Anda di halaman 1dari 144

UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN KONTROL SOSIAL KELUARGA, FAKTOR PENGUAT DAN FAKTOR


PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMK M DI
JAKARTA TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:
FARAH OCTAVIA
NPM : 1006819693

PROGRAM SARJANA EKSTENSI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN KONTROL SOSIAL KELUARGA, FAKTOR PENGUAT DAN FAKTOR


PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMK M DI
JAKARTA TAHUN 2013

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

OLEH:
FARAH OCTAVIA
NPM : 1006819693

PROGRAM SARJANA EKSTENSI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Farah Octavia

NPM

: 1006819693

Tanda Tangan

Tanggal

: 3 Juli 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

vi
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

: Farah Octavia

NPM

: 1006819693

Program Studi

: Sarjana Kesehatan Masyarakat

Kekhususan

: Kesehatan Reproduksi

Tahun Akademik

: 2010/2011

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang
berjudul :
GAMBARAN KONTROL SOSIAL KELUARGA, FAKTOR PENGUAT DAN FAKTOR
PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMK M
DI JAKARTA TAHUN 2013
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 3 Juli 2013

Farah Octavia

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

vii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama

: Farah Octavia

NPM

: 1008819693

Program Studi

: Sarjana Kesehatan Masyarakat

Kekhususan

: Kesehatan Reproduksi

Tahun Akademik

: 2010/2011

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr.dr.Tri Yunis Miko Wahyoco M.Sc

(..)

Penguji

dr. Yovsyah MKes

(..)

Penguji

Fajar Hardianto SKM MKes

(..)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal

: 3 Juli 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Farah Octavia
NPM
: 1006819693
Program Studi
: Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Kekhususan
: Kesehatan Reproduksi
Fakultas
: Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah
saya yang berjudul:
GAMBARAN KONTROL SOSIAL KELUARGA, FAKTOR PENGUAT DAN FAKTOR
PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMK M
DI JAKARTA TAHUN 2013
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di
Pada tanggal

: Depok
: 3 Juli 2013

Yang menyatakan

(Farah Octavia)

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

ix
RIWAYAT HIDUP

Nama

: Farah Octavia

Tempat/Tanggal Lahir

: Jakarta, 21 Oktober 1989

Agama

: Islam

E-mail

: farahquinne@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:
1. TK Baikhtul Hikmah, lulus tahun 1996
2. SDN Curug 2 Depok, lulus tahun 2001
3. SMPN 7 Depok, lulus tahun 2004
4. SMA Islam Al-Maruf Jakarta, lulus tahun 2007
5. D3 Pariwisata FISIP Universitas Indonesia, lulus tahun 2010
6. Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

x
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan
program Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi materi
maupun penulisannya. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik dalam bentuk moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono M.Sc, Pembimbing Akademik selama saya
membuat skripsi ini, terimakasih karena telah meluangkan waktu dan membimbing saya
dalam pembuatan skripsi ini.
2. Bapak dr. Yovsyah MKes, penguji skripsi ini, terimakasih atas ketelitiannya dalam
mengoreksi skripsi ini dan bimbingannya setelah siding.
3. Bapak Fajar Hardianto SKM MKes, penguji skripsi ini, terimakasih atas kesediaannya
untuk menguji skripsi ini.
4. Wakepsek SMK M, Ibu Windy yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
di SMK M. Bapak Madjid, guru kesiswaan di SMK M serta murid kelas X jurusan SMK
M atas kerjasamanya untuk mengisi kuesioner penelitian dan ikut serta dalam Forum
Group Discusion ini.

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xi
5. Seluruh staf pengajar Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, khususnya bagian Kesehatan Reproduksi yang telah banyak memberikan
ilmunya.
6. Seluruh staf akademik dan staf perpustakaan yang telah membantu dan memfasilitasi
selama proses belajar dan penyususan skripsi ini.
7. Mama, Papa, Niyeng, Kak Sisca dan Mas Tommy serta seluruh keluarga besar atas segala
doa, pengorbanan dan dukungannya yang menjadikan motivasi bagi peneliti dalam
penyususnan skripsi ini dan untuk segera menyelesaikan pendidikan.
8. Abang Rendy Wahyudi yang telah setia dengan penuh cinta mendukung, menemani dan
membantu peneliti meyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman satu peminatan, Kespro 2010.
10. Jomen : Ayu, Erma, Hesti, Muti, Nadya terimakasih atas multitalented kalian.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi
ini yang tidak bdapat peneliti sebutkan satu per satu
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis dan pembaca di masa mendatang.
Wassalamualaikum

Depok, Juli 2013

Penulis

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xii
ABSTRAK

Nama

: Farah Octavia

Program Studi

: Sarjana Kesehatan Masyarakat


Peminatan Kesehatan Reproduksi

Judul

: Gambaran Kontrol Sosial Keluarga, Faktor Penguat Dan Faktor


Predisposisi Dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja
SMK M Di Jakarta Tahun 2013

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kontrol sosial keluarga, faktor
penguat dan faktor predisposisi dengan perilaku seksual berisiko pada remaja SMK M di
Jakarta tahun 2013. Desain penelitian menggunakan pendekatan crossectional dan Rapid
Assessment Procedures. Responden berjumlah 108 remaja dan 12 informan sebagai
anggota FGD serta informan dua orangtua dan guru kesiswaan SMK M. Hasil studi ini
menunjukan adanya hubungan jenis kelamin, sikap permisif terhadap perilaku seksual,
dan pola komunikasi orangtua dengan perilaku seksual berisiko di SMK M. Penelitian ini
merekomendasikan perlu adanya komunikasi yang terbuka dan adanya tata aturan
keluarga yang jelas dalam pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja.

Kata Kunci:
Pola komunikasi orangtua, kekuatan keluarga, perilaku seksual berisiko

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xiii
ABSTRACT

Name

Farah Octavia

Study Program

Bachelor of Public Health


Majoring in Reproductive Health

Title

Picture of family social control, reinforcing factors and


predisposing factors

with

sexual

risk behavior

in

adolescents SMK M in Jakarta in 2013


This study aims to get a picture of family social control, reinforcing factors and
predisposing factors with sexual risk behavior in adolescents SMK M in Jakarta in 2013.
Research design using cross sectional approach and Rapid Assessment Procedures.
Respondents totaled 108 teens and 12 focus group members and informants as informants
two parents and teachers of SMK student M. Results of this study showed an association
of sex, permissive attitudes toward sexual behavior, and patterns of parental
communication with risky sexual behavior in SMK M. The study recommends the need
for open communication and a clear family rules and regulations in the prevention of
risky sexual behaviors in adolescents.

Keywords:
Patterns of parental communication, family strength and risky sexual behavior

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xiv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas iii
Surat Pernyataan.. iv
Halaman Pengesahan.. v
Lembar Pernyataan Publikasi. vi
Riwayat Hidup vii
Kata Pengantar ix
Abstrak x
Daftar Isi.. xi
Daftar Lampiran.. xii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang 1

1.2

Rumusan Masalah... 4

1.3

Tujuan Penelitian. 5

1.4
BAB 2

1.3.1

Tujuan Umum.. 5

1.3.2

Tujuan Khusus. 5

Manfaat Penelitian... 6

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Remaja 8
2.1.1

Pengertian Remaja... 8

2.1.2

Perubahan Pada Masa Remaja. 8

2.2

Remaja Sebagai Populasi At Risk. 11

2.3

Pola Komunikasi.. 14
2.3.1

Pengertian Komunikasi 14

2.3.2

Pengertian Komunikasi Keluarga 15

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xv
2.3.3
2.4

2.5

Pola Komunikasi Keluarga.. 15

Kekuatan (Power) Keluarga. 18


2.4.1

Definisi Kekuatan Keluarga. 18

2.4.2

Pola Asuh Keluarga.. 19

2.4.3

Proses Pembuatan Keputusan.. 20

Perilaku Seksual 21
2.5.1

Definisi Perilaku Seksual.. 21

2.5.2

Penyebab Perilaku Seksual.. 22

2.5.3

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja 22

2.5.4

Berbagai Perilaku Seksual Remaja yang Berisiko di


Masyarakat Menurut Sarwono (2010). 23

2.5.5
2.6

Akibat Perilaku Seksual... 26

Hubungan Pola Asuh dengan Perilaku Seksual Remaja dalam


Berpacaran 27

2.7
BAB 3

BAB 4

Kerangka Teori. 29

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

31

3.1

Kerangka Konsep. 31

3.2

Definisi Operasional 32

3.3

Hipotesis. 34

METODOLOGI PENELITIAN

35

4.1

Desain Penelitian. 35

4.2

Tempat dan Waktu Penelitian. 35

4.3

Populasi dan Sampel 36

4.4

Informan Penelitian. 36

4.5

Etika Penelitian 37

4.6

Metode Pengumpulan Data

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

38

xvi

BAB 5

4.7

Instrumen Penelitian 39

4.8

Pengolahan Data. 40

4.9

Analisis Data 42

4.10

Pengecekan Keabsahan Data / Validitas Data. 43

HASIL PENELITIAN
5.1

5.2

5.3

44

Gambaran Kondisi Penelitian.. 44


5.1.1

Penelitian dengan Metode Kuantitatif. 44

5.1.2

Penelitian dengan Metode Kualitatif 44

Analisis Univariat. 45
5.2.1

Karakteristik Responden.. 45

5.2.2

Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi.. 47

5.2.3

Sikap Terhadap Perilaku Seksual.. 48

5.2.4

Pola Komunikasi Orangtua 50

5.2.5

Kekuatan Keluarga 51

5.2.6

Perilaku Seksual 53

Analisis Bivariat... 55
5.3.1

Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual. 55

5.3.2

Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual 56

5.3.3

Hubungan Usia Pubertas (Laki-laki) dengan Perilaku


Seksual.. 57

5.3.4

Hubungan Usia Pubertas (Perempuan) dengan Perilaku


Seksual.. 58

5.3.5

Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi


dengan Perilaku Seksual.. 59

5.3.6

Hubungan Sikap Terhadap Perilaku Seksual dengan


Perilaku Seksual 60

5.3.7

Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xvii
Perilaku Seksual 61
5.3.8
BAB 6

Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual. 62

PEMBAHASAN PENELITIAN

64

6.1

Keterbatasan Penelitian. 64

6.2

Pembahasan Hasil Penelitian 64


6.2.1

Variabel Dependen 64

6.2.1.1 Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Kelas X SMK M


di Jakarta 65
6.2.2

Variabel Independen. 66

6.2.2.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual


Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta66
6.2.2.2 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja Kelas X SMK M di Jakarta...67
6.2.2.3 Hubungan Usia Pubertas dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta68
6.2.2.4 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan
Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X SMK
M di Jakarta69
6.2.2.5 Hubungan Sikap Terhadap Perilaku Seksual dengan
Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M
di Jakarta 71
6.2.2.6 Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan Perilaku
Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta.. 73
6.2.2.7 Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta75

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xviii
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN


7.1

77

Kesimpulan. 77
7.1.1

Variabel Dependen.

77

7.1.1.1 Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Kelas X SMK M


di Jakarta. 77
7.1.2

Variabel Independen..

77

7.1.2.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual


Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta. 77
7.1.2.2 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja Kelas X SMK M di Jakarta. 78
7.1.2.3 Hubungan Usia Pubertas dengan Perilaku Seksual Berisiko
pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta. 78
7.1.2.4 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan
Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X
SMK M di Jakarta 78
7.1.2.5 Hubungan Sikap dengan Perilaku Seksual Berisiko
Terhadap Perilaku Seksual pada Remaja Kelas X
SMK M di Jakarta. 79
7.1.2.6 Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan Perilaku
Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta.. 80
7.1.2.7 Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta.. 80
7.2

Saran. 81
7.2.1

Saran Aplikatif. 81

7.2.2

Saran Akademik 83

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kelompok remaja merupakan kelompok penduduk dalam rentang usia 10-19
tahun (Depkes, 2009). Kelompok remaja di Indonesia memiliki proporsi kurang lebih
seperlima dari seluruh jumlah penduduk. Hal ini sesuai dengan proporsi remaja di dunia
yaitu jumlah remaja diperkirakan 1,2 milyar atau sekitar seperlima dari jumlah penduduk
dunia WHO (2003; dalam Depkes 2009).
Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada
usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,
transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas. Remaja pada umumnya
akan mengalami perubahan-perubahan dalam hal biologis dan psikologis yang sangat
pesat. Perubahan-perubahan yang terjadi memberikan dorongan yang kuat terhadap
perilaku dan kehidupan remaja yang sifatnya sangat beragam (Clemen-Stone, McGuire
dan Eigsti, 2002). Kehidupan remaja yang sangat beragam di masyarakat akan
menimbulkan masalah-masalah pada masa remaja (Hurlock, 1998).
Permasalahan yang dialami oleh remaja umumnya dikarenakan adanya krisis
identitas tanpa adanya faktor pendukung dan sumber informasi yang jelas dalam
memberikan ketersediaan layanan pada kelompok remaja (BKKBN, 2009). Permasalahan
kesehatan yang berisiko mengancam kesejahteraan remaja antara lain merokok, konsumsi
alkohol, konsumsi obat, depresi atau risiko bunuh diri, emosi, masalah fisik, problem
sekolah dan perilaku seksual (Stanhope dan Lancaster, 2004).
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) yang didanai oleh
USAID, BPS, BKKBN, DEPKES SKRRI pada tahun 2007 menunjukkan hasil bahwa
usia pertama kali pacaran adalah 15-17 tahun, proporsi wanita 43% dan pria 40%. Usia
mulai pacaran sebelum usia 15 tahun pada wanita 24% dan pria 19%. Perilaku pacaran
pada wanita meliputi berpegangan tangan 62%, cium bibir 23,2%, dan meraba atau

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

2
merangsang 6,5% dari besar sampel 5.912. Perilaku pacaran pada pria meliputi
berpegangan tangan 60,1%, cium bibir 30,9%, dan meraba atau merangsang 19,2 % dari
besar sampel 6.578. Hasil survey yang lain juga menunjukkan terjadinya hubungan
seksual pada wanita 1,3% dan pada pria 3,7%. Enam dari sepuluh responden yang
mengalami kehamilan tidak diinginkan diketahui melakukan aborsi (termasuk aborsi
spontan, aborsi yang disengaja atau tidak) dan empat dari sepuluh melanjutkan kehamilan
mereka, termasuk mencoba menggugurkan kandungan namun gagal (USAID, et al,
2008).
Faktor penyebab lain dari perilaku seksual berisiko remaja adalah kurangnya
pengetahuan dan keterampilan, sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan, kurang
kepedulian orang tua dan masyarakat terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja serta
belum optimalnya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan remaja (Depkes,
2005). Hasil penelitian pada 900 remaja, 180 orang tua remaja, 180 guru sekolah, 90
tokoh masyarakat dan 90 petugas kesehatan menunjukkan bahwa 60% petugas kesehatan,
65% orang tua remaja, 83,3% guru sekolah dan 77,3% remaja kurang pengetahuannya
tentang perkembangan reproduksi remaja, perubahan psikologis dan emosional remaja,
penyakit menular seksual dan bahaya kehamilah remaja serta abortus. Akibatnya remaja
sangat sedikit memperoleh informasi dari sumber yang berkompeten tentang hal-hal
tersebut. Sebagian besar remaja 45% mendapat informasi dari teman sekolah, 16,3% dari
guru, 12,8% dari petugas kesehatan, 8,7% dari orang tua dan 6,8% dari tokoh agama
(Suwandono, 2002). Upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku
seksual berisiko pada remaja merujuk pada perlunya pemberian informasi masalah
seksual.
Komunikasi efektif antara orangtua dan remaja memberikan kesempatan saling
mengungkapkan isi hati atau kekesalan yang dirasakan serta harapan yang diinginkan,
karena pada hakekatnya seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya
membutuhkan

uluran

tangan

orangtua.

Orangtua

bertanggung

jawab

dalam

mengembangkan kemampuan anak termasuk kebutuhan fisik dan psikis sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang kearah kepribadian yang matang (Gunarsa, 2004). Remaja
yang cukup mendapat kasih sayang orangtua cenderung akan terhindar dari perilaku

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

3
seksual berisiko karena tidak akan mencari kasih sayang orang lain sebagai
kompensasinya.
Hasil studi penelitian lain dengan metode cross sectional dengan sampel 107
siswa SMP X, 28% memiliki risiko terhadap masalah reproduksi. Proporsi remaja yang
tidak pernah pernah berkomunikasi dengan orangtua (33,8%) memiliki risiko lebih besar
dibandingkan dengan proporsi remaja yang berkomunikasi dengan orangtua (Indarsita,
2002). Komunikasi dalam keluarga dapat diciptakan melalui diskusi bersama keluarga.
Keluarga juga bisa mendapatkan konseling dari pihak terapis keluarga untuk memberikan
informasi kesehatan yang dibutuhkan keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Triharningsih (2001) tentang permasalahan kesehatan
reproduksi remaja memperlihatkan bahwa remaja laki-laki berkonsultasi lebih banyak
dari pada remaja perempuan hampir di seluruh kategori permasalahan kesehatan
reproduksi. Usia remaja yang berkonsultasi terbanyak pada kategori 19-24 tahun.
Masalah seksual sebagai permasalahan kesehatan reproduksi adalah topik yang paling
banyak dikonsultasikan remaja. Konsultasi yang dilakukan oleh remaja ini merupakan
salah satu cara yang dilakukan remaja untuk memperoleh dukungan dalam menjalani
masa pubertas yang dialaminya, dukungan tersebut dapat difasilitasi oleh keluarga.
Kekuatan keluarga merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
pembuatan keputusan sehingga anggota keluarga melaksanakan serangkaian tindakan
yang telah di tetapkan dalam rangka mencapai tujuan (Friedman, Bowen dan Jones,
2003). Keluarga dengan tahap perkembangan remaja akan mencapai suatu tingkatan yang
sehat secara psikologis apabila keluarga mampu menyesuaikan diri dengan desakan
remaja untuk kebebasan diri (Santrock, 2003). Hal ini dapat diwujudkan keluarga dengan
memperlakukan remaja lebih dewasa dan mengikutsertakan mereka dalam mengambil
keputusan keluarga. Keluarga yang tidak sehat secara psikologis sering kali dalam
kendali orang tua yang berorientasi kekuasaan, dan orangtua lebih cenderung
menggunakan otoriter dalam hubungan dengan remaja.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap beberapa literatur hasil penelitian
tentang perilaku seksual remaja, belum ditemukan hasil penelitian tentang kekuatan
keluarga berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja di SMK M, Jakarta.
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

4
Namun perilaku seksual remaja di SMK M menunjukkan semakin mengkhawatirkan
termasuk dalam hal perilaku berpacaran yang semakin bebas dan menjurus ke aktivitas
seksual sebelum menikah.
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia diakibatkan belum
optimalnya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mengatur
tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja pada tatanan keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut
sebagian besar masyarakat Indonesia juga masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan
pendidikan seksual dan reproduksi berbasis keluarga terutama sekolah. Berdasarkan
permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam
mengidentifikasi bagaimana gambaran kontrol sosial keluarga, faktor penguat dan faktor
predisposisi dengan perilaku seksual berisiko pada remaja SMK M di Jakarta.

1.2

Rumusan Masalah
Masa remaja merupakan fase kedua dalam kehidupan individu yang sangat
penting. Masa remaja merupakan masa transisi dimana remaja mengalami pertumbuhan
dan perkembangan baik secara fisik maupun psikologis. Remaja selama masa transisi
merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada remaja apabila tidak
terfasilitasi dengan baik. Perubahan yang terjadi akan memberikan dorongan yang kuat
terhadap perilaku dan kehidupan remaja yang sifatnya sangat beragam (Clemen- Stone.,
McGuire, & Eigsti, 2002). Perilaku yang dimunculkan remaja dalam kehidupannya akan
menimbulkan

masalah-masalah

yang

dialami

selama

masa

remaja

sehingga

menempatkan remaja sebagai populasi berisiko di masyarakat (McMurray, 2003).


Masalah kesehatan remaja yang termasuk perilaku berisiko yaitu merokok, konsumsi
alkohol, konsumsi obat, depresi atau risiko bunuh diri, emosi, masalah fisik, masalah di
sekolah dan perilaku seksual (Stanhope dan Lancaster, 2004).
Perilaku seksual berisiko pada masa remaja dapat diantisipasi oleh keluarga
melalui pelaksanaan struktur keluarga terkait pola komunikasi dan kekuatan keluarga
secara optimal (Friedman, Bowden dan Jones, 2003). Masa remaja sering dianggap
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

5
sebagai masa yang sulit bagi orangtua untuk berkomunikasi secara baik dengan anak
sehingga tak jarang terjadinya konflik antara orangtua dan anak.
Kekuatan keluarga merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengubah
perilaku anggota keluarga yang lain (Olson dan Cromwell, 1975; dalam Friedman,
Bowden dan Jones, 2003). Fokus kekuatan keluarga dengan remaja adalah pengambilan
keputusan yang diarahkan pada pencapaian persetujuan dan komitmen dari anggota
keluarga untuk melaksanakan serangkaian tindakan atau mempertahankan status quo.
Teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya memperoleh kendali
dengan bernegosiasi dalam mengambil keputusan dan disepakati oleh anggota keluarga
Mc Donald (1980, dalam Friedman, Bowden dan Jones, 2003). Proses negosiasi melalui
komunikasi dengan remaja merupakan cara yang terbaik dalam melaksanakan kekuatan
keluarga. Kekuatan keluarga ini akan dapat mencegah perilaku seksual berisiko yang
dimunculkan dalam kehidupan remaja (Friedman, Bowden dan Jones, 2003).
Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana
gambaran kontrol sosial keluarga, faktor penguat dan faktor predisposisi dengan perilaku
seksual berisiko pada remaja SMK M di Jakarta.

1.3

Tujuan
1.3.1

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pola komunikasi dan
kekuatan keluarga dengan perilaku seksual berisiko pada remaja di SMK M, di
Jakarta.

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1.3.2.1 Melihat gambaran dan hubungan dengan perilaku seksual antara
karakteristik jenis kelamin, umur dan usia pubertas pada remaja SMK M
di Jakarta
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

6
1.3.2.2Melihat gambaran dan hubungan dengan perilaku seksual antara
pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja SMK M di Jakarta
1.3.2.3 Melihat gambaran dan hubungan dengan perilaku seksual antara sikap
terhadap perilaku seksual pada remaja SMK M di Jakarta
1.3.2.4Melihat gambaran dan hubungan dengan perilaku seksual antara pola
komunikasi keluarga pada remaja SMK M di Jakarta
1.3.2.5 Melihat gambaran dan hubungan dengan perilaku seksual antara kekuatan
keluarga pada remaja SMK M di Jakarta
1.3.2.6Melihat gambaran dan hubungan perilaku seksual yang dilakukan oleh
remaja SMK M di Jakarta

1.4

Manfaat Penelitian
1.4.1

Bagi Pembuat Kebijakan Kesehatan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun
program kesehatan remaja untuk mencegah perilaku seksual berisiko pada remaja
melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral Kementrerian Kesehatan
dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

1.4.2

Bagi Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar asuhan kesehatan
reproduksi pada remaja dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi.
Hubungan pola komunikasi dan kekuatan keluarga terkait perilaku seksual
berisiko pada remaja dapat digunakan untuk mengevaluasi program pembinaan
dan pendidikan kesehatan pada remaja khususnya PKPR (Program Kesehatan
Peduli Remaja) di Puskesmas.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

7
1.4.3

Bagi Remaja
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam
peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi
remaja.

