Anda di halaman 1dari 9

BAB III

PEMBAGIAN JALUR GEMPA


DI INDONESIA

III.1. UMUM
Berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-gempa tektonik yang terjadi, di
dunia terdapat 3 (tiga) jalur gempa bumi, yaitu :
a. Jalur Sirkum Pasific (Circum Pasific Belt)
Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador, Caribia, Amerika Tengah, Mexico,
California, Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Indonesia (Sulawesi Utara, Irian),
Selandia Baru dan negara-negara Polinesia
b. Jalur Trans Asia (Trans Asiatic Belt)
Antara lain melalui daerah-daerah Azores, Mediterania Maroko, Portugal, Italia,
Rumania, Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar, Indonesia (Bukit
Barisan, Lepas pantai selatan pulau Jawa, Kepulauan Sunda Kecil dan Maluku)
c. Jalur Laut Atlantic (Mid-Atlantic Oceanic Belt)
Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan Atlantik Selatan

III.2. JALUR GEMPA DI INDONESIA


Secara geografis, kepulauan Indonesia berada di antara 6o LU - 11o LS dan 95o
BT-141o BT serta terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng IndoAustralia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Indo-Australia bertumbukan di
lepas pantai barat pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai
selatan kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku
sebelah selatan, sedangkan lempeng Australia dan Pasifik bertumbukan di sekitar Pulau
Papua. Sementara itu, pertemuan antara ketiga lempeng tersebut terjadi di sekitar
Sulawesi. Akibat terletak pada pertemuan 3 lempeng tersebut, di kawasan Indonesia
banyak terdapat patahan-patahan aktif, seperti patahan Semangko di Sumatera,
Cimandiri di Jawa dan banyak patahan serta sub patahan lainnya yang tersebar di
seluruh penjuru Indonesia. Sedangkan, apabila ditinjau secara geologis, kepulauan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Indonesia juga berada pada dua jalur gempa di dunia yaitu : jalur Sircum Pacifik dan
jalur Himalaya & Mediterrania (Alpeide Transasiatic). Oleh karena itu, mengakibatkan
kepulauan Indonesia berada pada daerah yang mempunyai aktivitas gempa bumi cukup
tinggi.

Gambar III.1. Peta kepulauan Indonesia pada pertemuan 3 lempeng

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Gambar III.2. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Berdasarkan gambar III.1 dan III.2, berikut merupakan 25 daerah/wilayah di


Indonesia yang rawan gempa bumi, yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera
Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung,
Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan
Kalimantan Timur.

Pada beberapa tahun terakhir ini, bencana alam akibat gempa bumi makin sering terjadi
di Indonesia, terutama di wilayah sebelah barat pulau Sumatera. Hal ini disebabkan
karena wilayah sebelah barat Sumatera mempunyai banyak sumber gempa, yang
diakibatkan oleh posisinya dekat dengan jalur tabrakan dua lempeng bumi, dimana
lempeng Samudera Hindia bergerak ke arah dan menunjam ke bawah lempeng (benua)
Sumatera. Bagian yang menunjam du bawah Kepulauan Mentawai dan Nias umumnya
melekat kuat pada tubuh batuan di atasnya, sehingga pergerakan ini memampatkan
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

tubuh batuan (Gambar III.3). Akumulasi tekanan ini akan meningkat dari waktu ke waktu
sampai suatu saat melampaui daya rekat dua lempeng tersebut. Maka ibarat sebuah per
pegas raksasa yang sudah ditekan maksimal dan kemudian dilepaskan, sehingga
mengakibatkan Kepulauan Mentawai akan terpental ke atas dan ke arah luar secara
tiba-tiba dan menimbulakan goncangan bumi yang sangat keras, yaitu gempa bumi
yang terjadi pada zona subduksi. Kemudian, lempeng samudra ini menabrak Sumatera
agak miring, sehingga menyebabkan ada tekanan yang mendorong daerah Sumatera ke
arah utara. Dorongan ke utara ini tidak dapat diserap oleh zona subduksi dan Kepulauan
Mentawai, tetapi terus di tanggung oleh sebuah jalur patahan besar di sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan Sumatera yang disebut patahan (besar) Sumatera. Sama
halnya dengan zona subduksi, patahan Sumatera menahan tekanan lempeng dari hari
ke hari sampai melampaui kekuatan batuan yang merekatkan bumi di barat dan timur
jalur patahan ini. Pada saat itulah, terjadi gempa besar dimana akumulasi tekanan akan
dilepaskan secara tiba-tiba dan menyebabkan bumi bagian barat bergerak tiba-tiba ke
arah utara dan yang bagian timur bergerak ke arah selatan (gambar III.4). Begitulah
tentang kenapa di Sumatera banyak gempa terjadi, tidak hanya di bawah lautan juga di
sepanjang Bukit Barisan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

