4 195 Suryo Adji ENGINE Propeller Matching
4 195 Suryo Adji ENGINE Propeller Matching
Oleh :
Ir. Surjo W. Adji, M.Sc CEng. FIMarEST
I.
1.
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan
mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal
tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong
kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang
disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan
Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor
penggerak kapal.
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan
estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain : (i) Daya
Efektif (Effective Power-PE); (ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT); (iii) Daya yang
disalurkan (Delivered Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem
(Brake Power-PB); dan (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).
Daya Efektif (PE) adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya
hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS. Daya Efektif ini merupakan fungsi dari
besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal. Untuk mendapatkan besarnya Daya
Efektif kapal, dapat digunakan persamaan sebagai berikut ;
P E = R T * Vs
(1)
, dimana :
PE
RT
VS
Daya Dorong (PT) adalah besarnya daya yang dihasilkan oleh kerja dari alat gerak
kapal (propulsor) untuk mendorong badan kapal. Daya Dorong merupakan fungsi dari
gaya dorong dan laju aliran fluida yang terjadi saat alat gerak kapal bekerja. Adapun
persamaan Daya Dorong dapat dituliskan sebagai berikut ;
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
PT = T * Va
(2)
, dimana :
PT
= Daya Dorong, dlm. satuan kWatt
T
= Gaya Dorong, dlm. satuan kN
Va
= Kecepatan advanced aliran fluida di bagian Buritan kapal [m/det]
= Vs ( 1 w ); yangmana w adalah wake fraction (fraksi arus ikut)
Daya Yang Disalurkan ( PD ) adalah daya yang diserap oleh baling-baling kapal guna
menghasilkan Daya Dorong sebesar PT, atau dengan kata lain, PD merupakan daya yang
disalurkan oleh motor penggerak ke baling-baling kapal (propeller) yang kemudian
dirubahnya menjadi Daya Dorong kapal (PT). Variabel yang berpengaruh pada daya ini
adalah Torsi Yang Disalurkan dan Putaran baling-baling, sehingga persamaan untuk
menghitung PD adalah sebagai berikut ;
PD = 2 Q D n P
(3)
, dimana :
PD
QD
nP
Daya Poros (PS) adalah daya yang terukur hingga daerah di depan bantalan tabung
poros (stern tube) dari sistem perporosan penggerak kapal. Untuk kapal-kapal yang
berpenggerak dengan Turbin Gas, pada umumnya, daya yang digunakan adalah PS.
Sementara itu, istilah Daya Rem (Brake Power, PB ) adalah daya yang dihasilkan oleh
motor penggerak utama (main engine) dengan tipe marine diesel engines.
Pada sistem penggerak kapal yang menggunakan Marine Diesel Engines ( type of
medium to high speed ), maka pengaruh rancangan sistem transmisi perporosan adalah
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
sangat besar didalam menentukan besarnya daya PS. Jika kamar mesin terletak
dibelakang dari badan kapal, maka besarnya losses akibat sistem transmisi perporosan
tersebut adalah berkisar 2 - 3 %. Namun bila kamar mesin terletak agak ke tengah atau
jauh di depan, maka besarnya losses akan semakin bertambah.
HULL = PE P
T
(4)
HULL = R V S T V
a
HULL = T (1 t ) V S T V (1 w )
S
HULL = (1 t ) (1 w )
(5)
tstandar
R
T
= 0,5 C P 0,12
= 0,5 C P 0,19
(6)
; utk. Kapal dng Baling-baling Tunggal
; utk. Kapal dng Baling-baling Kembar
=
L B T C m L Am
(7)
Sedangkan, w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut,
w = 1
wstandar
V
V
(8)
= 0,70 C P
= 0,50 C P
wstandar
a
)
B
Efisiensi Baling-baling (Propeller Efficiency), 0PROP, adalah rasio antara daya dorong
(PT) dengan daya yang disalurkan (PD). Efisiensi ini merupakan power conversion, dan
perbedaan nilai yang terjadi adalah terletak pada dimana pengukuran Torsi Balingbaling (Propeller Torque) tersebut dilakukan. Yakni, apakah pada kondisi open water
(QO) atau pada kondisi behind the ship (QD). Persamaan berikut ini menunjukkan
kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling, sebagai berikut ;
Efisiensi Baling-baling (Open water)
:O =
T Va
2 Q O n
: B =
PT
T Va
=
PD
2 Q D n
(9)
(10)
Karena ada dua kondisi tersebut, maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang dikenal
dengan sebutan Efisiensi Relative-Rotative, 0RR ; yang merupakan perbandingan
antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi di belakang kapal dengan Efisiensi Balingbaling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ;
T Va
RR
2 nQ
= B =
T Va
O
2 nQ
QO
QD
(11)
, sehingga 0RR sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi yang
sebenarnya (bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya perbandingan
dari besaran nilai efisiensi yang berbeda. Maka besarnya efisiensi relative-rotative
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
dapat pula lebih besar dari satu, namun pada umumnya diambil nilainya adalah berkisar
satu.