1.4.4

Bagi Perkembangan Penelitian Kesehatan Reproduksi


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan dasar
penelitian kepada peneliti lainnya tentang perilaku seksual remaja berdasarkan
pola komunikasi dan kekuatan keluarga.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Remaja
2.1.1

Pengertian Remaja
Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Definisi
remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode
usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun.
Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations
Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11 sampai 21 tahun dan
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah
(15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan
dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun.
Definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu 1)
secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 tahun sampai
20-21 tahun; 2) secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan
fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual; 3)
secara psikologis, remaja merupakan masa di mana individu mengalami
perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral di antara
masa anak-anak menuju masa dewasa. Gunarsa (1978) mengungkapkan bahwa
masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa
yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki
masa dewasa.

2.1.2

Perubahan Pada Masa Remaja


Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke
kedewasaan yang meliputi perkembangan biologis, kognitif dan sosial-emosional
yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan (Santrock, 2010).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

9
Perkembangan yang dialami remaja tersebut merupakan respon yang normal pada
remaja dan harus dilalui remaja untuk menuju ke fase perkembangan selanjutnya.
Menurut

Santrock

pada remaja terlihat

(2003:

91)

perubahan

fisik

yang

terjadi

nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi

dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang
terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh
(badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya
alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada
laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan
Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79)
menguraikan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu;
perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan
menjadi panjang, tumbuh payudara, tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di
kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap
tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulubulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain;
pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan
yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya
air mani), bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai
tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah
(kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut
diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada

dasarnya

perubahan

fisik

remaja

disebabkan

oleh

kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing


menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas
serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja (Sunarto & Agung
Hartono, 2002: 94)

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

10
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung-jawab atas
munculnya dorongan seks (Santrock, 2010). Hasil studi penelitian di Texas pada
100 responden anak laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 7 tahun bahwa
pertumbuhan dan perubahan fisik laki-laki maupun perempuan pada masa remaja
sama (American Psychological Association, 2011). Perubahan biologis yang
terjadi berpengaruh pada perubahan emosional remaja.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran
opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih
abstrak dibandingkan

dengan

anak-anak misalnya dapat

menyelesaikan

persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti
memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja
berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai
rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara
pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas
dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan
budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja
mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam
emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya,
perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta
peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional
dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka
secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan
kompetensi sosial mereka.
Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak
atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget
dan Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa
anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

11
dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar
untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan
untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya
yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran
yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan
remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki
sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan
yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial,
keakraban, dan hubungan seksual.
Menurut

Steinberg

(dalam

Santrock,

2002:

42)

mengemukakan

bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua
meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang
meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang
berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang
tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak rang tua dan remaja. Collins
(dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat
remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang
tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini
terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi
lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua.

2.2

Remaja Sebagai Populasi At Risk


Masa remaja merupakan periode transisi di mana remaja mengalami peralihan
untuk menjadi dewasa. Pada periode transisi ini, remaja mengalami transisi emosional,
transisi sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga. Periode transisi remaja
telah menempatkan remaja sebagai populasi yang berisiko (Hurlock, 1998).
Stanhope & Lancaster (2000) menjelaskan faktor-faktor yang berisiko
menimbulkan masalah kesehatan terdiri dari beberapa kategori antara lain biologic risk,

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

12
social risk, economic risk, life-style risk dan life-event risk. Biologic risk merupakan
faktor genetic atau ciri fisik yang berkontribusi terjadinya risiko. Social risk merupakan
faktor kehidupan yang tidak teratur, tingkat kriminal yang tinggi, lingkungan yang
terkontaminasi oleh polusi udara, kebisingan, zat kimia yang berkontribusi untuk
terjadinya masalah. Economic risk adalah tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan
penghasilan, krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga berpengaruh terhadap
kebutuhan perumahan, pakaian, makanan, pendidikan, dan kesehatan. Life-style risk
merupakan kebiasaan atau gaya hidup yang dapat berdampak terjadinya risiko, termasuk
keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan sehat, persepsi sehat, pengaturan pola tidur,
rencana aktifitas keluarga, dan norma tentang perilaku yang berisiko. Life-event risk
adalah kejadian dalam kehidupan yang dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan
seperti pindah tempat tinggal, adanya anggota keluarga baru, adanya anggota keluarga
yang meninggalkan rumah dan dapat berpengaruh pada pola komunikasi.
Beberapa faktor yang memberikan kontribusi populasi remaja sebagai populasi
berisiko (at risk) adalah:
2.2.1

Periode Transisi
Masa transisi remaja merupakan factor resiko utama timbulnya masalah
kesehatan pada remaja. Masa transisi tersebut antara lain transisi emosional,
transisi dalam sosialisasi, transisi dalam agama, transisi dalam hubungan
keluarga, transisi moralitas. Secara umum remaja akan mengalami perubahanperubahan dalam hal biologis maupun psikologis yang sangat pesat. Perubahanperubahan tersebut memberikan dorongan yang kuat terhadap perilaku dan
kehidupan remaja yang sifatnya sangat beragam (Hurlock, 1998).

2.2.2

Pengetahuan Keluarga
Pengetahuan keluarga terutama mengetahui dan memahami tugas dan
tanggung jawab keluarga terhadap perkembangan remaja. Tugas dan tanggung
jawab yang dimaksudkan adalah pertama, menyeimbangkan kebebasan dengan
tanggung jawab untuk mendewasakan remaja serta meningkatkan otonomi
remaja; kedua, memfokuskan kembali hubungan perkawinan; ketiga, menciptakan
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

13
suasana komunikasi terbuka antara anggota keluarga; keempat, mempertahankan
standar-standar etik dan moral keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
2.2.3

Status Sosio-ekonomi Keluarga


Tuntutan lingkungan sosial dan pergaulan menjadi sumber ketegangan
dalam keluarga.

Tuntutan kebutuhan hidup yang meningkat namun tidak

diimbangi dengan peningkatan pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan,


membuat remaja berusaha untuk melakukan berbagai cara yang tidak jarang
melakukan kesalahan yang berdampak negatif (Gunarsa, 2004).
2.2.4

Pendidikan
Penyampaian materi pendidikan seksual seharusnya diberikan oleh orang
tua sejak dini, mengingat yang paling tahu keadaan anaknya adalah orang tua
sendiri. Sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak
didalam membicarakan masalah seksual, dapat juga karena faktor ketidaktahuan.
Hal ini mengakibatkan remaja mencari sumber informasi yang salah terkait
dengan permasalahannya (Gunarsa, 2004).

2.2.5

Lingkungan
Lingkungan pergaulan remaja yang sudah semakin luas memberikan
pengaruh positif atau negatif bagi kehidupan remaja. Pengaruh positif melalui
interaksi teman sebaya belajar mengenai pola hubungan timbal balik dan setara.
Pengaruh lingkungan pergaulan yang negatif disertai tekanan yang kuat oleh
kelompok dan masyarakat akan dapat menjerumuskan remaja pada perilaku
negative seperti mengkonsumsi alkohol, narkotika dan obat terlarang, serta seks
bebas (Santrcok, 2003). Hasil penelitian di Pontianak pada 348 responden siswa
SMA bahwa, yang paling dominan mempengaruhi perilaku seksual remaja
adalah perilaku seksual teman sebaya sebesar 34,4% (Suwarni & Linda, 2008).

2.2.6

Kemajuan Teknologi.
Kemajuan dan modernisasi tehnologi membawa pengaruh bagi keluarga,
termasuk remaja dalam keluarga. Sarana komunikasi yang semakin canggih
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

14
akibat kemajuan tehnologi menyebabkan meningkatnya arus informasi dari luar.
Remaja akan mengadopsinya tanpa memilah-milah yang selanjutnya dipraktekkan
dalam hidup kesehariannya (Santrock, 2003). Hasil studi penelitian di Medan
dengan 107 responden menunjukkan bahwa media cetak mempunyai proporsi
lebih sedikit (19,5%) dibandingkan dengan dengan media elektronik (33,3%)
dalam meningkatkan perilaku kesehatan reproduksi yang beresiko pada remaja
(Indarsita, 2002).
2.2.7

Pembangunan
Pesatnya

pembangunan

disertai

pertambahan

jumlah

penduduk,

keterbatasan sumber daya alam dan perubahan tata nilai di masyarakat akan
menyebabkan ketimpangan sosial dan individualisme meningkat yang dapat
menjadi pemicu konflik pada remaja. Seringkali membuat remaja frustrasi dan
depresi yang mendorong remaja mengambil jalan pintas dengan tindakan yang
bersifat negatif.
2.3

Pola Komunikasi
2.3.1

Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi (Bahasa Inggris communication berasal dari
bahasa Latin communicates atau communication atau communicare yang berarti
berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian, kata komunikasi
menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai
kebersamaan (Riswandi. 2009).
Beberapa pakar komunikasi Roger dan D. Lawrence Kincaid (1981; dalam
Mubarok, et al, 2009) memberikan definisi komunikasi sebagai suatu proses
dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi
dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian
yang mendalam. Duldt- Betty (dalam Suryani, 2005) mendefinisikan komunikasi
sebagai sebuah proses penyesuain dan adaptasi yang dinamis antara dua orang
atau lebih dalam suatu interaksi tatap muka dan terjadi pertukaran ide, makna,

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

15
perasaan, dan perhatian. Harrol D. Lasswel (dalam Riswandi, 2009) menjelaskan
bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan
siapa mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa, dan dengan
akibat apa atau hasil apa. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi
tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian makna, serta pikiran yang
diberikan pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan
informasi tersebut untuk mengubah sikap dan perilakunya. Menurut Notoatmodjo
(2007) agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak lain,
antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain,
diperlukan

keterlibatan

beberapa

unsur

komunikasi

yaitu

komunikator,

komunikan, pesan, dan saluran atau media.


2.3.2

Pengertian Komunikasi Keluarga


Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana ia belajar dan menyatakan siri sebagai manusia sosial, dalam interaksi
dengan kelompoknya (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,
komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga
merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan sengan

terbuka setiap

hal

dalam keluarga, baik

yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan


masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam
kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.
2.3.4

Pola Komunikasi Keluarga


Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung
ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam
keluarga tersebut. Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada
waktu si anak mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain.
Menurut Hoselitz, dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

16
maka si anak juga belajar menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang
lain (Liliweri, 1997: 45).
Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena di dalam
keluarga, individu diterima dalam pola-pola tertentu. Kelompok primer
merupakan persemaian di mana manusia memperoleh norma-norma, nilai-nilai
dan kepercayaan. Kelompok primer adalah badan yang melengkapi manusia
untuk kehidupan sosial (Daryanto, 1984 : 64). Selain itu, kelompok primer
bersifat fundamental karena membentuk titik pusat utama untuk memenuhi
kepuasan-kepuasan sosial, seperti mendapat kasih sayang atau afeksi, keamanan
dan kesejahteraan dan semuanya itu diwujudkan melalui komunikasi yang
dilakukan terus menerus dan membentuk sebuah pola.
Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986)
mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu:
2.3.4.1 Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi
secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam
keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara
kemampuannya, bebas mengemukakan ide, opini dan kepercayaan.
Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung dan
bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersonal
lainnya. Tiap anggota keluarga memiliki hak yang sama dalam
pengambilan keputusan. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai
ancaman. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari
yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau
perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan
jangka panjang.
2.3.4.2 Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

17
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam
pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya
masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang
berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga, biasa suami dipercaya untuk
bekerja atau mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan
memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki
pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni dan satu pihak
tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap
sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri.
Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang
atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal keuangan, suami
lah yang menang dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah
yang memnag. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik
tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
2.3.4.3 Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap
sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu
orang yang mendominasi ini sering memegang control. Dalam beberapa
kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengathuan lebih,
namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau
berpenghasilan

lebih

besar.

Pihak

yang

kurang

menarik

atau

berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan


pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil
keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, member tahu pihak lain apa uyang harus dikerjakan, member opini
dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga control, dan jarang
meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi
egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan
argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan
bergantung pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

18
2.3.4.4 Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini kebih bersifat
memerintah

daripada

berkomunikasi,

member

wejangan

daripada

mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tida pernah


meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi
perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan memnag.
Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masingmasing tida tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik.
Mereka

tidak

tahu

bagaimana

mengeluarkan

pendapat

atau

mengungkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan


menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin
dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti
halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat
kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing
dan menjaga pihak lain sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan
lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan
sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu
sama sekali.
2.4

Kekuatan (Power) Keluarga


2.4.1

Definisi Kekuatan Keluarga


Kekuatan keluarga merupakan kemampuan potensial atau actual dari
anggota keluarga untuk mempengaruhi dan memaksakan pandangannya terhadap
anggota keluarga lainnya. Kekuatan keluarga mempunyai pengaruh dan sebagai
tekanan formal dan non formal dalam pembuatan keputusan anggota keluarga
(Friedman, Bowden & Jones, 2003). Sedangkan definisi lain menurut (Jory &
Yodanis, 2010) kekuatan keluarga adalah kemampuan anggota keluarga untuk
mempengaruhi anggota keluarga yang lain untuk mencari solusi dan
menghentikan dalam mencapai tujuan mereka. Kekuatan keluarga dapat dilihat di
dalam kontek interaksi keluarga secara berkesinambungan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pola komunikasi

19
dapat menunjukan peran dan kekuasaan keluarga yang dapat terlihat dalam proses
keluarga berkisar dari kegiatan rutin harian sehingga negosiasi, isu, dan konflik
yang rumit (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Kekuatan keluarga penting dalam
membuat keputusan keluarga menghadapi dan mengatasi masalah perilaku
remaja. Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi remaja dalam
mengambil suatu keputusan dibutuhkan suatu power keluarga, sehingga akan
didapatkan solusi terhadap suatu masalah dan mampu membatasi aktivitas remaja
yang tidak diinginkan berdasarkan aturan dalam keluarga dan masyarakat.
2.4.2

Pola Asuh keluarga


Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan dapat di lihat dari gaya
orang tua dalam mengasuh remaja. Menurut Diana Baumrind (1971, dalam Jory
& Yodanis, 2010) ada tiga macam pola asuh yaitu
2.4.2.1 Gaya Otoriter
Orang tua dengan gaya pengasuhan dengan mengandalkan
penegasan kekuasaan, disiplin keras, kurang hangat, kurang mengasuh,
kurang mengasihi, kurang simpatik pada remaja. Orang tua menggunakan
kontrol dan kekuasaan sepenuhnya, serta tidak mendorong remaja untuk
mengemukakan ketidaksetujuan atas keputusan atau peraturan orang tua
dan memberi sedikit kehangatan. Anak yang dibesarkan dengan gaya
otoriter sering merasa ditolak karena ide-ide mereka tidak disambut dan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang menuntut otonomi,
kreatifitas dan refleksi. Anak harus patuh, tunduk dan tidak ada pilihan
lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Orang tua
dengan gaya otoriter tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat
remaja. Orang tua mengharuskan remaja untuk melakukan sesuatu, tanpa
memberikan alasan yang jelas.
2.4.2.2 Gaya Otoritatif
Gaya pengasuhan otoritatif adalah kombinasi dari pengasuhan
dengan kontrol yang tinggi dan pemberian dukungan yang positif bagi

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

20
kemandirian remaja. Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan
otoritatif membuat suasana yang kondusif bagi remaja untuk bertingkah
laku yang mandiri. Orang tua juga memberikan informasi dan alasan
tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Gaya
pengasuhan otoritatif memiliki arti yang sama seperti pola pengasuhan
demokratis. Pola asuh demokratis memberlakukan peraturan-peraturan
yang dibuat bersama oleh anggota keluarga yang bersangkutan. Orang tua
selalu memperhatikan keinginan dan pendapat remaja, kemudian
mendiskusikannya untuk mengambil keputusan terakhir.
2.4.2.3 Gaya Permissive
Gaya pengasuhan orang tua yang memberikan kebebasansecara
penuh kepada anak untuk membuat keputusan tanpa pertimbangan orang
tua dan boleh berkelakuan menurut apa yang diinginkannya serta tanpa
adanya kontrol dari orang tua. Orang tua dengan gaya pengasuhan
permissive memberikan sedikit tuntutan dan menekankan sedikit disiplin
sehingga tidak efektif dilakukan untuk mendisiplinkan remaja. Bentuk
gaya dapat dinilai dari informasi hanya kecenderungannya karena gaya
pengasuhan orang tua tidak mutlak menggunakan satu bentuk gaya.
2.4.3

Proses Pembuatan Keputusan


Kekuatan dalam membuat keputusan merupakan suatu proses untuk
mencapai persetujuan dan komitmen dari anggota keluarga untuk melaksanakan
kesepakatan tindakan atau mempertahankan status quo. Dengan kata lain, yaitu
berarti membuat sesuatu tercapai Scanzoni & Szinovacz (1980, dalam
Friedman, Bowden & Jones, 2003). Ada tiga tipe proses pembuatan keputusan:
2.4.3.1 Konsensus
Pembuatan keputusan dengan consensus ini, merupakan cara sehat
dalam membuat keputusan, karena keputusan yang diambil disetujui oleh
semua anggota keluarga yang terlibat dan mempunyai komitmen atas

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

21
keputusan yang telah ditetapkan. Proses membuat keputusan dengan
konsesus disetujui melalui diskusi dan negosiasi.
2.4.3.2 Akomodasi
Pembuatan keputusan atas dasar kesepakatan semua anggota
keluarga yang terlibat tetapi keputusan dicapai tidak mencerminkan
pilihan asli dari tiap anggota, namun memiliki elemen yang dapat diterima
oleh mereka. Dalam mengambil keputusan terjadi tawar menawar satu
atau lebih anggota keluarga dalam membuat kesepakatan dengan yang
lain. Proses negosiasi terjadi pada anggota keluarga yang tidak sepakat
sehingga menghasilkan persetujuan yang tidak diinginkan oleh satu atau
lebih anggota keluarga, dimana komitmen dipastikan hanya oleh
kekuasaaan memaksa. Adanya ancaman hukuman menunjukan dominasi
dari seseorang terhadap orang lain (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
2.4.3.3 De facto
Pembuatan keputusan de facto merupakan pembuatan keputusan
terjadi apabila sesuatu yang dibolehkan terjadi begitu saja tanpa
perencanaan. Proses pembuatan keputusan terjadi secara aktif, sukarela
dan efektif. Keputusan de facto dapat dibuat ketika terjadi argumentasi
yang tidak ada solusi atau jika permasalahan tidak diangkat dan di
diskusikan. Sehingga keputusan tersebut kemudian diberlakukan.
2.5

Perilaku Seksual
2.5.1

Definisi Perilaku Seksual


Segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu
dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan
jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Simkins 1984; dalam Sarwono,
2010).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

22
2.5.2

Penyebab Perilaku Seksual


Penyebab perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor internal (merupakan
faktor yang berasal dari dalam individu yang berupa bekerjanya hormon alat
reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual yang menuntut untuk segera
tersalurkan) dan faktor eksternal (merupakan faktor yang berasal dari luar
individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku
seksual. Stimulus seksual diperoleh dari pengalaman kencan, pengalaman
masturbasi, informasi seksualitas, diskusi dengan teman, jenis kelamin, pengaruh
orang dewasa, membaca buku dan nonton film porno (Hurlock 1998).

2.5.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja


Berdasarkan hasil studi menurut Sarwono (2010) yang dapat mengarahkan
remaja ke perilaku seksual yang berisiko adalah sebagai berikut:
a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas)

remaja.

