Anda di halaman 1dari 22

Deep Vein Thrombosis

Nama: Grace Vanny Sayow/ 102009097


Kelompok: D4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email: ce_vanny19@yahoo.com

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh
darah vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah
yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun
vena. Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan

terlokalisir untuk

mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh


terhadap trauma

akut

vaskuler,

sedangkan

trombosis

patologis

seperti

trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang
menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vaskular
merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan
kronik pada pembuluh darah dan darah. Ahli bedah vaskular berperan untuk
mengeluarkan

trombus

yang sudah terbentuk yaitu dengan melakukan

trombektomi.
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada
tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai
Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah,
perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupakan

faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam patofisiologi trombosis.


Dikenal dua macam trombosis, yaitu trombosis arteri dan trombosis vena
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipun
ada perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa
hal terdapat

keadaan

yang

saling

tumpang

tindih.

Trombosis

dapat

mengakibatkan efek lokal adan efek jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan
derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa
gejal-gejala akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan
memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya
trombus akn menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri,
seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain.

BAB II
PEMBAHASAN
A. ANAMNESIS
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis
dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, pasien sangat lemah atau sangat
sakit untuk menjawab pertanyaan maka perlu orang lain untuk menceritakan
permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut
Alloanamnesis.
Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada pasien adalah sebagai berikut.
Pertama Identitas yang meliputi Nama ( serta nama keluarga), umur/ usia, jenis
kelamin, alamat, umur/ pendidikan/ pekerjaan serta juga agama dan suku bangsa.
Berikutnya menanyakan riwayat penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan/
gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat dan tidak harus sejalan dengan
diagnosis utama. Selanjutnya riwayat perjalanan penyakit yang terdiri dari cerita
kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai
dibawa berobat, pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll), tindakan
sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi, perkembangan penyakit gejala
2

sisa/ cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga dan riwayat penyakit
lain yg pernah diderita sebelumnya. Terakhir menannyakan hal-hal yang perlu
ditanyakan tentang keluhan / gejala yang meliputi lama keluhan, keluhan lokal
(lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar), bertambah berat/ berkurang serta
upaya yang dilakukan dan hasilnya.5
Hal-hal yang perlu ditanyakan sebagai panduan prinsip dasar penilaian
klinis adalah riwayat umum pasien. Hasil anamnesis berdasarkan skenario adalah
identitas pasien yaitu seorang anak laki-laki berusia 65 tahun. Keluhan pasien
adalah betis kirinya sakit di sertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu.
Dan pasien sudah 2 hari di rawat setelah menjalani operasi penggantian sendi
panggul kiri 2 hari yang lalu.
B. PEMERIKSAAN
FISIK
Emboli paru, sebagai petunjukn klinis pertama dari thrombosis.Edema dan
pembengkakan ektremitas karena aliran darah tersumbat.Nyeri tekan akibat
inflamasi
Edema unilateral
Tanda humans: nyeri tekan pada betis sewaktu dorsofleksi kaki
Tandalowernburg: nyeri dipaha atau betis sewaktu pengembungan mangset
Peningkatan turgor jaringan
Kenaikan suhu kulit
Bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran
PENUNJANG
1. Tes Darah
a) Tes D-dimer
Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin
terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena,
konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu
diagnosis karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan,
kehamilan dan setelah operasi.

b) Protein S, protein c, antithrombin III, faktor V, prothrombin, antifosfolipid


antibody, dan kadar hemosistein. Defisiensi terhadap beberapa faktor ini
merupakan suatu keadaan abnormal yang menyebabkan terjadinya hiperkoagulasi.
2. Imaging (pencitraan)
a) Venografi
Merupakan suatu pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnose
trombosis vena dalam dengan menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi
resikonya kecil terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Berikut
gambaran trombosis vena dalam pada a. poplitea.
b) Ultrasonografi
Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi ultrasonografi bukan suatu
pemeriksaan yang memuaskan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena pada
tungkai. Ultrasonografi mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai
berikut:
Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah

jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak
adanya trombosis pada vena.
Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan

pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik
dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya
obstruksi dari aliran vena.
Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan

tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi


pembuluh darah.2
c) CT-Scan dan MRI
Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan
lunak sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan
dapat mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena
cava inferior.
Pemilihan pemeriksaan penunjang untuk DVT tergantung dari tanda, gejala,
faktor risiko, ketersediaan alat, dan tenaga ahli yang ada untuk melakukan dan
menginterpretasikan pemeriksaan.(9)
Panduannya adalah:(9)
1. Pemeriksaan untuk DVT simtomatis pada paha atau vena poplitea:
USG
2. Pasien risiko tinggi dengan kemungkinan asimtomatis : MRI

3. Didapatkan tanda dan gejala pada tungkai bawah bilateral : USG harus
dilakukan

sebagai

skrining

awal;

pertimbangkan

MRI

untuk

kecurigaan perluasan pada pelvis dan abdomen


4. Riwayat DVT : USG pada pemeriksaan sebelumnya; jika tidak
tersedia, lakukan MRI atau venografi untuk membedakan DVT akut
atau kronis.
5. Pemeriksaan untuk patologi ekstravaskular : MRI
6. Pemeriksaan DVT betis (< 20% DVT pada betis meluas ke paha atas
atau vena popliteal) : jika USG pada paha hasilnya negatif, dapat
dilakukan venografi/MRI untuk mengevaluasi vena betis secara
langsung.
C. DIAGNOSIS
WORKING DIAGNOSIS
PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS
Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding
mereka supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung
keseluruh tubuh. Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan
disana tidak ada darah yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah
kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar menekan/memeras venavena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan tubuh.
Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung.3
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat
permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak
tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena
deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari
kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam
melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator
mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan
darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah
sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong

dari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara


melalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru.
Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk
mencegah pulmonary embolism.5

Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya


yang menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja
sebagai saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam.
Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism.

DIFFERENT DIAGNOSIS
TROMBOFLEBITIS
Tromboflebitis didefinisikan sebagai peradangan vena yang terjadi dikaitkan
dengan bekuan intravaskuler atau trombus.Tromboflebitis dan plebotrombosis
adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan berbagai manifestasi proses
penyakit dasar trombosis vena.
Patogenesis
Pada vena yang normal dapat terjadi trombosis karena penyebab eksogen,
misalnya trauma, kelelahan, kurang gerak / imobilisasi, pascabedah, atau adanya
keganasan yang terjadi hanya pada salah satu segmen vena. Trombosis ini
menyebabkan reaksi radang lokal pada dinding vena. Dalam hal ini trombosis
terjadi karena perlambatan aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, atau
gangguan pembekuan darah (trias Virchow).
Pada vena yang mengalami plebaran atau varises, turbulensi darah pada
kantong vena di sekitar katup merangsang terjadinya trombosis. Menipisnya
dinding vena mempercepat proses radang. Dalam keadaan ini, kelainan dinding
vena dan melambatnya aliran darah merupakan sebab terjadinya tromboflebitis.
Rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan tromboflebitis,
misalnya pada pemasangan infus jangka lama (lebih dari dua hari) di tempat yang
sama, atau penyuntikan obat intravena. Kelainan jantung yang mengubah aliran
darah,

dehidrasi

berat

yang

mengakibatkan

hemokonsentrasi,

koagulasi

intravaskular yang meluas pada infeksi sistemik dapat juga menimbulkn


trombosis.
Tromboflebitis superfisial
Tromboflebitis permukaan menyerang pembuluh darah subkutan di
ekstremitas atas dan bawah. Penyebab tromboflebitis pada ekstremitas atas yang
paling sering adalah infus intravena, terutama jika memasukkan larutan asam atau
hipertonik.

Tromboflebitis

permukaan

pada ekstremitas

bawah biasanya

disebabkan oleh varises vena atau trauma. Jika ada penyebab yang diketahui jelas,
maka harus dipertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain yang mendasari,
seperti penyakit buerger atau keganasan.

Perjalanan penyakit biasanya jinak dan tromboflebitis permukaan dapat


sembuh sendiri. Emboli paru jarang terjadi, tetapi perluasan trombus ke sistem
vena dalam dalam dapat terjadi, terutama jika trombus berada dekat dengan
saluran penghubung utama atau pada pertemuan antara vena safena dan poplitea
atau vena femoralis.
Tromboflebitis Dalam
Tromboflebitis vena dalam akut biasanya berupa flebitis vena daerah
panggul, yaitu vena femoralis, vena iliaka eksterna, vena iliaka komunis.
VASKULITIS
Sebuah istilah yang terkait dengan kelompok penyakit heterogen yang
mengakibatkan peradangan pembuluh darah. Pembuluh darah yang dimaksud
adalah system vaskular yang terdiri dari arteri yang membawa darah penuh
oksigen ke jaringan tubuh dan enayang membawa kembali darah kurang oksigen
dari jaringan ke paru-paru. Vaskulitis dapat mengenai vena, arteri maupun kapiler.
Peradangan pada arteri disebut arteritis sedangkan peradangan pada vena disebut
phlebitis.
Patogenesis
Ketika inflamasi ini terjadi, hal ini menyebabkan perubahan pada dinding
pembuluhdarah seperti penebalan dan penyempitan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah yang berat
akan berefek pada jaringan yangdiperdarahi oleh pembuluh darah tersebut,
menimbulkan gangguan perfusi dan distribusi nutrisike jaringan, terjadi iskemi,
kerusakan bahkan kematian jaringan.
PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE
Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh
darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, jadi penyakit arteri perifer
meliputi ke empat ekstremitas, arteri karotis, renalis, mesentrika, dan semua
percabangan setelah keluar dari aortailiaka. Peripheral arterial disease
(PAD) merupakan kondisi yang berkembang ketika arteri-arteri yang mensuplai
darah ke organ-organ internal, lengan-lengan, dan tungkai-tungkai menjadi

terhalangi sepenuhnya atau sebagian sebagai akibat dari atherosclerosis. Penyakit


arteri perifer adalah gangguan sirkulasi umum di mana arteri yang menyempit
mengurangi aliran darah ke anggota badan. Penyakit ini menyebabkan gejala,
terutama nyeri kaki saat berjalan (klaudikasio intermiten). Penyakit arteri perifer
juga mungkin menjadi tanda akumulasi yang lebih luas dari deposito lemak di
arteri (aterosklerosis). Kondisi ini dapat mengurangi aliran darah ke jantung dan
otak, serta kaki. Sering kali, berhasil mengobati penyakit arteri perifer dengan
berhenti merokok, berolahraga dan makan makanan yang sehat.
D. PATOFISIOLOGI
Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya
statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan
faktor penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi
bekuan darah dalam tabung.
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu :

1. Perubahan dinding pembuluh darah


Pembuluh darah yang dilapisi oleh semacam lapisan khusus dari sel yang disebut
sel endotel. Ini adalah semacam sel yang memiliki sifat khusus, mencegah
pembekuan darah normal di atasnya. Apapun yang merusak sel endotel, dapat
menyebabkan darah menggumpal pada lapisan pembuluh darah di bawah sel
endotel. Dinding pembuluh juga dapat berubah dengan memiliki bekas luka di
atasnya seperti memiliki bekas trombosis vena sebelumnya - atau tonjolan dan
narrowings dari dinding pembuluh darah seperti pada varises.
2. Perubahan aliran darah
Manusia, seperti semua binatang, benar-benar melakukan pergerakan yang cukup
aktif. Sayangnya dengan kehidupan modern, ada banyak contoh di mana mereka
melakukan pergerakan yang kurang aktif dari yang mereka harus lakukan.
9

Ini mungkin merupakan alasan mengapa seseorang tidak dapat menghindarinya,


seperti sakit atau patah kaki, cara hidup seseorang seperti duduk untuk waktu yang
lama di depan komputer atau televisi, perjalanan di mobil, pelatihan atau pesawat.
Dengan mengurangi aktivitas kaki, pompa infus dan otot sehingga aliran darah
menjadi sangat lamban dalam vena dalam. Penyebab lain perubahan dalam aliran
darah adalah bila terjadi perubahan diameter atau panjang pembuluh darah seperti yang ditemukan pada varises. Darah mengalir lancar pada pembuluh darah
yang lurus dan sempit, varises dengan tonjolan narrowings dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan pada aliran darah dan dapat memungkinkan terjadinya
pembekuan darah.
3. Perubahan komposisi darah
Penyebab paling umum perubahan komposisi darah adalah dehidrasi. Hal
ini sering terjadi karena orang meminum alkohol atau meminuman minuman
dengan kandungan kafein di dalamnya seperti teh, kopi atau minuman ringan.
Sayangnya alkohol dan kafein bertindak sebagai diuretik, yang berarti bahwa
meskipun fluida sedang diambil dalam, lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk
urin. Oleh karena itu darah menjadi lebih terkonsentrasi dan lebih mungkin untuk
membeku.
Wanita yang menggunakan kontrasepsi estrogen baik dalam bentuk pil
kontrasepsi oral atau sebagai HRT, juga mengubah komposisi darah dengan cara
yang membuat trombosis lebih mungkin terjadi. Orang dengan lemak darah tinggi
(hyperlipidaemia) juga lebih mungkin untuk mendapatkan bekuan karena
komposisi darah yang abnormal.
Stasis vena dapat terjadi sebagai akibat dari apa pun yang memperlambat
atau menghambat aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas
dan pembentukan microthrombi, yang tidak hanyut oleh pergerakan fluida,
sedangkan thrombus yang terbentuk kemudian dapat tumbuh dan merambat.
Endotel (intimal) kerusakan di pembuluh darah mungkin intrinsik atau sekunder
terhadap trauma eksternal. Mungkin akibat dari cedera atau dilakukannya
pembedahan. Hiperkoagulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan biokimia
10

antara faktor yang beredar. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan sirkulasi
aktivasi faktor jaringan, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi plasma
antithrombin dan fibrinolysins.
Seiring waktu, perbaikan telah dibuat dalam deskripsi faktor-faktor dan
kepentingan relatif mereka terhadap perkembangan trombosis vena. Asal
trombosis vena sering multifaktorial, dengan komponen dari Virchow triad
pentingnya asumsi variabel pada individual pasien, namun hasil akhirnya adalah
interaksi awal trombus dengan endotelium. Interaksi ini merangsang produksi
sitokin lokal dan memfasilitasi adhesi leukosit ke endotel, baik yang
mempromosikan trombosis vena. Tergantung pada keseimbangan yang relatif
antara koagulasi dan trombolisis yang diaktifkan, sehingga propagasi trombus
terjadi.
Penurunan kontraktilitas dinding pembuluh darah dan disfungsi katup vena
memberikan kontribusi pada pengembangan insufisiensi vena kronis. Kenaikan
tekanan vena menyebabkan berbagai gejala klinis seperti varises, edema tungkai
bawah, dan ulserasi vena.
Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam
yaitu apabila :
- Riwayat trombosis, stroke
- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
- Luka bakar
- Gagal jantung akut atau kronik
- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya
trombosis.
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun,
dan tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
E. EPIDEMIOLOGI
11

Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kirakira 1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam
sangat sedikit dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu
1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.
F. ETIOLOGI
1. Kerusakan sel endotel

Lupus eritematous

Penyakit Burgers

Giant cell arteritis

Penyakit Takayasu

2. Hiperkoagulasi

Resistensi aktif protein C

Sindrom antifosfolipid

Defisiensi Antitrombin III

Defisiensi Protein C dan S

Disfibrogenemia

3. Stasis

Gagal jantung kongestif

Hiperviskositas

Tirah baring yang terlalu lama

Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot.


Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis
vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan
kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat
trauma.
G. MANIFESTASI KLINIK

12

Trombosis biasanya mulai pada vena kecil di otot betis kadang


permulaannya di vena pelvis. Kebanyakan bertambah besar dari betis kea rah
proksimal sampai ke vena pelvis atau vena kava inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala
(asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan
keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak
menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda
sebagai berikut :4,8,9
1. Nyeri pada salah satu kaki
2. Nyeri tekan di otot betis
3. Udem kaki
4. Kaki agak panas
5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji Homan
6. Perubahan warna kulit pada kaki.
Kadang kaki membengkak dan nyeri karena seluruh trombus melekat pada
dinding vena sehingga seluruh vena tungkai sampai pelvis tersumbat, keadaan ini
disebut flegmasia alba dolens. Pada keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat
membengkak dan kulitnya putih karena iskemia disertai dengan bercak
bendungan. Pada stadium lanjut terdapat flegmasia serulea dolens yang ditandai
dengan kaki yang nyeri sekali, berwarna biru tua dan hematoma karena mulai
terjadi nekrosis atau gangrene. Justru pada penderita yang tanpa gejala dan tanda,
trombosis vena dalam dapat menyebabkan emboli paru karena sebagian besar
trombus di tungkai dan pelvis tidak melekat ke dinding vena.
Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan
parut, yang bisa merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi
pengumpulan

cairan

(edema)

yang

menyebabkan

pembengkakan

pada

pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema bisa menjalar ke tungkai


dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena
efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan
menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan
vena akan berlangsung dengan baik.

