Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelly
102012078
E3
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
kelly.kresentia@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Sistem pernapasan atau respirasi pada manusia adalah sistem menghirup oksigen dari
udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan, oksigen
merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di
lingkungan sekitar. Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air. Tujuan
proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan
energi. Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan
mekanisme pernapasan.
Pernapasan sangat penting bagi makhluk hidup karena tanpa oksigen, aktivitas dalam
tubuh tidak dapat berlangsung. Untuk menghasilkan sistem pernapasan yang sempurna,
diperlukan organ-organ penunjang yang dikenal dengan alat-alat pernapasan. Alat-alat
pernapasan pada manusia meliputi 3 bagian penting yaitu hidung, saluran pernapasan (faring,
laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus) dan paru-paru. Proses pernpasan meliputi 2
proses yaitu inspirasi (mengambil udara) dan ekspirasi (mengeluarkan udara). Berdasarkan
organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, pernapasan ada dua jenis yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pembahasan
A. Mekanisme Pernapasan
Dalam membahas mekanisme pernapasan, ada beberapa hal yang akan dijelaskan
secara lebih mendalam antara lain organ pernapasan, otot pernapasan, pusat
pernapasan, pertukaran gas O2 dan CO2, serta faktor eksternal yang berpengaruh
terhadap mekanisme pernapasan.
1. Organ Pernapasan
a. Struktur Makroskopis
Hidung
Hidung merupakan alat pernapasan paling luar yang mempunyai
lubang dan rongga. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan
suatu akar dan dasar. Bagian ini terdiri dari septum nasi, nostril
eksternal, tulang hidung (os nasal, os vomer dan lempeng
perpendikular tulang etmoid, konka nasalis superior, medius, dan
inferior serta meatus superior, medius, dan inferior) dan 4 pasang sinus
paranasalis (frontalis, ethmoidalis, maxillaris, dan sphenoidalis).
Laring
Pada bagian bawah faring terdapat bagian yang membesar yang
merupakan pangkal batang tenggorok yang disebut laring, sedangkan
celah di dalamnya disebut glotis. Di dalam laring terdapat pita tipis
yang mudah bergetar serta dapat menimbulkan suara yang disebut pita
suara. Laring menghubungkan faring dengan trakea. Laring berbentuk
seperti kotak triangular dan ditopang oleh 9 kartilago (3 berpasangan
dan 3 tidak berpasangan). Kartilago yang tidak bepasangan terdiri dari
kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan epiglotis). Sedangkan kartilago
3
Trakea
Trakea adalah tuba berbentuk pipa spiral dengan panjang 10-12 cm
dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus.
Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam
sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi 2
bronkus utama. Dengan struktur dan bentuk pipa maka fungsi trakea
adalah untuk saluran udara pernapasan menuju ke alveolus. Trakea
dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago
berbentuk C.3
Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea yang menuju paruparu kanan dan kiri. Bronkus mempunyai bentuk seperti pipa sehingga
juga berfungsi sebagai saluran udara pernapasan dari trakea menuju
alveolus. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih
halus. Bronkus yang menuju ke paru-paru kiri lebih mendatar,
sedangkan bronkus yang menuju ke paru-paru kanan lebih curam
Pada bagian ini akan dibahas mengenai struktur histologi yang terdapat
pada organ pernapasan manusia.
Hidung
Organ yang berongga pada hidung terdiri dari tulang, tulang rawan
hialin, otot bercorak, dan jaringan ikat. Pada kulit luar terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, rambut-rambut halus, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. Rongga hidung (kavum nasi) dibagi
menjadi 2 yaitu vestibulum nasi dan fossa nasalis. Pada vestibulum nasi
terdapat vibrisae (rambut-rambut kasar), kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Vestibulum nasi tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan berubah menjadi epitel bertingkat torak bersilia
Trakea
6
Rangka trakea berbentuk C terdiri atas tulang rawan hialin. Cincincincin tulang rawan satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan
penyambung padat fibroelastis dan retikulin yang disebut ligamentum
anulare untuk mencegah agar lumen trakea tidak meregang berlebihan
dan otot polos berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan.
Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars
katilagenia. Bagian trakea yang mengandung otot disebut pars
membranasea. Pada bagian posterior trakea, terdapat banyak kelenjar
sepanjang lapisan muskular. Pada trakea terdapat 5 jenis sel yaitu sel
goblet, sel silindris bersilia, sel sikat, sel basal dan sel sekretorik
bergranul.4
Bronkus
Bronkus ekstrapumonal sama dengan trakea tetapi diameternya
lebih kecil. Pada bronkus intrapulmonal, mukosa membentuk lipatan
longitudinal dan tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet. Selain itu, bentuknya sferis, tulang rawan tidak beraturan, dan
susunan muskulus seperti spiral. Bronkus terkecil tersusun atas epitel
selapis torak bersilia bersel goblet.4
Bronkiolus
Bronkiolus tersusun atas epitel selapis torak bersilia bersel goblet /
tanpa sel goblet. Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan. Pada
bronkiolus terminalis disusun oleh epitel selapis torak bersilia tanpa sel
goblet / epitel selapis torak rendah. Di antara deretan sel ini ada sel
clara yang mempunyai mikrovili dan granula kasar. Lapisan luarnya
terdiri dari serat kolagen, serat elastin, pembuluh darah dan saraf.
Sedangkan bronkiolus respiratorius tersusun atas epitel torak rendah /
epitel selapis kubis bersilia / tanpa silia dan tanpa sel goblet. Di antara
sel kubis terdapat sel clara.4
Alveolus
Alveolus merupakan kantong-kantong kecil terdiri dari selapis sel
seperti sarang tawon. Di sekitar alveoli terdapat serat elastin dan serat
7
di septum
interlobularis.4
2. Otot Pernapasan
Semua otot inspirasi bekerja untuk meningkatkan volume toraks, yang
menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dan alveolar sehingga menimbulkan
gradien tekanan alveolar-mulut, kemudian menarik udara ke dalam paru. Otot
pernapasan sejati terdiri dari M. seratus posterior, Mm. Levator costarum, Mm.
Intercostales, M. subcostalis, M. transversus thoracis, dan diafragma. Diafragma
yang merupakan inspirasi utama, bergerak turun ketika diafragma berkontraksi,
sekitar 1,5 cm selama pernapasan tenang dan 6-7 cm selama pernapasan dalam.
Selama pernapasan tenang, iga pertama tetap tidak bergerak dan otot interkostalis
eksterna naik dan membalikkan iga lainnya. Dinding dada dan paru yang
membesar akan kembali ke keadaan semula (recoil) dengan sendirinya dan
pernapasan tenang tidak menggunakan otot ekspirasi.
Ketika ventilasi atau resistensi terhadap pernapasan meningkat, otot-otot
inspirasi tambahan membantu inspirasi. Otot-otot tersebut meliputi M. pectoralis
8
antara neuron I dorsal dan neuron E ventral. Impuls dari neuron I dorsal selain
merangsang motor neuron otot inspirasi juga merangsang neuron E ventral.
Neuron E ventral sebaliknya mengeluarkan impuls yang menghambat
neuron I dorsal. Neuron I dorsal menghentikan aktivitasnya sendiri melaui
rangsang hambatan. Pusat respirasi mampu melepaskan impuls spontan berirama
tetapi dipengaruhi oleh impuls dari berbagai bagian yaitu impuls aferen dari
jaringan parenkim paru melalui N. X, korteks serebri, pusat apneustik, dan pusat
pneumotaksik.
Pusat apneustik terletak di pons bagian bawah. Pusat ini berpengaruh tonik
terhadap pusat inspirasi dan dihambat impuls aferen melalui
N. X. Pusat
pneumotaksik terletak di pons bagian atas. Impuls dari sini menghambat aktivitas
neuron I (rangsang inspirasi dihentikan). Pusat pneumotaksik lebih dominan
daripada pusat apneustik. Bila pengaruh pusat pneumotaksik dan N. X
dihilangkan maka pengaruh tonik pusat apneustik terhadap pusat respirasi
dominan sehingga mengakibatkan apneusis (henti napas pada fase inspirasi).
Pengaruh hambatan melalui N. X masih ada terjadi irama pernapasan yang lebih
lambat dan dalam.3
4. Pertukaran Gas O2 dan CO2
Pernapasan adalah pertukaran dua gas yaitu oksigen dan karbon dioksida.
Fungsi pernapasan adalah untuk mengambil O 2 dari atmosfer dan melepaskan
CO2 dari darah melalui alveoli paru-paru. O2 digunakan untuk metabolisme dan
CO2 merupakan hasil metabolisme. Kadar O2 di atmosfer yaitu 20,96% dan saat
ekspirasi 15%. Sedangkan kadar CO2 di atmosfer yaitu 0,04% dan saat ekspirasi
yaitu 5%. O2 berkurang 5% diambil oleh darah dan CO 2 bertambah 5% dari
jaringan.