Peningkatan

hormon

ini

menyebabkan

remaja

membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu


b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan
usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang
tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin
menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak
dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal
tersebut.
d. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang
canggih (contoh:

VCD, buku stensilan, foto, majalah, internet, dan lain-

lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

23
tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media
massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah
seksual secara lengkap dari orangtuanya.
e. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan
mereka tidak terbuka pada anak, sehingga cenderung membuat jarak dengan
anak dalam masalah ini.
f. Adanya kecenderungan hubungan yang makin bebas antara pria dan wanita
dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar
2.5.4

Berbagai perilaku seksual remaja yang berisiko di masyarakat menurut


Sarwono (2010) adalah sebagai berikut:
a. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai dengan
berpelukan.
b. Berciuman (kissing), aktivitas ini memiliki kisaran dari ciuman yang sebentar
dan pada saat-saat tertentu saja hingga ciuman yang lebih lama dan lebih intim
(deep kissing). Menurut Downey, Camp, dan King (1991) berciuman
merupakan perilalu seksual yang pertama kali sering orang lakukan.
Berciuman ini melibatkan stimulasi antara bibir kedua pasangan. Biasanya
ciuman dimulai dari ciuman yang hanya dari bibir ke bibir (dry kissing) hingga
ciuman basah (wet kissing) dalam Duval dan Miller disebut sebagai deep
kissing atau biasa disebut sebagai french atau soul kissing yang melibatkan
lidah dalam berciuman.
c. Bercumbu (petting), aktivitas ini terdiri dari menyentuh atau menstimulasi arearea sensitif dari tubuh pasangan. Bercumbu ini berkisar dari cumbuan yang
ringan (light) hingga cumbuan di area kelamin (genital) yang biasa disebut
heavy petting (Conrad, 2007).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

24
Menurut King, Downey, dan Camp (1991) bercumbu adalah kontak fisik
antara laki-laki dan perempuan yang mencoba menimbulkan stimulasi erotis
tanpa melakukan hubungan seksual. Berdasarkan definisi tersebut, perilaku
yang termasuk dalam bercumbu adalah berciuman biasa (dry kissing),
berciuman intim (deep/french kissing), menstimulasi payudara perempuan dan
menyentuh bagian kelamin.
Banyak peneliti saat ini yang mendefinisikan bercumbu sebagai kontak
seksual tidak berhubungan seks yang dilakukan dibawah pinggang, sedangkan
kontak fisik lainnya (diatas pinggang) dinamakan necking (King, Downey, dan
Camp 1991).
d. Masturbasi dan masturbasi bersama, masturbasi dikenal juga dengan istilah
onani atau manustrupasi, yakni melakukan rangsangan seksual, khususnya
pada alat kelamin, yang dilakukan sendiri dengan berbagai cara (selain
berhubungan seks) untuk tujuan mencapai orgasme. Istilah masturbasi berasal
dari bahasa latin yang artinya pencemaran diri (Dianawati, 2002 dalam
Ningtias, 2011).
Masturbasi bersama berarti mereka melakukan masturbasi terhadap satu
sama lain atau bermasturbasi sendiri dihadapan pasangannya, ini merupakan
salah satu ekspresi keintiman yang mendalam dan cara yang menyenangkan
untuk melepaskan ketegangan seksual (Miron & Miron, 2002 dalam Ningtias,
2011).
e. Berhubungan kelamin (sexsual intercourse), menurut Byer, Shainberg, dan
Galliano (1999) hubungan seksual adalah aktivitas memasukan alat kelamin
pria (penis) ke dalam alat kelamin wanita (vagina). Jika penis dimasukan ke
dalam vagina itu adalah hubungan seks vagina, jika dimasukan kedalam mulut
itu adalah hubungan seks oral, dan jika masuk ke dalam anus itu adalah
hubungan seks anal ( Miron & Miron, 2002). Dibawah ini diuraikan pengertian
dan risiko dari masing-masing hubungan seks baik melalui oral, anal maupun
vaginal.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

25
1)

Oral seks
Oral seks adalah melakukan rangsangan dengan mulut pada organ
seks pasangan (Dianawati,2002). Jika yang melakukan oral seks itu lakilaki sebutannya adalah Cunnilingus (rangsangan oral pada klitoris dan
vulva), jika yang melakukan oral seks tersebut perempuan, sebutannya
adalah Fellatio (rangsangan oral pada alat kelamin laki-laki). Sementara
jika keduanya dilakukan secara bersamaan

dalam bahasa pergaulan

disebut enam-sembilan (69), karena angka ini tampak seperti dua orang
yang sedang melakukan seks oral terhadap satu sama lain ( Miron &
Miron, 2002).
Menurut Deborah Roffnan, seorang pendidik seksualitas disekolah
Baltimore, beberapa siswi sekolah menengah menganggap oral seks
sebagai suatu tawar menawar. Mereka tetap perawan, mereka tidak
hamil dan mereka pikir tidak dapat tertular IMS. Kenyataannya, banyak
IMS yang ditularkan melalui fellatio dan cunnilingus, termasuk human
papiloma virus (HPV), herpes, hepatitis B,

sifilis, gonore, klamidia,

chancroid dan bahkan (meski jarang) HIV (Remez, 2000).


2)

Seks anal
Seks anal adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan
memasukan penis kedalam anus atau anal (Dianawati, 2002). Aktivitas
seksual seperti ini tentu sangat berbahaya karena pelakunya dapat terpajan
infeksi yang disebabkan oleh transfer bakteri dari usus besar kedalam
vagina atau uretra. Selain itu dalam daerah anus (rectum) tidak
berpelumas, melakukan penetrasi pada bagian anus dapat merobek lapisan
dalam rectum. Seks anal juga membuat orang rentan terkena IMS
termasuk HIV dari pasangannya dan risiko terkena kanker anus ( Miron &
Miron, 2002).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

26
3)

Hubungan seks melalui vaginal


Pada masa remaja, adanya perubahan hormon dalam tubuh
mengakibatkan adanya dorongan seks dan remaja mulai tertarik kepada
lawan jenis. Akibat dorongan seks yang meledak-ledak ditambah dengan
informasi yang kurang atau bahkan informasi yang keliru, mendorong
remaja untuk melampiaskan dengan berbagai cara mulai membaca buku
atau menonton film porno, bahkan melakukan perilaku seks pranikah
(Dianawati, 2002). Perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku
seksual yang didorong oleh hasrat seksual lawan jenisnya, yang dilakukan
oleh remaja sebelum mereka menikah (Soetjiningsih, 2009).

2.5.5

Akibat Perilaku Seksual


Berdasarkan faktor-faktor resiko tersebut di atas akan menimbulkan
berbagai masalah kesehatan pada remaja sehingga akan semakin menempatkan
remaja sebagai bagian dari populasi berisiko di masyarakat dari aspek kesehatan
reproduksi remaja, anatara lain:
a. Penyakit Akibat Hubungan Seksual atau Sexual Transmitted Diseases (STDs)
Hasil

survey

Nasional

2003-2004

menunjukkan

24%

dari

remajaperempuan berusia 14 sampai 19 tahun memiliki bukti laboratorium


menderita salah satu dari STD berikut: Human Papillomavirus (HPV, 18 %),
Chlamydia Trachomatis (4 %), Trichomonas Vaginalis (3 %), Herpes Simpleks
Virus tipe 2 (HSV-2, 2 %), atau Neisseria Gonorrhoeae. Di antara gadis yang
melaporkan pernah memiliki hubungan seks, 40% memiliki bukti laboratorium
salah satu dari empat STD, sebagian besar HPV (30 %) dan Klamidia (7 %).
Khusus Gonore Genital pada tahun 2008 meningkat dari 31 per 100.000
perempuan dari usia 10-14 tahun untuk 636,8 per 100.000 penduduk pada anak
berusia 15-19 tahun. Klamidia Genital usia 15- 19 tahun perempuan jauh lebih
tinggi di 3.275,8 per 100.000 pada tahun 2008 (Dennis, 2010).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

27
b. Kehamilan remaja atau teenage pregnancy
Hasil penelitian di Selatan dan Tenggara Amerika Serikat melaporkan 4,3
juta kelahiran pada tahun 2006, sekitar 435.000 dari kelahiran adalah ibu usia
15- 19 tahun, atau meningkat 21.000 remaja memiliki bayi dari tahun 2005.
Sementara di Misisipi pada tahun 2006 melaporkan kehamilan remaja
meningkat 60% dari rata-rata nasional dan di New Mexico, dan Texas
kehamilan remaja meningkat 50% dari rata-rata nasional (Heather, 2009).
c. Abortus
Hasil penelitian di Amerika menunjukan angka abortus pada tahun 2006
sebanyak 19,3 % dari 1.000 remaja perempuan melakukan tindakan aborsi
karena kehamilan. Kondisi ini 1% lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2005
(Institute, G, 2010).
d. Status perkawinan/kawin muda
Hasil penelitian di Mumbai tahun 2006-2007 menunjukan bahwa dari 142
remaja yang hamil, 134 (94%) pasien sudah menikah dan 8 (5,63%) pasien
belum menikah. Dari 134 yang sudah menikah 33% menikah dibawah usia 18
tahun. Pernikahan dini ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan
dan kehamilan pada remaja (Dubhashi and Wani, 2008).
e. Putus Sekolah
Jumlah remaja putus sekolah usai 13-18 tahun atau setara dengan usia
SMP dan SMU di kota Kediri di tahun 2006 telah mencapai 4.087 remaja
(Hapsari, 2009).
2.6

Hubungan Pola Asuh dengan Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran


Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mempersiapkan untuk menikah
dan kehidupan keluarga. Dalam rangka mempersiapkan untuk menikah, remaja harus
mengembangkan hubungan yang lebih dewasa dengan teman sebaya (Duval & Miller,
1985). Salah satu cara untuk memenuhi tugas perkembangannya, remaja membentuk

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

28
hubungan berpacaran yang merupakan proses sosialisasi hubungan heteroseksual dan
merupakan proses menyeleksi dan memilih pasangan hidup (Santrock, 2007).
Hubungan pacaran yang paling banyak terjadi pada masa remaja adalah hubungan
cinta romantis (romantic love), dimana dalam hubungan tersebut hasrat seksual sangat
kuat (Santrock, 2007).
Pengetahuan dan pengertian anak mengenai seksualitas sangat dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga dan budaya mikronya (microculture) (Duval & Miller, 1985) karena
orangtua dan teman sebaya adalah agen sosialisasi utama yang mempengaruhi perilaku
seksual remaja (Miller & Fox dalam Clawson & Weber, 2003).
Orangtua dalam mensosialisasikan pengetahuan dan pengertian mengenai
seksualitas kepada anaknya memiliki berbagai tipe pendekatan umum yang mereka
lakukan. Pendekatan umum ini menurut Davenport (1994) adalah apa yang dinamakan
dengan pola asuh. Menurut Baumrind, pola asuh dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Otoriter,
Otoritatif dan Permessive, sedangkan Maccoby dan Martin menambahkan satu lagi
pendekatan yaitu Uninvolved. (Boyd & Bee, 2006).
Salah satu pendekatan umum orangtua kepada anaknya mengenai topok seksual
adalah dengan berdiskusi dan membahas topik-topik tersebut. Menurut Blake, Simkin,
Ledsky, Perkins, & Calabrese (dalam Strong, Devault, Sayad, & Yarber, 2005)
keterlibatan orangtua dalam diskusi mengenai seksualitas dengan anak-anak mereka
merupakan faktor utama dalam mencegah perilaku berisiko, termasuk hubungan seksual
dini (early sexual intercourse). Sedangkan pola asuh orangtua yang selalu mengkritik dan
menggunakan hukuman fisik akan mendorong remaja untuk melakukan perilaku berisiko,
yaitu menggunakan narkoba dan perilaku seks pranikah (Damayanti, 2007).
2.7

Kerangka Teori
Gambar 2.1 Teori A Sociological Approch to Understanding Human Sexuallity
oleh DeLamater, 1987.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

29
POPULAR VALUE

Macro

SEXUAL IDEOLOGY/
ORIENTATION
SOCIAL
INSTITUTION

Asceticism
Procreational

Religion

Relational

Family

Recreational

Economi

Therapeutic

Medicine

INSTITUTIONAL

SOCIAL CONTROL

STRUCTURE

Scenarios

Centralitation of authority

Rewards/Punisment

Economic dependence

Evaluation Stigma

Stability of formal roles


Subcultural
INTERGROUP RELATIONS

STRENGHT OF GROUP BOUNDARIS


IMPORTANCE OF MEMBERSHIP
Religion
Gender
Marital Status
Social Class

Interpersonal

SOCIALIZATION

OPPORTUNITIES

Parents

Atunomy

Peers

Partner

Individual
SEXUAL DESIRE

SEXUAL

SEXUAL SCRIPTS

PREFERENCE

Sumber: A Sociological Approch to Understanding Human Sexuallity oleh DeLamater dalam


Hyde 1990
Dalam tersebut sosiolog melihat ada 4 (empat) tingkatan masyarakat yang
berpengaruh terhadap perilaku seksualitas manusia yaitu, tingkat makro atau masyarakat
secara keseluruhan. Tingkat subkultur dimana kelas sosial seseorang atau kelompok etnis
dapat memiliki pengaruh terhadap seksualitas seseorang. Pada tingkat interpersonal
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

30
dimana interaksi dengan orangtua, kelompok teman sebaya atau pasangan mempengaruhi
kita. Yang terakhir adalah tingkat individu, dimana masing-masing kita mempunyai
masing-masing tingkatan dorongan/hasrat seksual, orientasi seksual dan sebentuk sexual
scripts yang tersimpan di memori masing-masing.
Berdasarkan teori Lawrence Green, maka faktor-faktor predisposisi, pemungkin
dan penguat dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Predisposisi :
Karakteristik remaja (jenis
kelamin, umur dan usia pubertas)
Pengetahuan kesehatan reproduksi
remaja
Sikap terhadap perilaku seksual
remaja
Sikap terhadap keperawanan dan
keperjakaan pada remaja

Faktor Pemungkin :
Jumlah pasangan yang dimiliki
Lama pertemuan dengan pasangan

Perilaku seksual remaja

Faktor Penguat :
Komunikasi dengan orangtua
Komunikasi dengan teman sebaya
Pola asuh orangtua
Perilaku orangtua
Peran sekolah/guru

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

31
BAB 3
KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL

3.1

Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori menurut DeLameur dan Lawrence Green yang telah
diuraikan sebelumnya, maka untuk lebih memperjelas arah dan hubungan dari variabelvariabel dalam penelitian ini, peneliti membuat suatu kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Predisposisi:

Karakteristik remaja terkait dengan


kesehatan reproduksi

Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja

Sikap terhadap perilaku seksual remaja

Sikap terhadap keperawanan dan


keperjakaan pada remaja

Faktor Kontrol Sosial:

Jumlah pasangan yang dimiliki

Lama pertemuan dengan pasangan

Ketersediaan remaja untuk berperilaku

Perilaku
seksual
remaja SMK M Di
Jakarta

seksual

Rujukan perilaku seksual remaja

Faktor Penguat:

Sikap dan perilaku dari orangtua remaja:


Pola komunikasi orangtua
Kekuatan keluarga

Komunikasi dengan teman sebaya

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

32
3.2

Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi Operasional

Skala

Hasil Ukur

Cara dan
alat ukur

Variabel Independen
1

Pola komunikasi
orangtua

Interaksi antara
responden dengan
orangtua tentang
masalah remaja yang
mengandung unsurunsur keterbukaan,
empati, dukungan,
kepositifan dan
kesamaan

Ordinal

Jumlah skor yang


dikategorikan
menjadi 2
kelompok:

Kuesioner
dan FGD

1. Pola
komunikasi
disfungsional
(nilai skor <
mean)
2. Pola
komunikasi
fungsional
(nilai skor
mean)

Kekuatan
keluarga

Proses
pengambilan
keputusan
anggota
keluarga dan
melaksana-kan
hasil
keputusan

Ordinal

Jumlah skor yang


dikategorikan
menjadi 2
kelompok:

Kuesioner
dan FGD

1. Kurang baik
(nilai skor <
mean)
2. Baik (nilai skor
mean)

Variabel Confounding
1

Jenis kelamin

Usia pubertas

Ciri biologis anatomi


tubuh yang dimiliki
responden

Nominal

Usia (dalam tahun) saat Ordinal


mendapat menstruasi
(haid) pertama kali
pada perempuan dan
mimpi basah pertama

1. Laki-laki
2. Perempuan
1. Pubertas dini
2. Pubertas
normal

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Kuesioner
dan FGD
Kuesioner
dan FGD

33
kali pada laki-laki
3

Pengetahuan

Wawasan ilmu yang


dimiliki responden
sekitar kesehatan
reproduksi, meliputi:
pubertas, kehamilan,
dan dampak perilaku
seksual

Ordinal

Jumlah skor yang


dikategorikan
menjadi 2
kelompok:

Kuesioner
dan FGD

1. Pengetahuan
rendah (nilai
skor < mean)
2. Pengetahuan
tinggi (nilai
skor mean)

Sikap

Tanggapan positif atau


negatif responden
terhadap perilaku
seksual

Ordinal

Jumlah skor yang


dikategorikan
menjadi 2
kelompok:

Kuesioner
dan FGD

1. Sikap negatif
(nilai skor <
mean)
2. Sikap positif
(nilai skor
mean)
Variabel Dependen
1

Perilaku seksual
remaja

Tindakan responden
untuk mendapat
kepuasan seksual
mulai dari berisiko
ringan (mengobrol,
nonton film, jalanjalan, berpelukan,
cium pipi) hingga
berisiko berat
(mencium bibir, lidah,
leher, meraba daerah
erogen, petting,
berhubungan seksual)

Ordinal

1. Berisiko berat, Kuesioner


jika melakukan dan FGD
mencium bibir,
lidah, leher,
meraba daerah
erogen, petting,
berhubungan
seksual
2. Berisiko
ringan, jika
melakukan
mengobrol,
nonton film,
jalan-jalan,
berpelukan,
cium pipi

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

34
3.3 Hipotesis
3.3.1 Ada hubungan antara pola komunikasi orangtua dengan perilaku seksual berisiko
pada remaja kelas X SMK M, Jakarta.
3.3.2 Ada hubungan antara kekuatan keluarga dengan perilaku seksual berisiko pada
remaja kelas X SMK M, Jakarta.
3.3.3

Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko pada remaja
kelas X SMK M, Jakarta.

3.3.4

Ada hubungan antara usia pubertas dengan perilaku seksual berisiko pada remaja
kelas X SMK M, Jakarta.

3.3.5

Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja
kelas X SMK M, Jakarta.

3.3.6

Ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual berisiko pada remaja kelas X
SMK M, Jakarta.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

35
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dan kuantitatif digunakan secara
bersama-sama. Pendekatan yang digunakan pada teknis analisis data kuantitatif adalah
crossectional yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu untuk melihat dan
menilai keadaan responden pada saat pengamatan.
Teknis analisis data kualitatif dilakukan dengan menggunakan desain penelitian
Rapid Assessment Procedures (RAP). Rapid Assesment Procedures (RAP) adalah
cara penilaian cepat yang dikenalkan oleh Schrimshaw SCM & Hurtado (1992) untuk
memperoleh informasi yang mendalam tentang hal apa saja yang melatar belakangi
perilaku kesehatan masyarakat termasuk faktor sosial budaya dalam waktu yang relatif
singkat. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada RAP adalah wawancara
mendalam (Indepth Interview) yang dilakukan pada orangtua siswa dan guru kesiswaan
SMK Malahayati serta Focus Group Discusion (FGD) yang dilakukan pada sekelompok
siswa. Melalui metode penelitian kualitatif diharapkan penelitian ini dapat menggali
informasi secara mendalam mengenai pendapat serta gambaran perilaku seksual remaja
di SMK M Jakarta tahun 2013.

4.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan M Jakarta. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April - Mei 2013. Alasan peneliti melakukan penelitian di SMK
M, Jakarta karena berdasarkan fenomena yang peneliti temui perilaku berpacaran yang
semakin bebas dan menjurus ke aktivitas perilaku seksual sebelum menikah.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

36
4.3

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK M , Jakarta yang
berjumlah 108 siswa. Dalam penelitian pendekatan kuantitatif ini menggunakan sampel
jenuh, pengertian dari sampel jenuh adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut, menurut Sugiono (2008) sampel jenuh adalah teknik
sampel bila semua anggota dijadikan sebagai sampel. Pada penelitian ini sampel yang
digunakan sebesar 108 siswa, yaitu jumlah seluruh siswa yang ada di kelas X SMK M,
Jakarta.

4.4

Informan Penelitian
Moleong (2004) mengatakan bahwa sampling dalam penelitian kualitatif
bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari sumber, merinci kekhususan
yang ada dan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang
akan muncul. Sampel penelitian dipilih dengan mengikuti asas kecukupan yaitu data yang
diperoleh dari informan diharapkan dapat menggambarkan fenomena yang berkaitan
dengan topik penelitian. Sedangkan asas kesesuaian berarti informan dipilih berdasarkan
keterkaitan dengan topik penelitian. Penentuan sumber data atau informan dilakukan
secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Karena itu orang
yang dijadikan sampel atau informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
4.4.1 Informan bersedia untuk diwawancarai
4.4.2 Informan merupakan siswa kelas X SMK M, Jakarta
4.4.3 Informan siswa masih tinggal bersama orangtua
4.4.4 Informan merupakan orangtua dari siswa SMK M, Jakarta
4.4.5 Informan merupakan guru kesiswaan yang membimbing di SMK M, Jakarta

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

37
4.5

Etika Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian sebaiknya melindungi responden dengan
memperhatikan aspek etika dan berpegang teguh pada prinsip- prinsip penelitian (Polit &
Beck, 2004). Prinsip etika yang diterapkan dalam penelitian ini adalah: Self
determination, anonymity and confidentiality, privacy, protection from discomfort and
harm.
4.5.1 Self determination
Memeberikan kebebasan responden menentukan berpartisipasi pada
penelitian atau tidak, tanpa paksaan dan sewaktu-waktu ia boleh mengundurkan
diri tanpa sanksi apapun. Pada penelitian ini responden diberikan haknya secara
bebas kesediaan sebagai responden atau tidak. Untuk mencegah terjadinya
penolakan responden pada penelitian ini sebelum diberikan kuesioner maka
peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan atau membina hubungan saling
percaya dengan responden serta menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian
sehingga diharapkan klien bersedia sebagai responden.
4.5.2 Anonymity and confidentiality
Penelitian ini menjaga kerahasiaan atas informasi-informasi data yang
dikumpulkan dari kuesioner yang dibagikan kepada responden sebagai
impelementasi prinsip anonymity. Peneliti tidak mencantumkan nama lengkap
responden namun hanya mencantumkan inisial dan confidentiality diartikan
bahwa peneliti tidak mempublikasikan keterikatan informasi yang diberikan
dengan identitas responden, sehingga dalam analisis dan penyajian data hanya
menggambarkan karakteristik responden.
4.5.3 Privacy
Peneliti menjamin privacy responden dan menjunjung tinggi harga diri
responden serta mengedepankan rasa hormat. Peneliti dalam berkomunikasi
dengan responden hanya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian,
tidak menanyakan yang berkaitan privacy responden melalui persetujuan
responden. Pada penelitian ini, peneliti menanyakan, hal yang berhubungan
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

38
dengan pola komunikasi, kekuatan keluarga dan resiko perilaku seksual dengan
menjaga kerahasiaan isi kuesioner, oleh karena itu pengisian kuesioner dilakukan
di luar atau tanpa pengawasan orang tua.
4.5.4 Protection from discomfort and harm
Penelitian dilakukan dengan tidak menimbulkan penderitaan baik fisik
maupun psikis bagi responden. Pada penelitian ini, peneliti memberikan
kesempatan bagi responden untuk menyampaikan ketidaknyamanan jika merasa
tidak dapat melanjutkan pengisian kuesioner.
4.5.5

Informed consent
Responden mendapat informasi yang adekuat terkait penelitian yang akan
dilakukan sehingga mampu memahami informasi, mempunyai kebebasan
memilih, memberikan persetujuan secara sukarela dan berpartisipasi dalam
penelitian atau menolak berpartisipasi dalam penelitian.
peneliti

menjelaskan

Pada penelitian ini,

dan memberikan kesempatan kepada calon responden

untuk bertanya dan memahami unsur yang akan diteliti. Responden menyetujui
untuk berpartisipasi maka responden menandatangani lembar persetujuan.

4.6

Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara yaitu
wawancara dan penyebaran kuesioner.
4.6.1

Wawancara
Untuk

mendapatkan

informasi

selengkap

mungkin

mengenai

permasalahan dalam penelitian, dilakukan pengumpulan data dengan metode


wawancara mendalam (in depth interview) karena masalah yang didiskusikan
bersifat sensitif sehingga diharapkan informan dapat memberikan informasi
secara nyaman, terbuka dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

39
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terbuka. Peneliti bertanya langsung kepada informan yang dipilih, yaitu pihakpihak yang berkompeten yang dianggap mampu memberikan gambaran dan
informasi yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam
penelitian ini (Sugiyono, 2009:140). Dalam hal ini peneliti mewawancari siswa
SMK MH, Jakarta Timur, orangtua siswa dan guru bidang kesiswaan tentang
karakteristik remaja, pengetahuan, sikap, nilai keperjakaan dan keperawanan,
pola komunikasi orangtua, kekuatan keluarga dan perilaku seksual.