Efisiensi Transmisi Poros (Shaft Transmission Efficiency), 0S , secara mekanis
umumnya dapat didefinisikan dengan lebih dari satu macam tipe efisiensi, yangmana
sangat tergantung dari bentuk konfigurasi pada stern arrangement-nya. Efisiensi ini
merupakan product dari keseluruhan efisiensi masing-masing individual komponen
terpasang. Efisiensi ini dapat dinyatakan seperti persamaan, sebagai berikut ;
S =
PD
PS
(12)
Berikut ini adalah beberapa arrangement dari transmisi daya yang sering digunakan
pada sistem penggerak kapal,
P =
PE PT PD
= HULL B S = HULL O RR S
PT PD PS
(13)
0HULL, 0O, dan 0RR adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics, sedangkan 0S
adalah tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi kapal. Namun
demikian, peranan yang terpenting adalah upaya-upaya guna mengoptimalkan 0P.
3.
Daya motor penggerak kapal (PB) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power)
atau daya yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (PS), yang
selanjutnya dioperasikan secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan
servisnya (VS). Jika besarnya efisiensi mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi
untuk me-reduce dan me-reverse putaran motor penggerak, adalah 98 persen (seperti
ditunjukkan pada Gambar 2). Maka daya motor penggerak kapal dapat dihitung, seperti
persamaan dibawah ini ;
PB CSR =
PS
0 ,98
(14)
Yangmana PB-CSR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues
Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum
Continues Rating (MCR)-nya. Arti phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar
mampu beroperasi dengan kecepatan servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya
motor (engine rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated
speed).
Sehingga untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ;
PB MCR =
PB CSR
0 ,85
(15)
Daya pada PB-MCR inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ancer-ancer
(acuan) dalam melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine Selection
Process).
RT = 0,5 CT S VS2
(16)
, dimana D adalah massa jenis fluida (Kg/m3); CT adalah koefisien tahanan total kapal;
S merupakan luasan permukaan basah dari badan kapal (m2). Dan jika variabel-variabel
tersebut adalah constant ( " ), maka Persamaan 16 dapat dituliskan sebagai berikut ;
R T = V S2
(17)
Karakteristik Tahanan
Kapal, f (VS2)
VS
Gambar 3 Karakteristik Tahanan Kapal
T =
R
(1 t )
(18)
T =
V S2
(19)
(1 t )
Selanjutnya, jika unsur VS pada Pers. (19) ini juga disubstitusikan dengan Pers. (8),
diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (TSHIP) adalah sebagai berikut ;
T SHIP =
V A2
(1 t )( 1 w ) 2
(20)
T Pr
op
n D
2
(21)
KQ =
J =
Q Pr op
(22)
n2 D5
VA
n D
O =
(23)
J KT
2 K Q
(24)
, dimana :
KT
KQ
J
VA
0O
n
D
TProp
QProp
D
KT
10 KQ
0O
0O
KQ
KT
J
Gambar 4 Diagram Kt Kq J (Openwater Test )
4.
