Anda di halaman 1dari 7
Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2008 INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK DARI ANTER KARET UNTUK TRANSFORMAS! MENGGUNAKAN GEN KITINASE ‘Asmini, BUDIAND?, Imron RIYADI”, Fetrina OKTAVIA®, dan SISWANTO” ” Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia ” Pusat Penelitian Karet Ringkasan Faktor utama penycbab rendahnya produktivitas tanaman karet adalah serangan penyakit sgugur daun yang disebablan oleh Corynespora casicola dan penyakitjamur akar putih (AP) yang, disebabkan oleh Rigidoporus lignosis, Kitinase termasuk PReprotein (Pathogenesis related-protein) ‘yang berperan dalam mekanisme pengendalian penyakit yang disebabkan oleh jamur, karena kemampuannya mendegradasi kitin, Komponen viama dinding sel jamur patogen. Rekayasa ‘genetika perakitan tanaman karet nggul tahan terhadap serangan jamur patogen dapat dilakukan ‘dengan mengintroduksikan gen ci yang menyandikan kitinase ke dalam sel karet. Penelitian ini Dertujuan untuk mempelajari pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pembentukan kalus ‘embriogenik dan embriogenesis somatik pada alus hasiltransformasi. Penelitian induksi kalus ‘embriogenik disusun menurut rancangan acak lengkap faktorial dengan 10 ulangan, Faktor pertama adalah klon karet yang terdiri dari klon RRIM712, BPM 1, PR900 dan PR 225. Faktorkedua adalah konsentrasiat pengatur tummbuh2-D (1.dan5M) dengan ip Sdan 10M) dan24-D (Idan 5M) dengan kinetin (6 dan 10M). Kalusembriogenik yang dihasilkan selanjutaya digunakan untuk transformasi menggunakan konstruk gen ci. Induksi embrio somatik dari kalus hasil transformasi disusun menurut rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3 konsentrasi kinetin (I;25 dan 5 M) dikombinasikan dengan NAA 1M dan GA, 1M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalus ‘embriogenik dapat dinduksi dari anter keempat kion tanaman karet pada semua media yang igunakan. Persentasetertinggi pembentukan kalus diperoleh dari klon RRIM712 pada kombinasi zat pengatur tumbuh 2,-D 1 M dan kinetin 10 M (02.7%). Induksi embrio somatik dari kalus ‘ransforman sebesar 3% diperoleh pada media dengan penambahan kinetin 1 M dengan rata-rata dua embriosomatik perkalus. Kata kunci: Hevea brasiliensis, anter karet, kalus embriogenik, kitinase, PENDAHULUAN Gugur daun yang disebabkan cendawan Corynespora casticola dan jarnut akar putih GAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus merupakan penyakit ‘ama tanaman karet. Penyakit ini dilaporkan dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar, karena kerusakan berat yang dapat ditimbul-kannya. Pada tanaman muda serangan penyakit ini menyebabkan pertum-buhan batang sangat terlambat akibat pengguguran daun secara terus menerus sehingga sulit mencapai kriteria matang sadap. Bahkan pembongkaran tanaman bisa terjadi pada areal yang terserang berat. Penggunaan bahan tanaman karet yang tahan terhadap Corynespora casicola dan Rigidoporus lignosus merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Meskipun pemuliaan secara konvensional telah menghasilkan beberapa klon karet yang resisten, namun di lapang sering terjadi perubahan tingkat resistensi, sebagaimana yang terjadi pada kion GT 1 dan RRIM 600 (Othman et al., 1996, Sinulingga et al, 1996). Rekayasa genetik perakitan tanaman karet tahan C. cassicola dipandang merupakan salah satu alternatif pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut. 330 Budiard, Riyadt, Ohtavia, Siswanto Selain kegunaannya dalam penyediaan bibit unggul secara massal, penguasaan teknologi regenerasi in vitro juga sangat diperlukan dalam rekayasa genetik untuk perbaikan sifat tanaman karet. Pengembangan kion unggul melalui transfer gen sangat tergantung pada kemampuan urttuk meregenerasikan dan menggardakan tanaman hasil transformasi genetik (Tahardi, 1998). Pengembangan Kultur jaringan karet ‘melalui induksi kalus dan embriogenesis somatik telah banyak dilakukan. Nuchaimi dan Darussamin (1999), telah berhasil mengindaksi kalus dari anter karet pada media MS dengan menambahkan 24-D 1 mg/L dan kinetin 1 mg/l. Tahardi (1998) melaporkan keberhasilan meregenerasikan plarilet melalui induksi kalus embriogenik dilanjutkan dengan embriogenesis somatik. Keberhasilan kulturjaringan karet melalui embriogenesis somatik hingga skala luas di lapang telah pula dilaporkan (Etienne etal +1997; Jayasreeet al.,2001; Carron etal, 2000; Thulaseedharan, 2002),Dengan demikian Uupaya perakitan tanaman karet unggul melalui tekayasa genetika mempunyai peluang ‘keberhasilan yang cukup tinggi. Mekanisme interaksi antara inang dengan parasit sangat menentukan tingkat ketahanan tanaman terhadap sua penyakit. Menurut Prell & Day (2001) mekanisme ketahanan tanaman dapat berupa hipersensitiftas sel dengan cara pembentukan kalose, lignin atau protein struktural, senyawa fitoaleksin dan sintesis protein PR (pathogenesis related proteins). Kitinase merupakan salah sata jenis protein PR (pathogenesis related proteins), yang berperan mendegradasi kitin, komponen utama dinding se jamur (Datta et al, 2000). Selain memiliki kemampuan menempel pada dinding sel jamur secara langsung, enzim ini juga membebaskan senyawa oligoN- asetylglukosamin dari kitin, yang berfungsi sebagai elisitor, dan telah terbukti berperan penting dalam mengaktifkan respon ketahanan (Ren & West, 1992). Hasil- hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman yang mengekspresikan gen kitinase mempunyai Ketzhanan terhadap cendawan patogen terfentu. Beberapa contoh diantaranya adalah tanaman tembakau yang tahan terhadap cendawan Rhizoctonia solani (Jach et al., 1992 dalam Datta et a, 2000), dan Sclerotinia sclerotiorum (Terekawa et al,, 1997); tanaman mentimun yang talian terhadap serangan Botrytis cinerea (Tabei et a, 1998) dan tanaman padi yang tahan terhadap Rhizoctonia solani (Broglie t al., 1991; Lin et al, 1995; Datta ef al, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kalus cembriogenik sebagai bahan untuk transformasi genetik menggunakan gen kitinase, serta induksiembrio somatik dari kalus hasil transformasi. BAHAN DAN METODE Induksi Kalus Embriogenik Kolus diinduksi dari anter tanaman karet kion RRIM 712, BPM 1, PR 300dan PR, 225 yang ditanam di kebun percobaan Cibodas. Bunga jantan ukuran 2-3 mm dengan kkelopak masih menutup sempurna dan berwarna hijau kekuningan lsterilisasi dalam laratan 4% natrium hipoklorit selama 15 menit, dicuci 45 kali dengan air steri ‘Medium dasar yang digunakan adalah medium MS dengan penambahan vitamin BS (ayasree et al, 2001), air kelapa5%, sukrosa 3% dan gelrite? g/1 Tabard, 1998). Untuk :menginduksi dan menumbuhkan kalus, ke dalam medium ditambahkan kombinasi ZPT2A-D (i dan5M) dengan 2-ip ( dan 10M) dan 24D (1 dan5M) dengan kinetin (5 dan 10M), LInduksi kalus embriogentk davianter karet untuk transformasi menggunakan gen ktinase Sebanyak 1Santer darisetiap klon dikulturkan dalam 10cawan petriberdiameter 6 cm. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 8 perlakuan dan 10 ulangan. Kultur diinkubasi pada kondisi gelap dengan suhu antara 25-27C. Sub-kultur ke media yang sama dilakukan setiap 4 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah (persentase) anter yang membentuk kalus, Kultur A. Tumefaciens A. tumefaciens LBAA404 yang mengandung pCAMBIA1301 ditumbuhkan pada media LB yang ditambah kanamisin 50 mg/1 dan rifampisin 50 mg/l, kemudian dikocok pada kecepatan 150 rpm selama 16 jam pada suhu 28°C. Suspensi bakteri ini disentrifus dengan kecepatan 5000 spm selama 10 menit untuk diambil peletnya. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dalam 20 ml media MS cair yang mengandung, asetosiringon 100 mg/L Kultur bakteri dikocok kembali selama dua jam hingga siap digunakan untuk transformasi. ‘Transformasi Kalus Embriogenik dengan Gen Kitinase melalui A. Tumefaciens Kalus embriogenik yang dihasilkan dari kegiatan pertama selanjutnya digunakan sebagai eksplan dalam percobaan transformasi menggunakan gen kitinase (chi) yang dikonstruk dalam vektor pCAMBIA1301 yang membawa gen hptll dan gen gus. Transformasi gen chi ke dalam kalus embriogenik karet dilakukan mengikuti prosedur Sano & Kusano (2002) dengan beberapa modifikasi. Inokulasi dilakukan dengan pengocokan kalus bersama suspensi bakteri pada kecepatan 60 rpm selama 30 ‘ment, Setelah ko-kultivasi 48 jam pada medium MS yang mengandung asetosiringon 100 mg/l, eksplan dicuci 3 kali dengan airsteril, dilanjutkan dengan satu kali pencucian ‘menggunakan air yang mengandung sefotaksim500 mg/l, kemudian dipindahkan ke medium seleksi yang mengandung sefotaksim 500 mg/l dan higromisin 25 mg/1, Pengamatan dilaicukan terhadap kalus yang tumbuh pada tiap medium seleksi Kalus yang berkembang pada medium seleksi selanjutnya dipindahkan ke ‘medium untuk induksi embrio somatik, yaitu medium MS yang dilengkapi dengan vitamin BS, sukrosa 3% dan gelrite 2g/Isertazat pengatur tumbuh NAA 1MdanGA,1 Myang dikombinasikan dengan kinetin (1;2,5 dan 5 M). Untuk kontrol, 30 kalus yang tidak di transformasi dikulturkan pada media yang sama. Induksi ES dilakukan pada kondisi terang, Pengamatan dilakukan terhadap persentase kalus yang membentuk ES dan rata-rata ES yang terbentuk per kalus. 332 Budiani, Riyadl, Oktavia, Siswanto MASIL DAN PEMBAHASAN Induksi Kalus Embriogenik Pembentukan kalus terjadi pada semua klon karet yang digunakan, serta pada semua kombinasi ZPT (Tabel 1). Inisiasi pembentukan kalus pada ke-4 klon mulai terlihat? minggu setelah kultur. Pada awalnya, kalus yang terbentuk berwarne kuning pucat, kemudian berubah menjadi kuning cerah. Kalus embriogenik yang berasal dari anter bunga karet ini memiliki struktur kompak dengan nodular-nodular (Gambar 1). ‘abel. Pengaruh zat pengatur tumbuh (ZP1) terhadap induksi kalus embrio-genike pada empat klon tanaman karet6minggusetelah kultur )) pada klon PR 300 0 767 807 77 887 88 747 Gambarl. _Perkembangan kalus dari anter bunga karet kion RRIM 712, (A) kalus 6 ‘minggusetelah kulturdan (B)kalus 12 minggusetelah kultur Persentase pembentukan kalus pada klon RRIM 712 adalah yang tertinggi (62,7%) dibandingkan ketiga kion lainnya yaitu BPM 1 (90%), PR300 (88,7%) dan PR225, (92%). Klon RRIM 712 juga menunjakkan pertumbuhan kalus terbaik, yaitu jumlah alus yang terbentuk lebih banyak dengan diameter sekitar 5 mm, sedangkan pada ketiga klon lainnyahanyasekitar2mm, Berdasarkan pengamatan persentase pembentukan kalus diketahui bahwa kalus dari klon RRIM 712 mampu berproliferasi dengan cepat dalam media induksi, dan 333, Induksi kalus