Pedoman

wawancara sesuai dengan Lampiran 1.


4.6.2

Kuesioner
Kuesioner merupakan seperangkat pertanyaan tertulis yang diberikan
kepada responden (Sugiyono, 2009:142). Melalui kuesioner dapat diperoleh data
mengenai karakteristik remaja, pengetahuan, sikap, nilai

,keperjakaan

dan

keperawanan, pola komunikasi orangtua, kekuatan keluarga dan perilaku seksual.


Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden. Dalam pengambilan data
kuantitatif peneliti dibantu oleh pihak sekolah dalam hal ini guru-guru yang
sedang mengajar di masing-masing kelas. Pengambilan data dilakukan dalam dua
hari karena dikhawatirkan ada siswa yang tidak masuk sekolah pada saat
pengambilan data. Daftar pertanyaan kuesioner sesuai dengan lampiran 2.

4.7

Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel berkaitan dengan karakteristik
remaja, pengetahuan, sikap, nilai keperjakaan dan keperawanan, pola komunikasi
orangtua, kekuatan keluarga dan perilaku seksual, dalam penelitian ini dipergunakan
beberapa instrumen penelitian seperti pedoman wawancara sebagai panduan wawancara,
dan kuesioner sebagai instrumen pendukung. Sebagai untuk merekam hasil wawancara
dan gambar-gambar yang ada di lapangan dipergunakan alat perekam, kamera dan buku
catatan lapangan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

40
4.8

Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan langkah selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Editing data (memeriksa data)
Tahap ini merupakan penyuntingan data yang terkumpul dengan cara
memeriksa kelengkapan dan kesalahan pengertian kuesioner. Editing data
dilakukan oleh peneliti, bila terdapat ketidak lengkapan atau kesalahan
pengisian data maka kuesioner dikembalikan kepada responden untuk
dilengkapi.
2. Coding data (mengkode data)
Pada tahap ini memberikan kode pada setiap data yang telah dikumpulkan
untuk memudahkan pengolahan data.
3. Scoring data (pemberian skor atau nilai)
Dalam pemberian skor digunakan skala Gutman dan skala Likert yang
merupakan cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan
sebagai berikut:
a. Skala Gutman
Kuesioner dengan jawaban Benar atau Salah, maka panduan
penentuan penilaian dan skoringnya adalah sebagai berikut:

Jumlah pilihan : 2

Jumlah pertanyaan : 10

Skoring terendah : 0 (pilihan jawaban yang salah)

Skoring tertinggi : 1 (pilihan jawaban yang benar)

Jumlah skor terendah : skoring terendah x jumlah pertanyaan =


0 x 10 = 0 (0%)

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

41

Jumlah skor tertinggi : skoring tertinggi x jumlah pertanyaan =


1 x 10 = 10 (100%)

b. Skala Likert
1) Pilihan jawaban pertanyaan kuesioner lebih dari 2 dan minimal
3, contohnya Sangat Setuju, Setuju, Kurang Setuju, Tidak
Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Adapun panduan penentuan
penilaian dan skoringnya adalah sebagai berikut:

Jumlah pilihan : 5

Jumlah pertanyaan : 10

Skoring terendah : 1 (pilihan jawaban yang salah)

Skoring tertinggi : 5 (pilihan jawaban yang benar)

Jumlah skor terendah : skoring terendah x jumlah pertanyaan =


1 x 10 = 10 (10/50 x 100% = 20%)

Jumlah skor tertinggi : skoring tertinggi x jumlah pertanyaan =


5 x 10 = 50 (100%)

2) Pilihan jawaban pertanyaan pilihan ganda. Kriteria penilaian ini


digolongkan dalam empat tingkatan dengan penilaian sebagai
berikut:

Jawaban a, diberi skor 3

Jawaban b, diberi skor 2

Jawaban c, diberi skor 1 (Sudjana, 2001: 106)

4. Entry data (memasukkan data)


Seluruh data yang telah di coding dilakukan entry data dengan
komputerisasi.
5. Cleaning data (mengolah data)
Setelah dilakukan pengentrian data kemudian dilakukan pengecekan ulang
untuk memastikan apakah data sudah bersih dari kesalahan, sehingga data siap
untuk dianalisis dengan bantuan program komputer.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

42
6. Tabulasi
Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi
kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi
diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil tabulasi dapat
berbentuk:
a.

Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari


kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip.

b.

Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden


tertentu dan tujuan tertentu.

c.

Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah
dianalisa (Hasan, 2006: 20).

4.9

Analisis Data
Analisis Data menurut Hasan ( 2006: 29) adalah memperkirakan atau dengan
menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian
terhadap

suatu

(beberapa)

kejadian

lainnya,

serta

memperkirakan/meramalkan

kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai variabel. Proses
analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh baik melalui hasil
kuesioner dan bantuan wawancara.
1.

Analisis Univariat
Untuk mendapat gambaran distribusi frekuensi masing-masing
variabel

independen

(pola

komunikasi

orangtua

dan

kekuatan

keluarga), variabel confounding (jenis kelamin, usia pubertas, agama,


suku, pengetahuan dan sikap,), dan variabel dependen (perilaku seksual
remaja).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

43
2.

Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen apakah bermakna atau tidak, uji statistik yang akan
dipakai yaitu Chi Square dengan batas kepercayaan () 0,05 dengan
estimasi confidencial interval (CI) dengan tingkat kepercayaan 95%, bila
p< maka ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
Analisis data kualitatif dilakukan secara manual dengan menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut (Moleong, 1991 dalam Fitria, 2008)


1.

Sorting data, yaitu informasi atau data yang diperoleh berupa kata-kata
dibuat menjadi sistematis.

2.

Classifying data, yaitu mengklasifikasikan informasi yang telah disusun


sebelumnya agar dapat dibandingkan antar informan

3.

Content analysis, yaitu menganalisis data dengan tehnik yang digunakan


adalah dengan matriks pengumpulan data penelitian dan analisis
berdasarkan data diperoleh dari hasil penelitian.

4.10

Pengecekan Keabsahan Data / Validitas Data


Agar validitas tetap terjaga, dilakukan uji validitas yaitu dengan triangulasi.
Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
(Moleong, 2004). Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dengan kategori
informan yang berbeda yaitu informan siswa-siswi kelas X SMK M dan informan kunci
dua orang perwakilan dari orangtua siswa/siswi SMK M serta seorang guru kesiswaan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

44
BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1

Gambaran Kondisi Penelitian


5.1.1

Penelitian dengan Metode Kuantitatif


Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa
penyebaran kuesioner kepada seluruh murid kelas X SMK M di Jakarta.
Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan
analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan
atau oleh sistem yang sudah ada. Pelaksanaan penyebaran kuesioner ini
seluruhnya dilakukan pada satu hari. Pengisian kuesioner dilakukan secara
bergilir pada empat kelas dan setiap siswa memiliki waktu selama 30 menit untuk
mengisi seluruh soal pada kuesioner yang berjumlah 60 soal.

5.1.2

Penelitian dengan Metode Kualitatif


Focus Group Discussion (FGD) ini melibatkan dua kelompok FGD, yaitu
kelompok siswa laki-laki dan siswa perempuan dengan setiap kelompok terdiri
dari 6 siswa. Kriteria pemilihan informan berdasarkan ketersediaan untuk
mengikuti wawancara, merupakan siswa siswi yang memiliki pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja dan perilaku seksual berisiko tinggi. FGD ini
dilakukan selama dua hari dan bertempat diruang BK. Sedangkan untuk
wawancara mendalam (in depth) dilakukan kepada dua orangtua siswa dan guru
bimbingan konseling SMK M. Wawancara dengan guru BK dilaksanakan
sebelum melakukan FGD dengan siswa perempuan. Wawancara dilakukan
dengan santai dan terbuka diruang kerja guru BK yang merupakan tempat sebagai
diskusi atau curhat antara siswa dengan guru. Wawancara mendalam juga
dilakukan dengan dua orangtua siswa yang dilaksanakan pada waktu dan tempat
yang terpisah. Orangtua yang menjadi informan penelitian merupakan orangtua

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

45
salah satu dari siswa dan siswi SMK M yang ikut serta dalam proses FGD.
Kriteria sebagai informan orangtua yaitu bersedia untuk di wawancarai,
merupakan orangtua dari siswa dengan pola komunikasi dan kekuatan keluarga
fungsional dan disfungsional
5.2

Analisis Univariat
5.2.1

Karakteristik Responden
Tabel dibawah ini menyajikan karakteristik responden sesuai dengan
variabel yang diteliti.
Tabel 5.1
Distribusi Umur Remaja Kelas X SMK M Tahun 2013
Variabel

Mean

SD

Umur

15,63

0,65

Minimal-

95% CI

Maksimal
15-18

15,51-15,75

Hasil analisis didapatkan rata-rata usia responden adalah 15,63 tahun


(95% CI: 15,51-15,75), dengan standar deviasi 0,65 tahun. Usia termuda 15
tahun dan tertua 18 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95%

diyakini rata-rata usia responden adalah diantara 15,51 sampai dengan

15,75 tahun.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Remaja
Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase

Laki-laki

96

89%

Perempuan

12

11%

Total

108

100%

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

46
Distribusi responden kurang merata untuk masing-masing jenis kelamin.
Paling banyak jumlah responden laki-laki yaitu 96 orang (89%), sedangkan untuk
responden perempuan sebanyak 12 orang (11%).
Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Usia Mimpi Basah Pertama (Laki-Laki)
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Usia Pubertas

Jumlah

Persentase

14 tahun atau Lebih

39

40,6%

Sebelum 14 Tahun

57

59,4%

Total

96

100%

Distribusi responden menurut usia pada saat mimpi basah pertama (usia
pubertas) merata untuk masing-masing tingkatan umur. Paling banyak, responden
yang mengalami mimpi basah pertama sebelum umur 14 tahun yaitu 57 orang
(59,4%), sedangkan untuk responden yang mengalami mimpi basah pertama saat
umur 14 tahun atau lebih sebanyak 39 orang (40,6%)
Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Usia Menstruasi Pertama (Perempuan)
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Usia Pubertas

Jumlah

Persentase

12 tahun atau Lebih

58,3%

Sebelum 12 Tahun

41,7%

Total

12

100%

Distribusi responden menurut usia menstruasi pertama (usia pubertas)


merata untuk masing-masing tingkatan umur. Paling banyak, responden yang
mengalami menstruasi pada umur 12 tahun atau lebih yaitu 7 orang (58,3%),
sedangkan untuk responden yang mengalami menstruasi pertama sebelum 12
tahun sebanyak 5 orang (41,7%).

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

47
5.2.2

Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi


Tabel 5.5

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi


pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase

Rendah

5,6%

Tinggi

102

94,4%

Total

108

100%

Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan tentang kesehatan


reproduksi tidak merata untuk masing-masing tingkat. Paling banyak responden
dengan tingkat pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 102 orang (94,4%), sedangkan
responden dengan tingkat pengetahuan yang rendah sebanyak 6 orang (5,6%).
Hal ini sesuai dengan hasil diskusi bersama kedua kelompok FGD yang
dimana kedua kelompok tersebut memiliki tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi yang tinggi.
Kedua kelompok telah mengetahui tanda atau ciri-ciri dan perubahan fisik
yang terjadi pada anak laki-laki dan perempuan bila memasuki masa pubertas,
hubungan seksual yang dapat menyebabkan kehamilan, proses kehamilan dan
dampak melakukan hubungan seksual pada usia remaja. Hal ini dapat dilihat dari
jawaban informan sebagai berikut
Iya kalo anak cowok biasanya udah mimpi basah kalo cewek udah menstruasi kak
Kalo cewe itu perubahan fisik terutama buah dada, pinggang, suara sedikit
membesar. Kalo cowok, bulu kaki mulai lebat, jakun bertumbuh, perubahan suara
berbicara
Iya bisa kalo spermanya dikeluarin didalem trus ceweknya lagi subur.. ya hamil deh
Bertemunya sel sperma dan sel telur.. dan melakukan hubungan seksual tanpa alat
pengaman

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

48
Bisa hamil, kena HIV AIDS, katanya sih bikin ketagihan, dosa, kalo ketauan bisa
dimarahin orangtua sama dikeluarin dari sekolah

Kesimpulan yang didapatkan dari wawancara mendalam bersama


informan orangtua dan guru kesiswaan ialah seluruh responden setuju dengan
adanya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi remaja di sekolah. Hal ini
sesuai dengan jawaban dari informan orangtua seperti berikut
Iyaa sangat diperlukan.. kalo disekolah kan udah pasti bener ajarannya. Takutnya
anak-anak nanti nyari informasi dari tempat yang salah kayak dari internet nanti yang
ada malah pemerkosaan

5.2.3

Sikap Terhadap Perilaku Seksual


Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Sikap Terhadap Perilaku Seksual
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Sikap

Jumlah

Persentase

Negatif

30

27,8%

Positif

78

72,2%

Total

108

100%

Distribusi responden menurut sikap terhadap perilaku seksual kurang


merata untuk masing-masing jenis sikap. Paling banyak responden dengan sikap
positif yaitu sebanyak 78 orang (72,2%), sedangkan responden dengan sikap
negatif sebanyak 30 orang (27,8%).
Hasil diskusi dengan kelompok laki-laki menguatkan sikap positif
terhadap perilaku seksual dengan mengatakan setuju untuk melakukan
hubungan seksual mulai dari yang berisiko ringan hingga berisiko berat. Hal
tersebut dalam dilihat dari jawaban informan dibawah ini
Ga setuju.. masa pacaran gak ada sentuhan fisik.. pasti lah ada sentuhan fisik cuma
sekedar gandengan tangan

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

49
Setuju.. apalagi kalo kita abis ML jadi tambah sayang banget sama pacar kak

Sedangkan

kesimpulan

yang

didapatkan

pada

kelompok

siswa

perempuan seluruh siswa bersikap negatif dengan tidak setuju untuk melakukan
perilaku seksual berisiko berat.
Kalo aku pegangan tangan sama usap-usap rambut ya gapapa lah tp kalo lebih dari
itu ya gak lah

Hampir seluruh informan di kedua kelompok menyatakan kesucian


pacar dan diri sendiri penting untuk dijaga. Hal ini terlihat pada jawaban
informan seperti berikut
Sangat penting kalo ceweknya ya emang masih perawan. Tapi kalo udah gak
perawan ya mau gimana lagi
Iya kak.. penting banget buat dijaga biar buat suami aja nanti

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan orangtua dan guru


kesiswaan dapat disimpulkan bahwa seluruh informan menganggap sikap anak
dan seluruh siswa SMK M bernilai negatif kepada perilaku seksual. Hasil ini
tidak menguatkan hasil analisa dimana lebih dari separuh responden
menyatakan bersikap permisif terhadap perilaku seksual. Berikut jawaban dari
informan orangtua dan guru kesiswaan
Anak saya enggak mau bergaul sama temen-temen yang enggak bener.. soalnya saya
enggak suka kalo anak saya maen sama berandal, takut kebawa-bawa enggak bener..
namanya juga anak baru tumbuh.. kalo sampe salah pergaulan bisa berabe
Disini sih anak-anak masih wajar ya pacarannya.. guru-guru juga tau siapa aja yang
pacaran disekolah

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

50
5.2.4

Pola Komunikasi Orangtua


Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Pola Komunikasi Orangtua pada
Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013

Pola Komunikasi Orang Tua

Jumlah

Persentase

Disfungsional

37

34,3%

Fungsional

71

65,7%

Total

108

100%

Distribusi responden menurut pola komunikasi orang tua kurang merata


untuk masing-masing tingkat dukungan. Paling banyak responden dengan pola
komunikasi orangtua yang fungsional yaitu sebanyak 71 orang (65,7%),
sedangkan responden dengan pola komunikasi orangtua yang disfungsional
sebanyak 37 orang (34,3%).
Berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok siswa laki-laki dapat
disimpulkan hampir seluruh atau empat dari enam informan memiliki pola
komunikasi disfungsional dengan tidak berjalannya proses diskusi dalam
keluarga. Hal tersebut dapat dilihat dari jawaban siswa berikut ini
Jarang kak.. biasanya bokap yang udah ngatur semuanya.. gak pernah.. saya ma
bokap gak terlalu akur. Sering ribut gara-gara beda pendapat

Sedangkan analisa distribusi diperkuat dengan hasil dari kelompok siswa


perempuan yang menyatakan bahwa seluruhnya memiliki pola komunikasi
fungsional dengan seringnya berdiskusi antara orangtua dengan anak.
Iya sering diskusi juga, nanti dikasih solusinya yang terbaik yang mana. Diterima
sih, saya masuk jurusan TKJ karena keinginan saya padahal bapak nyuruhnya jurusan
AP tapi ya akhirnya dibolehin

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan orangtua


dapat disimpulkan seluruh informan selalu melakukan komunikasi dan diskusi

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

51
dengan anak namun tidak dapat menerima keinginan atau pendapat anak. Hal
ini dapat dilihat dari jawaban salah satu informan seperti berikut
Iya kalo ada waktu kita sering sharing sekeluarga.. ya kadang kita paham lah apa
maunya anak namanya juga masih remaja.. banyak maunya.. tapi ya kalo kemauannya
bersifat negatif biasanya kami larang.. kami kasih solusi yang lain

Hasil wawancara dengan guru kesiswaan juga menunjukan tidak pernah


ada siswa yang bercerita mengenai komunikasi antara siswa dengan orangtuanya
tersebut.
Selama saya disini sih belum pernah ada yang cerita tentang masalah sama
orangtuanya

5.2.5

Kekuatan Keluarga
Tabel 5.8
Distribusi Responden Menurut Tingkat Kekuatan Keluarga
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Tingkat Kekuatan

Jumlah

Persentase

Kurang Baik

27

25%

Baik

81

75%

Total

108

100%

Keluarga

Distribusi responden menurut tingkat kekuatan keluarga kurang merata


untuk masing-masing tingkatan. Paling banyak responden dengan tingkat
kekuatan keluarga yang baik yaitu 81 orang (75%), sedangkan responden dengan
tingkat kekuatan keluarga yang kurang baik sebanyak 27 orang (25%).
Kesimpulan dari hasil diskusi dengan kelompok siswa perempuan
memperkuat hasil analisa distribusi responden dengan tingkat kekuatan keluarga
yang baik. Hal ini terlihat selalu meminta izin sebelum mengambil suatu

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

52
keputusan dan ketersedian untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh
orangtua. Hal tersebut sesuai dengan jawaban informan seperti berikut
Iya gak boleh, harus minta izin dulu kalo mau ngapa-ngapain
Iya harus setuju kak.. kalo gak setuju ya bakal diomelin nanti

Sedangkan pada kelompok siswa laki-laki dapat disimpulkan hanya


terdapat dua informan yang memiliki tingkat kekuatan keluarga kurang baik, hal
ini terlihat dari jawaban informan yang tidak bersedia mematuhi peraturan yang
ditelah ditetapkan oleh orangtua.
Gak kak.. tapi biasanya saya ya ambil keputusan sendiri.. baru deh abis itu bokap
ngomel-ngomel
Kalo dari bokap mah enggak. Suka ngekang saya.. tapi kalo nyokap nya kadang-kadang
saya nurutin aja

Kesimpulan yang didapatkan dari wawancara mendalam dengan informan


orangtua dan guru kesiswaan menunjukan bahwa orangtua memiliki kekuatan
dalam keluarga untuk membuat dan menetapkan keputusan yang harus disetujui
oleh anak. Hal ini dapat dilihat dari jawaban informan sebagai berikut
Harus.. karena sebelum buat keputusan udah dipertimbangkan, di diskusiin sama anak
biar dia ngerti maksud dari keputusan itu..
Iya dong kan kita ngasih tau yang baik buat anak kan sebelumnya udah diomongin dulu
sama anaknya
Juga gak pernah.. kalo larangan ya biasanya masih ada anak yang dilarang

buat

pacaran karena masih sekolah.. anak-anak gak dibolehin pulang malem sama
orangtuanya.. ya wajarlah yah itu..

