Jtptunimus GDL Indarti 5190 3 Bab2
Jtptunimus GDL Indarti 5190 3 Bab2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Keadaan gizi bayi ditentukan dari hasil pengukuran
Antropometri dengan menggunakan indeks BB/U dan menggunakan rujukan WHONCHS. 7
Upaya penyediaan data dan informasi status gizi bayi terutama kurang energi
protein (KEP secara nasional telah di lakukan sejak pelita IV. Salah satu kegiatan
sehubungan dengan penyediaan data adalah pemantauan status gizi (PSG). Kegiatan
PSG dimulai dengan suatu proyek panduan di tiga propinsi yaitu Jawa Tengah,
Sumatra Barat ,dan Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada tahun 1985 dengan
tujuan untuk mempelajari cara memperoleh gambaran status gizi pada tingkat
kecamatan guna memantau perkembangan status gizi.7
Dalam praktek pengukuran antropometri yang paling banyak digunakan adalah
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) atau panjang badan ( PB), (Jeliffe, 1966).
Kadang-kadang digunakan pula lingkar lengan atas (LLA) atau lingkar kepala (LK).7
Parameter Antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi
antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah
diperkenalkan seperti pada hasil seminar Antropometri 1975. Di Indonesia ukuran
baku hasil pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang disesuaikan untuk Indonesia
(100% baku Indonesia = 50 persentil baku Harvard) dan untuk (LLA) digunakan baku
WOLANSKI.7
TB/U
BB/TB
Gizi baik
>80%
>90%
>90%
Gizi kurang
71-80%
81-90%
81-90%
Gizi buruk
60%
70%
70%
(sumber ; Yayah K. Husaini. Atropometri Sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika,
No. 8 tahun XXIIII, 1997
Dalam pengukuran indeks Antropometri sering terjadi kerancuan, hal ini akan
mempengaruhi intepretasi status gizi yang keliru. Masih banyak pakar yang
berkecimpung di bidang gizi belum mengerti makna dari beberapa indeks
antropometri. Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran
prevalensi status gizi yang berbeda.8 Dalam pemantauan status gizi penduduk
penggunaan gabungan indeks Antropometri sangat bermanfaat bagi proses perumusan
kebijakan, perencanaan maupun pengelolaan program gizi.9
Dari berbagai jenis indeks Antropometri untuk mengintepretasikannya
dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan antar ahli
gizi. Ambang batas dapat disajikan dalam tiga cara, yaitu 7:
1. Persen terhadap median
Nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan
persentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar).
Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang
batas. Dengan lima klasifikasi status gizi dengan indeks BB/U :
-
Gizi lebih
= > 120%
median BB/U
Gizi baik
Gizi sedang
Gizi kurang
= 60% - 69%
median BB/U
Gizi buruk
= < 60%
median BB/U
2. Persentil
Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah
persentil. Persentil 50 sama dengan median, atau nilai tengah dari jumlah populasi
yang berada diatasnya dan setengahnya berada di bawahnya.
1 SD unit (1 Z Skor) kurang lebih sama dengan 11% dari median BB/U
Untuk klasifikasi status gizi berdasarkan baku antropometri perlu ada batasanbatasan (cut-off point). Pembagian tersebut didasarkan pada baku rujukan WHO
NCHS yaitu :
1. Gizi lebih
2. Gizi baik
: - 2 SD s/d + 2 SD
3. Gizi kurang
: < - 2 SD
4. Gizi buruk
: < - 3 SD7
Dalam pembahasan tentang status gizi ada tiga konsep yang harus dipahami.
Ketiga konsep ini saling berkaitan antar satu dengan lain. Ketiga pengertian tersebut
adalah 8:
1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses
pencernaan,
penyerapan,
transportasi,
penyimpanan,
metabolisme
dan
Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun dalam kenyataannya sampai saat
ini didalam masyarakat masih terdapat penderita tingkat kekurangan gizi. Masalah
gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energi dan zat gizi zat-zat gizi lain yang
belum mencukupi kebutuhan tubuh.8
Dalam penilaian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi maka harus
ada ukuran baku (reference). Baku Antropometri yang banyak digunakan adalah baku
Harvard; 1959,
3. Klasifikasi Waterlow
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis. Beliau
berpendapat bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan
gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering).defisit
tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat
lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek stunting untuk
umurnya.
4. Klasifikasi Jeliffe
Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur. Pengkategoriannya
adalah kategori I,II,III dan IV.
5. Klasifikasi Bengoa
Bengoa mengkalsifikasikan KEP , yaitu KEP I, KEP II dan KEP III. Indeks yang
digunakan adalah berat badan meurut umur.
6. Klasifikasi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan mendi 5 yaitu : gizi lebih, gizi baik,
gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah
WHO-NCHS.
7. Klasifikasi cara WHO.
Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara waterlow. Indikator
yang digunakan meliputi BB/TB dan BB/U, TB/U.
B. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu adalah asumsi bahwa semakin tinggi pengetahuan akan
semakin mudah pula menerima rangsangan perubahan keadaan disekitarnya dan
menentukan kemudahan ibu dalam menerima setiap pembaharuan serta makin cepat
tanggap terhadap kondisi lingkungannya.10
Pengetahuan ibu merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat (Blum:1974).
Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan tingkat pengetahuan ibu
maka intervensi atau upaya yang ditujukan pada faktor perilaku ini sangat strategis.10
Pengetahuan ibu merubah perilaku, pendidikan, pangan dan gizi agar ibu dapat
melakukan cara-cara praktek yang baik seperti yang diharapkan, pengetahuan saja
belum mampu membuat ibu mengubah perilakunya. Untuk itu masih diperlukan
motivasi dan perhatian agar ibu mau mengubah pola hidup untuk mempunyai
pengetahuan tentang imunisasi dan mengenai zat-zat gizi dan bahan makanan yang
bergizi bagi bayinya. Studi mengenai proses belajar dan berubah pandangan atau
pendapat dilakukan oleh Beal dan Bohlen tahun 1959, untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu tentang imunisasi dan status gizi bayinya mencakup beberapa fase
10
1. Kesadaran (Awareness) yaitu orang yang menjadi sadar terhadap pandangan atau
pendapat atau cara-cara baru.
2. Minat (Interest) yaitu orang yang telah menyadari pandangan baru itu kemudian
mempunyai keinginan atau minat ingin mengetahui lebih lanjut.
3. Penilaian (Evaluation) yaitu orang yang bersangkutan kemudian dapat
menimbang (menilai) untung rugi dari hal baru tersebut.
4. Mencoba (Trial) yaitu melakukan percobaan kecil akan kegunaannya.
5. Penerapan atau penolakan (Adaption or rejection) yaitu setelah mengetahui dan
mendapatkan hasil percobaan baru, individu mau menerapkan atau menolaknya.10
Upaya agar ibu berperilaku dengan cara persuasif, bujukan, himbauan, ajakan,
memberikan informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya melalui pendidikan
atau penyuluhan kesehatan. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis
perilaku dan status pendidikan ibu adalah konsep dari Lawrence Green (1980).
Menurut Green, perilaku dan status pendidikan ibu dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu
10
C. Imunisasi
Imunisasi adalah tekhnik pembentukan kekebalan tubuh secara aktif dengan
memasukkan kuman atau vaksin yang sudah dilemahkan kedalam tubuh dengan
harapan tubuh membentuk zat anti bodi terhadap kuman atau vaksin yang
dimasukkan.12
Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi adalah tekhnik pembentukan kekebalan
tubuh secara aktif dengan memasukkan kuman atau toksin yang sudah dilemahkan
kedalam tubuh dengan harapan tubuh membentuk zat antibodi terhadap kuman atau
toksin yang dimasukkan.13
Imuisasi perlu dipacu terhadap jenis antibodi atau jenis sel imun yang benar.
Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba
ekstraseluler dan produknya (toksin). Sistem imun adalah suatu sistem yang terdiri
dari sel-sel serta produk zat-zatyang dihasilkannya, yang bekerjasama secara kolektif
dan terkoordinasi untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau
racunnya yang masuk ke dalam tubuh.12
Ada 2 macam imunisasi, yaitu 12:
1. Imunisasi aktif
Pemberian kuman atau racun yang telah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.
2. Imunisasi Pasif
Penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat.
Manfaat imunisasi adalah merupakan cara yang termurah, teraman, termudah
dan terbaik untuk mencegah anak anda terjangkit penyakit yang berbahaya dan
mengancam jiwanya. Tidak ada satu jenis vaksinpun yang dapat memberikan
perlindungan mutlak 100%. Oleh karena itu hindarkanlah kontak dengan anak lain
yang sedang sakit.12
Tabel 1.2
Jadwal imunisasi pada bayi
VAKSIN
PEMBERIAN
INTERVAL
UMUR
BCG
1x
0-11 bulan
DPT
3x
4 minggu (minimal)
2-11 bulan
POLIO (OPV)
4x
4 minggu (minimal)
0-11 bulan
CAMPAK
1x
9-11 bulan
HEPATITIS B
3x
0-11 bulan
1. Vaksin BCG
Pemberian imunisasi BCG bertijuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tubercolusis. Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus
Calmette Guerrin) yang masih hidup dan telah dilemahkan. Vaksin ini diberikan
pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, sebaiknya diberikan pada bayi 0-2
bulan. BCG cukup diberikan 1 kali saja.12
Diphteria
disebabkan
oleh
sejenis
bakteri
yang
disebut
dua penyuntikan
minimal empat minggu, imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 sampai
2 tahun atau kurang lebih satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga.12
3. Vaksin Polio
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
poliomielitis. Cara pemberiannya dengan cara suntikan, pemberian vaksin polio
dapat diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin BCG, Hepatitis B, dan
DPT.12
4. Vaksin Campak
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan penyakit campak secara
aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.
Campak adalah penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Bayi baru
lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari
ibunya ketika ia dalam kandungan, imunisasi campak cukup dilakukan 1 kali
suntikan setelah bayi berumur 9 bulan (WHO 1973).12
5. Vaksin Hepatitis B
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap
penyakit Hepatitis B, penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal dengan
penyakit liver. Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan
HbsAg yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit.12
Imunisasi ini diberikan dengan cara suntikan dasar sebanyak 3 kali dengan
jarak waktu 1 bulan antara suntikan 1 dan 2. Dana 5 bulan antara suntikan 2 dan
3. imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar.12
Praktek
imunisasi bayi
Status gizi
terpenuhi /
baik
Faktor penguat
- Motivasi petugas
- Kedisiplinan petugas
- Kelengkapan alat dan
kecukupan vaksin
Sumber : Modifikasi teori Soekidjo Notoatmodjo, 1997
F. Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Status gizi
G. Hipotesa
Berdasarkan permasalahan tujuan penelitian dan sumber pustaka, maka
hipotesa yang ingin dibuktikan adalah :
1. Ada perbedaan pengetahuan ibu bayi yang memiliki status gizi normal dengan
ibu bayi yang memiliki status gizi KEP.
2. Ada perbedaan praktek imunisasi bayi yang memiliki status gizi normal dengan
bayi yang memiliki status gizi KEP.