Pterigium
Disusun oleh :
RAYMOND RHEZA
(406138024)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2014
I.
IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Tanggal pemeriksaan
: Nn. T
: 36 tahun
: Islam
: 29 September 2014
II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 29 September 2014 jam 12.30 WIB
Keluhan utama
Kedua mata terdapat penebalan selaput yang semakin ke tengah.
Keluhan tambahan
Kedua mata terasa perih, sering keluar air dan kotoran yang banyak.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu yang lalu, os merasa penebalan selaput pada kedua mata yang
dialaminya semakin melebar ke bagian tengah mata. Keluhan tersebut disertai dengan
mata terasa berair, perih dan keluar kotoran cukup banyak pada malam hari pada kedua
mata. Terkadang disertai dengan keluhan mata merah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan serupa seperti ini 6 tahun yang lalu, diberi obat oleh
dokter dan keluhan seperti mata berair, prih dan keluar kotorannya hilang pada saat itu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
: 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi
Frekuensi Nafas
Kepala/leher
: 84 kali/menit
: 18 kali/menit
Abdomen
Ekstremitas
STATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGAN
1. VISUS
- Visus jauh
- Koreksi
- Addisi
- Kaca mata lama
- Persepsi warna
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
OD
OS
20/40
+
20/40
+
Eksoftalmus
Endoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata
3.
4.
-
SUPERSILIA
Warna
Hitam
Hitam
Simetris
Normal
Normal
Tanda peradangan
Rontok
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Nyeri tekan
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Distrikiasis
Sikatriks
Pungtum lakrimal
Fissura palpebra
Tes anel
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
KONJUNGTIVA PALBEBRAE SUPERIOR INFERIOR
Hiperemis
Folikel
Papil
-
5.
Baik ke segala
arah
Baik ke segala
arah
6.
7.
8.
-
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Perdarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus senilis
Edema
Uji fluoresein
+
-
Normal
Jernih
Rata
12 mm
Baik
Tidak
dilakukan
Normal
Jernih
Rata
12 mm
Baik
Tidak dilakukan
Sedang
Jernih
-
Sedang
Jernih
-
Coklat
-
Coklat
-
Tengah
Isokor
3 mm
+
+
Tengah
Isokor
3 mm
+
+
- Kejernihan
- Letak
- Test Shadow
13. BADAN KACA
- Kejernihan
14. PALPASI
- Nyeri tekan
- Massa tumor
- Tensi okuli
- Tonometer schiotz
15.
KAMPUS VISI
- Tes konfrontasi
16.
FUNDUS OKULI
- Batas
- Warna
- Ekskavasio
- AVR
- CDR
- Macula lutea
- Retina
- Eksudat
- Perdarahan
- Sikatriks
- Ablasio
- Neovaksularisai
Jernih
Tengah
-
Jernih
Tengah
-
Jernih
Jernih
N/palpasi
N/palpasi
Tidak dilakukan
Baik
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0,3
+
-
Tidak dilakukan
Baik
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0,3
+
-
Slit-lamp,
V. RESUME
Telah diperiksa pasien perempuan, Nn. T, 36 tahun ke Poliklinik Mata RSUD Ciawi.
Pasien datang dengan keluhan adanya penebalan selaput yang semakin menjalar ke
bagian tengah mata pada kedua mata yang dirasakan semakin mengganggu sejak 2
minggu yang lalu. Keluhan tersebut juga disertai dengan keluhan mata sering berair,
terasa perih dan mengeluarkan kotoran yang banyak. Pasien pernah mengalami keluhan
yang serupa 6 tahun yang lalu dan keluhan hilang setelah diberi obat oleh dokter saat itu.
Status Oftalmologi :
OD
VI.
OS
20/40 - PH 20/20
Visus
20/40 PH 20/20
N/palpasi
TIO
N/palpasi
Tidak Hiperemis
Cts
Tidak Hiperemis
Tidak Hiperemis
Cti
Tidak Hiperemis
Tidak Hiperemis
Cb
Tidak Hiperemis
Jernih
Jernih
Dalam
CoA
Dalam
Bulat 3mm RC +
Bulat 3mm RC +
Sinekia -
Sinekia -
Jernih
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS KERJA
Pterigium ODS
VIII. PENATALAKSANAAN
C. Xitrol (Dexamethasone 1mg/mL+Neomycin Sulfat 3,5 mg/mL+Polymixin
IX.
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
TINJAUAN PUSTAKA
PTERIGIUM
A. Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
B. Etiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Diduga merupakan suatu neoplasma,
radang dan degenerasi yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, pasir, cahaya
matahari, lingkungan dengan angin yang banyak dan udara yang panas, selain itu
faktor genetik dicurigai sebagai faktor predisposisi.
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi
ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari nahan tertentu di udara dan faktor
herediter.
1. Radiasi Ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
adalah terpapar sinar matahari. Sinar UV diabsorpsi kornea dan konjungtiva yang
dapat mengakibatkan kerusakan sel dan proliferasi sel.
2. Iritasi kronik
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratittis kronik dan terjadinya limbal.
C. Patofisiologi
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi
limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.
Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea,
vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan
jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak
penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau
disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar UV terjadi kerusakan limbal
stem cell di daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunujukkan perubahan phenotype,
pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi
rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada
bagian pterygium menunjukkan prolifersi sel yang berlebihan. Pada fibroblast
pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraseluler
berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini
menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan
terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
mengalami iritasi dapat menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan
oleh penderita.
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 tipe yaitu pterigium progresif dan
pterigium regresif:
-
Pterigium progresif: tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan
kepala pterigium
Pterigium regresif: tipis, atrofi, sedikit vascular. Tipe ini akhirnya akan membentuk
membran yang tidak hilang.
Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2mm melewati
kornea
Derajat 3: sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4mm)
E. Diagnosis Banding
1. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea.
Lokasi
Pterigium
Pseudopterigium
Selalu di fissura
Sembarang lokasi
palpebra
Progresivitas
Selalu stasioner
stasioner
Riwayat penyakit mata
Tes sondase
Negatif
Positif
2. Pinguekula
Pinguekula merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga
dengan puncak di perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabuabuan dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin,
debu dan sinar matahari yang berlebihan. Biasanya pada orang dewasa yang
berusia kurang lebih 20 tahun.
Secara histopatologik ditemukan sel epitel tipis dan gepeng, sering terdapat
hanya dua lapis sel. Lapisan subepitel tipis. Serat-serat kolagen stroma
berdegenerasi hialin yang amorf kadang-kadang terdapat penimbunan seratserat yang terputus-putus. Dapat terlihat penimbunan kalsium pada lapisan
permukaan. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam Pinguekula akan tetapi bila
meradang atau terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat
pembuluh darah yang melebar. Tidak ada pengobatan yang khas, tetapi bila
terdapat gangguan kosmetik dapat dilakukan pembedahan pengangkatan.
F. Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi UV untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterigium pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien
disarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan
tehadap terhadap radiasi UV sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya
matahari.
2. Farmakologi
Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.
3. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah nerupa avilsi pterigium. Sedapat
mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut
ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior
untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu
memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal
mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC)
sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari
pemakaian MMC juga berat.
Indikasi tindakan operasi:
-
Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil.
Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatisme.
G. Komplikasi
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
-
Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Infeksi
Ulkus kornea
Diplopia
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva P R, Whitcher J P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ketujuh belas.
Jakarta: EGC, 2008.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 2006.
3. Lazuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat 2009. Tesis. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumetera Utara. Medan: 2010.