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

53
5.2.6

Perilaku Seksual
Tabel 5.9
Distribusi Responden Menurut Risiko Perilaku Seksual
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Perilaku Seksual

Jumlah

Persentase

Berisiko Berat

52

48,1%

Berisiko Ringan

56

51,9%

Total

108

100%

Distribusi responden menurut risiko perilaku seksual hampir merata untuk


masing-masing tingkat risiko. Paling banyak responden dengan risiko perilaku
seksual yang ringan yaitu 56 orang (51,9%), sedangkan responden dengan risiko
berat sebanyak 52 orang (48,1%).
Hasil diskusi dengan kelompok siswa laki-laki menguatkan hasil analisa
distribusi responden dengan menunjukan terdapat tiga informan memiliki perilaku
seksual berisiko berat dan tiga informan lainnya dengan perilaku seksual berisiko
ringan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban informan yang telah melakukan
hubungan seksual pranikah semenjak masih duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama.
Paling kerumah temen kalo lagi gak ada duit.. kalo ada duit ya minjem kosan temen aja
buat berduaan.. pernah ke hotel juga sih
Kelas 2 SMP, sama kakak kelas dirumah temennya, akibatnya ketagihan sampe
sekarang

Sedangkan berdasarkan jawaban kelompok siswa perempuan dapat


disimpulkan bahwa seluruh informan memiliki perilaku seksual berisiko ringan
dengan pernyataan ketidaksetujuan untuk melakukan hubungan seksual pranikah
dan bentuk perilaku seksual lainnya yang termasuk kategori perilaku seksual
berisiko berat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa jawaban informan tersebut
Ngobrol diteras rumah

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

54
Ya ngobrol aja.. pacarannya disekolahan doang

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan


orangtua, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual seluruh anak informan tidak
berisiko berat dikarenakan anak berada di dalam pergaulan yang bersifat positif.
Hal dapat dilihat dari jawaban informan seperti berikut
Anak saya sampe saat ini belum pacaran.. tapi kalo berteman enggak saya
batasihanya saya harus mengenal siapa aja temen-temennya dan ya biasanya
temennya seputar temen sekolah, temen klub atau temen les aja..
Selama ini sih temen-temen yang kerumah anak baik-baik.. jadi saya percaya sama
dia.. kalo pacaran blom ada anak cewek yang dibawa kerumah.. jadi
saya kurang
tau

Sedangkan kesimpulan yang dapat diambil dari wawancara dengan guru


kesiswaan menyatakan bahwa perilaku seksual remaja SMK M masih berada di
batas normal atau berisiko ringan. Hal ini sesuai dengan jawaban informan
seperti berikut ini
Masih wajar yaa.. pacaran disekolah masih diawasi dan diingetin sama gurutapi ya itu mereka sering galau dan cepet down kalo putus sama pacarnya

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

guru

55
5.3

Analisis Bivariat
5.3.1

Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.10

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual


pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Risiko Perilaku Seksual
Jenis

Berat

Kelamin

Ringan

Total

OR

P
value

(95% CI)

Laki-Laki

50

52,1

46

48

96

100

5,4

Perempuan

17

10

83

12

100

1,1 26,1

Total

52

48,1

60

51,9

108

100

0,045

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan
perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 50 orang (52,1%)
responden laki-laki dengan risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan
diantara responden perempuan ada 2 orang (17%) yang berisiko berat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,045 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara responden laki-laki dan
perempuan. Nilai Odds Rasio yaitu 5,4 artinya responden laki-laki mempunyai
peluang 5 kali memiliki risiko perilaku seksual yang berat dibandingkan dengan
responden perempuan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

56
5.3.2

Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.11
Distribusi Rata-Rata Umur Menurut Risiko Perilaku Seksual
pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013

Perilaku

Mean

SD

SE

Berisiko Berat

15,75

0,71

0,1

Berisiko Ringan

15,52

0,57

0,08

Seksual

P value

0,063

N
52
56

Interpretasi :
Rata-rata umur kelompok remaja dengan risiko perilaku seksual yang
berat adalah 15,75 tahun dengan standar deviasi 0,71 tahun, sedangkan pada
kelompok remaja dengan risiko perilaku seksual yang ringan rata-rata umurnya
adalah 15,52 tahun dengan standar deviasi 0,57 tahun. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p=0,063, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan
yang signifikan pada umur antara remaja dengan risiko perilaku seksual berat
dan remaja dengan risiko perilaku ringan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

57
5.3.3

Hubungan Usia Pubertas (Laki-Laki) dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.12

Distribusi Responden Menurut Usia Pubertas (Laki-Laki) dengan Perilaku Seksual


pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Risiko Perilaku Seksual

Usia
Pubertas (Laki-

Berat

Ringan

OR

Total

P
value

Laki)

(95% CI)

14 Tahun atau Lebih

18

46,2

21

53,8

39

100

0,67

Sebelum 14 Tahun

32

56,1

25

43,9

57

100

0,3 1,5

Total

50

52,1

46

47,9

96

100

0,451

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan usia pubertas (laki-laki)
dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 18 orang (46,2%)
responden laki-laki mengalami pubertas pada usia 14 tahun atau lebih dengan
risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan diantara responden laki-laki yang
mengalami pubertas sebelum 14 tahun, ada 32 orang (56,1%) yang berisiko berat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,451 maka dapat disimpulkan pada alpha 5%
tidak ada perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara responden yang
mengalami pubertas pada usia 14 tahun atau lebih dengan responden yang
mengalami pubertas sebelum 14 tahun.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

58
5.3.4

Hubungan Usia Pubertas (Perempuan) dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.13

Distribusi Responden Menurut Usia Pubertas (Perempuan) dengan Perilaku Seksual


pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Usia Pubertas

Risiko Perilaku

(Perempuan)

Seksual
Berat

OR

value

Total
(95% CI)

Ringan

12 Tahun atau Lebih

14,3

85,7

100

Sebelum 12 Tahun

20,0

80

100 0,03 14,03

16,7

10

83,3

12

100

Total

0,7

0,79

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan usia pubertas
(perempuan) dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 1 orang
(14,3%) responden perempuan mengalami pubertas pada usia 12 tahun atau lebih
dengan risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan diantara responden
perempuan yang mengalami pubertas sebelum 12 tahun, ada 1 orang (20%) yang
berisiko berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,79 maka dapat disimpulkan
pada alpha 5% tidak ada perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara
responden yang mengalami pubertas pada usia 12 tahun atau lebih dengan
responden yang mengalami pubertas sebelum 12 tahun.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

59
5.3.5

Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku

Seksual
Tabel 5.14
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi
dengan Perilaku Seksual pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Pengetahuan

Risiko Perilaku Seksual

tentang

Berat

Total

Ringan

OR

(95% CI)

value

Kespro

Rendah

83,3

85,7

100

5,9

Tinggi

47

46,1

55

80

102

100

0,6 51,9

Total

52

48,1

56

51,9

108

100

0,18

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak
5 orang (83,3%) responden dengan pengetahuan rendah memiliki risiko perilaku
seksual yang berat, sedangkan diantara responden dengan tingkat pengetahuan
tinggi ada 47 orang (46,1%) yang berisiko berat. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,18 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi risiko
perilaku seksual antara responden dengan tingkat pengetahuan tinggi ataupun
rendah.
Berdasarkan hasil kesimpulan dari diskusi dengan kedua kelompok FGD
yang diambil menurut jawaban seluruh informan memiliki tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi yang tinggi namun tiga informan laki-laki diantaranya
memiliki perilaku seksual berisiko berat. Hal ini terlihat dari jawaban informan
seperti berikut
Iyaa perilaku yang udah megang-megang gitu deh.. mesum.. cipokan, grepegrepean trus jadi berhubungan seksual deh

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

60
Kalo positif ya malu gitu kalo ngeliat orang yang dia suka, salting gitu deh. Kalo negatif,
bawaannya pengen ngelobi aja, udah kena lobiannya ajak tidur terus tinggalin deh

5.3.6

Hubungan Sikap terhadap Perilaku Seksual dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.15
Distribusi Responden Menurut Sikap terhadap Perilaku Seksual

dengan Perilaku Seksual pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Risiko Perilaku Seksual
Berat

Sikap

Ringan

Total

OR

(95% CI)

value

Negatif

23

76,7

23,3

30

100

5,6

Positif

29

37,2

49

62,8

78

100

2,1 14,6

Total

52

48,1

56

51,9

108

100

0,001

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan sikap terhadap perilaku
seksual dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 23 orang
(76,7%) responden dengan sikap negatif memiliki risiko perilaku seksual yang
berat, sedangkan diantara responden dengan sikap positif ada 2 orang (17%) yang
berisiko berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan
ada perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara responden dengan sikap
negatif ataupun positif. Nilai Odds Rasio yaitu 5,6, artinya responden dengan
sikap negatif mempunyai peluang 6 kali memiliki risiko perilaku seksual yang
berat dibandingkan dengan responden dengan sikap positif.
Hasil yang didapatkan dari kedua kelompok FGD menyatakan bahwa
terdapat lima informan laki-laki yang bersikap permisif terhadap perilaku seksual
berisiko berat namun hanya tiga informan yang melakukan perilaku seksual
berisiko berat dan seluruh informan perempuan bersikap negatif terhadap perilaku
seksual berisiko berat.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

61
5.3.7 Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Seksual
Tabel 5.16
Distribusi Responden Menurut Pola Komunikasi Orang Tua
dengan Perilaku Seksual pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Risiko Perilaku Seksual
Pola
Komunikasi

Berat

Ringan

Total

OR

(95% CI)

value

Disfungsional

32

86,5

13,5

37

100

16,3

Fungsional

20

28,2

51

71,8

71

100

5,6 47,8

52

48,1

56

51,9

108

100

Total

0,0001

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan pola komunikasi orang
tua dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 32 orang (86,5%)
responden dengan pola komunikasi disfungsional memiliki risiko perilaku seksual
yang berat, sedangkan diantara responden dengan pola komunikasi fungsional ada
20 orang (28,2) yang berisiko berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,0001
maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara
responden dengan pola komunikasi disfungsional ataupun fungsional. Nilai Odds
Rasio yaitu 16,3, artinya responden dengan pola komunikasi disfungsional
mempunyai peluang 16 kali memiliki risiko perilaku seksual yang berat
dibandingkan dengan responden dengan pola komunikasi fungsional.
Hasil yang dapat disimpulkan dari diskusi dengan kedua kelompok FGD
mengenai pola komunikasi terhadap perilaku seksual berisiko menyatakan bahwa
seluruh informan laki-laki tidak pernah berdiskusi mengenai kesehatan reproduksi
remaja dengan orangtua dan tiga diantaranya memiliki perilaku seksual berisiko
berat. Sedangkan seluruh informan perempuan memiliki pola komunikasi
fungsional dan tidak memiliki perilaku seksual berisiko berat.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

62
Kesimpulan yang didapatkan dari informan orangtua menyatakan bahwa
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang dimiliki oleh orangtua dan
masih merupakan hal yang tabu untuk mendiskusikan masalah tersebut menjadi
penguat analisa pola komunikasi disfungsional terhadap responden dengan
perilaku seksual berisiko berat. Hal tersebut dapat dilihat dari jawaban informan
sebagai berikut
Hmmm mungkin karena masalah ini tabu ya buat dibicarain sama orangtua. Ya kita
jadi orangtua juga bingung mau menjelaskannya.. pengetahuan tentang masalah ini
kan juga gak banyak.. ya makanya semoga anak-anak ini bisa diajarin di sekolah.. kalo
sama guru kan mereka gak canggung

5.3.8

Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual


Tabel 5.17

Distribusi Responden Menurut Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual


pada Remaja Kelas X SMK M Jakarta Tahun 2013
Risiko Perilaku Seksual
Kekuatan
Keluarga

Berat

Ringan

Total

OR

(95% CI)

value

Kurang Baik

17

63

10

37

27

100

2,2

Baik

35

43,2

46

56,8

81

100

0,9 5,5

52

48,1

56

51,9

108

100

Total

0,12

Interpretasi :
Tabel di atas merupakan hasil analisis hubungan kekuatan keluarga
dengan perilaku seksual yang menunjukkan ada sebanyak 17 orang (63%)
responden dengan kekuatan keluarga yang kurang baik memiliki risiko perilaku
seksual yang berat, sedangkan diantara responden dengan kekuatan keluarga yang
baik ada 35 orang (43,2%) yang berisiko berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

63
p=0,12 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi risiko perilaku
seksual antara responden dengan kekuatan keluarga yang baik ataupun kurang
baik.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kedua kelompok FGD, dapat
disimpulkan bahwa terdapat empat informan laki-laki dengan kekuatan keluarga
yang baik namun tiga diantaranya memiliki perilaku seksual berisiko berat. Hal
ini dapat dilihat dari jawaban mengenai ketidak tersedianya peraturan mengenai
jam malam untuk anak seperti hasil jawaban berikut ini
Kalo lagi main sendiri apa lagi main sama temen sih gak pernah dicariin.. palingan kalo
lagi pergi sama pacar aja diingetin biar ga pulang malem-malem banget

Sedangkan hasil yang ditemui dari kelompok perempuan menyatakan


seluruh informan memiliki kekuatan keluarga yang baik dan memiliki perilaku
seksual berisiko ringan.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

64
BAB 6
PEMBAHASAN PENELITIAN
Kegiatan yang dilakukan dalam bab pembahasan adalah membandingkan antara hasil
penelitian dengan konsep teoritis dan hasil penelitian sebelumnya. Pada

bab ini juga akan

dijelaskan mengenai keterbatasan dalam penelitian.


6.1

Keterbatasan Penelitian
Penelitian adalah penelitian mengenai hubungan komunikasi dan kekuatan
keluarga dengan perilaku seksual yang berkaitan dengan norma dan nilai di
masyarakat sehingga memungkinkan responden tidak menjawab dengan jujur setiap
pertanyaan dalam kuesioner maupun wawancara.
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang terjadi.
Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional), dimana hasil
pengukuran terhadap variabel independen, variabel perancu dengan variabel dependen
hanya sebatas hubungan asosiatif.
Terdapat banyak faktor lain yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja
dan dapat dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini, namun karena keterbatasan
yang dimiliki yaitu ruang lingkup variabel, waktu, sumber daya, dana, metode
pengambilan, pengolahan dan analisis data maka peneliti hanya meneliti beberapa
variabel saja, diantaranya karakteristik responden yang dijadikan sebagai informasi
tambahan (jenis kelamin, umur, dan usia pubertas), pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, sikap terhadap perilaku seksual, nilai kesucian, pola komunikasi orangtua
dan kekuatan keluarga yang dijadikan variabel tidak terikat (independent), serta
perilaku seksual sebagai variabel terikat (dependent).

6.2

Pembahasan Hasil Penelitian


6.2.1

Variabel Dependen

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

65
6.2.1.1 Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Perilaku seks sebelum menikah pada remaja terjadi sebagai akibat
keinginan yang muncul dari setiap remaja yang belum masanya. ketika memasuki
usia remaja terjadi perubahan fisik, emosional maupun seksual. hormon seksual di
dalam tubuh mulai berfungsi. perubahan hormon tersebut ditandai dengan
kematangan seksual, sehingga dorongan seksual yang timbul semakin meluap.
baik remaja putra maupun putri akan merasakan adanya suatu dorongan seksual
tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukarni (2011) menunjukan bahwa
dari 112 responden, perilaku yang dilakukan waktu berpacaran yaitu cium bibir
(48%), cium mulut (46%), mencium leher (40%), meraba bagian erogen (34%),
dan hubungan seksual (22%). Seperti penelitian yang dilakukan pada remaja di
SMA Patriot Bekasi tahun 2008 diperoleh bahwa 14% remaja telah melakukan
hubungan seksual. Penelitian yang serupa pada siswa SMU di Purwokerto tahun
2009, memperoleh hasil bahwa 5% laki-laki dan 1,5% perempuan telah
melakukan hubungan seksual.
Hasil analisis univariat menunjukan sebanyak 52 responden (48%) siswa
dari 108 responden kelas X SMK M di Jakarta, berperilaku seksual berisiko berat
dan sisanya sebanyak 56 responden (52%) berperilaku seksual berisiko ringan.
Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa setengah dari jumlah responden
kelas X tersebut berperilaku seksual berisiko berat. Sesuai dengan definisi
operasional bahwa siswa yang termasuk dalam risiko berat yaitu siswa yang telah
melakukan cium bibir, lidah dan leher, meraba daerah erogen (sensitif) dan
berhubungan seksual.
Hasil analisis ini diperkuat dengan adanya kesimpulan dari kelompok
diskusi yakni tiga informan laki-laki yang sudah pernah melakukan hubungan
seksual pranikah.
Pernah. Tahun lalu.. waktu itu dirumah saya kak lagi pada kerja.. sama pacar yang
nomor dua

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

66
Ya pernah lah.. waktu kelas 3 SMP dirumah temen.. sama cewek gituan deh tapi bukan
sama pacar saya

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja salah


satunya adalah faktor lingkungan, dalam hal ini terman sebaya (peer group). Pada
masa remaja, kedekatan lebih banyak diberikan pada teman sebaya, karena ikatan
teman sebaya dapat menggatikan ikatan keluarga, sehingga remaja akan
mengikuti norma yang dianut oleh kelompoknya.
6.2.2

Variabel Independent

6.2.2.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja

Kelas X SMK M di Jakarta


Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 50 orang (52,1%)
responden laki-laki dengan risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan diantara
responden perempuan ada 2 orang (17%) yang berisiko berat. Berdasarkan nilai
OR, laki-laki memiliki kecenderungan memiliki perilaku seksual berisiko berat
lima kali lebih besar dibandingkan perempuan dan ada hubungan seksual yang
signifikan anatara jenis kelamin dan perilaku seksual remaja pada siswa kelas X
SMK M ini (p=0,045).
Hal ini sesuai dengan konsep yang kemukakan oleh Parson (1955, dalam
Sprinthall dan Collins, 1995) dan Archer (1991, dalam Humphreys dan Campbell,
2004) bahwa anak laki-laki akan mengalami perilaku agresif dan dominan.
Perilaku agresif dan dominan diperlihatkan dalam bentuk mudah marah dan kesal
terhadap orang lain. Hal ini akan mendorong remaja laki-laki untuk berperilaku
yang berisiko dalama kehidupannya. Sedangkan remaja perempuan secara
emosional juga akan mengalami reaksi stress adaptasi yang membutuhkan
dukungan selama mengalami menstruasi pada masa pubertasnya.
Hogan (1980) menyatakan bahwa anak laki-laki saat memasuki masa
pubertas mengalami peningkatan tinggi badan yang cepat sesuai pertumbuhannya,
tumbuhnya jerawat, pembesaran penis, ereksi spontan (Anonym, 2008). Tnibodeu

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

67
dan Patton (2007) menyatakan bahwa peningkatan hormon androgen remaja yang
memasuki masa pubertas akan meningkatkan pertumbuhan seks sekunder,
sehingga hal ini mengakibatkan anak yang mengalami masa pubertas mudah
terangsang oleh perempuan (Astuti, 2007). Remaja perempuan dalam masa
pubertasnya secara emosional mudah tertarik dengan lawan jenis dan mulai
menunjukkan perilaku seperti sering bercermin dan berdandan serta mencari
perhatian dari orang lain. Hal ini akan mengakibatkan remaja perempuan
berpeluang terhadap perilaku seksual berisiko di kehidupannya. Selain itu,
menurut Gunarsa (2004) dalam hubungan dengan lawan jenis laki-laki lebih
agresif sedangkan perempuan lebih pasif.
6.2.2.2 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X
SMK M di Jakarta
Penelitian telah menunjukan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada
remaja awal berbeda dengan masa remaja akhir. Dengan demikian, secara umum
masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal dan remaja akhir.
Garis pemisah antara awal dan akhir ini terletak kira-kira pada usia 17 tahun, usia
dimana remaja berada pada sekolah menengah tingkat atas.
Banyak penelitian yang menunjukan bahwa di masa sekarang terjadi
penurunan usia kematangan seksual yang berdampak pada meningkatnya aktivitas
seksual pada usia muda. Hal ini dibuktikan pada sebuah penelitian yang
menunjukan pada tahun 1971, rata-rata usia pertama sexual intercourse adalah
usia 16,4 tahun dan secara signifikan keadaan tersebut telah berubah dengan
ditemukannya penelitian yang mendapatkan hasil bahwa sepertiga remaja telah
melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum usia 15 tahun.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa proporsi remaja yang berumur 15
tahun lebih besar dibandingkan dengan remaja yang berumur 15 tahun keatas,
dari kesimpulan ditemukan bahwa 95% diyakini rata-rata usia responden adalah
diantara 15,51 sampai dengan 15,75 tahun.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

68
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui rata-rata
siswa yang memiliki perilaku berisiko berat berumur 15,75 dengan jumlah 52
siswa dan yang memiliki perilaku berisiko ringan berumur 15, 52 dengan jumlah
56 siswa. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,063, berarti pada alpha 5%
terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan pada umur antara remaja dengan
risiko perilaku seksual berat dan remaja dengan risiko perilaku ringan. Hal ini
dimungkinkan karena selisih umur yang tidak jauh berbeda pada responden satu
dengan lainnya dan mereka tinggal dalam lingkungan yang sama.
Hasil yang sama juga ditunjukan pada peneliti yang dilakukan oleh
Hudayanti (2013) mengenai perilaku seksual remaja di Blitar. Dengan demikian,
risiko perilaku seksual pranikah merupakan hal yang harus diperhatikan, karena
dalam masa remaja terjadi perkembangan seksualitas sehingga para remaja
umumnya memiliki dorongan seksual yang besar dimana dapat berpotensi
mendorong remaja tersebut melakukan hubungan seksual sebelum waktunya.
6.2.2.3 Hubungan Usia Pubertas dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja
Kelas X SMK M di Jakarta
Dewasa ini pubertas tidak dapat dijadikan patokan pengkategorian remaja
sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada usia 15-18 tahun sekarang menjadi
sebelum usia 11 tahun. Menurunnya usia kematangan ini disebabkan oleh
membaiknya status gizi sejak masa anak-anak dan keterpaparan remaja pada
media informasi baik media elektronik maupun cetak.
Pada analisa bivariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara usia pubertas dengan perilaku seksual berisiko. Hal ini dapat
dilihat dari responden laki-laki yang mengalami pubertas pada usia 14 tahun atau
lebih ada sebanyak 46% dengan perilaku seksual berisiko berat sedangkan pada
responden laki-laki yang mengalami pubertas sebelum usia 14 tahun ada 56%
yang berperilaku seksual berisiko berat dengan nilai p=0,451. Sedangkan untuk
responden perempuan yang mengalami pubertas pada usia 12 tahun atau lebih
dengan perilaku seksual berisiko berat berjumlah 14% dan yang mengalami

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

69
pubertas sebelum usia 12 tahun sebanyak 20% berperilaku seksual berisiko berat
dengan nilai p=0,79. Maka dapat disimpulkan antara responden dengan usia
pubertas dini dengan usia pubertas normal tidak ada perbedaan proporsi risiko
perilaku. Hal ini berarti umur tidak mempengaruhi perilaku seksual, artinya semua
remaja berisiko untuk melakukan perilaku seksual berisiko.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sukarni (2011) dan
penelitian Ika Puspita Sari (2013). Tetapi penelitian yang dilakukan Nursal (2007)
menunjukan ada hubungan antara usia pubertas dengan perilaku seksual berisiko.
penelitian yang dilakukan Nursal sejalan dengan hasil analisa WHO (2004) bahwa
pubertas dini merupakan fakto risiko perilaku seksual.
6.2.2.4 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Berdasarkan

penelitian

didapatkan

distribusi

tingkat

pengetahuan

kesehatan seksual responden yaitu responden yang memiliki pengetahuan baik


berjumlah 94,4% dari 102 responden dan pengetahuan rendah sebanyak 5,6% dari
6 responden. Tetapi walaupun tingkat pengetahuan seseorang tergolong baik,
tidak selalu bahwa orang tersebut akan bertindak sesuai dengan apa yang ia
ketahui. mengingat masih terdapat faktor lain yang mendukung seseorang
bertindak. Hasil dari uji statistik memperlihatkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko. Data yang ada
menunjukan bahwa ada sebanyak 5 orang (83,3%) responden dengan pengetahuan
rendah memiliki risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan diantara responden
dengan tingkat pengetahuan tinggi ada 47 orang (46,1%) yang berisiko berat.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,18 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi risiko perilaku seksual antara responden dengan tingkat
pengetahuan tinggi ataupun rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sukma (2012) yang memaparkan responden yang berpengetahuan
baik sebesar 39,6% memiliki perilaku seksual berisiko sedangkan yang
berpengetahuan rendah, sebesar 38,5% memiliki perilaku seksual berisiko.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

