Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam sebuah organisasi atau perusahaan bisa terjadi krisis, krisis

bisa terjadi kapan saja, kurangnya komunikasi antara organisasi dengan


publik juga bisa terjadi krisis, organisasi memandang sebelah mata pendapat
publik sehingga terjadinya kesalahpahaman dan dapat menyebabkan krisis
pada organisasi, krisis juga bisa terjadi didalam organisasi itu sendiri. Hal ini
berkaitan dengan pembangunan hubungan sosial, karena komunikasi antara
organisasi dengan organisasi salah satu proses dibangunnya realita sosial.
Peter L. Berger Seorang sosiologis yang berasal di Amerika tertarik
pada interaksi sosial dan bagaimana interaksi tersebut membangun sebuah
realita sosial. Berger berfokus pada penelitiannya mengenai realita orang
orang di setiap harinya. Ia juga menekankan kepada interkasi sosial
interpersonal dalam pembangunan sosial realitas. Sesuai dengan buku yang
ia buat The Social Construction of Reality. Penelitian Berger telah menjadi
titik awal yang baik untuk memajukan perspektif konstruksionis sosial pada
komunikasi krisis. Maka disimpulkan bahwa, karya Berger adalah titik awal
yang

baik

untuk

memajukan

perspektif

sosial

konstruksionis

krisis

komunikasi.
Komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional. dimana teori
sistem

lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan bahwa

organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan. Dalam


krisis komunikasi inilah peran Public Relations berperan dalam menanangi
dan mengendalikan kerusakan yang di akibatkan krisis komunikasi.
1.2. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana pandangan atau perspektif dari


konstruksional sosial dalam PR mempengaruhi komunikasi krisis yang
dikemukakan oleh Berger serta realita social yang terkait komunikasi krisis.
1.3. Manfaat Penulisan
Agar mengetahui pandangan atau perspektif dari konstisional sosial
dalam PR mempengaruhi komunikasi krisis dengan memperhatikan realita
sosial yang terjadi

BAB II
ISI
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Krisis Komunikasi (On Crisis Communication)
Sarjana seperti Beck (1992) dan Giddens (1991) mengklaim bahwa kita,
sebagai konsekuensi dari modernitas akhir. Kita semua sadar akan Risk
Society (masyarakat berisiko), setidaknya melalui media massa, lebih atau
kurangnya setiap hari dari laporan mengenai berita baru, seperti berita flu
burung Asia atau berbagai krisis organisasi. Hubungan Masyarakat terutama
digunakan dan menunjukkan nilainya ketika organisasi menghadapi situasi
krisis.
Sebuah fitur umum di sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis
adalah persepsi krisis sebagai hasil dari beberapa ancaman eksternal di
lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, krisis biasanya dipahami sebagai
sebuah tujuan dan hal yang nyata di luar sana, yang melanda dan
mempengaruhi organisasi. Akibatnya, sebuah organisasi seharusnya untuk
bereaksi terhadap objek krisis dan segera bertindak untuk kembali ke
keadaaan yang seimbangan. Fitur umum lainnya adalah banyaknya
pedoman rinci dan praktik terbaik, yang dikembangkan dari pengalaman para
praktisi (Seeger, Jual Ulmer, 2001).
Jelas, komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional/kuno.
dimana teori sistem lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan
bahwa organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan.
Dalam rangka bertahan hidup, organisasi diasumsikan harus beradaptasi
dengan perubahan lingkungan). Dengan kata lain, di bidang ini ada
kebutuhan mendesak untuk pengembangan teori untuk mendapatkan
alternatif dan fenomena pemahaman organisasi yang lebih baik dari krisis

komunikasi yang kompleks.


2.1.2. Pemikiran Berger (On Bergers Thinking)
Hubungan antara masyarakat dan individu sering menjadi pusat analisis
Bergers. Menurut Berger, karena masyarakat terus memproduksi individu.
Konsep manusia baru atau penemuan secara bertahap akan menjadi bagian
dari realitas kita. Berger menekankan bahwa bahasa adalah penting dalam
produksi membangun struktur sosial yang dibentuk oleh proses-proses
sosial. Fokus pada bahasa dan ciri pemikiran dalam interaksi sosial proses
sosial konstruksionisme (Shotter Gergen, 1994).
Berger menganggap sosiologi sebagai fokus pemahaman masyarakat
kontemporer sebagai kompleks besar hubungan manusia. Tujuan sosiologi,
menurut Berger, adalah untuk mengungkap berbagai tingkat makna
tersembunyi dari kesadaran kehidupan sehari-hari untuk "melihat kedepan"
dan "melihat ke belakang" dan untuk menerima pemahaman yang lebih baik
tentang apa yang terjadi di dalam konteks tertentu dalam hal interaksi sosial..
Maka, Berger mengklaim bahwa sosiologi memiliki kemampuan dalam
menjelaskan kehidupan sosial. Seperti yang disebutkan, pemikiran Berger
dapat

ditempatkan

dalam

epistemologi

konstruksionisme

sosial.