embriogenik davianter karet untuk transformasi menggunakan gen ktinase keberhasilan untuk mendapatkan kalus embriogenik dari anter tanaman karet dipengaruhi oleh sifat tanaman donor. Wang & Power (1989) melaporkan bahwa di samping jenis klon, kualitas dan kemampuan pembentukan kalusjuga ditentukan oleh ‘medium dan lingkungan kultur. Secara umum, proliferasi kalus embriogenik juga tergantung pada friabilitas kalus yang dapat diinduksi dengan mengatur rasio auksin dansitokinin (Hadrami etal, 1991), ‘Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kombinasi 2,4-D (1 dan 5M) dengan kinetin (5 dan 10 M) lebih efektif untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik dibanding kombinasi 2,4-D (1 dan 5M) dengan 2-ip ( dan 10 M). Sub-kultur kalus ke media yang sama menyebabkan sebagian dari kalus berubah menjadi coklat. Selain pertumbuhan kalus juga lebih lambat, pencoklatan pada kalus di media dengan penambahan 24-D dan 2-ip lebih cepat dibandingkan dengan pada media yang ‘mengandung2/4-Ddan kinetin. ‘Transformasi Kalus Embriogenik dengan Gen Kitinase melalui A. Tumefaciens ‘Transformasi genetik tanaman karet dengan gen kitinase telah dilakukan pada kalus yang berasal dari anter klon RRIM 712, BPM 1 dan PR 300. Induksi ES berhasil dilakukan pada kalus klon RRIM 712, sementara pada klon BPM 1 dan PR 300, ES belum dapat diinduksi baik pada kalus Kontrol (tanpa transformasi) maupun ‘transformasi. Pada klon RRIM 712, dari 200 eksplan kalus yang ditransformasi, hanya 94 (47%) kalus yang mampu tumbuh di media seleksi yang mengandung higromisin. Kalus hasil seleksi ini selanjutnya disubkultur ke media induksi ES. Pada kalus kontrol pemindahan kalus pada kondisi terang untuk menginduksi pembentukan ES, ‘menyebabkan tumbuhnya kalus baru yang berwarna hijau dan merah dari beberapa kkalus yang sudah mencoklat dan dari kalus tersebut muncul ES (Gambar?) Inisiasi ES pada media induksi ES mula terlihat pada minggu ke lima pada kalus Gambar2. Perkembangan kalus hasil transformasi, (A dan B) kalus kontrol, (C) kalus transformasi. Tanda panah menunjukkan ES Kontrol. Setelah 7 minggu pada media induksi, persentase pembentukan ES tertinggi ada kalus kontrol diperoleh pada media dengan penambahan kinetin 5 M (36,7%) dengan rata-rata ES per kalus tertinggi dihasilkan pada media dengan penambahan kinetin 25 M (3,7%). Sedangkan pada kalus yang ditransformasi, ES baru terbentuk pada media dengan penambahan kinetin 12,5 M (3%) dengan rata-rata ES per kalus dua (abel?) 334 Budiani, Riyadl, Oktavia, Siswanto Tabel2. Pengaruh kinetin yang dikombinasikan dengan NAA 1 M dan GA, 1 M terhadap pembentukan ES dan rata-rata ES per kalus Rata -rata BS per kalus Pembentukan dan perkembangan ES pada kalus hasil transformasi sangat lambat dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan kalus telah mendapat perlakuan transformasi sehingga menderita stress. Mentirut Santeso ef al. (2000), perlakuan transforntasi dan media seleksi yang mengandung agensia penyeleksi yang, umumnya berupa antibiotik, menyebabkan kemampuan regenerasi menurun. KESIMPULAN Kalus embriogenik dapat diinduksi dari anter karet Klon RRIM 712, BPM 1, PR 300 dan PE 25 pada media yang mengandung kombinasi hormon tumbuh 24-D dengan 2-ip dan 24-D dengan kinetin. Embrio somatik berhasil diinduksi baik dari kalus kontrol non-transforman, maupun dari kalus hasil transformasi menggunakan genchi DAFTAR PUSTAKA Broglie, K. et al. (1991). Transgenic plants with enhanced resistance to the fungal pathogen Rhizoctonia colani. Science, 254, 1194-1197. Carron, MP,, Y. Leroux, J. Tison, B.G. Dea, V. Caussanel, and J. Clair] Keli. 2000. ‘Compared soot system architectures in seedlings and in vitro plantlets of Hevea brasiliensis, in the inital years of growth in the field. Plant and Soil 223: 72-85, Datta, K., ZK. Nicola, N. Baisakh, N. Oliva and S.K. Datta. 