70
Berdasarkan data tersebut memperlihatkan bahwa tidak menjamin
seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik akan berperilaku sejalan dengan
apa yang ia ketahui. Hal ini bisa saja tingkatan pengetahuan yang mereka miliki
belum mencapai tahap aplikasi merupakan urutan ketiga. Aplikasi yang dimaksud
ialah, menerapkan apa yang diketahui seseorang dalam praktek kehidupannya
sehari-hari, sehingga tidak menutup kemungkinan tingkat pengetahuan yang
dimiliki siswa dan siswi kelas X SMK M baru sekedar tahu ataupun memahami.
Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang didapat dari hasil diskusi dengan
dua kelompok FGD, hasil menunjukan bahwa seluruh informan memiliki
pengetahuan kesehatan reproduksi yang tinggi namun tiga informan laki-laki
diantaranya memiliki perilaku seksual berisiko berat.
Sedangkan rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
dan seksualitas karena remaja kurang memiliki akses terhadap informasi
seksualitas dan kesehatan reproduksi. Aras, dkk (2007) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa banyak remaja yang tidak tahu bagaimana cara mencari
informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi, baik disekolah maupun di
rumah.
Peluang mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi sangat terbatas.
adanya anggapan bahwa membicarakan kesehatan seksual adalah hal yang tabu di
masyarakat, membuat remaja mencari sendiri informasi yang dibutuhkan (Andisti,
2008). Menurut Sarwono (1997) pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih
berbahaya dibandingkan tidak tahu sama sekali. Pengetahuan yang hanya
setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba, tetapi juga
dapat menimbulkan persepsi yang salah.
Untuk meningkatkan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi
atau seksualitas dilakukan dengan memberikan pendidikan seksual dimulai dari
lingkungan terdekat, yaitu orangtua dan di lingkungan sekolah, yaitu guru.
Menurut Gunarsa (2004) pendidikan seksual harus dianggap sebagai bagian dari
proses pendidikan dengan demikian pendidikan seksual mempunyai tujuan untuk

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

71
memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Melalui
pendidikan seksual diusahakan timbulnya sikap emosional yang sehat dan
bertanggungjawab terhadap seksual.
Pendidikan seks akan menghilangkan pendapat-pendapat yang salah
terhadap seksualitas. Selain itu, dengan pendidikan seksual diharapkan akan
mengurangi keingintahuan remaja yang berlebihan dan dengan berkurangnya
keingintahuan yang berlebihan itu maka keinginan untuk berpetualang dalam
kegiatan seks diharapkan juga ikut berkurang.
6.2.2.5 Hubungan Sikap Terhadap Perilaku Seksual dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap objek atau stimulus, manifestasinya tidak dapat langsung dilihat tapi
hanya mampu ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu sikap merupakan kondisi yang konstan karena
merupakan kumpulan pemikiran, keyakinan, dan pengetahuan. Proses belajar
mengacu pada pembentukan sikap yang teradaptasi dengan lingkungan sekitarnya
(Notoadmodjo, 2003 dalam Ika, 2012).
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana yakni: An individuals
attitude is syndrome of response consistency with regard to object. Jadi jelas,
disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
respon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,
perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Sikap permisif adalah sifat terbuka yaitu serba membolehkan atau suka
mengizinkan (Sukma, 2012). Dalam penelitian ini sikap permisif diasumsikan
sebagai sifat terbuka, membolehkan atau toleransi terhadap jenis-jenis perilaku
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

72
seksual. Kategori permisif dalam penelitian ini sesuai dengan definisi operasional,
yaitu satu saja pernyataan negatif dijawab setuju atau sangat setuju oleh
responden, maka termasuk kategori permisif.
Berdasarkan hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap permisif (negatif) terhadap jenis-jenis perilaku seksual
dengan perilaku seksual berisiko di SMK M kelas X. Hasil uji tersebut
memperlihatkan 76,% responden yang bersikap permisif, memiliki perilaku
seksual yang berisiko, sedangkan responden yang tidak bersikap permisif (positif)
ada sebesar 37,2% yang memiliki perilaku seksual berisiko. Berdasarkan nilai OR
responden dengan sikap negatif mempunyai peluang 6 kali memiliki risiko
perilaku seksual yang berat dibandingkan dengan responden dengan sikap positif.
Kesimpulan yang didapatkan berdasar hasil diskusi dengan kelompok
siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam FGD menunjukan bahwa lima
informan laki-laki yang bersikap permisif terhadap perilaku seksual juga
melakukan perilaku seksual berisiko sedangkan keseluruhan informan perempuan
bersikap negatif terhadap perilaku dan memiliki perilaku seksual berisiko ringan.
Sikap permisif remaja SMK M terhadap jenis-jenis perilaku seksual dapat
disebabkan karena kegiatan seksual merupakan suatu kebutuhan yang utama
dalam hidup manusia, sesuai dengan teori kebutuhan yang diungkapkan oleh
Maslow, dikutip dari Sukma (2012) membagi kebutuhan manusia menjadi lima
tingkatan, yaitu:
1.

Kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, tidur dan seks

2.

Kebutuhan akan rasa aman

Dua kebutuhan diatas tersebut disebut kebutuhan primer.


3.

Kebutuhan untuk dicintai dan mencintai

4.

Kebutuhan untuk dihargai

5.

Kebutuhan rasa puas

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

73
Sehingga dengan menyadari bahwa seks adalah termasuk kebutuhan utama yang
tidak terelekan, maka mereka cenderung menerima keadaan lingkungan sekitar
yang melakukan kegiatan seksual tersebut sekalipun merupakan tindakan yang
berisiko.
6.2.2.6 Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Seksual Berisiko
pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang seksualitas merupakan
pengaruh yang penting terhadap perilaku seksual remaja. Komunikasi antara
orangtua dengan remaja diidentifikasi sebagai strategi utama dalam meningkatkan
perilaku seksual bertanggung jawab pada remaja. Melalui komunikasi, orangtua
menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi
remaja, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang
(Wirdhana, dkk, 2011).
Hasil analisis pada penelitian ini terlihat bahwa remaja dengan perilaku
seksual berisiko berat ada sebanyak 86,5% dengan pola komunikasi disfungsional
sedangkan 28,2% dengan pola komunikasi fungsional. Hal ini sejalan dengan
sebuah penelitian (Ika, 2012) yang menunjukan bahwa kualitas komunikasi antara
orangtua dengan remaja dapat menghindari remaja dari perilaku seksual berisiko.
Hal ini karena terjadinya komunikasi yang intensif, kemungkinan terjadi share
dan diskusi di dalamnya sehingga remaja merasa permasalahan yang ia hadapi
dapat terselesaikan.
Pada analisis bivariat terdapat hubungan yang bermakna antara pola
komunikasi orangtua dengan perilaku seksual bersiko sebesar p=0,0001 dan nilai
Odds Rasio yaitu 16,3, artinya responden dengan pola komunikasi disfungsional
mempunyai peluang 16 kali memiliki risiko perilaku seksual yang berat
dibandingkan dengan responden dengan pola komunikasi fungsional. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mutadin (2002) keengganan orang tua dalam keluarga
untuk membicarakan masalah reproduksi menyebabkan remaja mencari alternatif
sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Remaja mendapatkan

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

74
informasi mengenai kesehatan reproduksi dari sumber-sumber yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan karena tidak adanya layanan dan informasi bagi remaja
serta kurangnya komunikasi antara anak remaja dan orang tua dalam keluarga.
Seluruh remaja laki-laki yang menjadi responden penelitian ini
menyatakan bahwa mereka tidak pernah bertanya mengenai kesehatan reproduksi
dan bercerita mengenai masalah pribadi dikarenakan malu, takut dimarahi dan
orangtua tidak mengerti topik pembicaraan sedangkan empat dari enam informan
perempuan menyatakan bahwa mereka terkadang mendiskusikan masalah
mengenai kesehatan reproduksi kepada ibu mereka.
Sejalan dengan hasil diskusi dengan responden remaja, hasil yang sama
menunjukan bahwa orangtua mengakui bahwa anak tidak pernah bertanya
mengenai

masalah

kesehatan

reproduksi

dikarenakan

orangtua

masih

menganggap tabu hal tersebut dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai kesehatan reproduksi remaja.
Komunikasi yang tepat dalam keluarga sangat penting untuk kehidupan
remaja. Pola komunikasi yang baik adalah pola komunikasi yang terbuka karena
akan terjalin komunikasi yang terbuka dan jujur. Diskusi yang terbuka antara
orangtua dan remaja melalui komunikasi yang efektif akan meningkatkan
pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi remaja. Hasil diskusi tersebut
akan mampu mengontrol perilaku remaja kedalam perilaku seksual berisiko
(Nurhayati, 2011).
Berdasarkan kesimpulan dari jawaban dua kelompok FGD terdapat lima
informan laki-laki yang menyatakan tidak pernah melakukan diskusi bersama
orangtua dan tiga informan tersebut memiliki perilaku seksual berisiko berat.
Hasil studi penelitian di Sidney menunjukkan bahwa komunikasi terbuka
dan kebebasan dalam menyelesaikan masalah akan mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan secara lebih baik dibandingkan dengan orang tua yang
tidak melakukan hal tersebut (Fiona, 2008). Hal ini diasumsikan bahwa dengan
adanya diskusi yang terbuka antara orang tua dan anak remaja dalam keluarga
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

75
melalui komunikasi yang efektif akan meningkatkan pemahaman remaja tentang
kesehatan reproduksi remaja. Hasil diskusi tersebut akan mampu mengontrol
perilaku remaja kedalam perilaku seksual berisiko tinggi selama masa remaja
tersebut.
6.2.2.7 Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Hasil analisis hubungan kekuatan keluarga dengan perilaku seksual yang
menunjukkan ada sebanyak 17 orang (63%) responden dengan kekuatan keluarga
yang kurang baik memiliki risiko perilaku seksual yang berat, sedangkan diantara
responden dengan kekuatan keluarga yang baik ada 35 orang (43,2%) yang
berisiko berat. Dengan nilai p=0,12 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan
proporsi risiko perilaku seksual antara responden dengan kekuatan keluarga yang
baik ataupun kurang baik.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ariani (2006) pola asuh otoriter 0,09 kali beresiko terjadi perilaku remaja
yang tidak baik untuk seksual dibandingkan dengan pola asuh permisif.
Sebaliknya pola asuh otoriter beresiko terjadi perilaku remaja yang tidak baik
untuk seksual 2,2 kali dibandingkan pola asuh demokratis.
Permasalahan
keterbatasan

kesehatan

monitoring

dari

reproduksi
keluarga

remaja

dalam

juga

mengatur

muncul

karena

remaja

dalam

kehidupannya. Pola pengaturan keluarga dapat diciptkan melalui tata aturan


keluarga. Pola asuh yang otoriter dalam keluarga, keluarga single parents, konflik
dalam keluarga, dan orang tua yang menikah muda akan menimbulkan suatu
perilaku seksual berisiko pada anak remaja dalam keluarga (Rosenthal, 2001,
Sieving, 2000, Feldman, 2002; dalam Dietrich, 2006).
Berdasarkan hasil diskusi dengan enam informan siswa laki-laki, empat
diantaranya mengatakan terkadang mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh
orangtua dan dua informan lainnya selalu menyetujui peraturan orangtua namun
tiga diantaranya melakukan perilaku seksual berisiko berat sedangkan hanya
Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

76
terdapat dua informan perempuan yang selalu menyetujui keputusan yang telah
ditetapkan oleh orangtua namun seluruh informan perempuan tidak berisiko berat
dalam berperilaku seksual.
Kekuatan keluarga yang tidak baik diasumsikan bahwa remaja yang
kurang mendapatkan kontrol atau pengaturan melalui penggunaan kekuatan
keluarga seperti pola asuh yang baik maka akan meningkatkan risiko remaja
dalam perilaku seksual remaja yang berisiko selama masa pubertasnya. Namun
yang terjadi pada diskusi dengan informan laki-laki dan perempuan yang
berperilaku seksual berisiko berat, mereka tetap memiliki kekuatan keluarga yang
cukup baik dengan arti mendapat pola asuh yang baik serta masih berada dibawah
kontrol orangtua.
Hasil diskusi dengan informan remaja sejalan dengan wawancara orangtua
yang menyatakan bahwa mereka mempunyai ketetapan bagi anak mereka yaitu
penentuan batas jam keluar malam untuk menghindari anak dari pergaulan
negatif.
Iya punya.. harus udah ada dirumah paling malem jam 9.. tapi kadang tergantung dia
perginya sama siapa kemananya.. kalo sama temen-temen rumah biasanya boleh lebih
dari jam segitu
Punya lah.. jam 9 malem.. kagak sopan namu kerumah orang diatas jam 9

Hal ini sejalan dengan penelitian Purbani (2001) dan Mulyadi (2009)
bahwa harapan dan perasaan remaja saat memasuki masa pubertas menginginkan
peran orangtua dalam mengontrol diri remaja dan memberikan dukungan selama
masa transisi remaja sehingga dapat menghindari kehidupan berperilaku seksual
berisiko.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

77
BAB 7
KESIMPULAN & SARAN

7.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 108 responden dan 12
informan wawancara kelas X SMK M di Jakarta tahun 2013 mengenai perilaku seksual
berisiko remaja, maka dapat disimpulkan bahwa:

7.1.1

Variabel Dependen
7.1.1.1 Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Hampir separuh dari jumlah responden 48,1% (52 responden) termasuk
dalam kategori remaja berperilaku seksual berisiko berat. Perilaku seksual
berisiko berat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apabila responden
pernah melakukan salah satu atau beberapa dari aktifitas berikut: mencium bibir,
lidah, leher, meraba daerah erogen, petting dan berhubungan seksual.
Tiga informan laki-laki memiliki perilaku seksual berisiko berat yakni
sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah semenjak usia Sekolah
Menengah Pertama dan seluruh informan perempuan berperilaku seksual berisiko
ringan.

7.1.2 Variabel Independen


7.1.2.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja
Kelas X SMK M di Jakarta
Lebih dari separuh jumlah responden laki-laki 52,1% menunjukan
memiliki perilaku seksual berisiko tinggi dan hanya 2 dari 10 responden
perempuan 17% yang termasuk dalam kategori remaja berperilaku seksual
berisiko tinggi. Berdasarkan jenis kelamin remaja kelas X SMK M , menunjukan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

78
seksual berisiko remaja. Remaja laki-laki cenderung melakukan perilaku seksual
berisiko lima kali lebih besar dibandingkan remaja perempuan.
7.1.2.2 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja Kelas X
SMK M di Jakarta
Berdasarkan hasil responden diketahui umur responden berkisar antara 1517 tahun. Proporsi remaja yang telah melakukan salah satu atau lebih perilaku
seksual berisiko tinggi rata-rata berumur 16 tahun dengan jumlah 52 responden
atau hampir separuh dari seluruh jumlah responden. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada umur remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko berat
dengan remaja berperilaku seksual berisiko ringan.
7.1.2.3 Hubungan Usia Pubertas dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja
Kelas X SMK M di Jakarta
Berdasarkan hasil analisa usia pubertas responden, usia pubertas dini
dengan usia pubertas normal tidak ada perbedaan proporsi risiko perilaku. Hal ini
berarti umur tidak mempengaruhi perilaku seksual, artinya semua remaja berisiko
untuk melakukan perilaku seksual berisiko. Remaja laki-laki yang mengalami
pubertas sebelum usia 14 tahun 56% pernah melakukan perilaku seksual berisiko
berat, hal yang sejalan ditemukan pada remaja laki-laki yang mengalami pubertas
pada saat berumur 14 tahun dan lebih sebanyak 46% pernah melakukan perilaku
seksual berisiko berat. Sedangkan remaja perempuan yang memiliki perilaku
seksual berisiko berat sebanyak 14% mengalami pubertas pada usia 12 tahun atau
lebih dan 20% yang mengalami pubertas dibawah usia 12 tahun.
7.1.2.4 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi berkisar pubertas,
kehamilan dan dampak perilaku seksual tergolong tinggi. Sebanyak 102
responden 94% memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik. Meskipun
pengetahuan remaja dibidang kesehatan reproduksi sudah baik namun 46%

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

79
responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki perilaku seksual
berisiko berat. Hasil penelitian menunjukan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik dengan perilaku
seksual berisiko berat.
Seluruh informan dari kedua kelompok FGD memiliki tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang tinggi namun tiga informan
diantaranya memiliki perilaku seksual berisiko berat termasuk untuk melakukan
hubungan seksual pranikah. Hasil ini menguatkan data kuantitatif bahwa tingkat
pengetahuan yang tinggi tidak berhubungan dengan melakukan perilaku seksual
berisiko berat.
7.1.2.5 Hubungan Sikap Terhadap Perilaku Seksual dengan Perilaku Seksual
Berisiko pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Sikap terhadap seksualitas pada remaja menunjukkan hasil bahwa ada
hubungan yang signifikan terhadap perilaku seksual berisiko. Dari nilai OR
disimpulkan bahwa 76% remaja yang memiliki sikap permisif tinggi terhadap
seksualitas mempunyai kecenderungan melakukan perilaku seksual berisiko berat
enam kali lebih besar dibandingkan remaja yang memiliki sikap permisif rendah
terhadap seksualitas remaja.
Kesimpulan yang didapatkan dari kedua kelompok FGD terdapat lima
informan laki-laki yang bersikap permisif terhadap perilaku seksual dan tiga
diantaranya memiliki perilaku seksual berisiko berat sedangkan seluruh informan
perempuan bersikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko berat. Hal ini
sesuai dengan hasil analisa bivariat yang menyatakan remaja yang bersikap
permisif terhadap perilaku seksual berkecendrungan untuk melakukan perilaku
seksual berisiko berat.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

80
7.1.2.6 Hubungan Pola Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Seksual Berisiko
pada Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Hasil analisa menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pola komunikasi orangtua dengan perilaku seksual berisiko remaja. Dari nilai OR
disimpulkan bahwa 86,5% responden dengan pola komunikasi disfungsional
memiliki perilaku seksual berisiko berat dan memiliki peluang 16 kali lebih besar
melakukan perilaku seksual berisiko berat dibandingkan remaja dengan pola
komunikasi fungsional.
Kesimpulan dari hasil FGD kedua kelompok yaitu seluruh informan lakilaki memiliki pola komunikasi disfungsional dan tiga diantaranya memiliki
perilaku seksual berisiko berat sedangkan seluruh informan perempuan memiliki
pola komunikasi fungsional dan berperilaku seksual berisiko ringan. Hal ini
menguatkan hasil analisa yang menyatakan informan dengan pola komunikasi
disfungsional berisiko melakukan perilaku seksual berisiko berat.
7.1.2.7 Hubungan Kekuatan Keluarga dengan Perilaku Seksual Berisiko pada
Remaja Kelas X SMK M di Jakarta
Tidak ada hubungan yang signifikan antara kekuatan keluarga dengan
perilaku seksual berisiko berat pada remaja kelas X SMK M. Berdasarkan hasil
analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat 43% atau 35 responden dengan
kekuatan keluarga yang baik memiliki perilaku seksual berisiko berat.
Berdasarkan hasil diskusi dengan seluruh informan terdapat empat
informan laki-laki dengan kekuatan keluarga yang baik namun tiga diantaranya
memiliki perilaku seksual berisiko berat dan seluruh informan perempuan
memiliki kekuatan keluarga yang baik dan tidak memiliki risiko berat dalam
berperilaku seksual.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

81
7.2

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka perlu
dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah,
lingkungan sekolah, petugas kesehatan, masyarakat dan akademik dengan harapan
semoga menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan, memperbaiki dan
meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual
berisiko pada remaja.

7.2.1 Saran Aplikatif


7.2.1.1 Bagi Pemerintah atau Departemen Terkait
Mengadakan dan menerapkan kurikulum pendidikan reproduksi remaja
(KRR) untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi, khususnya bagi
pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
Pemerintah dan pihak terkait dapat meningkatkan pengawasan terhadap tayangan
yang disiarkan ditelevisi, konten situs pornografi di internet serta pengadaan
majalah dan buku-buku pornografi.
7.2.1.2 Bagi Dinas Kesehatan atau Puskesmas
Rutin mengadakan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi ke sekolah
di daerah masing-masing serta menampung dan memberi konsultasi kepada
remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual dengan waktu dan
biaya yang sesuai dengan kondisi pelajar.
7.2.1.3 Bagi LSM yang Peduli Dengan Masalah Remaja dan Perempuan
Mengadakan seminar untuk remaja dan orangtua mengenai kesehatan
reproduksi remaja dan pemberdayaan perempuan. Membuat situs website
mengenai informasi akurat seputar kesehatan remaja yang mudah diakses para
remaja melalui internet.
7.2.1.4 Bagi Pihak Sekolah

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

82
Memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang masih kurang
dipahami oleh remaja seperti, mengenai menstruasi, masa subur, kondisi yang
menyebabkan kehamilan, mitos tentang aborsi, dampak perilaku seksual, penyakit
menular seksual IMS dan HIV/AIDS dengan bekerjasama dengan instansi terkait
yaitu Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana (BPP-KB) untuk mengaktifkan program Pusat Informasi dan
Konseling-Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) bagi siswa sekolah.
Mengadakan seminar untuk orangtua mengenai pola asuh yang baik yang
diadakan pada saat pembagian raport atau pada saat penerimaan murid tahun
ajaran baru.
7.2.1.5 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat memberikan perhatian serta solusi dari
perilaku negatif remaja dengan menggali potensi yang mereka miliki. Khusus
untuk orangtua, diharapkan untuk mampu menjalin komunikasi dan hubungan
yang baik serta meningkatkan kontrol sosial kepada anak remaja agar terhindar
dari lingkungan yang buruk dan perilaku negatif.
7.2.1.6 Bagi Remaja

Mengetahui dampak dari perbuatan seksual pranikah seperti aborsi,


penyakit menular seksual dan kehamilan tidak diinginkan, sehingga remaja
sebisa mungkin dapat menghindari kontak fisik pada bagian tubuh erogen
(sensitif) yang dapat menimbulkan rangsangan dan dorongan seksual
dengan mempertimbangkan dampak dari perbuatan tersebut.

Mengatasi

dorongan

seksual

dengan

mengalihkan

pikiran

dan

menyalurkan hobi atau berkegiatan lain di luar aktivitas seksual.

Khususnya bagi remaja perempuan diharapkan dapat menahan dan


menjauhkan diri dari ajakan teman atau orang yang tidak dikenal agar
terhindar dari perbuatan seksual berisiko terutama berhubungan seksual
yang ditukar dengan sejumlah uang atau barang.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

83
7.2.2 Saran Akademik
7.2.2.1 Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti lain yang tertarik pada kajian yang sama diharapkan dapat
mengembangkan dan mengkaji lebih dalam mengenai pola komunikasi dan
kekuatan keluarga dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual
seperti, keadaan ekonomi, budaya masyarakat, kepatuhan beragama dengan riset
lebih lanjut melalui studi kuantitatif maupun studi kualitatif.