Interaksi lambung kapal dan baling-baling (Hull & Propeller Interaction) merupakan
upaya-upaya pendekatan diatas kertas untuk mendapatkan karakteristik kinerja balingbaling saat beroperasi untuk kondisi behind the ship. Metodenya adalah dengan
mengolah Pers. (20) dan Pers. (21), sebagai berikut ;
T SHIP =
V A2
(1 t )( 1 w ) 2
TPr op = K T n 2 D 4
TShip = TProp
KT =
, jika =
V A2
(1 t )( 1 w ) 2 n 2 D
(25)
(1 t )(1 w) 2 D 2
V A2
KT = 2 2
n D
(26)
KT = J 2
(27)
Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin; yaitu kebutuhan yang
dikarenakan dalam perhitungan perencanaan, yangmana analisanya dikondisikan untuk
perfect surfaces pada lambung dan baling-baling
ideal conditions, antara lain :
calm wind & seas, maka perlu ditambahkan allowances sebesar 20% dari
kapal,
nilai KT tersebut. Dan notasinya pun ditambahkan sub-script SM, yang artinya adalah
service-margins.
K T SM = 120 % J 2
(28)
10
Langkah berikutnya adalah dengan membuat tabulasi dari Pers. (27) dan Pers. (28).
Harga J diambil dari Diagram Openwater Test baling-baling yang akan digunakan
pada kapal, yaitu dari angka terendah bergerak secara gradual ke angka tertingginya.
Kemudian, hasil tabulasi tersebut di-plot-kan pada Diagram Openwater Test balingbaling tersebut seperti yang di-ilustrasi-kan pada gambar-gambar berikut ini,
Tabel Perhitungan KT & KT-SM
J
Min
.
.
.
.
Max
J2
KT
KT-SM
0O
KT
10 KQ
KQ-SM
0O
KQ
KQ
KT-SM
Ttk. Interseksi KT
KT
KT
J
Gambar 6 Contoh Plotting KT & KT-SM pada Kurva Openwater Test Propeller
Pada Gambar 6 terlihat bentuk interaksi dari kinerja propeller pada kondisi di belakang
merupakan trendline koefisien propeller thrust
badan kapal, yangmana pada Kurva
untuk trial conditions. Dan dengan melihat keadaan kurva J [ ], diperoleh harga
koefisien propeller torque, KQ pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva adalah trendline
dari propeller thrust coefficient pada kondisi hull service margin dan dengan menarik
kurva J [ ] sedemikian hingga melewati titik KT-SM, maka diperoleh koefisien torsi
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
11
baling-baling, KQ-SM, pada kondisi hull service margin. Selanjutnya, kedua angka KQ
dan KQ-SM inilah yang digunakan untuk menentukan karakteristik beban propeller
(propeller load characteristics).
5.
Q Pr op = K Q n 2 D 5
(29)
Q Pr op = K Q SM n 2 D 5
(30)
, dan
Jika KQ ; KQ-SM ; D ; D adalah konstan, maka Pers. (29) dan Pers. (30) dapat ditulis
kembali sebagai berikut,
Q Pr op = n 2 = f 1 ( n 2 )
(31)
Q Pr op = n 2 = f 2 ( n 2 )
(32)
Dari kedua Pers. (31) dan Pers. (32) tersebut diatas, maka trend karakteristik propeller
power ( Propeller Load ) dapat diperoleh sebagai berikut ;
[Power] = [Torque] * [Speed]
PPr op = QPr op n = n 3 = f1 (n 3 )
(33)
P Pr op = Q Pr op n = n 3 = f 2 (n 3 )
(34)
, dan
Tahap berikutnya adalah mentabulasikan Persamaan (33) dan Persamaan (34) dengan
inputan propeller speed, yang diperoleh dari engine speed setelah diturunkan oleh
mechanical gears (perhatikan gears ratio-nya). Gambar 7 dan 8 mengilustrasikan
tentang tabulasi dan trend dari propeller power yang dikembangkan.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
12
(nP)3
PProp
P*Prop
PProp
[kW]
max
Karakteristik
Beban Propeller at
Service
Propeller Load
makin besar !!!
Karakteristik
Beban Propeller at
Trial
nProp
max
Gambar 8 Karakteristik Beban Propeller
13
FUEL
MAIN ENGINE
CHEMICAL
ENERGY
FLY WHEEL
COMBUSTION
PROCESS
MECHANICAL
ENERGY
14
Tahap yang pertama adalah energy dari fuel (bahan bakar), seperti yang ditunjukkan
pada Pers. (35) sebagai berikut ;
PENG = m fuel C f
(35)
, dimana :
PENG
m fuel
Cf
(36)
, dimana :
bmep
L
A
n
Dari Pers. (36) terlihat bahwa besarnya engine power sangat tergantung dari besarnya
bmep yang terjadi pada engine, karena harga L, A, dan n pada suatu engine adalah
sudah tetap. Sehingga dengan kata lain, besarnya engine power adalah proporsional
dengan nilai dari bmep yang terjadi.
