejahatan internasional. Ini berhubungan dengan
kasus Racciarini (TheMilde) pada zaman perang dunia ke II (29 Juni
1944),yakni Jerman melakukan pembunuhan massal yang menelan korban
sebanyak 203 orang. Selanjutnya pada kasus Distomo yang menelan korban
hingga 200 orang.
6. Asset/property Jerman yang disita diakibatkan karena Jerman tidak mampu
membayar kompensasi untuk para keluarga korban hasil pembunuhan massal
yang dilakukan Jerman pada zaman perang dunia ke II.
7. Italia mengadili Jerman karena pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh
Jerman menurut Italia tindakan yang dilakukan Jerman bertentangan dengan
Jus Cogens sehingga dapat mengenyampingkan imunitas negara yakni dengan
mengadili Jerman di pengadilan negeri Italia.

B. PERMASALAHAN HUKUM
1. Apakah Italia telah melanggar kewajibannya untuk menghormati kekebalan
yurisdiksi German dengan menerima gugatan dari warga negara Italia terhadap

German, menyita asset-aset German di wilayah Italia dan menerima gugatan warga
negara Yunani terhadap German di pengadilan negeri Italia?
2. Apakah pelanggaran HAM berat sebagai pelanggaran jus cogens oleh Jerman
terhadap warga negara Italia dapat mengesampingkan imunitas Jerman di pengadilan
negeri Italia?
C. PUTUSAN
1. Mahkamah memutus bahwa Italia melanggar imunitas jurisdikdi Jerman
dengan menerima gugatan warga negara Italia terhadap Jerman, menyita assetaset Jerman di wilayah Italia dan dengan menerima gugatan warga negara
Yaniani terhadap Jerman di Pengadilan Negeri Italia
2. Mahkamah memutus bahwa pelanggaran HAM berat yang termasuk sebagai
pelanggaran jus cogens tidak bertentangan dengan prinsip imunitas negara
sehingga jus cogens tidak dapat mengesampingkan imunitas jerman.
D. DASAR PERTIMBANGAN ICJ
1. Prinsip imunitas ini lahir dari sifat negara yang berdaulat dan juga wilayah
yurisdiksi yang dimiliki negara. Dalam hukum internasional, imunitas negara
merupakan prinsip yang menerapkan bahwa suatu negara dapat bebas dari
tuntutan negara lain. Ini dikarenakan bahwa setiap negara yang berdaulat
memiliki tingkatan yang sederajat.Dan prinsip ini merupakan ketentuan
procedural (ketentuan procedural berisikan prinsip-prinsip yang diterapkan
pada proses proseudral suatu sengketa, seperti terhadap permasalah
kewenangan pengadilan, admissibility of the case), sehingga prinsip ini tidak
diukur dari tanggal jaman Jerman Reich, melainkan mulai dari permasalahan
imunitas ini mulai, yaitu ketika adanya gugatan warga negara Italia terhadap
Jerman di pengadilan Italia.
2. Dalam penerapan prinsip imunitas negara ini, harus diperhatikan sifat dasar
atas tindakan pelakunya. Tindakan ini dibagi menjadi dua, yaitu acta iuri
imperii dan acta iuri gestionis. Acta jure imperii adalah tindakan yang
dilakukan oleh negara dan yang termasuk sebagai tindakan yang tidak dapat
dituntut oleh negara lain atau dilindungi oleh imunitas negara. Sedangkan acta
jure gestionis adalah tindakan komersil atau tindakan yang bukan dilakukan
oleh negara dan tidak dapat dilindungi oleh imunitas negara. Tindakan Jerman
dalam zaman Jerman Reich ini dikategorikan sebagai acta jure imperii, dimana

tindakan Jerman dan gencatan sencatanya merupakan sovereign power atau


tindakan negara Jerman. Sehingga, tindakan negara ini tidak dapat diadili di
negara lain.
3. Walaupun tindakan Jerman sebagai acta jure imperii disepakati Italia, Italia
menentang bahwa Jerman tetap memiliki imunitas dikarenakan adanya prinsip
Territorial Tort, yaitu prinsip yang menyebutkan bahwa imunitas negara akan
dikesampingkan walaupun tindakannya adalah sebuah acta jure imperii.
4. Prinsip territorial tort ini diangkat dari pasal 11 European Convention dan juga
pasal 12 United Nations Convention. Kedua ketentuan ini bukanlah suatu
kebeiasaan internasional dan juga tidak dapat diaplikasikan ke kasus ini.
5. Pasal 11 European Convention ini tidak dapat digunakan karena terdapat
ketentuan padal pasal 31 European Convention yang menyebutkan bahwa
ketentuan dalam kovensi ini tidak dapat mempengaruhi kegiatan yang
dilakukan dengan gencatan senjata. Sedangkan Jerman Reich merupakan
gencatan senjata yang dilakukan pada tahun 1943-1945, sehingga tidak dapat
diaplikasikan.
6. Pasal 12 United Nations menyebutkan hal yang sama dengan pasal 11 Eurpoan
Comvention tetapi tidak menyertakan pengecualian terhadap gencatan senjata.
Tetapi, International Law Commission memberikan pendapatnya bahwa pasal
12 ini tidak dapat diaplikasikan dalam konlfik bersenjata. Sehingga pasal 12
pun tidak dapat digunakan.
7. Amerika Serikat sebagai negara yang memiliki Foreign Soveregn Immunities
Act 1978 yang menentukan bahwa negara tidak memiliki imunitas terhadap
tindakan tindakan pembunuhan, kerusakan properti yang terjadi di wilayah
Amerika Serikat. Tetapi tidak ada pengaplikasian dari ketentuan ini yang
pernah digunakan oleh Amerika Serikat.
8. Mahkamah melihat dari pengaplikasian pengadilan negeri di berbagai negara
yang menggunakan ketentuan bahwa negara memiliki imunitas terhadap
tindakan yang teramsuk acta imperii.
9. Pada akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa territorial tort
principle yang diajukan oleh Italia, tidak dapat mengenyampingkan kekebalan
negara yang dimiliki oleh Jerman. Walaupun, tindakan yang d dilakukan
tersebut terjadi di wilayah Italia.
10. Satu-satunya negara yang mendukung argumen Italia mengenai territorial tort
principle adalah keputusan yang dibuat oleh Pengadilan Tinggi Yunani di
dalam kasus Distomo pada tahun 2000, yang juga membahas secara mendalam

tentang prinsip ini. Namun, didalam keputusan yang dibuat oleh Pengadilan
Tinggi Spesial Yunani mengatakan bahwa territorial tort principle tidak
berlaku apabila kejahatan tersebut dilakukan oleh pasukan militer dalam
keadaan perang. Selanjutnya, Mahkamah mengamati bahwa prinsip yang
mengatakan tempat terjadinya kejahatan (territorial tort principle) tidak
mengenyampingkan kekebalan negara adalah suatu kebiasaan internasional
yang didukung adanya state practices dan juga opinio juris.
11. Didalam argumen kedua Italia, Italia menyampaikan 3 alasan yang dapat
mengenyampingkan kelebalan negara yang dimiliki oleh German. Pertama,
Italia berpendapat bahwa kejahatan yang dilakukan pasukan militer Jerman
merupakan pelanggaran berat terhadap kemanusiaan. Kedua, bahwa tindakan
Jerman merupakan pelanggaran terhadap norma Jus Cogens. Ketiga, Italia
berpendapat bahwa Jerman telah menolak segala bentuk pertanggungjawaban
terhadap para korban, sehingga melalui pengadilan Italia merupakan hal
terkahir yang dapat ditempuh (last resort).
12. Mahkamah tidak menyangkal bahwa tindakan yang dilakukan oleh pasukan
militer jerman merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap kemanusiaan
dan juga merupakan pelanggaran terhadap norma Jus Cogens. Jus Cogens atau
peremptory norms terdapat dalam pasal 53 Viena Convention on the Law of
Treties, yang menyebutkan bahwa Jus cogens merupakan norma yang di
dikenal oleh komunitas negara internasional secara keseluruhan yang tidak
boleh ada pengurana pada sifatnya dan hanya dapat diubah oleh norma yang
memiliki karakter yang sama. Norma ini pun berkedudukan sebagai norma
tertinggi dalam hokum internasional. Contoh daripada Jus Cognes adalah
pelarangan atas penggunaan kekerasan, genosida, perbudakaan, pelanggaran
berat hak asasi manusia atas pengakuan diri dan diskriminasi ras.
13. Namun, mahkamah berpendapat bahwa permasalahan imunitas negara
merupakan masalah prosedural yang berkaitan dengan apa pengadilan dalam
negeri sebuah negara mempunyai wewenang untuk mengadilli negara lain
yang memiliki kekebalan negara. Oleh karena itu sebelum pengadilan dalam
negeri mengadili sebuah kasus, terlebih dahulu harus dilihat apakah
pengadilan tersebut mempunyai wewenang, sebelum masuk ke permasalahan
yang dibawa oleh para pihak.Mahkamah menganalisis bahwa argument yang
dibawa Italia ini tidak didukung oleh keputusan pengadilan lainnya, dan hanya