Gambaran Kontrol Sosial, Farah Octavia, FKM UI, 2013

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xx
DAFTAR PUSTAKA

Adnani Hariza dan Widowati Citra. 2009. Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi
Tentang
Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja Di SMUN 2
Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. -------- diunduh
pada tanggal 22 April 2013
AV. 2009. Rapid Assessment Procedures. Healthadvocacy1.blogspot.com ------- diunduh pada
tanggal 3 April 2013
Ekasari Fatma Mia. 2011. Studi Fenomenologi: Pengalaman Waria Remaja Dalam Menjalani
Masa PuberDi Wilayah DKI Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.
Gunarsa. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Hariyanto. 2009. Karakteristik Remaja. Belajarpsikologi.com ------- diunduh pada tanggal 11
Februari 2013
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga, hlm.207
Husna Hadianti, Nur. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Remaja
di 3 SMAN Kabupaten Blitar Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia.
Ida W. 2010. Bab III Metodologi Penelitian. Skripsi. Universitas Dipenogoro -------- diunduh
pada tanggal 18 April 2013
Kusmiran Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
Lestari, Sukma. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Warga Binaan
Pemasyarakatan Wanita di Rumah Tahanan Klas IIA Jakarta Timur. Skripsi. Universitas
Indonesia
Makasudede, Yenny. 2008. Gambaran Sikap Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu. Skripsi. Universitas Indonesia.
Ningtias, Isusilawati. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pornografi dan Perilaku
Seksual pada Siswa SMAN 1 Parigi Kabupaten Ciamis. Skripsi. Universitas Indonesia
Nurhayati. 2011. Hubungan Pola Komunikasi dan Kekuatan Keluarga Dengan Perilaku Seksual
Berisiko Pada Remaja di Desa Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
Bekasi. Tesis. Universitas Indonesia.

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

xxi
NN. Panduan Penentuan Skoring Kriteria Kuesioner (Skala Pengukuran). Bukukerja.com -------Diunduh pada tanggal 18 April 2013
Puspita Sari, Ika. 2013. Hubungan Pola Komunikasi Otabgtua Dengan Perilaku Seksual Berisiko
Pada Remaja Di SMA Tunas Harapan Jakarta Tahun 2013. Skripsi. Universitas Indonesia
Rahmawati, Suci. 2008. Hubungan Antara Keadaan Keluarga Dengan Perilaku Pengguna
Narkoba Pada Siswa/I Negeri 20 Jakarta Tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia.
Santrock. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja.Jakarta: Erlangga.
Sukarni.2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Remaja di SMK
Kesehatan Al-Ikhlas Kabupaten Bogor. Skripsi. Universitas Indonesia.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung : PT
Setia Purna Inves, hlm. 99
Yusuf,

Awaluddin Iwan. 2011. Memahami Focus Group Discussion


bincangmedia.wordpress.com ----------- diunduh pada tanggal 1 Juni 2013.

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

(FGD).

KUESIONER
HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI ORANGTUA DAN KEKUATAN KELUARGA
DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

Petunjuk Pengisian
1) Jawablah semua pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (X) pada jawaban
yang kamu anggap benar, tepat dan sesuai.
2) Isilah kuesioner dengan sejujur-jujurnya sebab jawaban kamu terjamin kerahasiaannya
dan sangat membantu saya dalam penelitian.
3) Jawaban kamu tidak akan mempengaruhi nilai kamu dan nama baik sekolah kamu.
4) Jawaban kamu hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah penelitian saja dan tidak
akan disebarluaskan kemanapun.
5) Tidak dibenarkan bertanya kepada teman, hanya diperbolehkan pada orang yang
membagikan kuesioner.

A.Pribadi Individu
Karakteristik Informan
1. Jenis Kelamin:
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Usia kamu: . (berdasarkan ulang tahun terakhir)
3. Pertanyaan khusus untuk laki-laki
Pada umur berapa kamu mengalami mimpi basah pertama kali?
a. Usia 14 tahun atau lebih
b. Sebelum usia 14 tahun
4. Pertanyaan khusus untuk perempuan
Pada umur berapa kamu mengalami menstruasi (haid)?
a. Usia 12 tahun atau lebih
b. Sebelum usia 12 tahun

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi


Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberti tanda silang (X) pada pilihan menurut kamu.
No.

Pernyataan

Ciri-ciri seks primer dan sekunder pada


remaja laki-laki adalah mimpi basah,
pertumbuhan rambut disekitar alat
kelamin, ketiak, dada, kaki, serta terjadi
perubahan suara

Ciri-ciri seks primer pada perempuan


adalah mengalami menstruasi (haid)

Mimpi basah yang dialami oleh lakilaki biasanya disertai dengan keluarnya
sperma

Menstruasi adalah peristiwa keluarnya


darah dari alat kelamin perempuan
berupa luruhnya lapisan dinding rahim
yang banyak mengandung darah

Benar

Menggesek-gesekan atau menempelkan


alat kelamin laki-laki dan perempuan
tidak dapat menyebabkan kehamilan

10

Batas usia subur (dapat hamil dan


menghamili) pada laki-laki yaitu sejak
mengalami mimpi basah hingga masa
lansia dan pada perempuan mulai
menstruasi pertama hingga menopause

11

Penyakit menular seksual (PMS) adalah


penyakit menular yang ditularkan
melalui hubungan seksual tanpa
menggunakan kondom

12

Orang yang sering berganti pasangan


seksual berisiko terjangkit virus
HIV/AIDS dan penyakit kelamin

13

Keputihan berwarna kuning dan


berjumlah banyak merupakan hal yang
normal pada remaja perempuan

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Salah

14

Kehamilan
pada
remaja
dapat
meningkatkan risiko kematian ibu dan
bayinya

15. Darimanakah biasanya kamu mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi


remaja? (Jawaban boleh lebih dari satu)
Sumber

Ya

Tidak

Orangtua
Buku pelajaran / guru
Petugas Kesehatan
Televisi
Radio
Internet
Majalah
Koran
Teman

Sikap Terhadap Perilaku Seksual


Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang kamu anggap sesuai pada tabel SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), KS (Kurang Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
No.

Pernyataan

16

Menonton VCD atau film porno


merupakan hal yang wajar dikalangan
remaja

17

Saling bergandengan tangan dengan


pacar merupakan hal yang wajar

18

Berciuman dengan pacar merupakan hak


seorang remaja

SS

KS

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

TS

STS

19

Menyentuh payudara dan alat kelamin


pasangan masih diperbolehkan saat
berpacaran

20

Remaja
lebih
baik
melakukan
onani/masturbasi daripada melakukan
hubungan seksual sebelum menikah

21

Lebih baik melakukan oral seks dengan


pacar daripada berhubungan seksual
agar tidak terjadi kehamilan

22

Hubungan seksual dengan pacar boleh


dilakukan jika menggunakan alat
pencegah kehamilan (alat kontrasepsi)

23

Diperbolehkan bagi remaja yang masih


bersekolah
untuk
menggugurkan
kandungannya

24

Dapat melakukan hubungan seksual


dengan banyak lawan jenis menjadi
sebuah kebanggaan tersendiri

25

Kesucian sangat penting artinya bagi


laki-laki dan perempuan

26

Remaja laki-laki yang masih perjaka


akan menjadi olok-olok teman lainnya

27

Menjaga
penting

28

Kesucian dapat ditukar dengan sejumlah


uang

29

Remaja perempuan yang sudah tidak


suci tidak dapat menikah

30

Perempuan yang sudah tidak suci dapat


dilihat dari caranya berjalan

31

Bersedia melepas kesuciannya untuk


laki-laki yang masih menjadi pacarnya

kesucian

pacar

sangatlah

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

B. Keluarga
Pola Komunikasi Orangtua
32. Bersama siapa kamu tinggal dalam waktu 3 bulan terakhir ini?
a. Orangtua
b. Keluarga lainnya
c. Teman
33. Seberapa sering kamu bertemu dengan orangtua kamu dalam waktu 3 bulan
terakhir ini?
a. Setiap hari
b. Tidak setiap hari
c. Tidak pernah
34. Seberapa sering kamu berkomunikasi dengan orangtua dalam waktu 3 bulan
terakhir ini?
a. Setiap hari
b. Tidak setiap hari
c. Tidak pernah
35. Dengan cara apa biasanya kamu berkomunikasi dengan orangtua dalam waktu 3
bulan terakhir ini?
a. Komunikasi langsung (tatap muka)
b. Komunikasi tidak langsung (telepon, sms atau media sosial lainnya)
c. Tidak pernah
36. Dengan siapa biasanya kamu berdiskusi mengenai masalah pribadi?
a. Ayah
b. Ibu
c. Bukan dengan orangtua
37. Seperti apa pola komunikasi yang kamu harapkan dari orangtua?
a. Dapat diajak berdiskusi
b. Berbicara seperlunya saja

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

c. Tidak perlu berkomunikasi

Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang kamu anggap sesuai pada tabel dibawah ini.
38. Apakah kamu pernah berdiskusi serius dengan orangtua mengenai topik dibawah
ini?
KadangNo.

Pernyataan

Pacar dan berpacaran

Pubertas

Masturbasi/onani

Hubungan seksual

Hamil atau menghamili

Alat kontrasepsi

PMS dan HIV/AIDS

Tidak Pernah

kadang

Sering

39. Apakah kamu mendapatkan kesulitan untuk berdiskusi mengenai topik tersebut?
a. Ya
b. Tidak
40. Kapan terakhir kali kamu berdiskusi tentang topik diatas dengan orangtua dalam
waktu 3 bulan terakhir?
a. Kurang dari 1 minggu yang lalu
b. Lebih dari 2 minggu yang lalu
41. Mengapa kamu sulit mendiskusikan topik tersebut dengan orangtua?
a. Orangtua selalu sibuk
b. Orangtua tidak memahami topik tersebut
c. Takut dimarahi

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Seberapa sering kamu melakukan hal-hal dibawah ini? Berilah tanda silang (X) pada pilihan
yang kamu anggap sesuai pada tabel dibawah ini.
No.

Pernyataan

42

Saya menceritakan tentang


masalah
pribadi
dengan
orangtua

43

Saya
memahami
setiap
keinginan orangtua saya

44

Orangtua
saya
tidak
menghargai
perbedaan
pendapat ketika berdiskusi

45

Diskusi dengan orangtua


dapat
menyelesaikan
permasalahan yang terjadi
pada saya

46

Orangtua suka marah kepada


saya

Tidak
Pernah

Sangat
Sering

Jarang

Selalu

Kekuatan Keluarga
Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang kamu anggap sesuai pada tabel dibawah ini.
No.

Pernyataan

47

Anak-anak
bebas
menyampaikan pendapatnya
dalam musyawarah atau
diskusi

48

Anggota
keluarga
melaksanakan
hasil
musyawarah atau diskusi

49

Orangtua
membuat
keputusan yang disetujui
oleh semua anak-anak

Tidak
Pernah

Jarang

Sangat
Sering

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Selalu

50

Orangtua memperbolehkan
anak-anak yang kurang
setuju untuk tawar menawar
dalam
pengambilan
keputusan

51

Orangtua
menyampaikan
pendapatnya secara aktif ke
anak-anak
sebelum
keputusan yang ditetapkan

52

Orangtua segera mengambil


keputusan
apabila
ada
masalah pada anak

53

Orangtua harus tegas dalam


menetapkan
kesepakatan
dengan anak remaja yang
bermasalah

C. Perilaku Seksual
54. Apakah kamu pernah punya pacar?
a. Ya
b. Tidak
55. Pada umur berapa kamu pertama kali pacaran? .. tahun
56. Sampai saat ini sudah berapa kali kamu memiliki pacar? (termasuk yang saat
ini). kali
57. Apakah saat ini kamu punya pacar?
a. Ya
b. Tidak
58. Berapa lama pertemuan kamu dengan pacar yang terakhir?.......... jam dalam
seminggu
59. Biasanya kamu dan pacar menghabiskan waktu bersama di :
a. Sekolah
b. Rumah kamu/pacar
c. Restoran/mall/bioskop/caf

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

d. Tempat wisata
e. Tempat kost
60. Apakah yang pernah kamu lakukan dengan teman lawan jenis kamu (pacar atau
bukan pacar). Berilah tanda (X) pada kolom jawaban dan 1 atau 2 pada kolom
Dengan siapa
No.

Pernyataan

Mengobrol

Nonton film bioskop


berdua

Jalan-jalan berdua

Berpegangan tangan

Berpelukan

Cium pipi

Cium bibir

Cium mulut (french kiss)

Mencium leher hingga


dada

10

Meraba sekitar alat


kelamin dari luar pakaian

11

12

Pernah

Dengan siapa
1. Pacar
2. Bukan pacar

Meraba sekitar alat


kelamin dari dalam
pakaian
Melakukan hubungan
seksual

Terimakasih Atas Partisipasi Anda

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Tidak Pernah

Pedoman Pertanyaan Focus Group Discusion dengan Informan Siswa dan Siswi SMK
Malahayati, Jakarta Timur

A. Pribadi Individu
1. Karakteristik Informan
Nama

Usia

Jenis Kelamin

Tempat, tanggal lahir

Kelas/jurusan

Usia pertama menstruasi (perempuan)

Usia pertama mimpi basah (laki-laki)

2. Pengetahuan kesehatan reproduksi


a. Apa yang menandakan seorang anak laki-laki dan anak perempuan memasuki masa
baligh?
b. Perubahan fisik apa yang terjadi pada seorang anak laki-laki dan anak perempuan bila
memasuki masa pubertas/remaja? (sumber informasi)
c. Menurut kamu, apa yang dimaksud dengan perilaku seksual?? (sebutkan bentuk perilaku
seksual dan sumber informasi)
d. Menurut kamu, apakah hubungan seksual yang dilakukan sekali oleh laki-laki dan
perempuan yang sudah baligh dapat menyebabkan kehamilan? (alasannya)
e. Menurut kamu, bagaimana proses terjadinya kehamilan?
f. Apa yang kamu ketahui tentang akibat dari hubungan seksual yang dilakukan pada usia
dini atau pada usia remaja?
3. Sikap terhadap perilaku seksual
a. Bagaimana menurut kamu, jika untuk menunjukan kasih sayang dan cinta kepada
pacar/pasangan dilakukan hanya dengan mengobrol/komunikasi tanpa adanya sentuhan
fisik? (alasannya)

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

b. Bagaimana menurut kamu, jika untuk menunjukan rasa sayang dan cinta kepada
pacar/pasangan dengan melakukan:
1) Berpegangan tangan (alasannya)
2) Membelai (alasannya)
3) Berciuman (alasannya)
4) Berpelukan (alasannya)
5) Meraba/menyentuh bagian sensitif (alasannya)
6) Berhubungan seksual (alasannya)
c. Apa arti kesucian bagi kamu? (laki-laki dan perempuan) (alasannya)
d. Menurut kamu, seberapa penting kesucian pacar kamu untuk kamu? (laki-laki)
(alasannya)

B. Lingkungan
1. Pola komunikasi
a. Apakah kamu pernah bertanya mengenai kesehatan reproduksi kepada orangtua?
(alasannya)
b. Apakah kamu pernah bercerita mengenai masalah pribadi kepada orang tua? (alasannya)
c. Apakah kamu dan orangtua sering berkomunikasi langsung secara tatap muka ataupun
dengan menggunakan handphone atau internet? (alasannya)
d. Apakah keluarga kamu sering mendiskusikan suatu masalah? jika ya, apakah orang tua
dapat memahami dan menerima pendapat/keinginan kamu? Jika tidak, mengapa?
2. Kekuatan keluarga
a. Apakah kamu diizinkan oleh orangtua untuk berpacaran/memiliki pacar? (alasannya)
b. Apakah orangtua kamu memiliki batas jam malam yang harus kamu patuhi? (alasannya)
c. Apakah orangtua kamu sering melampiaskan kemarahan kepada kamu atau anak-anak
lainnya?
d. Bila terjadi suatu konflik pada keluarga apakah orangtua kamu akan menyelesaikannya
secara musyawarah?
e. Apakah kamu diizinkan oleh orangtua untuk mengambil keputusan tanpa persetujuan dari
orangtua terlebih dahulu?

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

f. Apakah keputusan yang orangtua kamu tetapkan harus kamu setujui? Jika ya, mengapa?
Jika tidak, mengapa?

C. Perilaku Seksual
a. Pada usia berapa kamu pertama kali pacaran?
b. Sampai pacar yang sekarang, sudah berapa pacar yang kamu miliki? (alasannya)
c. Berapa lama rata-rata bertahannya pacaran tersebut? (alasannya)
d. Apa yang kamu lakukan jika sedang berduaan dengan pacar / sedang berpacaran?
(alasan)
e. Apa yang mendorong kamu untuk melakukan hal tersebut?
f. Bagaimana perasaan kamu saat dan setelah melakukan perilaku tersebut?
g. Pada saat berpacaran, apakah ada perilaku lain yang ingin kamu lakukan lebih dari
perilaku biasanya? (probing: perilaku seksual? Alasannya?)
h. Pernahkah kamu melakukan hubungan seksual? {(kapan pertama kali, umur, dimana,
dengan siapa, akibatnya (kehamilan)}
i. Apa yang mendorong kamu melakukan hal tersebut? (alasannya)
j. Apakah kamu/pacar kamu pernah mengalami kehamilan? (jika hamil apa yang
dilakukan? : jika tidak hamil kenapa? Probing: kondom pil, dll)

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pedoman Pertanyaan Wawancara Mendalam untuk Orangtua Siswa/Siswi SMK


Malahayati, Jakarta Timur
A. Pribadi Individu
1. Karakteristik Informan
Nama

Umur

Jenis kelamin

Tempat, tanggal lahir

Pendidikan terakhir

Pekerjaan

2. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


a. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang pemahaman anak Bapak/Ibu mengenai
pengetahuan kesehatan reproduksi, seperti perubahan fisik pada masa pubertas, proses
kehamilan, dampak perilaku seksual, dll?
b. Menurut Bapak/Ibu darimana anak Bapak/Ibu mendapatkan informasi mengenai
kesehatan reproduksi tersebut?
c. Menurut Bapak/Ibu tersebut, apakah pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah
diperlukan? (alasannya)

3. Sikap terhadap perilaku seksual


a. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang perilaku berteman anak Bapak/Ibu?
b. Menurut pandangan Bapak/Ibu, keyakinan/nilai apa yang anak Bapak/Ibu miliki tentang
berteman?
c. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pandangan anak Bapak/Ibu terhadap arti dari kesucian?
(alasannya)
d. Apakah Bapak/Ibu pernah menanyakan masalah kesucian anak Bapak/Ibu?

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

B. Lingkungan
1. Pola komunikasi
a. Apakah anak Bapak/Ibu pernah bertanya mengenai kesehatan reproduksi?
b. Apakah anak Bapak/Ibu pernah bercerita mengenai masalah pribadinya?
c. Apakah Bapak/Ibu sering melakukan komunikasi secara langsung maupun komunikasi
melalui telepon atau sms? (alasannya)
d. Apakah keluarga Bapak/Ibu sering mendiskusikan suatu masalah? jika ya, apakah
Bapak/Ibu dapat memahami dan menerima pendapat/keinginan anak? Jika tidak,
mengapa?

2. Kekuatan keluarga
a. Apakah Bapak/Ibu memperbolehkan anak Bapak/Ibu untuk memiliki pacar/berpacaran?
(alasannya)
b. Apakah Bapak/Ibu mempunyai batas jam malam untuk anak Bapak/Ibu? (alasannya)
c. Apakah Bapak/Ibu sering melampiaskan kemarahan kepada anak? (alasannya)
d. Bila terjadi suatu konflik pada keluarga apakah Bapak/Ibu akan menyelesaikannya secara
musyawarah?
e. Apakah Bapak/Ibu mengizinkan anak Bapak/Ibu untuk mengambil keputusan tanpa
persetujuan dari Bapak/Ibu terlebih dahulu?
f. Apakah keputusan yang Bapak/Ibu tetapkan harus disetujui oleh anak? Jika ya, mengapa?
Jika tidak, mengapa?

C. Perilaku Seksual
a. Bagaimana perilaku pacaran (berteman) anak Bapak/Ibu?
b. Menurut Bapak/Ibu, apa yang mendorong anak Bapak/Ibu melakukan perilaku tersebut?
c. Sangsi apa yang diberikan sekolah kepada siswa-siswi terhadap perilaku yang
dilakukannya tersebut? (alasannya?)
d. Jika anak Bapak/Ibu hamil atau menghamili diluar nikah, sangsi apa yang akan diberikan
kepada anak? (alasannya)

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pedoman Pertanyaan Wawancara Mendalam untuk Guru Kesiswaan SMK Malahayati,


Jakarta Timur

A. Pribadi Individu
1. Karakteristik Informan
Nama

Umur

Jenis kelamin

Tempat, tanggal lahir

Pendidikan terakhir

Lama bekerja

2. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


a. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang pemahaman siswa dan siswi mengenai
pengetahuan kesehatan reproduksi, seperti perubahan fisik pada masa pubertas, proses
kehamilan, dampak perilaku seksual, dll?
b. Menurut Bapak/Ibu darimana siswa-siswi mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi tersebut?
c. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, adakah siswa-siswi yang mendatangi Bapak/ibu
untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksinya? (apa yang di diskusikan?)
d. Apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk membantu mengatasi masalah tersebut?
e. Dari pengalaman Bapak/Ibu tersebut, apakah siswa-siswi memerlukan pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah?

3. Sikap terhadap perilaku seksual


a. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang perilaku pacaran siswa-siswi sekolah ini?
b. Menurut pandangan Bapak/Ibu, keyakinan/nilai apa yang siswa-siswi miliki tentang
pacaran?

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

c. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pandangan siswa-siswi terhadap arti dari kesucian?


(alasannya)

B. Lingkungan
1. Pola komunikasi
a. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, adakah siswa-siswi yang memiliki permasalahan
mengenai komunikasi dengan orangtua? Jika ada, bagaimana pemecahannya?
b. Adakah siswa-siswi yang lebih mempercayai Bapak/Ibu atau guru lainnya di sekolah ini
untuk menceritakan masalah pribadinya?
c. Berdasarkan pengalaman, apakah pernah Bapak/Ibu berdiskusi dengan orangtua siswasiswi di sekolah ini yang sedang mengalami suatu permasalahan? (alasannya)
2. Kekuatan keluarga
a. Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, adakah siswa/siswi di sekolah ini yang mengalami
kekerasan dari orangtua? (probing: kekerasan fisik ataupun verbal)
b. Berdasarkan pengalaman Bapak/ibu, adakah siswa/siswi yang bercerita bahwa ia
dikekang oleh kedua orangtuanya? Jika ada, apa solusi yang Bapak/Ibu berikan?
C. Perilaku Seksual
a. Bagaimana perilaku pacaran siswa-siswi di sekolah ini?
b. Menurut Bapak/Ibu, apa yang mendorong siswa-siswi melakukan perilaku tersebut?
c. Sangsi apa yang diberikan sekolah kepada siswa-siswi terhadap perilaku yang
dilakukannya tersebut? (alasannya?)
d. Bagaimana jika ada siswa-siswi yang melakukan perilaku hubungan seksual diluar nikah,
sangsi apa yang diberikan sekolah terhadap siswa/siswi tersebut?
e. Jika ada siswi yang hamil sangsi, apa yang diberikan kepada sekolah terhadap siswi
tersebut? (alasan)
Jika ada siswa yang menghamili pacar/temannya, sangsi apa yang diberikan kepada sekolah
terhadap siswi tersebut?