Tahap yang ketiga adalah engine power yang diukur dengan metode pengereman di
engine test bed, yangmana merupakan power output dari engine seperti yang
ditunjukkan pada Pers. (37) sebagai berikut ;
PENG = Q ENG n ENG
(37)
, dimana :
QEng = Engine Torque
nEng = Engine Speed
Berdasarkan Pers. (37) tampak bahwa perubahan yang signifikan dari engine power
hanya dapat dilakukan dengan merubah nilai dari engine torque-nya. Masing-masing
variabel potensial pada Pers. (35), Pers. (36), dan Pers. (37) memiliki keterikatan dan
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
15
m fuel
bmep QEng
Artinya Nilai Engine Torque (QEng) akan secara signifikan berubah, apabila pada
proses pembakaran didalam silinder terjadi perubahan harga Brake Mean Effective
Pressure (bmep). Dan perubahan harga bmep tergantung pada jumlah Mass Fuel
Rate ( m ) yang disuplai ke engine.
fuel
Hubungan engine torque dan engine speed dapat diilustrasikan seperti gambar berikut
ini,
Engine
Torque
Different
Fuel
Setting
Engine
Speed
Engine
Power
Different
Fuel
Setting
Engine
Speed
Kurva-kurva ini
menunjukkan kondisi
Constant Torque,
atau, Constant bmep
16
PProp &
PEng [%]
Matching Point
Engine
Characteristic
Propeller Load
Characteristic; f(n3)
nProp &
nEng [%]
Pada engine speed, n, adalah merupakan titik operasi putaran motor penggerak yang
sesuai dengan kondisi beban propeller, sebab, daya yang dihasilkan oleh motor
penggerak adalah sama dengan daya yang diabsorb oleh propeller, P. Hal ini tentunya
akan memberikan konsekuensi yang optimal terhadap pemakaian konsumsi bahan
bakar dari motor penggerak kapal terhadap kecepatan servis kapal yang diinginkan.
Seperti diketahui bersama bahwa di kapal yang dapat dilihat adalah indikator engine
speed (rpm, atau rps) dan kecepatan kapal (knots, atau Nmile/hour). Sehingga
penetapan putaran operasi dari motor penggerak, merupakan kunci kesuksesan
dalam operasional sistem propulsi kapal secara keseluruhan.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
17
Penurunan bahan bakar (fuel) yang disuplai ke engine akan menyebabkan turunnya
bmep, dan tentunya akan menurunkan engine torque. Perubahan pada engine torque
inilah yang selanjutnya dipakai untuk menentukan besaran putaran engine dengan cara
men- set posisi engine throttles (fuel stroke position) untuk kebutuhan operasional
kapal, sebagai berikut ;
- S (Slow Ahead)
- H (Half Ahead)
- F (Full Ahead)
Gambar 13 memberikan ilustrasi beberapa kondisi matching points antara kurva-kurva
torsi motor penggerak terhadap kurva beban propeller. Terlihat titik perpotongan antara
kurva engine torque [ ] dan kurva propeller load yangmana menghasilkan titik
operasi {P1 & N1}; Yaitu bilamana kapal diinginkan bergerak dengan kecepatan yang
relatif rendah (slow ahead), seperti misalnya kondisi daerah perairan terbatas.
Propeller Load
Characteristic; f(n3)
PProp &
PEng [%]
Engine
Characteristic
P3
P2
Fuel Reducing
Matching
Points
P1
N1 N2
N3
nProp &
nEng [%]
Sedangkan pada matching points {P2 & N2} dan {P3 & N3} adalah dibutuhkan untuk
mendukung dan memenuhi tingkat operasional kapal, bilamana dikehendaki
peningkatan kecepatan servis kapal.