2000, Agrobacterium- ‘mediated engineering for sheath blight resistance of indica rice Cultivars from different ecosystems. Theor. Appl. Genet., 100, 832-839. Etienne, H., M. Lartaud, MP. Carron, and N. Michaux-Ferriere, 1997. Use of calcium to optimize long-term proliferation of friable calluses and plant regeneration in Hevea brasitiensis (wall. Arg,).J.Exp- Bat. 48(306):129 137. Hadrami, E,, M.P. Carron, and J.D. Auzac. 1991. Influence of exogenous hormones on somatic enibryogenesisin Hevea brasiliensis. Ann. Bot,7,511-515. Jayasree, P.K., MP. Asokan, 8. Sobha, LS. Ammal, K. Rekha, R. G. Kala, R. Jayasree, and A. Thulaseedharan. 2001. Somatic embryogenesis and plant regeneration 335 Induksi katus embriogenik dar‘ anter karet untuk transformasi menggunakan gen kitinase fromimmature anthers of Hevea brasiliensis, Indian J. Nat, Rubber Res.,14,20-29. Lin, W, CS. Anuratha, K. Datta, . Potrykus, Muthukrishnan & SK. Datta (1995). Genetic engineering of rice for resistance to sheath blight. Biotechnology, 13, 686- 691 Nurhaimi-Haris dan A.Darussamin. 1993. Isolasi protoplas karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) darikalus dan suspensisel. Menara Perkebunan, 61(2),25-31. (Othman R., M. Benong, SH. Ong and I. Hashim. 1996, Strategies and develop-ment of resistant Hevea clones againts Corynespors leaf fall. Proc. Workshop on Corynespora lea fall disease of Hevea rubber, Medan, 16 17Desember, Pp 177-193. Prell, HLH. and P.R. Day. 2001. Plant Funggal Pathogen Interaction a Classikal and ‘Molecular View. Springer Verlag Berlin Heiderberg. Jerman. Ren, Y. and C.A. West. 1992, liitation of diterpene biosyntesisin rice (Oryza sativa L.) by chitin. Plant Physiol, 99,1169-1178. Sano H. and T. Kusano. 2002. Method for producing the transformants of coffee plants and transgenic coffee plant. United States Patent. USA. Santoso D., F.L Cugito and H. Minarsih. 2000. Developmentof tobacco plant cells in the presence of kanamycin at various levels for transgenesis. Meniara Perkebunatt, (68(2), 21-28 Sinulingga W.,Suwarto, H. Soepena., 1996. Current status of Corynespora leaf fall in Indonesia, Proc. Workshop on Corynespora leaf fall disease of Hevea ruber, Medan, 16-17Desember. Pp:29-36. Tabei, Y.,S. Kitade, Y. Nishizawa, N. Kikuchi, T. Kayano, T. Hibi and K. Akutsu. 1998, ‘Transgenic cucumber plants harbouring a rice chitinase gene exhibit enhanced resistance to gray mold (Botrytis cinerea). Plant Cell Rep., 17, 159-164 ‘Tahardi, JS. 1998. Plant regeneration in Hevea brasiliensis via somatic embryogenesis, ‘Menara Perkebunan, 66(1), 1-8. ‘Terekawa, N., N. Takaya, H. Horiuchi and__M. Koike (1997). A fungal chitinase gene from Rhizopus oligosporus confers antifungal activity to transgenic tobacco. Plant Call Rep.,16, 439-443, Thulaseedharan, A. 2002. Biotechnological approaches for crop improvement in natural rubber at RRUI- Present status. In: Proceedings of the rubber Planter's Conference, India. 2002. Pp.135-140 ‘Wang Z.Y. and J.B. Power. 1989. Elimination of systemic contamination in explant and protoplast cultures of rubber (Hevea brasiliensis Muell.Arg.). Plant Cell Rep., 7, 622-625. 336

Anda mungkin juga menyukai