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Laki-Laki

96

88.9

88.9

88.9

Perempuan

12

11.1

11.1

100.0

108

100.0

100.0

Total

Mimpi Basah Pertama

Cumulative
Frequency

Valid

Missing

Percent

Valid Percent

Percent

14 Tahun atau Lebih

39

36.1

40.6

40.6

Sebelum 14 Tahun

57

52.8

59.4

100.0

Total

96

88.9

100.0

System

12

11.1

108

100.0

Total

Menstruasi Pertama

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

12 Tahun atau Lebih

6.5

58.3

58.3

Sebelum 12 Tahun

4.6

41.7

100.0

12

11.1

100.0

Total

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Missing

System
Total

96

88.9

108

100.0

Pengetahuan Tentang Kespro

Cumulative
Frequency

Valid

Rendah

Percent

Valid Percent

Percent

5.6

5.6

5.6

Tinggi

102

94.4

94.4

100.0

Total

108

100.0

100.0

Sikap terhadap Perilaku Seksual

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Negatif

30

27.8

27.8

27.8

Positif

78

72.2

72.2

100.0

Total

108

100.0

100.0

Pola Komunikasi Orang Tua

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Disfungsional

37

34.3

34.3

34.3

Fungsional

71

65.7

65.7

100.0

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pola Komunikasi Orang Tua

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Disfungsional

37

34.3

34.3

34.3

Fungsional

71

65.7

65.7

100.0

108

100.0

100.0

Total

Kekuatan Keluarga

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Kurang Baik

27

25.0

25.0

25.0

Baik

81

75.0

75.0

100.0

Total

108

100.0

100.0

Perilaku Seksual

Cumulative
Frequency

Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Berisiko Berat

52

48.1

48.1

48.1

Berisiko Ringan

56

51.9

51.9

100.0

108

100.0

100.0

Total

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Jenis Kelamin * Perilaku

Missing

Percent

108

100.0%

Total

Percent

.0%

Percent

108

100.0%

Seksual

Jenis Kelamin * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Jenis Kelamin

Laki-Laki

Count

% within Jenis Kelamin

Perempuan

Count

% within Jenis Kelamin


Total

Count
% within Jenis Kelamin

Berisiko Ringan

Total

50

46

96

52.1%

47.9%

100.0%

10

12

16.7%

83.3%

100.0%

52

56

108

48.1%

51.9%

100.0%

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

.021

4.034

.045

5.841

.016

5.359
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.030

Linear-by-Linear Association

5.310

N of Valid Cases

.021

108

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,78.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Jenis Kelamin

Lower

Upper

5.435

1.131

26.126

3.125

.869

11.235

.575

.414

.798

(Laki-Laki / Perempuan)
For cohort Perilaku Seksual =
Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual =

Berisiko Ringan
N of Valid Cases

108

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.020

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Mimpi Basah Pertama *

Missing

Percent

96

88.9%

Total

Percent

12

11.1%

Percent

108

100.0%

Perilaku Seksual

Mimpi Basah Pertama * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Mimpi Basah Pertama

14 Tahun atau Lebih

Count

% within Mimpi Basah

18

46.2%

Pertama

Sebelum 14 Tahun

Count

% within Mimpi Basah

32

56.1%

Pertama
Total

Count
% within Mimpi Basah
Pertama

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

50
52.1%

Mimpi Basah Pertama * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Ringan

Mimpi Basah Pertama

14 Tahun atau Lebih

Count

% within Mimpi Basah

Total

21

39

53.8%

100.0%

25

57

43.9%

100.0%

46

96

47.9%

100.0%

Pertama

Sebelum 14 Tahun

Count

% within Mimpi Basah


Pertama
Total

Count
% within Mimpi Basah
Pertama
Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.336

.568

.451

.926

.336

.925
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.407

Linear-by-Linear Association

.916

N of Valid Cases

.339

96

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,69.
b. Computed only for a 2x2 table

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.225

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Mimpi Basah

Lower

Upper

.670

.295

1.518

.822

.546

1.238

1.228

.812

1.856

Pertama (14 Tahun atau


Lebih / Sebelum 14 Tahun)
For cohort Perilaku Seksual =
Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual =

Berisiko Ringan
N of Valid Cases

96

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Menstruasi Pertama *

Missing

Percent

12

11.1%

Total

Percent

96

88.9%

Perilaku Seksual

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Percent

108

100.0%

Menstruasi Pertama * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Menstruasi Pertama

12 Tahun atau Lebih

Count

% within Menstruasi Pertama

Sebelum 12 Tahun

14.3%

Count

% within Menstruasi Pertama


Total

20.0%

Count

% within Menstruasi Pertama

16.7%

Menstruasi Pertama * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Ringan

Menstruasi Pertama

12 Tahun atau Lebih

Count

% within Menstruasi Pertama

Sebelum 12 Tahun

Count

% within Menstruasi Pertama


Total

Count
% within Menstruasi Pertama

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Total

85.7%

100.0%

80.0%

100.0%

10

12

83.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

.793

.000

1.000

.068

.795

.069
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

1.000

Linear-by-Linear Association

.063

N of Valid Cases

.802

12

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,83.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Menstruasi

Lower

Upper

.667

.032

14.033

.714

.057

8.905

1.071

.629

1.825

Pertama (12 Tahun atau


Lebih / Sebelum 12 Tahun)
For cohort Perilaku Seksual =
Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual =

Berisiko Ringan
N of Valid Cases

12

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.682

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Pengetahuan Tentang

Missing

Percent

108

100.0%

Total

Percent

Percent

.0%

108

100.0%

Kespro * Perilaku Seksual

Pengetahuan Tentang Kespro * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Pengetahuan Tentang

Rendah

Count

Berisiko Ringan

83.3%

16.7%

47

55

46.1%

53.9%

52

56

48.1%

51.9%

Kespro
% within Pengetahuan
Tentang Kespro

Tinggi

Count

% within Pengetahuan
Tentang Kespro
Total

Count
% within Pengetahuan
Tentang Kespro

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Pengetahuan Tentang Kespro * Perilaku Seksual Crosstabulation

Total

Pengetahuan Tentang

Rendah

Count

Kespro
% within Pengetahuan

100.0%

Tentang Kespro

Tinggi

Count

102

% within Pengetahuan

100.0%

Tentang Kespro
Total

Count

108

% within Pengetahuan

100.0%

Tentang Kespro
Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.076

1.835

.176

3.391

.066

3.150
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.104

Linear-by-Linear Association

3.121

N of Valid Cases

.077

108

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,89.
b. Computed only for a 2x2 table

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.087

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Pengetahuan

Lower

Upper

5.851

.660

51.866

1.809

1.194

2.738

.309

.051

1.866

Tentang Kespro (Rendah /


Tinggi)
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Ringan
N of Valid Cases

108
Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Sikap terhadap Perilaku

Missing
Percent

108

100.0%

Total

Percent

.0%

Percent

108

100.0%

Seksual * Perilaku Seksual

Sikap terhadap Perilaku Seksual * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Sikap terhadap Perilaku

Negatif

Count

Berisiko Ringan

23

76.7%

23.3%

Seksual
% within Sikap terhadap
Perilaku Seksual

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Positif

Count

% within Sikap terhadap

29

49

37.2%

62.8%

52

56

48.1%

51.9%

Perilaku Seksual
Total

Count
% within Sikap terhadap
Perilaku Seksual

Sikap terhadap Perilaku Seksual * Perilaku Seksual Crosstabulation

Total

Sikap terhadap Perilaku

Negatif

Count

30

Seksual
% within Sikap terhadap

100.0%

Perilaku Seksual

Positif

Count

78

% within Sikap terhadap

100.0%

Perilaku Seksual
Total

Count

108

% within Sikap terhadap

100.0%

Perilaku Seksual

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square

13.532

df
a

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.000

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Continuity Correction

Likelihood Ratio

11.997

.001

14.030

.000

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association

13.407

N of Valid Cases

.000

.000

108

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,44.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Sikap

Lower

Upper

5.552

2.120

14.538

2.062

1.454

2.925

.371

.190

.726

terhadap Perilaku Seksual


(Negatif / Positif)
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Ringan
N of Valid Cases

108

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Percent

Missing
N

Percent

Total
N

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Percent

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Pola Komunikasi Orang Tua

Missing

Percent

108

100.0%

Total

Percent

.0%

Percent

108

100.0%

* Perilaku Seksual

Pola Komunikasi Orang Tua * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Pola Komunikasi Orang Tua Disfungsional

Count

% within Pola Komunikasi

32

86.5%

Orang Tua

Fungsional

Count

% within Pola Komunikasi

20

28.2%

Orang Tua
Total

Count
% within Pola Komunikasi
Orang Tua

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

52
48.1%

Pola Komunikasi Orang Tua * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Ringan

Pola Komunikasi Orang Tua Disfungsional

Count

% within Pola Komunikasi

Total

37

13.5%

100.0%

51

71

71.8%

100.0%

56

108

51.9%

100.0%

Orang Tua

Fungsional

Count

% within Pola Komunikasi


Orang Tua
Total

Count
% within Pola Komunikasi
Orang Tua
Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.000

30.840

.000

35.840

.000

33.135
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association

32.828

N of Valid Cases

.000

108

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,81.
b. Computed only for a 2x2 table

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.000

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Pola

Lower

Upper

16.320

5.570

47.820

3.070

2.073

4.547

.188

.082

.431

Komunikasi Orang Tua


(Disfungsional / Fungsional)
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual
= Berisiko Ringan
N of Valid Cases

108

Case Processing Summary

Cases
Valid
N

Kekuatan Keluarga * Perilaku

Missing

Percent

108

100.0%

Total

Percent

.0%

Seksual

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Percent

108

100.0%

Kekuatan Keluarga * Perilaku Seksual Crosstabulation

Perilaku Seksual
Berisiko Berat

Kekuatan Keluarga

Kurang Baik

Count

% within Kekuatan Keluarga

Baik

17

10

63.0%

37.0%

35

46

43.2%

56.8%

52

56

48.1%

51.9%

Count

% within Kekuatan Keluarga


Total

Count
% within Kekuatan Keluarga

Kekuatan Keluarga * Perilaku Seksual Crosstabulation

Total

Kekuatan Keluarga

Kurang Baik

Count

% within Kekuatan Keluarga

Baik

Count

% within Kekuatan Keluarga


Total

Count
% within Kekuatan Keluarga

Berisiko Ringan

27

100.0%

81

100.0%
108
100.0%

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

.075

2.423

.120

3.186

.074

3.165
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.119

Linear-by-Linear Association

3.136

N of Valid Cases

.077

108

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value

Odds Ratio for Kekuatan

Lower

Upper

2.234

.912

5.475

1.457

.994

2.135

.652

.385

1.105

Keluarga (Kurang Baik /


Baik)
For cohort Perilaku Seksual =

Berisiko Berat
For cohort Perilaku Seksual =

Berisiko Ringan
N of Valid Cases

108

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

.060

Group Statistics

Perilaku Seksual

Umur

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Berisiko Berat

52

15.75

.711

.099

Berisiko Ringan

56

15.52

.572

.076

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances

Umur

Equal variances assumed

t-test for Equality of Means

Sig.

.456

.501

Equal variances not assumed

df

1.877

106

1.862

97.937

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Std. Error
Sig. (2-tailed)

Umur

Mean Difference

Difference

Equal variances assumed

.063

.232

.124

Equal variances not assumed

.066

.232

.125

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means


95% Confidence Interval of the
Difference
Lower

Umur

Upper

Equal variances assumed

-.013

.477

Equal variances not assumed

-.015

.480

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

MATRIKS GAMBARAN KONTROL SOSIAL KELUARGA, FAKTOR PENGUAT DAN FAKTOR PREDISPOSISI
DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMK M DI JAKARTA TAHUN 2013 DENGAN
INFORMAN SISWA & SISWI
VARIABEL PERTANYAAN

JENIS INFORMAN

Informan Siswa
A. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi
Seluruh informan mengatakan laki-laki
1. Tanda anak laki-laki dan
mengalami mimpi basah dan perempuan
anak perempuan yang
mengalami menstruasi.
memasuki masa baligh.

2. Perubahan fisik yang terjadi


pada anak laki-laki dan anak
perempuan ketika memasuki
masa pubertas (sumber
informasi)

3. Pengertian dan bentuk


perilaku seksual (sumber
informasi)

Lima informan mengatakan payudara dan


pinggang perempuan membesar.
Satu orang informan tidak mengetahui
perubahan fisik pada perempuan.
Seluruh informan mengatakan laki-laki
mengalami perubahan suara.
Lima informan mengatakan pertumbuhan bulu
pada tubuh laki-laki.
Seluruh informan mendapatkan informasi
tersebut dari teman dan pengalaman pribadi.
Seluruh informan mengatakan perilaku seksual
ialah sentuhan fisik dengan lawan jenis.
Lima informan mengatakan perilaku seksual
ialah ciuman, meraba, dan berhubungan
seksual.
Satu informan mengatakan perilaku seksual
ialah onani dan masturbasi.
Seluruh informan mendapatkan informasi
tersebut dari teman dan pengalaman pribadi.

Informan Siswi
Empat informan mengatakan perempuan
mengalami menstruasi dan laki-laki mengalami
mimpi basah
Satu informan mengatakan perempuan
mengalami menstruasi dan laki-laki terjadi
perubahan suara
Empat informan mengatakan payudara dan
pinggul membesar pada perempuan dan
tumbuh jakun dan perubahan suara pada lakilaki
Satu informan mengatakan usia baligh
perempuan 9 tahun dan laki-laki 14/15 tahun
Satu informan mengatakan timbul jerawat
Seluruh informan mendapatkan informasi dari
teman, buku pelajaran dan pengalaman pribadi
Seluruh informan mengatakan sentuhan fisik
antara perempuan dan laki-laki
Lima informan mengatakan berupa hubungan
seksual
Seluruh informan mendapatkan informasi dari
teman.

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

4. Hubungan seksual yang


dilakukan sekali oleh laki-laki
dan perempuan yang telah
baligh dapat menyebabkan
kehamilan (alasan)
5. Proses terjadinya kehamilan

6. Akibat hubungan seksual


yang dilakukan pada usia
remaja

B. Sikap Terhadap Perilaku Seksual


1. Menunjukan rasa sayang
kepada pacar hanya dengan
mengobrol tanpa ada
sentuhan fisik (alasan)
2. Menjukan rasa sayang
kepada pacar dengan perilaku
seksual ; berpegangan tangan,
membelai, berciuman,
berpelukan, meraba,
berhubungan seksual (alasan)

3. Pentingnya kesucian
(keperjakaan/keperawanan)
untuk diri sendiri

Seluruh informan mengatakan bisa terjadi


kehamilan, alasan karena masa subur
perempuan, mengeluarkan sperma didalam
vagina dan tidak menggunakan kondom.
Lima informan mengatakan bertemunya sel
sperma dengan sel telur.
Satu informan mengatakan tumbuhnya janin
dari benih.
Tiga informan mengatakan terjadi kehamilan
dini.
Dua informan mengatakan berkurangnya
perempuan yang masih perawan.
Tiga informan mengatakan ketagihan
berhubungan seksual
Empat informan mengatakan dapat terjangkit
penyakit kelamin dan HIV
Dua informan mengatakan tidak setuju, alasan
untuk menjaga keperawanan.
Empat informan mengatakan tidak setuju,
alasan berkeinginan untuk ada sentuhan fisik.
Satu Informan mengatakan tidak setuju, alasan
menghormati perempuan dan dosa.
Lima informan mengatakan setuju untuk
bersentuhan fisik, alasan kondisi keadaan saat
berpacaran.
Dua informan mengatakan setuju berhubungan
seksual, alasan membuat lebih sayang terhadap
pasangan.

Lima informan mengatakan bisa terjadi


kehamilan, karena masa subur perempuan dan
masuknya sperma kedalam vagina.
Satu informan mengatakan tergantung
memakai kondom atau tidak
Seluruh informan mengatakan sel sperma
bertemu dengan sel telur.

Seluruh informan mengatakan mengakibatkan


penyakit HIV/AIDS

Seluruh informan mengatakan setuju, alasan


dilarang agama dan orangtua.

Satu informan tidak setuju, alasan dosa


Lima informan mengatakan setuju untuk
bergandengan tangan.
Seluruh informan tidak setuju untuk
melakukan hubungan seksual

Seluruh informan mengatakan sangat penting

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

4. Pentingnya kesucian
(keperjakaan/keperawanan)
untuk pacar
C. Pola Komunikasi Orangtua
1. Diskusi mengenai kesehatan
reproduksi dengan orangtua

Lima informan mengatakan penting.


Satu informan mengatakan tidak tahu.

2. Diskusi masalah pribadi


dengan orangtua
3. Intensitas diskusi dalam
keluarga dan ketersediaan
orangtua terhadap
pendapat/keinginan anak

Seluruh informan mengatakan tidak pernah,


alasan malu dan takut dimarahi.
Dua informan mengatakan berdiskusi dengan
keluarga dan dapat diterima
pendapat/keinginannya.
Empat informan mengatakan tidak pernah
berdiskusi, alasan tertutup dengan keluarga

D. Kekuatan Keluarga
1. Izin dari orangtua untuk
memiliki pacar
2. Batas jam malam yang
diberlakukan dari orangtua

3. Pelampiasan kemarahan
orangtua kepada anak
4. Penyelesaian konflik dengan
bermusyawarah bersama
keluarga
5. Pengambilan keputusan tanpa
izin orangtua
6. Mematuhi ketetapan

Seluruh informan mengatakan tidak pernah,


alasan takut dimarahi dan orangtua tidak
mengerti

Seluruh informan mengatakan diizinkan.


Tiga informan mengatakan batas jam malam
hingga jam 10 pada hari sekolah.
Tiga informan mengatakan tidak mempunyai
jam malam dan bebas pada hari libur.
Tiga informan mengatakan tidak pernah.
Dua informan mengatakan sering.
Satu informan mengatakan terkadang.
Dua informan mengatakan tidak pernah.
Empat informan mengatakan bermusyawarah.
Dua informan mengatakan diperbolehkan.
Dua informan mengatakan tidak diizinkan.
Dua informan mengatakan terkadang.
Dua informan mengatakan setuju

Empat informan mengatakan terkadang, alasan


jika ingin mendapatkan lebih banyak informasi
Dua informan mengatakan tidak pernah, alasan
takut dimarahi.
Seluruh informan mengatakan bercerita
mengenai teman dan pelajaran sekolah
Seluruh informan mengatakan sering
berdiskusi.
Empat informan mengatakan orangtua tidak
dapat memahami/menerima pendapat
Satu informan mengatakan orangtua dapat
menerima
Lima informan mengatakan diizinkan
Satu informan mengatakan tidak diperbolehkan
Seluruh informan mengatakan batas jam
malam hingga pukul 9

Empat informan mengatakan tidak pernah


Dua informan mengatakan sering
Seluruh informan mengatakan bermusyawarah

Lima informan mengatakan tidak boleh


Satu informan mengtakan tidak tahu, alasan
selalu minta izin kepada orangtua
Empat informan mengatakan setuju

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

keputusan dari orangtua


E. Perilaku Seksual
1. Usia pertama kali berpacaran

Empat informan mengatakan terkadang.

Dua informan mengatakan terkadang

Dua informan mengatakan sejak usia 11 tahun


Satu informan mengatakan sejak usia 12 tahun
Satu informan mengatakan sejak usia 13 tahun
Dua informan mengatakan sejak usia 14 tahun

2. Jumlah pacar hingga saat ini

Dua informan mengatakan lupa


Satu informan mengatakan 4 orang
Satu informan mengatakan 7 orang
Satu informan mengatakan 2 orang

3. Jangka waktu berpacaran

Lima informan mengatakan 3-8 bulan


Satu informan mengatakan 1-4 tahun

4. Perilaku saat berpacaran

5. Dorongan yang timbul ketika


melakukan perilaku selama
berpacaran

Lima informan mengatakan berekreasi dan


mengobrol
Satu informan mengatakan meraba dan
melakukan oral seks
Dua informan mengatakan berhubungan
seksual
Tiga informan mengatakan enak
Tiga informan mengatakan nafsu
Satu informan mengatakan refleks

Dua informan mengatakan belum pernah


memiliki pacar
Dua informan mengatakan sejak usia 14 tahun
Satu informan mengatakan sejak usia 9 tahun
Satu informan mengatakan sejak usia 12 tahun
Dua informan mengatakan tidak punya
Satu informan mengatakan 10 orang
Satu informan mengatakan 4 orang
Satu informan mengatakan 2 orang
Satu informan mengtakan 1 orang
Dua informan mengatakan tidak punya
Dua informan mengatakan 4 bulan 1 tahun
Dua informan mengatakan hampir 2 tahun
Dua informan mengatakan belum pernah
Tiga informan mengatakan mengobrol
Satu informan mengatakan menonton DVD/TV
di rumah

6. Perasaan saat dan setelah


melakukan perilaku ketika
berpacaran
7. Perilaku lain diluar kebiasaan
yang ingin dilakukan saat

Lima informan mengatakan senang


Satu informan mengatakan merasa bersalah
Satu informan mengatakan biasa saja.
Dua informan mengatakan tidak ada
Empat informan mengatakan ada

Dua informan mengatakan belum pernah


Dua informan mengatakan takut berbuat
macam-macam
Satu informan mengatakan ketika sedang tidak
punya uang
Satu informan mengatakan menambah
semangat kesekolah dan belajar
Dua informan mengatakan belum pernah
Dua informan mengatakan senang
Dua informan mengatakan biasa saja
Dua informan mengatakan belum pernah
Dua informan mengatakan tidak ada

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

berpacaran
8. Melakukan hubungan seksual
(kapan pertama kali, umur,
dimana, dengan siapa)
9. Dorongan yang timbul untuk
melakukan hubungan seksual

10. Terjadi kehamilan pada diri


sendiri/pacar dan cara yang
dilakukan

Dua informan mengatakan pernah ada


Tiga informan mengatakan tidak pernah
Seluruh informan mengatakan tidak pernah
Tiga informan mengatakan pernah saat SMP
dengan pacar dan satu informan mengatakan
bukan dengan pacar.
Tiga informan mengatakan tidak pernah
Seluruh informan mengatakan tidak pernah
Dua informan mengatakan karena nafsu
Satu informan mengatakan di tantang oleh
teman
Tiga informan mengatakan tidak pernah
Seluruh informan mengatakan tidak pernah
melakukan hubungan seksual
Satu informan mengatakan tidak tahu dan
pacar diberi jamu untuk datang bulan
Dua informan mengatakan tidak pernah, alasan
memakai kondom dan ejakulasi terputus.

Gambaran Kontrol ..., Farah Octavia, FKM UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai