Anda di halaman 1dari 19

1

ANALISIS YURIDIS TERHADAP


PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SAMARINDA NOMOR
05/PDT.G/2009/PN.SMDA DALAM GUGATAN WANPRESTASI PERJANJIAN
PROYEK KERJASAMA GERBANG DAYAKU ANTARA PURNADI DIREKTUR
UTAMA PT. MARGI PURNAMA MELAWAN M. TAKDIR
ABSTRAKSI
Rudi H Pasaribu. 0908015301, Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan
Negeri Samarinda Nomor 05/Pdt.G/2009/Pn.Smda Dalam Gugatan
Wanprestasi Perjanjian Proyek Kerjasama Gerbang Dayaku Antara
Purnadi Direktur Utama Pt. Margi Purnama Melawan M. Takdir. Fakultas
Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Penulisan Hukum (Skripsi), 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis yuridis terhadap bentuk
pelaksanaan kesepakatan dalam perjanjian proyek gerbang dayaku antara Purnadi
direktur utama PT Margi Purnama dengan M. Takdir dan juga untuk mengetahui
pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Samarinda dalam Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara
gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M.
Takdir dilihat dari sisi keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Samarinda, dengan metode penelitian
normatif, Pendekatan pendekatan dalam penelitian yang akan diambil adalah
pendekatan kasus (case approach), serta pendekatan perundang-undangan (statue
approach) . Sumber bahan hukum yaitu sumber bahan hukum primer dan sumber
bahan hukum sekunder. Teknik pengumpuan data yaitu dengan Melakukan data
dokumentasi (documentation research dan Melakukan studi kepustakaan
(bibliography research).
Hasil penelitian yang diperoleh 1). Pada perjanjian yang telah disepakati
tersebut tidak mencantumkan batas waktu berlakunya perjanjian yang disepakati
tersebut karena menurut KUH Perdata pasal 1243 yang menjelaskan bahwa
penggantian kerugian dan bunga karena tidak dipenuhi suatu perikatan mulai
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya
dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu
yang ditentukan. Dalam perjanjian tersebut juga ada beberapa kesalahan/
kekhilafan dalam pencantuman poin-poin dalam kontrak karena dari poin 1 langsung
melangkah ke poin 3, karena bertentangan dengan pasal 1321 yang menyatakan
bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan kekhilafan,
atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Perbuatan Tergugat adalah
merupakan perbuatan ingkar janji / cidera janji yang sangat merugikan Penggugat
berserta segala akibat hukum dari padanya, tugas hakim untuk menentukan
kualifikasi hukum atas suatu peristiwa yang diajukan kepadanya in casu menilai
apakah suatu peristiwa yang dijadian dasar gugatan Penggugat diatas, gugatan
Penggugat dapat dikualifisir sebagai gugatan mengenai wanprestasi. 2). Dalam

Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/ PN.Smda terhadap


perkara gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama
melawan M. Takdir dilihat dari sisi keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum,
maka tidak semua pertimbangan hakim yang dalam mengadili perkara ini jelas-jelas
tidak relevan dengan teori-teori hukum/ norma hukum dan kenyataan hukum
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis menyimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor:
05/Pdt.G/2009/ PN.Smda terhadap perkara gugatan wanprestasi antara Purnadi
Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir tersebut tidak berdasarkan
perjanjian, perjanjian yang dibuat kedua belah pihak tidak mencantumkan batas
waktu perjanjian, dan terjadinya kekhilafan penulisan dan putusan tersebut tidak
mencerminkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Saran penulis dalam
membuat perjanjian harus jelas dan teliti agar mempunyai kekuatan hukum, Majelis
hakim kedepannya dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa harus
berdasarkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Kata kunci : - Wanprestasi Perjanjian Proyek Kerjasama Gerbang Dayaku
Antara
Purnadi Direktur Utama Pt. Margi Purnama
Melawan M. Takdir dan Keadilan, Kepastian serta
Kemanfaatan Hukum.

Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi
kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara
hukum dalam berbangsa dan bernegara membawa keharusan untuk mencerminkan
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Segala aspek kehidupan manusia (social phenomena) dalam masyarakat baik
dari hal yang sekecil-kecilnya sampai pada hal yang sebesar-besarnya yang pada
kenyataannya selalu diatur oleh hukum, antara lain oleh hukum perdata. Hal ini
berkaitan (sebagai konsekuensi yuridis) dengan pernyataan bahwa negara Indonesia
sebagai negara hukum, dimana segala tindakan setiap warga negaranya dan
aparatur pemerintahannya harus berdasarkan hukum, sebagaimana dinyatakan
dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Oleh sebab itu, sebagai negara hukum Indonesia harus membuktikan dirinya telah
menerapkan secara nyata dari prinsip-prinsip negara hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Kepastian hukum;
2. Menjamin/ melindungi hak asasi penduduk;dan
3. Peradilan bebas.
Karena manusia mempunyai kepentingan yaitu tuntutan perorangan/ kompleks
yang diharapkan dapat dipenuhi sesuai yang diharapkan.1 Dari setiap kepentingan
orang tersebut maka akan timbul hubungan hukum yaitu perjanjian yang mengatur
antara orang (naturlijke person) dengan orang lain maupun orang sebagai naturlijke
person dengan badan hukum (recht person ) dan sebaliknya, maupun antara badan
hukum dengan badan hukum yang lainnya.
Hubungan perjanjian tidak akan lahir bila sebelumnya diantara para pihak tidak
membuat perjanjian dan melaksanakannya. Dengan adanya perjanjian diantara para
pihak dengan perannya masing-masing dimana pihak M. Takdir yang mendapat/
memiliki proyek-proyek pekerjaan umum yakni proyek Gerbang Dayaku di Desa
Embalut dan Desa Sebulu, maupun pihak Purnadi Direktur PT Margi Purnama
sebagai pihak yang diajak kerja sama dalam hal pembiayaan proyek-proyek milik M.
Takdir tersebut. Maka para pihak terikat dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) yang
menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, hal
ini tidak lepas dari ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
Pada perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak mencantumkan batas waktu
berlakunya perjanjian yang disepakati tersebut karena menurut KUH Perdata Pasal
1243 yang menjelaskan bahwa penggantian kerugian dan bunga karena tidak
dipenuhi suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan
lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus

Sudikno Mertokusumo, 1990, Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta, Halaman 1

diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu
yang melampaui tenggang waktu yang ditentukan.
Dalam perjanjian tersebut juga ada beberapa kesalahan/ kekhilafan dalam
pencantuman poin-poin dalam kontrak karena dari poin 1 langsung melangkah ke
poin 3, karena bertentangan dengan Pasal 1321 yang menyatakan bahwa tiada
suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan kekhilafan, atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Jika dicermati secara saksama Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor :
05/ Pdt.G/ 2009/ PN.Smda ini Hakim dalam memberikan pertimbangan hukum tidak
berdasarkan surat perjanjian proyek gerbang dayaku antara Purnadi direktur utama
PT. Margi Purnama dengan M. Takdir, tertanggal 22 Mei 2007 karena dari jika dilihat
dari pertimbangan Majelis Hakim jika dilihat dalam Halaman 22-32 Hakim dalam
mngambil petimbangan tidak berdarkan perjanjian dan selalu melemahkan eksepsi
dan bukti-bukti dari pihak Tergugat sehingga bertentangan dengan asas hukum
Perdata yaitu asas et alteram partem (Hakim mendengar para pihak secara netral).
Terhadap tuntutan hukum lewat gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri
Samarinda tersebut telah diberikan putusan sebagaimana telah dibacakan pada
tanggal 15 Oktober 2009 Nomor : 05/ Pdt.G/ 2009/ PN.Smda, yang mengabulkan
sebagian gugatan Penggugat Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama, oleh
karena itu Putusan Pengadilan Negeri Samarinda, tanggal 15 Oktober 2009, Nomor
: 05/ Pdt.G/ 2009/ PN.Smda tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(pasti).
Dalam putusan tersebut akan dianalisis secara kritis mengenai pertimbangan
hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda dalam
Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan wanprestasi
antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir dilihat dari sisi
keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengangkat hal tersebut sebagai bahan penyusun
skripsi yang akan diberi judul tentang, ANALISIS YURIDIS TERHADAP
PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
SAMARINDA
NOMOR
05/PDT.G/2009/PN.SMDA DALAM GUGATAN WANPRESTASI PERJANJIAN
PROYEK KERJASAMA GERBANG DAYAKU ANTARA PURNADI DIREKTUR
UTAMA PT. MARGI PURNAMA MELAWAN M. TAKDIR. Dengan rumusan
masalah sebagai berikut, Bagaimana analisis yuridis perjanjian wanprestasi terhadap
bentuk pelaksanaan kesepakatan dalam perjanjian proyek gerbang dayaku antara
Purnadi direktur utama PT Margi Purnama dengan M. Takdir?, Bagaimana
pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Samarinda dalam Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara
gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M.
Takdir dilihat dari sisi keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum?. Hasil penelitian
ini diharapkan bertujuan untuk memberikan masukan dan bahan kajian memperoleh
informasi tentang analisis yuridis perjanjian wanprestasi terhadap bentuk
pelaksanaan kesepakatan dalam perjanjian proyek gerbang dayaku antara Purnadi

direktur utama PT Margi Purnama dengan M. Takdir. Diharapkan agar hasil


penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran wawasan bagi akademisi,
dalam hal ini adalah mahasiswa/mahasiswi dalam pengembangan ilmu hukum sesuai
dengan pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Samarinda dalam Putusan terhadap perkara gugatan wanprestasi antara Purnadi
Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir dilihat dari keadilan,
kepastian dan kemanfaatan hukum.
Pengertian Perikatan Pada Umumnya
Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang
terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya berhak memenuhi prestasi itu.
Pengertian Perjanjian
Suatu persetujan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).
Defenisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan diatas adalah tidak
lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya
mengenai perjanjian sepihak saja.2
Menurut Subekti bahwa, Perjanjian kerjasama hanya mempunyai daya hukum
intern ke dalam dan tidak mempunyai daya hukum ke luar.3 Juga menurut Subekti
(1979), suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seoarang berjanji kepada
seorang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya.4
Dalam perjanjian tidak terdapat hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya
seperti yang dijumpai pada harta benda kekeluargaan. Hubungan hukum itu tercipta
oleh karena adanya tindakan hukum (rechtshandling).
Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan
suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara
kedua belah pihak. Dari perjanjian tersebut maka muncul kewajiban para pihak
untuk melaksanakan isi perjanjian (prestasi). Wanprestasi dapat berupa: Pertama,
tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Kedua, melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya. Ketiga, melakukan apa