didukung oleh kasus Distomo dan Pinochet yang tidak relevan untuk
diaplikasikan disini.
14. Sehingga Mahkamah memutuskan selain bahwa argumen Italia ini kurang
didukung oleh legal basis yang baik, argumen bahwa norma jus cogens
mampu mengenyampingkan imunitas negara ketika berbenturan adalah tidak
relevan. Dikarenakan, tidak ada benturan antara norma jus cogens dan
imunitas negara. Karena norma jus cogens merupakan substantive rules
sedangkan imunitas negara merupakan prosedural rules yang tidak saling
berbenturan. Sehingga immunitas suatu negara tidak hilang walaupun telah
dilakukan pelanggaran jus cogens.
15. Pengadilan Negeri Italia tetap menolak adanya imunitas Jerman sehingga tetap
mengadilinya, hal ini dikarenakan bahwa kompensasi yang dijanjikan Jerman
ternyata tidak dipenuhi. Jerman ternyata tidak memberikan pemulihan atau
kompensasi terhadap para tawanan militer Italia, karena menurut Jerman para
militer tersebut adalah tawanan perang pada saat itu sehingga tidak perlu
diberikan kompensasi. Hal ini sangat disayangkan oleh Mahkamah karena
tawanan tersebut ternyata juga korban yang harus diberikan kompensasi.
16. Menurut Mahkamah, walaupun terdapat perbedaan imunitas di beberapa kasus
yang masuk ke ICJ, tetapi dalam konteks kasus ini tetaplah imunitas jurisdiksi
suatu negara tidak boleh dikesampingkan dengan alasan apapun. Dengan ini
Mahkamah menolak argument Italia yang menyatakan bahwa dalam hal ini
imunitas dari negara Jerman dapat dikesampingkan.
17. Pada tanggal 7 juni 2007, Yunani sebagai penuntut atas penyitaan property
Jerman yang ada di sekitar Danau Como.Jerman berpendapat bahwa penyitaan
terhadap property milik Jerman merupakan sebuah pembatasan terhadap
imunitas jurisdiksi negara jerman. Tetapi tuntutan atas masalah tersebut
ditunda untuk menunggu proses beracara yang sedang berlangsung di
mahkamah pada saat itu.Menurut mahkamah, perampasan yang dilakukan
terhadap properti Jerman yang ada diluar wilayah Jerman merupakan suatu
pertentangan terhadap hukum internasional. Penindakan sepihak yang
dilakukan oleh Italia terbukti tidak legal.
18. Berkenaan dengan kompensasi/penggantian uang yang yang dijanjikan oleh
Jerman apabila belum dibayarkan, tidak dibenarkan apabila secara sepihak

untuk semerta-merta melakukan penindakan perampasan properti Jerman yang


ada di luar wilayah negara Jerman.
19. Untuk menguatkan tuntutan tersebut Jerman mengutip pasal 19 United Nation
Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property, yang
menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan suatu penyitaan atau eksekusi
terhadap property negara sebelum pengadilan telah memberikan keputusannya
kecuali terdapat perjanjian internasional atau arbitrase, atau dengan deklarasi
sebelum suatu proses pengadilan. Sudah jelas pada kasus ini bahwa tindakan
penyitaan asset Jerman yakni villa vogini tidak dibenarkan oleh mahkamah
karena jerman sebelumnya pun tidak pernah menyetujui ada penyitaan
tersebut.

Dengan

ini

Jerman

menuntut

bahwa

didalam

negara

tidakdiperbolehkan untuk memaksakan penyitaan atas property negara karena


penyitaan tersebut bertentangan dengan prinsip imunitas dari sebuah negara.
20. Mahkamah mencatat pada tuntutan german yang ketiga bahwa Italia telah
melanggar imunitas Jerman dengan menerapkan keputusan mahkamah Yunani
dalam kasus Distomo di Italiayang dilakukan oleh angkatan bersenjata Jerman
Reich pada tahun 1944.
21. Terhadap permasalahan penerapan keputusan Mahkamah Yunani terdahap
Jerman di Italia, terdapat prinsip exequatur, dimana keputusan suatu negara
terhadap pihak ketiga dapat di berlakukan di negara dimana ia mengajukan
tuntutannya. Tetapi hal ini harus ada persetujuan dari negara yang menerima
tuntuntan tersebut, dan dalam hal ini adalah Italia.
22. Mahkamah menetapkan sesuai dengan prinsip imunitas negara, Italia tidak
dapat menerima tuntutan Yunani terhadap Jerman di Italia karena mereka
sama-sama negara berdaulat. Sehingga, keputusan pengadilan Italia tindakan
Italia ini untuk menuntut Jerman dalam proses yang timbul dari pembantaian
Distomo merupakan pelanggaran oleh Italia dari kewajibannya untuk
menghormati kekebalan yurisdiksi Jerman.
23. Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Internasional menetapkan
bahwa Italia telah melanggar imunitas negara Jerman dengan pengadili Jerman
di pengadilan negeri Italia dan juga dengan menerapkan keputusan pengadilan
negeri Yunani terhadap Jerman di Italia. Dan yang terakhir menetapan bahwa
walaupun pelanggaran HAM oleh Jerman merupakan pelanggara Jus Cogens,

tidak ada bentrokan atas prinsip imunitas negara dengan jus cogens karena
sifat dasar dari kedua prinsip tersebut berbeda.
E. ANALISA
Pada dasarnya, setiap negara yang berdaulat mempunyai kedudukan
yang sama, yaitu yang disebut sebagai sovereign equality of States. 1Pada kasus
Jerman v Italia, kelompok kami tidak setuju dengan keputusan Mahkamah
Internasional yang tetap memberikan imunitas kepada negara Jerman dimana Jerman
telah melakukan pelanggaran berat terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran
terhadap Jus Cogens norms. Tindakan Jerman dalam zaman Jerman Reich yaitu
pembunuhan dan kerja paksa (kejahatan humaniter) merupakan pelanggaran dari
norma jus cogens.
Seperti yang telah tercantum dalam artikel 53 Vienna Convention on the Law
of Treaties (VCLT) bahwa norma jus cogens merupakan norma tertinggi dalam
hokum internasional dan tidak dapat di kesampingkan oleh hukum dibawahnya. 2
Dalam Advisory Opinion pada kasus Lagality of Nuclear Weapons dimana
Mahkamah Internasional tidak perlu lagi bertanya apakah pelanggaran terhadap
kejahatan humaniter merupakan pelanggaran jus cogens karena telah jelas bahwa
pelanggaran tersebut adalah kejahatan yang tidak dapat diganggu gugat.3
Dilain pihak, Imunitas negara merupakan kekebalan negara untuk diadili oleh
negara lain di pengadilan negerinya. Imunitas ini adalah sebuah kebiasaan
internasional yang telah diterapkan oleh banyak negara. Prinsip ini lahir karena pada
dasarnya semua negara bersifat independen dan sama rata, sehingga negara-negara ini
tidak dapat memberlakukan jurisdiksinya terhadap negara lain. 4Keadaan ini juga
sesuai dengan prinsip par in parem non habet imperium, yaitu suatu negara yang
berdaulat tidak memiliki kewenangan terhadap negara lain.5

1 M. Koskenniemi, From Apology to Utopia, Cambridge University Press, 2005, hal


486.
2 Vienna Convention on the Law of Treaties, art. 53.
3 P. Malanczuk, Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition,
2002, hal. 58.
4 P. Malanczuk, hal 118.
5 T. Hillier, Source Book on International Law, Cavendish Publishing Limited, 1998,
hal.288.