18
Pada keadaan dimana terjadi kesalahan dalam penentuan Pitch dari propeller pada
sistem propulsi kapal, maka hal ini juga akan memberikan dampak pada operasional
motor penggerak kapal. Salah satu indikasi yang sangat tampak, adalah pada harga
engine speed yang dicapai oleh motor penggerak kapal saat dioperasikan. Hal ini
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.
PProp &
PEng [%]
P2
Pitch too low
(Light Propeller)
P1
Matching
Points
P3
N3
N1
N2
nProp &
nEng [%]
Jika matching point untuk pitch yang tepat adalah pada titik operasi {P1 & N1}, maka
dan
kondisi pitch yang tidak tepat untuk kurva beban propeller terjadi seperti kurva
kurva . Kurva menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang
menunjukkan karakteristik
terlalu rendah (light propeller load), sedangkan kurva
beban propeller untuk kondisi pitch yang terlalu tinggi (heavy propeller).
Dari Gambar 14 terlihat bahwa ketika beban propeller bertambah (heavy propeller)
akibat pitch yang terlalu tinggi, maka trend beban cenderung bergeser naik. Kemudian
titik potong kurva beban propeller tersebut dengan kurva maximum engine torque,
cenderung bergeser sedemikian hingga putaran engine turun hingga titik N3. Kondisi
seperti ini adalah sangat tidak menguntungkan untuk operasi engine, seakan-akan
engine beroperasi dalam kondisi over load.
Demikian juga sebaliknya, ketika beban propeller lebih ringan akibat pengambilan
pitch yang terlalu rendah. Maka beban propeller yang terjadi akan bergeser turun,
sehingga putaran engine akan naik hingga N2. Kondisi ini pun tentunya akan merusak
engine, karena engine seakan-akan beroperasi dalam kondisi over speed.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
19
Dalam operasional kapal hingga kurun waktu tertentu, maka tentunya lambung kapal
akan mengalami kekasaran permukaan akibat adanya binatang laut (tirem, kerang, dll)
yang menempel pada dinding-dinding lambung tersebut. Hal ini secara umum akan
menambah nilai dari tahanan kapal, seperti direpresentasikan pada Gambar 15.
PProp &
PEng [%]
P3
P1
P2
Beban Propeller saat
kondisi kapal masih baru
N2
N1
nProp &
nEng [%]
Ketika kapal masih dalam kondisi baru (clean hull, smooth, etc), kondisi kurva beban
propeller seperti yang digambarkan pada kurva . Dan saat itu jika engine di-running
dengan engine torque seperti digambarkan oleh kurva , maka design speed untuk
kapal sudah dapat dicapai pada kondisi engine speed, N1.
Namun, saat lambung kapal sudah banyak ditempeli oleh binatang-binatang laut maka
tahanan kapal akan berubah seperti yang ditunjukkan oleh kurva . Bila engine dirunning tetap seperti yang ditunjukkan oleh kurva , maka engine speed akan turun
dari N1 ke N2. Dan tentu sebagai konsekuensi adalah kecepatan servis kapal akan
mengalami penurunan juga. Akan tetapi, bila engine masih memiliki margin yang
cukup sedemikian hingga kurva engine torque dapat dinaikkan seperti yang
digambarkan oleh kurva , maka engine speed dapat dipertahankan pada N1. Sehingga
kondisi operasional kapal tidak terganggu (kecepatan servis kapal masih mampu
adalah masih berada
dipertahankan). Sebagai catatan bahwa kondisi operasi kurva
pada 90% rated bmep (atau, pada 85-90% rated power at 100% rated speed).
20
2. ENGINE RATING
Apabila engine di-rated pada 10.000 kW, artinya adalah, Daya sebesar 10.000 kW
disuplai oleh engine ke propeller. Walaupun demikian, perlu diketahui juga bahwa
pada kondisi yang bagaimana engine tersebut mampu memproduksi daya sebesar
10.000 kW tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan dari lingkungan ruangan saat engine
di-rated, dan bagaimana pula harga dari putaran poros.
Kemudian, bagaimana seorang marine engineer ini menentukan service rating power.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan engine rating
tersebut, antara lain :
Rated Power
Rated Torque
Rated Speed
Rated Brake Mean Effective Pressure
n 2 = 3 1 . 1 = 1 . 03
Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga 3 % untuk waktu yang relatif
pendek (singkat). Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat diharapkan jika kapal
beroperasi dalam kondisi beban yang relatif rendah.
21
Maka arti phisiknya, Maximum Continues Power Rating adalah kondisi rating dari
engine power pada 100 % bmep dan 100 % rpm, yang telah ditetapkan oleh engine
builder. Ini merupakan nilai rating yang disajikan oleh engine builder untuk pemakian
operasi secara kontinyu pada kondisi yang standar.
3.
22
(d) Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin intercooled dan
menggunakan air laut; maka De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2 % ;
untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air condition) sebesar 10 0 F.
(e) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan exhaust
back pressure (ambient air condition) sebesar 4 inch-Hg.
OPERATING MARGINS
Nilai BMEP diturunkan hingga dibawah dari maximum rated bmep yang telah di-set
oleh engine-builder. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi maintenance, sebab engine
di-running pada kondisi beban mekanis dan beban thermal yang lebih rendah.
Berikutnya adalah seberapa jauh nilai bmep tersebut diturunkan ? dan ternyata tidak
mudah untuk menjawabnya. Pada umumnya diambil allowance sebesar 10 %.
(2) HULL SERVICE MARGIN
Analisis tentang Resistance dan Powering adalah dibuat untuk kondisi-kondisi yang
ideal, misalnya : perfect surfaces on hull & propeller, calm wind & seas, etc.
Yangmana pada kenyataannya bahwa kondisi servis adalah sangat berbeda. Kemudian,
bagaimana besarnya allowances yang harus diambil untuk kondisi tersebut ?, dan
inipun juga tidak mudah dijawab. Secara umum, allowance yang diambil adalah
berkisar 20 %.
90% bmep
- Trial Condition
70% bmep
- Classification Soc.
% Engine Speed
100%
Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak berlebihan, dalam prakteknya nilai
dari margins tersebut biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil secara empiris.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
23
Di dalam proses mengestimasi service speed dan engine power yang dibutuhkan di
kapal, biasanya calon pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak
galangan serta meminta quatation untuk kapal bangunan baru. Margins mungkin juga
dapat didefinisikan sebagai Ketentuan Kontrak ( atau juga Kecepatan Servis untuk
operasional kapal ).
Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga mensyaratkan khusus terhadap ukuran
tonase bobot mati kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan servis kapal,
yangmana keinginannya untuk sea margin dan route-route perdagangan yang
diproyeksikan tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan daya tersebut
kemudian akan diestimasi, serta titik operasi baling-baling yang direncanakan akan
ditetapkan oleh calon pemilik kapal, galangan dan engine builder.
Di dalam prakteknya, hal tersebut adalah dapat diterima guna merancang baling-baling
yang mampu menyerap 85 s.d. 90 % dari rated power pada rated speed yang benar.
Perolehan 10 s.d. 15 % tersebut adalah dapat dimanfaatkan guna mempertahankan
kecepatan servis seiring dengan penambahan beban kapal akibat foulings.
Kapal sebaiknya dijadwalkan secara tertentu untuk kegiatan dry docking,
sebagaimana MCP rating ketika sudah mendekati 100% (indikator beban di Engine
sudah memberikan warning). Umumnya, masing-masing engine manufacturers
memiliki bentuk diagram operasi engine (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17),
yangmana me-representasi-kan area operasi engine yang diperbolehkan. Selain itu,
Engine manufacturers juga menyediakan speed power maps (lihat Gambar 18), dan
biasanya engine manufacturers membatasi beban pengoperasian engine diluar
continues operation envelopes hingga 8,3% dari waktu antara periode overhoul
pemeliharaan major. Jika tidak ada kasus, nilai 100% Torque (bmep) sebaiknya
dilebihkan. Putaran engine dinaikkan hingga lebih 103% dari rated yang diijinkan
dalam servis.
Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban propeller
memiliki batasan tersendiri terhadap available power (sbg output power) yang
dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah maka kurva beban propeller (initial)
akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan daya untuk
mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya terhadap rated
power-nya. Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan lambung kapal mulai
kasar (foulings), maka kurva beban propeller akan bergeser ke kiri pada Gambar
Speed-Power Map tersebut.