2
Mariam Darus Badrulzaman, 2005, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit P.T Alumni, Bandung,
Halaman 18
3
R. Subekti. 1976. Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional. Alumni. Bandung, Halaman 53
4
H.R. Daeng Naja, 2009, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Cetakan Pertama, PT. Buku Kita,
Jakarta, Halaman 84

yang dijanjikannya tetapi terlambat. Keempat, melakukan sesuatu yang menurut


perjanjian tidak boleh dilakukannya.5
Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi.
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru
sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa
persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apabila
wanprestasi atau tidak.
Pengertian Ganti Rugi
Dalam KUH Perdata Pasal 1243 berbunyi, Debitur wajib membayar ganti rugi,
setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu. Ganti rugi terdiri
dari biaya rugi dan bunga, Pasal 1244-1246 KUH Perdata. Ganti rugi itu harus
mempuyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji, Pasal 1248
KUH Perdata.
Pengertian Keadilan Hukum
Menurut Plato keadilan adalah kemampuan memperlakukan setiap orang sesuai
dengan
haknya masing-masing. Dapat dikatakan keadilan merupakan nilai
kebijakan tertinggi (justice is the supreme virtue which harmonization all other
virtues). Selain itu Plato menyatakan keadilan merupakan nilai kebajikan untuk
semua yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara moral, bukan hanya
diukur dari tindakan dan motif manusia.
Sementara Ariestoteles menyatakan bahwa keadilan menuntut supaya tiap-tiap
perkara harus ditimbang tersendiri: ius suum cuique tribuere. Akan tetapi
kenyataanya kepentingan perseorangan dan kepentingan golongan selalu
bertentangan. Pertentangan kepentingan ini selalu menyebabkan pertikaian.
Selanjutnya Aristoteles mengajarkan adanya dua macam keadilan yakni keadilan
distributief dan keadilan commulatif. Keadilan distributief ialah keadilan yang
memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Keadilan distributief
tidak menuntut supaya setiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan
persamaan melainkan kesebandingan.Dalam hal ini adalah asas kesebandingan
seperti dalam hukum perdata, antara lain Pasal 647 dan Pasal 662 KUH Perdata.
Keadilan commulatief ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama
banyaknya dan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. Keadilan commulatief
dalam prakteknya dapat dilihat dalam kegiatan tukar-menukar, pada pertukaran
barang dan jasa, dimana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara apa
yang dipertukarkan.
Pandangan lain dari Notonagoro yang memberikan pengertian keadilan adalah
kemampuan untuk memberikan kepada diri sendiri dan kepada orang lain apa
semestinya, apa yang telah menjadi haknya. Menurut Notonagoro, hubungan antara
5

Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, Halaman 45

manusia dalam sebuah organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan keadilan,


terbentuk dalam sebuah pola yang disebut hubungan keadilan segitiga. Pertama,
keadilan distributif (distributive justice). Kedua, keadilan bertaat atau kedilan legal
(legal justice). Ketiga, keadilan komutatif (komutatif justice).6
Pengertian Kepastian Hukum
Radbruch memberi pendapat yang cukup untuk mendasar mengenai kepastian
hukum. Ada 4 (empat) hal yang berhubungan makna kepastian hukum. Pertama,
bahwa hukum itu positif yakni perudang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu
didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti. Ketiga, bahwa
kenyataan (fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam permaknaan, disamping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum
positif tidak boleh mudah berubah.7
Sementara van Apeldroorn berpendapat kepastian hukum itu yaitu adanya
kejelasan skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga
masyarakat termasuk konsekuensi-konsekuensi hukumnya. kepastian hukum dapat
juga berarti hal dapat ditentukan dari hukum, dalam hal-hal yang konkrit.
Pada dasarnya kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan
bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan.
Kepatian hukum intinya adalah hukum ditaati dan dilaksankan.8
Pengertian Kemanfaatan Hukum
Menurut radbruch bahwa hukum adalah segala yang berguna bagi rakyat.
Sebagai bagian dari cita hukum (idee des recht), keadilan dan kepastian hukum
membutuhkan pelengkap yaitu kemmanfaatan.9
Kemanfaatan berkembang pada penganut aliran Utilistis seperti Jeremy
Bentham, John Stuart Mill dan Rudolf von Jhering. Mereka berpendapat bahwa pada
intinya hukum harus bermanfaat untuk membahagiakan kehidupan manusia. Hukum
yang baik menurut aliran ini adalah hukum yang dapat mendatangkan kebahagiaan
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Bentham menyatakan pada hakikatnya manusia akan bertindak untuk
mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaanya.
Kebahagiaan tersebut diartikan sebagai kebebasan untuk mengemukakan diri dalam
membela hak-hak asasi manusia itu sendiri.

Notonagoro, 1971, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pancoran Tujuh, Bina Aksara, Jakarta,
Halaman 17
7
Gustav Radbruch dalam Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, Halaman 36
8
van Apeldoorn, 1990, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Dari Inleiding Tol De Studie Van
Het Nederlandse Recht Oleh Oetaried Sadino) Cetakan Keduapuluh Empat Pradynya Paramitha Jakarta.
Halaman 22-25
9
Gustav Radbruch dalam Sudikno Mertokusumo, Op. Cit.

Pengertian dan Hakekat Putusan Hakim

Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Acara Perdata menyebutkan


pengertian putusan adalah suatu keputusan oleh hakim, sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang
dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan dipersidangan
serta bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu gugatan.10
Menutur pendapat Sudikno Mertokusumo putusan hakim adalah suatu
pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu,
diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu
perkara atau sengketa antar para pihak.11
Pengertian Penegakan Hukum
Hukum pada hakikatnya adalah perlindungan manusia, yang merupakan
pedoman tentang bagaimana seharusnya orang bertindak.12 Akan tetapi hukum
tidak sekedar merupakan pedoman belaka, perhiasan atau dekorasi. Hukum harus
ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakkan.
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam masyarakat secara normal karena
tiap-tiap individu mentaati dengan kesadaran, bahwa apa yang ditentukan hukum
tersebut sebagai suatu keharusan atau sebagai sesuatu yang memang sebaiknya.
Dan pelaksanaan hukum juga dapat terjadi karena pelanggaran hukum yaitu
menegakkan hukum tersebut dengan bantuan alat-alat perlengkapan negara.13
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, mengatakan penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup.14
Secara khusus, P. de Haan, dkk, menguraikan pandangan bahwa penegakan
hukum seringkali diuraikan sebagai penerapan sanksi. Sanksi merupakan penerapan
alat kekuasaan (machtsmiddelen) sebagai reaksi atas pelanggaran norma hukum.15

10

11

Bab 1 Pasal 1 butir 5 Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata


Sudikno Mertokusumo, 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta,

Halaman 7
12

Sudikno Mertokusumo, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Liberty, Yogyakarta, Halaman

107
13
Titik Triwulan Tutik, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Cetakan
Pertama, Penerbit Prestasi Pustaka Raya, Jakarta, Halaman 257
14
Soerjono Soekanto, 1993, Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, Halaman 3
15
P. de Haan, dkk. dalam Titik Triwulan Tutik, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara
Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Prestasi Pustaka Raya, Jakarta, Halaman 258

A. Analisis Yuridis Perjanjian Wanprestasi Terhadap Bentuk Pelaksanaan


Kesepakatan Dalam Perjanjian Proyek Gerbang Dayaku Antara Purnadi
Direktur Utama PT Margi Purnama Dengan M. Takdir
1. Bentuk Pelaksanaan Kesepakatan Dalam Perjanjian Proyek Gerbang
Dayaku Antara Purnadi Direktur Utama PT Margi Purnama Dengan M.
Takdir
Dari ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tertanggal tanggal 22 Mei 2007,
perlu diketahui bahwa ada beberapa permasalahan yang harus dibahas
sebagaimana diuraikan dibawah ini yaitu, apakah perjanjian tersebut mencantumkan
jangka waktu berlakunya suatu perjanjian, apakah dalam sebuah perjanjian proyek
yang nilai nominalnya milyaran hanya dibuat dalam perjanjian dibawah tangan,
apakah surat perjanjian sah apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam penulisan,
dan apakah surat perjanjian dapat dibatalkan apabila terjadi kesalahan penulisan
dalam sebuah perjanjian tersebut.
Jika dilihat dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang mengatakan bahwa,
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memunuhi
perikatan itu, atau jika suatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang
dilakukan.
Maka sangat jelas bahwa, dalam perjanjian harus mencantumkan jangka waktu
berakhirnya sebuah perjanjian, akan tetapi dalam perjanjian yang diabuat oleh
Purnadi dan M.Takdir tertanggal 22 Mei 2007 tersebut tidak mencantumkan tanggal
berakhirnya perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini tidak mempunyai hukum
mengikat kedua belah pihak, dan apabila dikaji dalam KUH Perdata maka,
seharusnya perjanjian ini harus mencantumkan jangka waktu berlakunya perjanjian.
Perjanjian antara Purnadi dan M. Takdir tersebut, menurut Putusan Pengadilan
Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan
wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir
maka wanprestasi sebagaimana dilakukan oleh M.Takdir tidak menjelaskan apakah
perjanjian tersebut sah atau tidak namun, ketika proses persidangan sudah berjalan
dan sudah mempunyai putusan yang mempunyai hukum yang pasti. Namun, jika
kasus tersebut diajukan Peninjauan Kembali maka tidak tertutup kemungkinan akan
dikabulkan karena dengan alasan-alasan yang terurai diatas. Apabila Kuasa Hukum
jeli dalam kasus ini maka, perjanjian tersebut dapat digunakan sebagai bukti untuk
mengajukan upaya hukum selanjutnya.
Apabila dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa,
semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sehingga perjanjian yang dibuat
oleh Purnadi dan M.Takdir tertanggal 22 Mei 2007 tetap berlaku, namun seharusnya
perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena terjadinya kekhilafan. Akan tetapi, kalau
dilihat lagi dalam Pasal 1322 menyatakan bahwa Kekhilafan tidak mengakibatkan

10

batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat
barang yang menjadi pokok persetujuan.
Jadi permasalahan dalam perjanjian tersebut juga menyangkut barang yaitu,
uang yang diperjanjikan antara kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam
perjanjian Pasal 1. Lokasi Proyek dan Nilai Proyek Lokasi proyek berada dilokasi desa
Embalut dan desa Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai masing-masing
sebesar Rp. 550.000.000,- ( Lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk desa Sebulu
dan Rp. 414.000.000,- (Empat ratus empat belas juta rupiah ) umtuk desa Embalut.
Akan tetapi dalam gugatan Purnadi tersebut nilai uang yang dituntut adalah
sebesar Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah), maka
terpenuhinya mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan sehingga
batalnya persetujuan.
Undang-undang membedakan dua jenis kekhilafan yaitu mengenai orang (eror
inpersona ) dan kehilafan mengenai barang menjadi pokok perjanjian (error
insustantia).16 Maka kekhilafan yang terjadi dalam perjanjian tersebut, termasuk
kekhilafan orang, dimana kedua belah pihak dalam membuat perjanjian khilaf dalam
mencantumkan pasal 2 (dua) sehingga syarat kehilafan yang pertama terpenuhi.
Dan kekhilafan mengenai pokok perkara yaitu dalam perjanjian tidak
memperjanjikan uang sebesar Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta
rupiah), namun yang diperjanjiakan adalah mengenai proyek dengan nilai masingmasing sebesar Rp. 550.000.000,- ( Lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk desa
Sebulu dan Rp. 414.000.000,- (Empat ratus empat belas juta rupiah ) umtuk desa
Embalut sehingga kehilafan mengenai pokok persengketaan terpenuhi, oleh sebab
itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Analisis yuridis terhadap Wanprestasi M. Takdir dalam Proyek
Gerbang Dayaku dengan Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama
Dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menjelaskan sebagai berikut, Penggantian
biaya, kerugian dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan mulai
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang
diberikan.
Apabila dicermati Pasal 1243 KUH Perdata diatas dan dihubungkan dengan
Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan wanprestasi
antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir, maka unsurunsur wanprestasi sebagaimana dilakukan oleh M.Takdir tidak terpenuhi karena
dalam perjanjian proyek gerbang dayaku antara Purnadi direktur utama PT. Margi
Purnama dengan M. Takdir, tertanggal 22 Mei 2007 tidak mencantumkan mengenai
jangka waktu berakhirnya perjanjian. Mengenai putusan yang menyatakan M. Takdir
telah melakukan wanprestasi sebagaimana dikutip dalam halaman 23 sebagai
berikut:
16

