Anda di halaman 1dari 26

Kejang Demam

M Syah Reza Anwar


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Meskipun digambarkan oleh orang Yunani kuno, tidak sampai abad
ini bahwa kejang demam adalah diakui sebagai sindrom yang berbeda
terpisah dari epilepsi Pada tahun 1980, sebuah konferensi konsensus yang
diselenggarakan oleh Institut Kesehatan Nasional dijelaskan kejang
demam sebagai, "Suatu kejadian pada masa bayi atau masa kanak-kanak
biasanya terjadi antara tiga bulan dan lima tahun, berhubungan dengan
demam, tetapi tanpa bukti infeksi intrakranial atau penyebab pasti . " Ini
tidak mengecualikan anak-anak dengan gangguan neurologis sebelum
dan tidak memberikan kriteria suhu tertentu atau mendefinisikan "kejang.
Definisi lain dari Liga Internasional Melawan Epilepsi (ILAE) adalah "kejang
yang terjadi pada anak usia setelah 1 bulan usia terkait dengan penyakit
demam tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa
kejang neonatal sebelumnya atau yang sebelumnya tak beralasan kejang,
dan tidak memenuhi kriteria untuk lainnya kejang gejala akut.1
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal >

38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstra kranium.1,3,4,5
Dengan catatan:
-Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.
-Bila usia anak < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang didahului oleh
demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.
-Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk kejang demam.

1 M. Syah Reza Anwar-102008085-B3-rezz_soundx@hotmail.com- Jalan


Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 1151

- Kejang disertai demam pada bayi usia < 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam.1,3,4,5

Kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai:


1. Kejang demam sederhana bila:
Kejang berlangsung kurang dari 15 menit.
Tidak memperhatikan gambaran fokal yang signifikan.
Tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki
durasi total 30 menit.
2. Kejang demam komplek bila:
Kejang berlangsung lebih dari 15 menit.
Ada gambaran fokal yang signifikan.

Berlangsung dalam rangkaian yang lama.1,3,4,5

Isi
Pemeriksaan Dasar
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yan gdisebut
sebagai autoanamnesis, atau dilakukan langsung kepada pasien, yang
disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang
yang dekat dengan pasien atau sumber lain disebut alloanmnesis.
Termasuk di

dalam aloanamnesis

adalah semua

keterangan yang

diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian
besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang
kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting
daripada autoanamnesis.
Pada kasus kejang demam, sangat dibutuhkan beberapa keadaan yang
harus dipastikan, yaitu:

Apakah pasien menggigil, mengigau, mencret, sesak nafas?


Apakah setelah demam terjadi kejang?
Apakah ada penurunan kesadaran?
2

Berapa frekuensi dan lama kejang yang terjadi?


Apakah kejang tersebut baru pertama kali dan waktu anak berumur

berapa?
Bagaimana sifat kejang tersebut?
Apakah ada riwayat kejang pada anggota keluarga?6

Pemeriksaan Fisik
Kejang
Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis.
Pada setiap kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau klonik), bagian
tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung,
frekuensinya, selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang
dan setelah kejang (post-iktal), apakah kejang disertai demam atau tidak,
dan apakah anak telah pernah kejang sebelumnya.6
Suhu
Pada bayi dibawah umur 2 tahun suhu dapat pula diukur di rectum atau lipat paha.
Suhu rectum diukur dengan thermometer rectal. sebelum dipakai harus dioles dengan vaselin
lebih dahulu. Suhu rectum menggambarkan suhu tubuh (core temperature), yang lebih tinggi
daripada suhu yang diukur di tempat lain. Semua pengukuran suhu harus dilakukan selama 3
menit, pada umumnya suhu aksila 11 C lebih rendah daripada suhu rectum. Dalam keadaan
normal suhu aksila adalah antara 36oC sampai 37o C.
Demam adalah manifestasi berbagai penyakit. Infeksi bakteri, virus, protozoa, dehidrasi serta
heat stroke menyebabkan demam dari yang ringan sampai hiperpireksia. Hiperpireksia (suhu
tubuh >41oC) adalah keadaan yang berbahaya sehingga perlu penurunan suhu dengan segera.6

Frekuensi nafas
Tabel 1. Frekuensi nafas normal/menit pada anak6
Umur
Neonatus
1 bulan 1 tahun
1 tahun 2 tahun
3 tahun 4 tahun
5 tahun
3 9 tahun
10 tahun atau lebih

Rentang
30 - 60
30 60
25 50
20 30
15 30
15 30

Rata rata waktu tidur


35
30
25
22
18
15

Frekuensi nadi
Takikardi adalah laju denyut jantung yang lebih cepat daripada laju normal. Keadaan
ini antara lain dapat terjadi pada keadaan demam, aktivitas fisis, ansietas, tirotoksikosis,
miokarditis, gagal jantung, dehidrasi, atau renjatan.bradikardi adalah denyut jantung yang
lebih lamabat dari laju normal. Pada demam kenaikan suhu badan 1 oC diikuti oleh kenaikan
denyut nadi sebanyak 15-20/ menit.6
Tabel 2. Frekuensi nadi normal pada anak6

Umur
Baru lahir
1minggu-3 bulan
3 bulan-2 tahun
2 tahun-10 tahun
>10 tahun

Laju
(denyut/menit)
Istirahat (bangun) Istirahat (tidur)
100-180
80-160
100-220
80-200
80-150
70-120
70-110
60-90
55-90
50-90

o
sampai 200
sampai 200
sampai 200
sampai 200
sampai 200

Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai :

Komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat

terhadap semua stimulus yang diberikan


Apatis : pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan

sekitarnya, ia akan member respons yang adekuat bila diberikan stimulus


Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatik, pasien
tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap stimulus
ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras,

kemudian tertidur lagi


Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang,
tetapi masih member sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil

terhadap cahaya masih positif


Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil
terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah.

Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai


disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga
sering terjadi halusinasi.7

Reflek Babinski7
Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan
istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya
kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu
geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan
perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan
menimbulkan refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan dilakukan pada
telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika
reaksi (+) , kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai
gerak mekar lainnya.7
Tanda Rangsang Meningeal6,7
a. Kaku kuduk (nuchal rigidity)
Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat
tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka
dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat
hiperekstensi, diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku
kuduk

disertai

hiperektensi

tulang

belakang,

keadaan

ini

disebut

opistotonus
Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku
kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar,
ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis rheumatoid.
b. Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang
dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegak agar badan
tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif.
5

Bila rangsang positif maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
c. Brudzinski II
Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul
akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut.
HAsilnya lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam
keadaan ekstensi
d. Kernig
Pemeriksaan

Kernig

ini

ada

bermacam-macam

cara,

yang

biasa

dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi


tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah
pada

sendi

lutut.

Dalam

keadaan

normal

tungkai

bawah

dapat

membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi
meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa
sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi
dibawah 6 bulan.
Demam
Untuk

memastikan

adanya

demam

atau

tidak,

kita

memerlukan

pemeriksaan suhu. Demam adalah suatu keluhan yang paling sering


dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi maupun
non-infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam
berlangsung.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber
infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah). 1
Pungsi lumbal2,3
6

CSS dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu pungsi lumbal dan pungsi
suboksipital. Sebaiknya diusahakan mendapatkan cairan tersebut secara
pungsi lumbal. Bila ternyata tidak mungkin baru dipikirkan pengisapan
pada daerah sesterna magna.
Pungsi Lumbal
Syarat :
Anak tidak dalam keadaan kejang dan di daerah pungsi tidak terdapat
kelainan kulit (dekubitus, bisul dan lain-lain)
Cara :
Anak ditidurkan miring dan dilengkungkan hingga tulang punggung
tampak jelas. Tariklah garis antara 2 spina iliaka anterior dan superior.
Tempat pungsi ialah daerah intervertebra di atas atau di bawah garis ini.
(L3-4/L4-5)Setelah kulit dibersihkan secara asepsis dengan iodium dan
alcohol, tutuplah daerah sekitar bagian yang akan ditusuk dengan kain
suci hama. Pakailah sarung steril.
Cara penampungan :
1. Pakailah 3 tabung reaksi untuk menampung likuor secara berturutturut.
Tabung 1 : Pemeriksaan Makroskopik dan Kimia
Tabung 2 : Pemeriksaan Mikroskopik
Tabung 3 : Pemeriksaan Mikrobiologi

Indikasi

pungsi

lumbal

adalah

menegakkan

atau

menyingkirkan

kemungkinan infeksi(meningitis).3
Pada bayi kecil, sulit untuk menentukan meningitis atau bukan hanya dari
pemeriksaan neurologis. Gejala rangsang meningen seperti kaku kuduk
dapat tidak ditemukan.
7

Anjuran mengenai pungsi lumbal pada kejang demam adalah :


-

Harus dilakukan pada bayi usia < 12 bulan yang mengalami kejang

demam pertama.
Dianjurkan bayi usia 12-18 bulan.
Tidak dilakukan secara rutin pada bayi usia > 18 bulan. Pungsi
lumbal dilakukan bila secara klinis dicuragi mengalami meningitis.

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang demam
ataupun memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi di kemudian hari
pada pasien demam kejang. Oleh karenanya pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk dilakukan pada anak kejang demam.3
Working diagnosis
Beberapa pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum.
Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan.


8. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi

kali.1,3,4,5,8

Differential Diagnosis
1.Epilepsi3,9
Merupakan suatu kondisi gangguan kronik yang ditandai oleh berulangulangnya bangkitan epilepsi.

Penyebab dari epilepsi adalah multifaktor,termasuk genetik dan penyebab


yang didapat.
- Faktor genetik yang menjadi penyebab epilepsi diantaranya
o Epilepsi sekunder pada tuberkulosis dan fenilketonuria.
o Epilepsi primer yang disebabkan oleh gangguan eksitabilitas dan
-

sinkronisasi neuron korteks serebri.


Lesi di otak (didapat) yang menyebabkan epilepsi sekunder

o
o
o
o
o
o

diantaranya
Asfiksia
Sklerosis hipokampus
Tumor
Trauma kepala
Infeksi
Stroke

Klasifikasi epilepsi:
Komisi Klasifikasi dan Terminologi International League Against Epilepsy
(ILAE) tahun 1981 membuat sistem klasifikasi berdasarkan bentuk
bangkitan, yaitu:
I.

Bangkitan parsial/fokall yang dimulai dari satu bagian hemisfer


otak
Bangkitan fokal dibagi menjadi:
1. Bangkitan fokal sederhana (kesadaran tidak terganggu)
Dapat dengan manifestasi motorik, somatosensorik, atau
sensorik khusus (kesemutan , keliatan cahaya, berdengung),
autonomik (sensasi epigastrik, pucat, pupil dilatasi), atau
psikik (ilusi, halusinasi).
2. Bangkitan fokal kompleks(kesadaran terganggu)
Dapat terjadi dengan onset parsial sederhana

diikuti

kesadaran terganggu atau dengan kesadaran terganggu pada


saat onset (dengan automatism).
Bangkitan umum yang dimulai dari kedua hemisfer secara

II.

simultan.
1. Bangkitan absens
Absens tipikal
disertai

(ditandai

gerakan

oleh

minor

hilangnya

kesadaran

seperti

mengedip,

twitching,berlangsung singkat biasanya kurang dari 10

detik dengan gambaran EEG khas, paku ombak 3 per

detik).
Absens atipik (berlangsung lebih lama, diikuti post-ictal

confusion dengan EEG tidak khas/iregular).


2. Bangkitan mioklonik : gerakan menyentak yang mendadak,
singkat dan cepat dengan melibatkan batang tubuh atau
anggota gerak.
3. Bangkitan klonik
4. Bangkitan tonik
5. Bangkitan tonik klonik : pasien kehilangan kesadarannya
secara tiba-tiba, terkadang disertai tangisan, dan tubuhnya
menjadi

kaku

dengan

rigiditas

ekstensor

yang

tonik.

Selanjutnya terjadi fase klonik berupa kontraksi otot yang


berirama.
6. Bangkitan atonik3,9
- EEG( elektro-ensefalografi) merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling penting. Kelainan dan lokasi EEG interiktal (diantara bangkitan)
selain dapat membantu menegakkan diagnosis epilepsi juga dapat
menentukan klasifikasi bangkitan epilepsi.
-Kelainan EEG interiktal saja tidak cukup untuk mendiagnosis epilepsi
sebab 10-20% pasien epilepsi tidak menunjukkan kelainan EEG dan 23% pasien bukan epilepsi menunjukkan kelainan epilepsi.
-Diagnosis pasti epilepsi baru dapat ditegakkan bila bangkitan muncul
pada saat dilakukan rekaman EEG, sehingga rekaman iktal dapat
direkolasikan dengan manifestasi klinis epilepsi.3
2.Meningitis8
-Meningitis purulenta
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan
eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik.
Gejala klinis:

10

o Infeksi akut : anak menjadi lesu, mudah terangsang, panas, muntah,


pada anak besar mungkin ada sakit kepala.
o Tekanan intrakranial yang meninggi: anak sering muntah, moaning
cry yaitu tangis yang merintih. Kesadaran bayi/ anak menurun dari
apatis sampai koma. Kejang dapat bersifat umum, fokal atau
twitching. Ubun-ubun besar menonjol dan tegang.
o Gejala rangsangan meningeal: terdapat kaku kuduk, malahan dapat
terjadi

rigiditas

umum.

Tanda-tanda

spesifik

seperti

Kernig,

Brudzinsky I dan II positif.


Bila terdapat gejala tersebut diatas, selanjutnya dilakukan pungsi lumbal
untuk mendapatkan cairan serebrospinal. Umumnya cairan serebrospinal
berwarna keruh.Reaksi Nonne dan Pandy umumnya positif kuat. Kadar
protein dalam likuor meninggi dan kadar gula menurun.
Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan langsung
sediaan berwarna di bawah mikroskop dan hasil biakan.8

-Meningitis tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa ialah radang selaput otak komplikasi tuberkulosis
primer.
Gejala klinis:
o Biasa didahului stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya
terdapat kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan
panas yang tinggi.
o Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan
kejang.

Gejala

sebelumnya

menjadi

lebih

berat

dan

gejala

rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh


menjadi kaku.
o Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi
lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.

11

o Pungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan


laboratorium lainnya. Likuor serebrospinalis berwarna jernih, atau
kekuning-kuningan (xantokrom).Kadar protein meninggi sedangkan
kadar glukosa dan klorida total menurun.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan kuman tuberkulosis dalam
cairan otak.8
-Meningitis virus
Meningitis virus ialah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat
yang akut dengan gejala rangsang meningeal.
Gejala klinis:
Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadangkadang didahului dengan panas untuk beberapa hari. Gejala yang
ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala yang mendadak
yang disertai kuduk kaku.
Gejala pada bayi tidak berapa khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi
gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang
terlihat. Bila penyebabnya echovirus atau virus Coxsackie maka dapat
disertai ruam dan panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari.
Pada pemeriksaan ditemukan kuduk kaku, tanda kernig, dan Brudzinsky
kadang-kadang positif. Likuor serebrospinalis berwarna jernih dengan
jumlah sel dengan diferensiasi terutama limfosit.Kadar glukosa dan
protein normal atau sedikit meninggi.
Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Diagnosis
biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan likuor serebrospinalis
dan perjalanan penyakit yang self-limited.8
3.Ensefalitis

12

Ensefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Terminologi ensefalopati yang dulu dipakai untuk gejala yang
sama, tanpa tanda-tanda infeksi sekarang tidak dipakai lagi.
- Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya

bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus.

Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.


- Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi
radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Gejala klinis pada umumnya didapatkan:

Suhu yang mendadak menaik


Seringkali ditemukan hiperpireksia
Pada anak besar, seringkali mengeluh sakit kepala
Muntah sering ditemukan
Bisa disertai dengan kejang, baik fokal atau umum atau hanya
twitching saja.

-Elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang


merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun.
-Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan gejala klinis dan etiologis
dari ensefalitis tersebut.
Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan:
1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja
sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif; dari likuor
serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi); dari feses untuk
jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen,

uji

inhibisi

hemaglutinasi dan uji neutralisasi.


3. Pemeriksaan patologi anatomi post mortem
Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis.
Telah diketahui bahwa satu macam virus dengan gejala-gejala yang
sama dapat menimbulkan gambaran yang berbeda. Bahkan pada
beberapa kasus yang jelas disebabkan virus tidak dapat ditemukan
13

sama sekali tanda radang yang khas. Pada beberapa penyakit yang
mempunytai predileksi tertentu, misalnya poliomielitis, gambaran
patologi anatomis dapat menyokong diagnosa.8
Tabel 1. Tabel perbandingan dari differential diagnosis.1,3,4,5,8,9,10
Kelainan

Gejala Klinis
-Kejang

<

neurologis

Pungsi lumbal

EEG

15

menit
Kejang demam

-Umum

sederhana

Tidak

Normal

Normal interiktal

EEG

berulang dalam
24 jam
-3 cps spike and

-Pasien

wave (petit mal)

kehilang

-High voltage

kesadaran
-

wave diikuti

Pada

frekuensi yang

grandmal
pasien
Epilepsi

dahulu

(generalisata)

kemudian

melambat(miokl

kaku

onik)

Reflek babinski

(+)

-High voltage
wave atau spike

mengalami
kontraksi

yang simestris,

otot

multipel -Focal

yang berirama

spike menjadi

- Pada petit mal

umum (tonik-

keadaan

klonik).

berlangsung
singkat.
-Suhu

yang

mendadak
Ensefalitis

meningkat

Paresis,

Sering

dalam

-Muntah

Paralisis

batas normal

Aktivitas listrik
merendah

-Kesadaran
Meningitis

menurun
-Akut:
panas,

bakterialis

lesu , muntah
-Tekanan
intrakranial
meningkat

14

Kaku kuduk (+)

Keruh

muntah

terus-

terusan,
kesadaran
menurun,
moaning cry
-Gejala
rangsangan
meningial
-Stadium
prodromal:
suhu
meningkat
sedikit
Meningitis
tuberkulosa

Jernih

-Stadium
transisi: terjadi
kejang,

Kaku kuduk (+)

kaku

atau

kekuningkuningan

(xantokrom)

kuduk
-Stadium
terminal:
kelumpuhan
terjadi.
-Awal-

awal

disertai muntah
Meningitis virus

dan

panas,

dilanjutkan
gejala

Kaku kuduk (+)

Jernih

kejang,

dan kaku kuduk

Patofisiologi8
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
Gambar 1. Patofisiologi kejang
demam

proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

15

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang


terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion Kalium(K+)
dan

sangat

sulit

dilalui

oleh

ion

Natrium(Na+) dan elektrolit lainnya,kecuali


ion Clorida(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah,sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan diluar sel,maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membra ini dapat dirubah oleh adanya:

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler


Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,kimiawi

atau aliran listrik dari sekitarnya


Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan


meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh,dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion. Kalium mamupun ion Natrium melalui
membran tadi dengan akiat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
16

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya


ambah kejang seorang anak menderita kejang pada suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah,kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lebih lama(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya
apnea,meningkatnya kebutuhan oksigen danGambar
energi 2.
untuk
kontraksi
otot
Patofisiologi
kejang
skelet

yang

akhirnya

terjadi

hipoksemia,hiperkapnia,asidosis
disebabkan

oleh

anaerobik,hipotensi

demam

laktat

metabolisme
arterial

disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan


suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya
selanjutnya

aktifitas

menyebabkan

otot

dan

metabolisme

otak meningkat. rangakain kejadian di atas adalaj faktor penyebab hingga


terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari,sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak sehingga terjadi epilepsi.8

17

Gejala klinis11
Sebuahkejangdemamringanmungkinsebagaimataanakrollingatauanggota
badankaku.

Seringkalidemammemicukejangfull-blown

yangmelibatkanseluruh

tubuh.

Kejangdemamdapatdimulai

dengantiba-tibakontraksiototdi

keduasisitubuhanak-biasanyaotot-ototwajah,

batang,

lengan,

dankaki.

Anakmungkinmenangisatauerangandarikekuatankontraksiotot.
Kontraksiterusselamabeberapa

detik,

ataupuluhandetik.

Anakituakanjatuh, jikaberdiri, danbisa lewaturin.

Anakmungkinmuntahataumenggigitlidah.
anaktidakbernafas,

Kadang-kadanganak-

danmungkin

mulaimembiru.Akhirnya,

kontraksirusakolehmomensingkatrelaksasi. Tubuhanakmulairengsekritmis.
Anaktidakmenanggapisuaraorangtua.
Sebuahkejangdemamsederhanaberhentidengan

sendirinyadalam

beberapadetiksampai

10menit.

Halinibiasanyadiikutidenganperiodesingkatmengantukataukebingungan.11
Etiologi
Penyebab

kejang

demam

tersering

adalah

infeksi

virus

saluran

pernapasan atas, roseola dan otitis media akut.5


Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di bawah 6 tahun. Sebanyak
80% besar pasien mengalami kejang demam jinak dan hanya akan sekali
kejang selama penyakit demam. hanya 20% dari kejang demam pertama
bersifat

kompleks.

Dari

pasien

yang

mengalami

kompleks,sekitar 80% mengalami kejang kompleks


pertama.
18

kejang

demam

sebagai kejang

Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam


sederhana, tidak terdapat kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang
demam yang sebelumnya telah mendapat gangguan perkembangan atau
kelainan neurologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan
saudaranya.4,8
Penatalaksanaan1,3,4,8
1.Dalam keadaan kejang bisa dilakukan pertolongan berupa:
- Pakaian ketat dibuka
- Amankan sekelilingnya, dengan menyingkirkan barang-barang yang
berbahaya.
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
-

Juga

penting

sekali

untuk

mengusahakan

jalan

nafas

agar

oksigenisasi terjamin
2.Bila penderita datang dalam keadaan status konsulvius( kejang):
-Obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara rektal atau
intravena (lebih dipilih rektal karena lebih mudah).
-Jika kejang tidak berhenti dapat diberi lagi setelah ditunggu 5 menit
dengan dosis yang sama dan bila tidak berhenti setelah ditunggu 5
menit kemudian dapat diberikan secara intravena dengan dosis 0,3
mg/kgbb.
- Apabila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan fenitoin yang
banyak dipilih untuk menanggungi status konvulsifus karena tidak
menganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernafasan, tetapi
hati-hati karena menganggu frekuensi dan irama jantung.
- Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat tersebut diatas
maka sebaiknya penderita dirawat di ruangan intensif untuk diberikan
anestesi umum dengan tiopental yang diberikan oleh seorang ahli
anestesi.
19

Skema 1. Skema dari penatalaksaan pada pasien yang datang dengan


kejang
KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau


Berat Badan < 10 kg : 5 mg
Berat Badan > 10 kg : 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal

(5 menit)

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB.
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit
(Pastikan ventilasi adekuat)
20

KEJANG
Transfer ke ICU

4.Jika periode kejang sudah usai3,4,8


Pemberian obat pada demam.
- Antipiretik
Pemberian antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa

antipiretik saja dapat mengurangi resiko

terjadinya kejang demam. Antipiretik yang dapat digunakan berupa


paracetamol atau ibuprofen.
-Anti konvulsan
Pemberian diazepam dosis 0,3-0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat
demam dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Diazepam
dapat diberikan selama demam (biasanya 2-3 hari)

Pencegahan3,4,8
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antikonvulsan secara
rumat:
- Asam valproat 20-40 mg/kgbb/hr.
-Fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hr dibagi 2 dosis

21

Obat rumat ini digunakan terus menerus untuk menurunkan risiko


berulangnya kejang demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1
tahun.

Perlu

dipertimbangkan

keuntungan

dan

kerugian

pemberian

obat

antikonvulsan rumat. Efek samping yang harus diperhatikan:


Fenobarbital:
1. Penurunan fungsi kognitif
2. Gangguan perilaku
Asam valproat:
1. Dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berat terutama bila
diberikan pada anak <2 tahun
2. Harga cukup mahal.

Indikasi pemberian obat rumat:


1. Kejang >15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
3.
4.
-

kejang.
Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam pada bayi < 12 bulan
Kejang demam >/= 4 kali/tahun.

Komplikasi
-

Kejang demam berulang

Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya


kejang demam sejak kejang demam pertama.

Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut:


o Usia muda pada saat kejang demam pertama

22

o Relatif rendah demam pada saat kejang pertama


o Keluarga riwayat kejang demam
o Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal
o Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama

Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70%
kemungkinan kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko
memiliki kurang dari 20% kemungkinan kekambuhan.

Epilepsi
Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:
Kejang demam kompleks
Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi
sebelum kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau
retardasi mental)
Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau
saudara kandung
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka
dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam
sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama
sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2%-3% saja.1,3,4,5,8

Prognosis8
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing
mendapat angka kematian 0,46% dan 0,74 %.

Penutup

23

Kejang demam merupakan suatu keadaan yang sering kita jumpai


dalam praktek sehari-hari. Kejang demam biasanya sering terjadi pada
usia 6 bulan sampai 4 tahun. Syarat diagnostik kejang demam adalah
suhu yang mencapai 38oC dan disebabkan oleh proses ekstrakranial.
Kejang

demam

mempunyai

bagian,yaitu

adalah

kejang

demam

sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana


adalah kejang umum yang terjadi kurang dari 15 menit dan tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks adalah kejang
yang lebih dari 15 menit dan didahului kejang fokal atau kejang umum
yang didahului oleh kejang fokal dan dapat berulang lebih dari 1 kali
dalam waktu 24 jam. Untuk mendiagnosis kejang demam haruslah
menyingkirkan dahulu penyebab-penyebab yang mungkin lainnya,seperti
infeksi otak,infeksi lapisan otak(meningitis) ataupun adanya tumor pada
otak dengan melakukan berbagai pemeriksaan guna memastikannya.
Kejang demam sendiri memiliki prognosis yang baik jika mendapat
penanganan

yang

tepat

dan

cepat.

Kejang

demam

juga

dapat

berulang,tergantung dari keadaan pasien sendiri. Umumnya kejang


demam kompleks dapat beresiko menjadi epilepsi di kemudian hari.

24

Daftar Pustaka
1.Tejani

NR.

Febrile

seizures.

5Februari

2010.

Diunduh

dari :http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview . 25 Januari 2011.


2. Joyce LeFever Kee. Cairan serebrospinalis. Pedoman pemeriksaan laboratorium &
diagnostic.. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2007. h. 116
3. Garna H, Nataprawira HMD. Kejang demam. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas
Padjajaran; 2005. h. 598-601.
4. Wahab AS, Pendit BU, Sugiarto, et all. Kejang demam. Buku ajar pediatric Rudolph.
Edisi 20. Volume 3. Jakarta: EGC; 2006; h. 2160-2162.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Kejang demam. Ilmu kesehatan anak Nelson.
Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2059-2060
6.Corry M, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: Sagung seto;
2000.
7.Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai Penerbit
FKUI; 2010. h. 7-146.
8.Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI; 2007.

25

9.Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Jakarta:EGC;2009.
h.616-617.
10.Moe PG, Benke TA, Bernard TJ. Neurologic and muscular disorder. In:
Current Diagnosis and treatment in Pediatric; Hay WW, Levin MJ,
Sondheimer JM, Deterding RR editor. ed18th. USA, The McGraw-Hill
Companies;2007.p.720-4
11.

Dugdale

DC.

Febrile

seizures.

11

Januari

2010.

Diunduh

dari

http://www.nlm.nih.gor/medlineplus/encyarticle/000980.htm . 25 Januari 2011.

26

Anda mungkin juga menyukai