Proses difusi adalah proses masuknya molekul gas ke dalam cairan. Faktor
terpenting yang menyebabkan difusi gas yaitu perbedaan tekanan parsial gas
antara alveoli dan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan proses
difusi adalah perbedaan tekanan parsial gas dan tekanan gas, luas penampang
lintang antar muka gas dan cairan, panjang jarak yang harus ditembus molekulmolekul gas, dan daya larut gas.6
Pertukaran gas O2 dan CO2 selama pernapasan terjadi pada ujung arteri dan
jaringan. Pada ujung arteri, O2 dari alveoli banyak berdifusi ke darah sedangkan
O2 yang berdifusi dari darah ke alveoli sedikit sehingga tekanan O 2 darah makin
10
5. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi mekanisme pernapasan yaitu
perubahan tekanan atmosfer.
a. Penurunan Tekanan Atmosfer
Semakin tinggi dari pemukaan laut, tekanan atmosfer semakin
rendah. Komposisi / kadar udara gas di udara tetap dan tekanan gas
rendah. Pada ketinggian 3.000 m (10.000 kaki) di atas permukaan
laut, PO2 alveol 60 mmHg sehingga meningkatkan rangsang
ventilasi. Semakin tinggi ketinggiannya, maka rangsang ventilasi
akan semakin meningkat dan terjadi hiperventilasi (bernapas
berlebihan). Hal ini menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik.
Orang yang belum beraklimatisasi maka akan mengalami gangguan
mental seperti eforia dan mudah marah pada ketinggian 3.700 m.
Pada ketinggian 5.500 m, akan terjadi hipoksia berat sehingga
menyebabkan Acute Mountain Sickness (AMS) yang diinduksi
hipoksia hipoksik. Pada ketinggian 6.100 m, akan menyebabkan
terjadinya gangguan sistem saraf pusat seperti kejang-kejang dan
kehilangan kesadaran. Peningkatan O2 pada udara pernapasan akan
menyebabkan toleransi pada ketinggian meningkat.7
b. Peningkatan Tekanan Atmosfer
Saat menyelam di kedalaman 10 m air laut dan 10,4 m air tawar
maka akan meningkatkan tekanan pada tubuh sebesar 1 atmosfer.
Pada kedalaman 30 m, tekanan pada tubuh 4 atmosfer sehingga
perlu alat bantu SCUBA (Self Contained Under Water Brreathing
Apparatus). Waktu menyelam akan menyebabkan tekanan lingkungan
meningkat sehingga P N2 (tubuh) meningkat.
12
13
Penutup
Sistem
pernapasan
bekerja
untuk
memasukkan
dan
mengeluarkan
udara
ke dalam dan keluar tubuh. Udara yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah
oksigen, sedangkan yang dikeluarkan adalah karbon dioksida. Sistem pernapasan
berfungsi untuk memasok oksigen ke sel-sel tubuh. Oksigen digunakan oleh sel
tubuh
untuk
membakar
sari-sari
makanan
supaya
dihasilkan
tenaga.
Tenaga
berguna untuk melakukan segala aktivitas hidup. Udara yang dihasilkan dari proses
pembentukan energi ini adalah karbon dioksida. Karbon dioksida ini kemudian
dikeluarkan oleh tubuh melalui organ pernapasan. Oleh karena itu, di dalam
bernapas, terdapat kegiatan menarik dan membuang napas. Aktivitas pernapasan melibatkan
beberapa organ pernapasan yaitu hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkious, dan paruparu. Untuk mengetahui volume dan kapasitas paru yang masuk dan keluar dari paru-paru
dilalukan suatu pemeriksaan yang disebut spirometri. Alat yang digunakan untuk mengukur
volume udara yang bergerak masuk ke dalam dan keluar dari paru disebut spirometer.
Daftar Pustaka
1. Suryo J. Herbal penyembuh gangguan sistem pernapasan. Yogyakarta: Penerbit B First;
2010.h.5-12.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2003.h.262-77.
3. Firmansyah R, Mawardi A, Riandi MU. Sistem pernapasan. Jakarta: PT Setia Purna
Inves; 2009.h.106-7.
4. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2003.h.262-77.
5. Leach RM, Ward J, Wiener CM. Sistem respirasi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.13.
6. Campbell NA, Reece JB. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.h.64-6.
7. Guyton. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2003.h.275-8.
8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h.531-2.
14