13

Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya
diatas pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari
vena yang teregang ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka,
cedera ringanpun (misalnya garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan
menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).10
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat
mungkin didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya
trombus ke paru dan jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan
berupa :
- Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak
berkurang dengan istirahat.
- Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
- Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
- Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu

14

Menurut sejarah, dokter-dokter akan mencoba menimbulkan sepasang


penemuan-penemuan klinik untuk membuat diagnosis. Dorsiflexion dari kaki
(menarik jari-jari kaki menuju ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign
(memencet betis untuk menghasilkan nyeri), telah ditemukan tidak efektif dalam
membuat diagnosis.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Nonfarmakologi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan
aliran darah vena

15

Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular


Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksiekstensi, menggengam, dan

lain-lain. Tindakan

ini akan

meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)


Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat
meningkatkan aliran darah vena.

2. Terapi Farmakologi
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian
letak tungkai dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada
thrombosis venadalam. Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan
antikoagulan sistemik seperti heparin dan warfarin.2
a) Terapi heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit
diikuti dengan infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam.
Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga tingkat kesamaan dari
antikoagulan dan memperkecil manisfestasi perdarahan.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan
proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral
tunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat

16

meningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S


sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Keuntungan yang lain yaitu
kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit dan dapat diberikan dengan
sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian intravena kontinu.
Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh
pembeerian protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100
unit heparin.
b) Terapi warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk
tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang
menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek
warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan
sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai
segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah
inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.
Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari
ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.
Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin
memanhang. Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk
memperhatikan waktu protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis
vena. Warfarin biasanya dilanjutkan penggunaanya selama 3 bulan, namun
sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai
warfarin, karena banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhinefek warfarin,
baik yang menghambat maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate,
salisilat, rifampisin, kontrasepsi oral dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor
antikoagulan dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus
digunakan setelah episode perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak boleh
diberikan karena dapat membuat pasien refrakter terhadap warfarin dalam waktu
yang lama.

17

c) Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase
recombinant tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila
disertai emboli paru masif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah
beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan angiografi, yaitu 30-40%
terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat trombolisis diberikan
langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral masif.
Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis,
angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini
pemberian obat trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena
iliofemoral.
d) Antiagregasi trombosit
Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti
sindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat
diberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e) Trombektomi vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang
baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama
untuk mengurangi gejala pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan
demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah
dan untuk mencegah emboli paru.
Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun
dilakukan setelah lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis
yang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis pada salah satu segmen vena
dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai. Kontraindikasi
trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau bila
pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena
adalah pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis
vena dalam dengan iskemi yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan
ekimosis. Trombektomi (dengan membuat fistula arteri-vena sementara)
merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis vena ileofemoral

18

kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya trombosis
serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis
tumor, pada pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan
perdarahan

aktif

atau

kecenderungan

untuk

mengalami

perdarahan.

Kontraindikasi relative pada penggunaan antikoagulan jangka panjang adalah


alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena warfarin bersifat teratogenik.
I. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena dalam antara lain :
1. Perdarahan
Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.
2. Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian
trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru
dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam
maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di
daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.
3. Sindrom post trombotik
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir
keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini
mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.

J. PROGNOSIS
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai

resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.


Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang
menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan
antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali

19

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah
vena terutama pada tungkai bawah.
Penyebab dari deep vein thrombosis adalah :
Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada
biasanya)
Trauma pada vena
Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa :
Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan,
biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai
berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat.
Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu perubahan dinding pembuluh darah, perubahan
aliran darah dan perubahan komposisi darah

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
2. Katzung BG. 1994. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC
3. T. Heather Herdman. 2009. NANDA International NURSING DIAGNOSES :
Definitions & Classification 2009-2011. Wiley-Blackwell.
4. Sue Moorhead, Marion Johnson, Maridean L. Mass, Elizabeth Swanson.
2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. BOOK AID
International.
5. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman.
2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Elsevier.

21

6. Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007.
7. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa
Datang. Jakarta : Yoga Buana;2009.
8. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2001.
9. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam :
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.
11. http://www.totalkesehatananda.com/dvt1.html

22

Anda mungkin juga menyukai