Selanjutnya, Engine speed menjadi batasan yang perlu mendapat perhatian. Karena
pengambilan prosentase margin yang proporsional akan berpengaruh pada
kelangsungan operasional kapal. Untuk penyempurnaan terhadap situasi yang
Dipilih CPP
demikian, maka biasanya diambil langkah-langkah sebagai berikut :
Mengganti propeller
(Controllable Pitch Propeller) untuk propulsor kapal, atau
dengan yang baru saat dilaksanakan mid-life dry docking.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
24
% MEP
110
TYPICAL MAX
CONTINUES RPM
MAX CONTINUES
100
100 % MEP
90
90 %
MEP
BOUNDARY
OF
EXPECTED
OPERATING
AREA
80 %
MEP
80
TRIAL
CONDITIONS
70 %
MEP
PROPELLER
CHARACTERISTICS
70
80
90
100
110 %
25
% MEP
110 %
Power Limit
100 %
Torque Limit
90 %
100% MEP
90% MEP
110 %
85% MEP
RPM Limit
% RPM
90
100 103
108
Keterangan :
Optimum range untuk operasi yang kontinyu
Range Kerja yang hanya dibolehkan untuk waktu yang sangat terbatas saja
Upper speed range, dicoba saat sea trial saja
Range dari Karakteristik Engine pada saat sea trial dengan kondisi cuaca yang
cerah, dan keadaan lambung kapal (hull) masih bersih
Kurva beban propeller hampir mendekati titik MCR, meskipun Engine masih
untuk waktu yang terbatas. Maksud dari kurva
mampu kerja didalam range
ini adalah untuk menunjukkan beban propeller yang seharusnya dicapai
(dalam tahapan perancangan propeller)
Batas dari Range
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
26
Ambient Air
Temperature
( 0C )
ISO 3046 / I
CIMAC
DIN 6271
SAE J816b
SAE J270
DEMA
SNAME T&R 3-27
Mach. Space Air
Outside Air
Det Norske Veritas
JIS
DIN 70020
DIN 6270 A
DIN 6270 B
British Std. 649
British Std. Au141a
Keterangan :
(1) Maximum
(2) Minimum
(3) Temperature at Outlet
Barometric
Pressure
( kpa )
Relative
Humidity
(%)
Charge
Coolant
( 0C )
27.0
27.0
27.0
29.4
29.4
32.2(1)
100.0
100.0
100.0
99.2
99.2
95.4(2)
60.0
60.0
60.0
31.0
31.0
60.0
27.0
27.0
27.0
88.0(3)
88.0(3)
68.0(3)
32.2
24.0
45.0
20.0
20.0
30.0
20.0
29.4
30.0
101.0
101.0
--101.3
101.3
101.3
98.0
99.6
101.3
53.31
85.0
70.0
65.0
----60.0
-----
----30.0
----25.0
----25.0
Engine Manufacturer
STORK-WERKSPOOR
M.A.N.
SULZER
MTU
S.E.M.T. PIELSTICK
B&W
GMT
MIRRLEES BLACKSTONE
GEC (RUSTON)
MWM
CATERPILLAR
DETROIT DIESEL
DOXFORD
27
Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh balingbaling adalah umumnya berkisar 85 90% dari nominal power pada nominal speed
(rated power, rated speed). Sehingga, besarnya selisih (10 15%) yang dipilih tersebut,
didasari pada permintaan Owner serta pertimbangan teknis dari kekhususan bentuk
lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih mencukupi kebutuhan untuk
mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan kenyataan adanya binatangbinatang laut yang tumbuh menempel di lambung kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan
untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal dalam operasi servisnya harus merunning engine pada kondisi 100% nominal dari maximum continuous power rating.
SERVICE RATING = 85 90 %
= {Brake Power Trials} / {Brake Power Manufacturer Rating}
Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi
lingkungan, tipe bahan bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi
dalam
kondisi engine & Propeller match yang seperti ditunjukkan pada region
Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan
terhadap alasan ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan dari
Engine. Beban thermal dari engine tergantung pada bmep dan posisi titik operasi pada
dari Gambar 18 tentang Speed Power Map, yangmana menyajikan
kurva
kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang diberikan. Untuk
memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi engine untuk
continuous service sebaiknya berada dalam Range (Gambar 18). Engine boleh
dioperasikan dalam Range , namun hanya untuk periode yang terbatas.
Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal speed. Dan
ketika kelebihan daya tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran engine dapat
dinaikkan hingga;
Untuk memperoleh nilai specific fuel oil consumption yang lebih rendah dari engine
yang diberikan dalam kondisi servis, dimana mungkin engine yang relatif lebih besar,
yang dipilih untuk diinstal di kapal. Sehingga perlu adjustments yang optimal terhadap
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching
28
propeller dan engine agar specific fuel oil consumption yang paling rendah dapat
diperoleh.
Engine di-adjust untuk mendapatkan bmep yang maksimum pada derated RPM dan
Power. Metode yang diterapkan adalah untuk meng-encourage operasi engine speed
yang terendah, sehingga secara teoritis efisiensi propeller yang lebih tinggi dapat
ditemukan.
Diagram ini untuk menunjukkan kinerja engine melalui prosentase, ataupun nilai
absolut, dari ratio power dan speed yang terjadi saat operasi engine. Pada umumnya,
cakupan range operasi engine dibatasi oleh beberapa hal seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 : Operating Range Bounded By Various Constraints
OPERATING RANGES
Idle Speed
Smoke Limit
Surge Limit
Exhaust Gas Temperature
Peak Cylinder Pressure
Turbo RPM
Max. Engine RPM
Motoring
Minimum BMEP
CONSTRAINTS
Smooth Running; Number of Cylinders; Inertia;
Friction, etc
Poor Scavenge & Combustion
Turbo Unstable
Valve Deposits, Burning, etc
Mechanical Stresses
Limiting Inertia Stress
Wear rates; Inertia Forces
Friction & Pumping; Losses (Mech. Efficiency)
Poor Combustion
29
30
Question 2 :
Bung, kenapa engine speed ini perlu diturunkan pada propeller speed ? kalau
tidak diturunkan bagaimana ?
Answer 2 :
Begini untuk internal combustion engines, TORQUE secara definisi adalah 5.252
dikalikan dengan dayanya, kemudian dibagi dengan putarannya (RPM). Sehingga,
jika karakter engine adalah putaran rendah dan memiliki daya yang besar, sudah
dapat dipastikan bahwa engine akan mempunyai nilai Torque yang besar. Inilah
yang menyebabkan bahwa tipikal slower turning propeller akan memberikan Thrust
yang lebih besar, karena mereka menerima Torque yang besar pada nilai engine
power yang sama.
Sebagai contoh; Sebuah engine mempunyai kapasitas daya 500 HP pada
putaran 2.000 RPM, sehingga engine tersebut akan men-deliver torque sebesar
1.313 lb-ft ke propeller. Dan jika pada sistem transmisi tersebut dipasang
reduction gear (gearbox) dengan rasio 3:1, maka kapasitas daya akan berkurang
berkisar 3% (friction losses di gearbox) menjadi 485 HP. Pada waktu yang sama
juga, putaran propeller turun menjadi 667 RPM. Maka besarnya torque yang dideliver menjadi bertambah hingga 3.819 lb-ft.
Question 3 :
Bung, biasanya ship operator untuk menghemat pemakaian bahan bakar, maka
operasional engine umumnya pada putaran yang mendekati lower limit sehingga
kecepatan kapal pun menjadi lebih rendah. Bagaimana itu bisa terjadi ?
Answer 3 :
Pada marine diesel engines, trendline dari rated engine torque adalah
proporsional dengan rated bmep yang terjadi. Dan rated bmep adalah juga
proporsional dengan rated fuel consumption-nya. Dengan menurunkan putaran
engine, katakanlah dari 2.200 RPM menjadi 1.600 RPM, maka sesungguhnya
terjadi penurunan rated bmep sekaligus penurunan rated fuel consumption
(katakanlah dari 180 gr/HP-hr menjadi 155 gr/HP-hr). Jika besarnya engine
power adalah 4.000 HP dan kapal berlayar selama 10 hari, maka penghematan
bahan bakar dapat mencapai 24 ton. Konsekuensinya adalah kecepatan servis
kapal akan turun, sebab output power dari engine juga turun.
31