Mariam Darus Badrulzaman, Loc.cit

11

Bahwa setelah proyek-proyek pekerjaan tersebut berjalan, biaya-biaya yang


telah dikeluarkan Penggugat, tidak dikembalikan Tergugat kepada Penggugat
sesuai perjanjian yang ada, meskipun telah dikonfirmasikan oleh Penggugan
untuk diselesaikan akan tetapi Tergugat tidak mengindahkannnya sehingga
perbuatan Tergugat tersebut dapat dikualifisir sebagai perbuatan ingkar janji /
wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum yang sangat merugika
Penggugat baik secara materil maupun moril.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan M. Takdir adalah
merupakan perbuatan wanprestasi/ ingkar janji, namun hakim tidak dapat
menguraikan secara jelas apa yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dan
apakah dapat dikatakan wanprestasi kendatipun tidak mencantumkan jangka waktu
terjadinya wanprestasi dalam perjanjian. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa
wanprestasi timbul karena adanya perjanjian antara para pihak Purnadi dengan M.
Takdir. Akan tetapi perjanjian tidak akan berakhir apabila tidak adanya batas waktu
dalam perjanjian kecuali undang-undang berkata lain.
Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi
perikatan karena ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan
waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan, dalam perikatan, waktu
untuk melaksanakan prestasi ditentukan, cidera janji tidak terjadinya dengan
sendirinya.17 Begitu juga dalam perjanjian antara para pihak Purnadi dengan M.
Takdir karena sulit menentukan M. Takdir wanprestasi karena kenyataannya dalam
perjanjian tersebut tidak menentukan kapan jangka waktu berakhirnya perjanjian
tersebut.
Wanprestasi dapat berupa: Pertama, tidak melaksanakan apa yang disanggupi
akan dilakukannya. Kedua, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana mestinya. Ketiga, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
Keempat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.18
Wanprestasi yang dilakukan oleh M. Takdir karena tidak memberikan,
mengembalikan, membayar dana tersebut kepada Penggugat sesuai dengan
perjanjian yang ada atau sesuai tanda terima/cek/transfer dana dimaksud, meskipun
telah dikonfirmasi oleh Penggugat untuk diselesaikan, akan tetapi Tergugat tidak
mengindahkan dan tidak menanggapi sebagaimana mestinya, dimana dana milik
Penggugat yang dipakai dan tidak dikembalikan Tergugat tersebut sekitar Rp.
1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) dan belum dihitung bunga
bank, begitu pula dengan biaya-biaya pemakaian peralatan, kendaraan dan lain-lain
sekitar Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah), tentunya hal itu melanggar
kesepakatan dan sangat merugikan Penggugat sehingga M. Takdir menurut Hakim
dikualifikasi melakukan wanprestasi.

17
18

Ibid, Halaman 10
Subekti, 1984, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, Halaman 45

12

Dari ketentuan-ketentuan diatas bahwa Pihak M. Takdir telah melakukan


wanprestasi melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
mestinya karena jelas bahwa perbuatan Pihak Kedua melaksanakan tetapi, tidak
selesai melakukan wanprestasi. Wanprestasi selalu erat kaitannya dengan ganti rugi,
maka dalam Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi, Debitur wajib membayar ganti rugi,
setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu. Ganti rugi terdiri
dari biaya rugi dan bunga, Pasal 1244-1246 KUH Perdata. Ganti rugi itu harus
mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji, Pasal 1248
KUH Perdata. Penggantian kerugian Karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan
oleh M. Takdir kepada Pihak Purnadi seharusnya disesuaikan dengan perjanjian
kedua belah pihak, namun dalam perjanjian tersebut tidak mengatur mengenai ganti
rugi apabila terjadi wanprestasi. Oleh sebab itu, pihak Tergugat juga mengajukan
gugatan balik dengan alasan-alasan yang ada relevansinya dengan perjanjian.
B. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Samarinda dalam Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda
terhadap perkara gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT.
Margi Purnama melawan M. Takdir dilihat dari sisi keadilan, kepastian dan
kemanfaatan hukum
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam
Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Dan juga didalam ayat (2) dan (3) juga menjelaskan bahwa (2)
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. (3) Hakim dan
hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam mengadili suatu perkara hakim harus melaksanakan tiga tindakan:
1. Mengkonstatir benar tidaknya peristiwa, yaitu melihat, mengakui dan
membenarkan telah terjadinya peristiwa yang diajukan tersebut;
2. Mengkualifikasi peristiwa, yaitu menilai peristiwa yang telah dianggap terbukti itu
termasuk hubungan hukum apa atau yang mana (menemukan hukum yang
sesuai);dan
3. Mengkonstituir atau memberi konstitusi, yaitu memberikan hukumnya, dan
memberi keadilan atau menyatakan (kepada yang berkepentingan) hukumnya (hak
atau hukumnya).
Putusan ini merupakan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang
pasti, karena terhadap tuntutan hukum lewat gugatan yang diajukan ke Pengadilan
Negeri Samarinda tersebut telah diberikan putusan sebagaimana telah dibacakan
pada tanggal 15 Oktober 2009 Nomor : 05/ Pdt.G/ 2009/ PN.Smda, yang
mengabulkan sebagian gugatan Penggugat Purnadi Direktur Utama PT. Margi
Purnama dan Putusan Pengadilan Negeri Samarinda, tanggal 15 Oktober 2009,

13

Nomor : 05/ Pdt.G/ 2009/ PN.Smda tersebut telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (pasti).
Dalam menegakkan hukum ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu
keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum maka dalam kasus ini akan dianalisis
secara teoritis sebagaimana diuraikan dibawah ini :
1. Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan
wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan
M. Takdir dilihat dari Teori Keadilan Hukum
Soetjipto Rahardjo, mengatakan Penegakan hukum merupakan suatu usaha
untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan
sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat
dari penegak hukum.19 Keadilan juga diartikan sebagai pembagian yang konstan dan
terus menerus untuk memberikan hak setiap orang. The constant and perpetual

disposition to render every man his due.


Dari pendapat diatas hubungannya dengan kasus Putusan Nomor:
05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan wanprestasi antara Purnadi
Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir dalam kutipan putusan
halaman 23 yaitu :
Bahwa tidak benar tergugat telah melakukan wanprestasi dan melawan
hukum dan dalil gugatan Penggugat yang menyatakan Tergugat telah
berhutang kepada Penggugat adalah dalil yang tidak benar, karena yang
sesungguhnya yang dikatakan hutang itu adalah merupakan biaya
operasional dalam rangka kerjasama bisnis untuk mencari, mendapatkan dan
mengerjakan proyek sesuai dengan surat kuasa yang diberikan oleh
Penggugat kepada Tergugat, dimana Penggugat memberikan tugas kepada
Tergugat untuk mencari proyek sebanyak-banyaknya, sedangkan Penggugat
berkewajiban menyiapkan dana operasional untuk mendapatkan dan
mengerjakan proyek.
Jika diamati kutipan putusan tersebut, dimana Penggugat yang bertanggung
jawab dan mengerjakan proyek tersebut jika dilihat dari teori keadilan sangat tidak
adil apabila tergugat harus membayar uang sebesar Rp. 1.600.000.000,- (satu
milyar enam ratus juta rupiah) karena proyek ini adalah tanggung jawab kedua
belah pihak karena menurut Plato keadilan adalah kemampuan memperlakukan
setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing. Dapat dikatakan keadilan
merupakan nilai kebijakan tertinggi (justice is the supreme virtue which

harmonization all other virtues).


Selain itu Plato menyatakan keadilan merupakan nilai kebajikan untuk semua
yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara moral, bukan hanya diukur

19

Soetjipto Rahardjo dalam Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, Halaman 192

14

dari tindakan dan motif manusia.20 Dan apabila nilai kebijakan bukan hanya motif
manusia tetapi juga secara moral, maka putusan hakim tersebut tidak
mencerminkan keadilan. Karena Majelis Hakim dalam memutus sengketa tersebut
jika dilihat dalam kutipan putusan halaman 9 sebagaimana dikutip dari eksepsi
Tergugat M. Takdir tersebut yaitu:
Bahwa uang yang dipergunakan untuk mendapatkan dan mengerjanakan
proyek statusnya bukan uang pinjaman, melainkan sebagai biaya untuk
mendapatkan dan mengerjakan proyek, karena itu sesuai dengan ketentuan
hukum, maka uang tersebut tidak ada kewajiban bagi Tergugat Konpensi
untuk mengembalikan kepada Penggugat Konpensi, karena pada
kenyataannya proyek sudah didapatkan sesuai dengan tugas Tergugat
Konpensi. Oleh karena itu tuntutan Penggugat Konpensi agar uang tersebut
dikembalikan haruslah ditolak.
Dari kutipan diatas bahwa, sangat tidak adil apabila Majelis Hakim tidak
mempertimbangkan sama sekali eksepsi Tergugat karena dalam mengerjakan
proyek sebagaimana dimaksud diatas, status uang tersebut bukan uang pinjaman
tetapi sebagai uang untuk mendanai proyek tersebut. Dengan demikian, Hakim tidak
mempertimbangkan moril Tergugat yang sudah berusaha mencari dan mendapatkan
proyek, sehingga putusan ini tidak mencerminkan keadilan kepada pihak Tergugat
pada hal, dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
2. Putusan Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan
wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan
M. Takdir dilihat dari teori Kepastian Hukum
Radbruch memberi pendapat yang cukup mendasar mengenai kepastian
hukum. Ada 4 (empat) hal yang berhubungan makna kepastian hukum. Pertama,
bahwa hukum itu positif yakni perudang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu
didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti. Ketiga, bahwa
kenyataan (fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam permaknaan, disamping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum
positif tidak boleh mudah berubah.21 Jika dilihat dalam putusan pada halaman 25
sebagai berikut :
Menimbang, bahwa kalau dicermati isi dari bukti P-36 dan P-37 diatas, maka
Majelis sependapat dengan apa yang didalilkan tergugat tersebut bahwa
uang yang diserah Penggugat kepada Tergugat tersebut bukanlah pinjaman,
20
Fence M. Wantu, 2011, Peranan Hakim Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan
Kemanfaatan di Peadilan Perdata, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. Halaman. 9
21
Gustav Radbruch dalam Sudikno Mertokusumo, Loc. cit

15

melainkan biaya untuk pembiayaan proyek yang dikerjakan Tergugat,


sehingga manakala dalam proyek tersebut mengalami kerugian, maka
kendati pun tidak diperjanjikan resikonya haruslah ditanggung bersama
antara penggugat dan tergugat.
Dari pertimbangan Majelis Hakim tersebut, jika dikaji dari pendapat Radbruch
bahwa bahwa kenyataan (fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga
menghindari kekeliruan dalam permaknaan, disamping mudah dilaksanakan oleh
sebab itu, Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda
sangat bertentangan dengan teori kepastian hukum karena Majelis Hakim
memberikan pendapat setuju dengan hal tersebut. Namun, dalam putusan mengadili
tidak memuat pernyataan sebagaimana dimaksud diatas.
Sementara van Apeldroorn berpendapat kepastian hukum yaitu, adanya
kejelasan skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga
masyarakat termasuk konsekuensi-konsekuensi hukumnya22. kepastian hukum dapat
juga berarti hal dapat ditentukan dari hukum, dalam hal-hal yang konkrit.
Hubungannya dengan kasus ini jika diamati dalam kutipan putusan halaman 22
sebagai berikut :
Menimbang, bahwa dari peristiwa yang dijadikan dasar gugatan tersebut
telah tampak bahwa dasar gugatan Penggugat adalah wanprestasi yang
menurut Penggugat sekaligus mengadung perbuatan melawan hukum;
Menimbang bahwa praktek peradilan dimugkinkan menggabungkan atau
mengakumulasikan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam satu
gugatan harus tegas pemisahannya, namun sebagaimana telah diuraikan
diatas bahwa peristiwa yang menjadi dasar gugatan penggugat hanyalah
berkaitan dengan wanprestasi kendatipun terkadang satu peristiwa hukum
dapat mengandung wnprestasi juga mengandung perbuatan melawan hukum
sekaligus.
Jika dilihat dari kutipan diatas perlu digaris bawah kata dimungkinkan
merupakan bisa digabungkan dan bisa juga tidak digabungkan sehingga kata-kata
tersebut sangat rancu dan tidak mempunyai kepastian hukum sehingga kejelasan
skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua warga masyarakat
termasuk konsekuensi-konsekuensi hukumnya tidak tercermin dalam putusan ini.
Dengan demikian jika dilihat dari teori kepastian hukum maka putusan
Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara
gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M.
Takdir tersebut tidak sesuai dengan kepastian hukum yang di cita-citakan oleh pihak
yang berperkara khususnya pihak tergugat M. Takdir karena Majelis Hakim dalam
mengambil kesimpulan dalam hal kepastian hukum hanya berdasarkan Undangundang saja tanpa memperhatikan fakta dan kenyataannya.

22

Fence M. Wantu, Loc.cit

16

3. Putusan

Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara


gugatan wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi
Purnama melawan M. Takdir dilihat dari teori Kemanfaatan Hukum
Sehubungan dengan putusan hakim yang mencerminkan kemanfaatan, perlu
dilakukan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri
Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda terhadap perkara gugatan wanprestasi
antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir. Menurut
radbruch bahwa hukum adalah segala yang berguna bagi rakyat. Sebagai bagian
dari cita hukum (idee des recht), keadilan dan kepastian hukum membutuhkan
pelengkap yaitu kemanfaatan.23 Jika dikaji dari sisi kemanfaatan dalam putusan
halaman 3 yang dikutip dari gugatan Penggugat yang menjelaskan sebagai berikut :
Bahwa perbuatan Tergugat seperti diuraikan diatas dapat dikwalificier
sebagai perbuatan ingkar hanji/wanprestasi sekaligus perbuatan melawan
hukum (Onrecht Matige Daad) yang sangat merugikan Penggugat baik
secara materill maupun moriil beserta akibat hukum daripadanya.
Jika dilihat dari sisi kemanfaatan maka, penggabungan wanprestasi dengan
perbuatan melawan hukum memang harus tegas pemisahannya karena ini menjadi
sebuah referensi kepada para penegak hukum, khususnya Hakim dan Pengacara/
Advokat untuk dapat memahami dan menerapkan ketentuan tersebut, dalam
persidangan perkara perdata di Indonesia. Karena kebanyakan para penegak hukum
selalu mencampur adukkan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
sekaligus dalam sebuah gugagatan, seperti Putusan Pengadilan Negeri Samarinda
Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smda, namun kendatipun demikian, tidak ada satu Pasal
pun dalam KUH Perdata menyatakan apakah wanprestasi dan perbuatan melawan
hukum digabungkan dalam sebuah gugatan menyatakan gugagatan tersebut batal
demi hukum, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat
diterima sehingga ini penting menjadi kajian ilmiah bagi para sarjana hukum.
Penutup
Berdasarkan dari penelitian penulis, Melihat bentuk dan pelaksanaan kesepakatan
dalam perjanjian proyek gerbang dayaku antara Purnadi direktur utama PT Margi
Purnama dengan M. Takdir yang dituangkan dalam sebuah perjanjian tertulis
tertanggal 22 Mei 2007, maka dalam perjanjian tersebut tidak mencantumkan Pasal
2 (dua) pada perjanjian tertulis tertanggal 22 Mei 2007 dan apabila dilihat dalam
Pasal 1321 KUH Perdata apabila terjadi kekhilafan dalam persetujuan, maka
perjanjian tersebut tidak akan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam sebuah
perjanjian harus mencantumkan waktu dan tanggal berakhirnya sebuah perjanjian,
dan tidak mencantumkan hak dan kewajiban para pihak, karena dalam sebuah
perjanjian hal yang fundamental adalah hak dan kewajiban para pihak. Dalam
praktek peradilan dimungkinkan menggabungkan atau mengakumulasikan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam satu gugatan harus tegas
23

Gustav Radbruch dalam Sudikno Mertokusumo, Loc. cit.

17

pemisahannya, namun peristiwa yang menjadi dasar gugatan Penggugat hanyalah


berkaitan dengan wanprestasi kendatipun terkadang satu peristiwa hukum dapat
mengandung wanprestasi sekaligus mengandung perbuatan melawan hukum. Akan
tetapi wanprestasi yang dilakukan oleh M. Takdir tidak jelas karena tidak
dicantumkannya jangka waktu dalam perjanjian tersebut. Dalam Putusan Pengadilan
Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/ PN.Smda terhadap perkara gugatan
wanprestasi antara Purnadi Direktur Utama PT. Margi Purnama melawan M. Takdir
dilihat dari sisi keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum sebagai berikut, dari sisi
Keadilan Hukum, sangat tidak adil apabila hakim tidak mempertimbangkan sama
sekali eksepsi Tergugat karena dalam mengerjakan proyek, status uang dalam
perjanjian tersebut bukan uang pinjaman, tetapi sebagai uang untuk mendanai
proyek tersebut. Dengan demikian, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan moril
Tergugat yang sudah berusaha mencari dan mendapatkan proyek tersebut,
sehingga putusan ini tidak mencerminkan keadilan kepada pihak Tergugat, pada hal
hakim harus mendengar keterangan kedua belah pihak dipersidangan secara netral
tanpa memihak antara salah satu yang berperkara. Artinya adalah dalam memutus
perkara ini tidak hanya memepertimbangkan kerugian Penggugat saja tetapi harus
mempertimbangkan keadaan Tergugat. Dari sisi Kepastian Hukum, kata
dimungkinkan merupakan bisa digabungkan dan bisa juga tidak digabungkan
sehingga kata-kata dalam putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 05/ PDT.G/
2009/ PN. SMDA tersebut, sangat rancu dan tidak mempunyai kepastian hukum
sehingga kejelasan skenario perilaku yang bersifat umum dan mengikat semua
warga masyarakat termasuk konsekuensi-konsekuensi hukumnya tidak tercermin
dalam putusan ini. Dalam sengketa wanprestasi antara Penggugat Purnadi melawan
Tergugat M. Takdir hanya memberikan kebahagian kepada salah satu pihak saja,
karena jelas bahwa dalam perjanjian yang dibuat kedua belah pihak bertanggung
jawab secara penuh terhadap proyek tersebut sehingga karena Tergugat tidak puas
oleh sebab itu, Tergugat mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi ditolak,
selanjutnya diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung juga putusannya menolak
permohonan kasasi Tergugat M. Takdir. Putusan tersebut belum memberikan
kebahagiaan dan kepuasan bagi para pihak yang berperkara sehingga dapat
dikatakan bahwa kemanfaatan hukum belum dapat dipenuhi.

18

DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Abdulkadir, Muhammad. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung
Adiwiranata, 1983, kamus istilah hukum, Binacipta. Jakarta
Apeldoorn L.J. Van, 1990, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Dari Inleiding Tol
De Studie Van Het Nederlandse Recht Oleh Oetaried Sadino) Cetakan
Keduapuluh Empat Pradynya Paramitha Jakarta
Arifin, Djanianus Djamin dan Syamsul. 1991, Pengantar Ilmu Hukum,
Badrulzaman, Mariam Darus. 2005, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit P.T. Alumni,
Bandung
Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum ( Cetakan Keenam),
PT RajaGrafindo persada, Jakarta.
Ian McLeod, 1999, Legal Method, Macmillan, London,
Ibrahim, Jhonny. 2008. Penelitian Hukum Normatif ( Edisi Refisi), Penerbit Bayu
Media Publishing, Malang, 2008
Jhon Stuart Mil, 1962, Utilitarianism On Liberty Essay On Bentham. Together With
Selected Writings Of
Jeremy Bentham And Jhon Austin. The World
Publishing Company Cleveland And New York
Kanter, 2001, Etika Profesi Hukum: Sebuah Pendekatan Sosio-Religius. Cetakan
Pertama, storia Grafika, Jakarta
Marzuki, Peter Mahmud.2007,Penelitian Hukum, Penerbit Kncana Prenada Media,
Jakarta
Mertokusumo, Sudikno. 1990, Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta
___________, Sudikno, 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty,
Yogyakarta,
___________, Sudikno. 2009, Penemuan Hukum sebuah Pengantar, Liberty,
Yogyakarta
Naja, H.R. Daeng 2009, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Cetakan Pertama, PT.
Buku Kita, Jakarta
Notonagoro, 1971, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pancoran Tujuh, Bina Aksara,
Jakarta
Patrik, Purwahid. 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung
Raharjo, Satjhipto, 1996, Ilmu Hukum, Cetakan Keempat, Penerbit Citra Aditya
Bakti Bandung.
Salim HS, 2003, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, Jakarta
Subekti, R.1980. Hukum Perjanjian. Pembimbing Masa. Jakarta
______, 1984, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta
______, R. 1976. Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional. Alumni. Bandung
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum ( Cetakan Ketiga ),
Penerbit Universitas Indonesia ( UI-Press), Jakarta.

19

Syahrani, Riduan, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung
Tutik, Titik Triwulan, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia,
Cetakan Pertama, Penerbit Prestasi Pustaka Raya, Jakarta
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
HIR dan RBg
Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 05/Pdt.G/2009/PN.Smnda Dalam
Gagatan Wanprestasi Purnadi (Direktur Utama PT. Margi Purnama) Melawan
M. Takdir.

C. Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Tesis dan Disertasi


Fence M. Wantu (2011), Peranan Hakim Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum
Keadilan dan Kemanfaatan Di Peradilan Perdata, Disertasi, Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Benhard Kurniawan Pasaribu (2011), Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Samarinda Nomor: 06/ Pdt.G/ 2010/ PN. SMDA Dalam
Gugatan Wanprestasi Perjanjian Jual Beli Besi Tua Antara CV. Limbah Bina
Sejahtera Melawan Yayasan Perduli Lingkungan, Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Mulawarman, Samarinda;
Trio Eko Cahyono. Skripsi, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Wakt Tidak

Tertentu CV. Berkah Abadi Jaya Samarinda.

Anda mungkin juga menyukai