III.3(b)

III.3(a)

Gambar III.3. Jalur Patahan Sumatera

Gambar III.4. Peta Jalur Patahan Sumatera


Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Gambar III.5. Subduksi dan Patahan di Sumatera

Penyebab utama bencana dan kerusakan terhadap lingkungan hidup adalah


gaya inersia yang ditimbulkan oleh goncangan gempa dan berakibat merobohkan
bangunan-bangunan yang tidak didesain tahan gempa. Sementara itu, penyebab lain
akibat peristiwa adanya gempa adalah:

1. Tsunami yang menghancurkan dan menghanyutkan bangunan-bangunan ringan


di desa-desa atau dususn-dusun di tepi pantai
2. Perubahan struktur perlapisan tanah yang menggambarkan adanya penurunan
dan proses likuifaksi
3. Longsoran di daerah perbukitan

Berdasarkan jenis kerusakan akibat gempa bumi, yang paling banyak


menimbulkan korban jiwa adalah tsunami dan gaya-gaya inersia yang ditimbulkan oleh
gempa bumi. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka untuk menanggulangi
bencana akibat gempa bumi dan bencana susulannya, perlu disusun suatu petunjuk
teknik penanggulangan bencana gempa di Indonesia. Tercakup di dalamnya pengkajian
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

ulang terhadap Peta Zona Gempa yang telah digunakan oleh berbagai instansi di
Indonesia untuk keperluan perancangan infra struktur tahan gempa.

III.3. PETA ZONE GEMPA


Berdasarkan hasil analisis terhadap data gempa bumi yang tercatat selama 100
tahun pengamatan terakhir, dapat disusun peta zona gempa yang didalamnya sudah
tercakup frekuensi kejadian gempa dan skala besaran gempa sesuai dengan zona
kegempaannya. Peta zona gempa adalah peta yang menggambarkan besarnya
koefisien gempa pada suatu daerah yang sesuai dengan besaran kegempaannya.

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 (enam) wilayah gempa seperti yang


ditunjukkan dalam gambar III.3, dimana wilayah gempa I adalah wilayah dengan
kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan kegempaan
paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan
dasar akibat pengaruh gempa rencana 500 tahun, yang nilai reratanya untuk setiap
wilayah gempa ditetapkan dalam Gambar III.3 dan tabel I.1. Selanjutnya yang dimaksud
wilayah gempa ringan adalah wilayah 1 dan 2, wilayah gempa sedang 3 dan 4 dan
wilayah gempa berat adalah wilayah 5 dan 6.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Gambar III.3. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Batuan Dasar dengan Periode Ulang 500 Tahun

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil analisis perambatan
gelombang, percepatan puncak muka tanah tersebut untuk masing-masing jenis tanah
ditetapkan dalam Tabel III.1.

Tabel III.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah
untuk masing-masing wilayah gempa Indonesia
Wilayah

Percepatan puncak batuan

Gempa

dasar (g)

1
2
3
4
5
6

0.03
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30

Percepatan puncak muka tanah Ao (g)


Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Keras
0.03
0.12
0.18
0.24
0.29
0.33

Sedang
0.04
0.15
0.22
0.28
0.33
0.36

Lunak
0.08
0.23
0.30
0.34
0.36
0.36

Khusus
Diperlukan
evaluasi
khusus di
setiap lokasi

Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan punacak muka tanah Ao untuk
wilayah gempa I yang ditetapkan pada gambar III.3 dan tabel III.1 ditetapkan juga
sebagai percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur
bangunan gedung untuk menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur
bangunan gedung tersebut.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT


REKAYASA GEMPA

Anda mungkin juga menyukai