Namun pada kenyataannya dalam kasus ini, prinsip imunitas negara mampu
mengenyampingkan norma jus cogens itu sendiri. Sehingga terjadi perbedaan antara
teori jus cogens sebagai norma tertinggi dan dalam kenyataannya.
Tetapi, Seperti telah dijelaskan oleh Professor Alexander Orekelashvili, bahwa
norma jus cogens merupakan prinsip paling tinggi dalam hokum internasional dan
harus dlihat secara keseluruhan. Walaupun ada ketentuan imunitas dari negara, tetapi
tindakan negara itu harus diteliti lebih dahulu apakah harus di utamakan atau tidak,
seperti halnya prinsip jus cogens sebagai prisnip paling tinggi di hokum
internasional.6Seperti halnya teori ini telah diterapkan oleh pengadilan negeri Italia.
Dalam halnya hakim Cancado Trindade menganalisa dari kasus seperti kasus AlAdsani (2001) dan Kalageropoulou and Others (2002), yang pada kedua kasus
tersebut terdapat pelanggaran jus cogens dan permasalahan mengenai prinsip imunitas
negara. Walaupun European Court of Human Rights dalam putusannya di Al-Adzani
menyatakan bahwa dengan pelanggaran jus cogens, suatu negara tidak lagi
mendapatkan kekebalan dari tuntutan oleh negara lain dimana kejadian tersebut
dilakukan,7 tetapi opini menentang dari hakim-hakim ECHR mengatakan bahwa
ketika ada pelanggaran jus cogens, tentunya akan ada pertenangan dengan prinsip lain
yang ada dibawahnya. Dan dalam kasus Kalageropoulou and Others, ECHR
mengatakan bahwa prinsip imunitas ini sebagai prinsip dalam kebiasaan internasional
dapat saja dikesambingan dengan bertumbuhnya zaman.8
Harus juga diperhatikan pernyataan dari tindakan iure imperii dan iure gestionis
dalam tindakan Jerman ini.Dalam kasus ini tindakan Jerman dalam zaman Jerman
Reich memang telah terbukti suatu tindakan negara yang disebut dengan acta jure
imperii yang dilindungi oleh imunitas negara. Tetapi, dengan tindakan negara tersebut
yang merupakan pelanggaran jus cogens, tidak perlu lagi melihat tindakannya lagi
dikarenakan pelanggaran jus cogens ini harus diutamakan.
Selanjutnya

kelompok

kami

setuju

dengan

pernyataan

Mahkamah

Internasional dimana imunitas sebuah negara merupakan prosedural rules yang hanya
membicarakan apakah pengadilan negeri sebuah negara mempunyai wewenang untuk
mengadili negara lain.9 Sedangkan, norma jus cogens merupakan substantive rules
yang membicarakan salah atau benarnya suatu tindakan yang dilakukan oleh negara
6 A. Orekelashvili, Peremptory Norm in International Law, OUP Oxford, 2008.
7Al-Adsani v The United Kingdom, European Court of Human Rights, 2001.
8Kalageropoulou and Others v Greece and Germany, European Court of Human
Rights, 2002.

didalam hukum internasional.10Tetapi tetap saja kalau tidak melihat dari sifat dasar jus
cogens sebagai norma tertinggi. Apabila ketentuan procedural mengalahkan norma jus
cogens, kejadian tersebut tidak akan konsisten dengan tujuan dari jus cogens itu
sendiri sebagai norma tertinggi yang tidak dapat diganggu gugat, dan juga akan
menimbulkan

impunitas

(kebebasan

dari

hukum),

menyulitkan

hak

untuk

mendapatkan solusi terbaik yang telah di sediakan oleh hokum internasional,


Melihat pernyataan dalam kasus tersebut dan juga presepsi dari berbagai hakim dan
publicist, dapat disimpulkan bahwa prinsip jus cogens merupakan prinsip tertinggi
dalam hokum internasional yang dapat diganggu gugat walaupun dengan ketentuan
procedural yaitu imunitas negara. Demi mengamankan perdamaian dunia, prinsip
yang tidak dapat diganggu gugat ini harus dijunjung tinggi, karena dengan hal hal
seperti ini negara dapat bertindak sewenang-wenang dengan negara lain. Akibat dari
dikalahkannya jus cogens oleh prinsip imunitas adalah negara negara dapat
bersembunyi dibalik kekebalannya dan tidak mendapatkan keadilan yang sepatutnya.
Dengan itu, kami tidak setuju dengan keputusan Mahkamah Internasional yang
mengesampingkan prinsip jus cogens dengan ketentuan imunitas negara.

9 S. Talmon, Jus Cogens after Germany v. Italy: Substantive and Procedural Rules
Distinguished, Leiden Journal of Intenational Lae, December 2012, hal 981-982.
10 Ibid.

Anda mungkin juga menyukai