Ia

menyatakan bahwa pandangan dunia orang sudah diberikan dalam bahasa


masyarakat. Tidak di ragukan bahwa bahasa sebagai pengendali hubungan
individual dengan realita. Bahasa merupakan fenomena sosial yang
dikembangkan sepanjang sejarah umat manusia, dan tidak dipilih oleh diri
kita sendiri melainkan "dipaksa" dari awal kita besosialisasi. Bahasa juga
menyediakan kita dengan nilai-nilai, logika, dan informasi dari mana kita
dapat yang sesuai pengetahuan.

2.1.2.1. Perspektif Manusia Tentang Sosiologi


Dalam Invitation to Sociology; A Humanistic Perspective,
Berger(1963)

menyajikan

Perspektif

Sosiologi

sebagai

"bentuk

kesadaran"

tersusun sekitar empat motif (atau tema). Berger

mengusulkan panduan yang terdiri dari empat motif nya.


Motif pertama adalah motif membongkar (debunking motif),
yaitu ambisi untuk mengungkapkan atau membongkar sebuah situasi
dan mencoba untuk melihat melalui bagian luar struktur sosial.
Motif kedua adalah motif tidak respektif. Berger menyatakan
bahwa masyarakat modern terbagi menjadi dua sektor: yang pertama
sektor yang respectable, meliputi kelas menengah, mendominasi
definisi dari realitas sosial. Sektor kedua yaitu sektor unrespectable
adalah segala sesuatu yang dianggap diluar terhormat oleh kelas
menengah. Salah satu fitur yang paling membedakan dari kedua
sektor adalah bahasa. Motif berger berarti kita harus mencoba
memahami realitas dari perspektif yang berbeda, tidak hanya dari para
penyandang pekerjaan kelas menengah tetapi juga dari sudut
pandang sopir taksi, penari, petinju profesional, atau musisi jazz.
Akibatnya, ini semacam perspektif yang kurang diperhatikan.
Motif ketiga adalah motif perelatifan Berger dan menekankan
pentingnya melihat nilai dengan beragam cara untuk memahami
dunia. Dengan demikian, budaya yang berbeda dengan nilai-nilai dan
keyakinan yang beragam dapat memberikan cara lain dan baru untuk
memahami

dunia.

Dalam

dunia

modern.

Motif

perelatifan

mempromosikan apresiasi terhadap cara dimana sistem makna yang


berbeda dapat memberikan lebih banyak penafsiran dan pemahaman
realitas.

Motif

keempat

adalah

motif

kosmopolitan

yang

berarti

keterbukaan terhadap dunia dan dengan cara berpikir lain dan


bertindak sikap yang sering terjadi dengan orang-orang yang tinggal di
daerah perkotaan.
Sebuah konsep penting yang Peter Berger membahas dalam
Invitaton Sociology adalah lembaga yang ia definisikan sebagai
kompleks khas tindakan sosial yang mengatur dan memerintah
perilaku masyarakat dalam situasi yang berbeda. Contoh lembaga
uang, bahasa, waktu, ukuran, dan beratnya hukuman, kelas ,agama,
pernikahan, organisasi agama. Dengan kata lain lembaga membuat
orang berpikir dan bertindak dengan cara tertentu bahwa lembagalembaga memberikan prosedur masyarakat menemukan

yang

diinginkan. Dengan kata lain, yang mengendalikan perilaku manusia


dengan cara yang berpola. Ada aspek kontrol untuk semua lembaga,
yang mengendalikan perilaku manusia dengan pola yang telah
ditentukan perilaku. Mekanisme kontrol sehingga

secara tidak

langsung mengarahkan cara orang berpikir dan bertindak. Jika kita


mematuhi dan mengikuti aturan lembaga, kita diberikan penghargaan
jika kita tidak mematuhi, kita terkena sanksi; misalnya, melalui isolasi
dari pembatasan pada kebebasan kita. Sanksi dapat diproduksi dan
dieksekusi oleh tekanan moral masyarakat.
2.1.2.2.

Realitas Masyarakat (Peoples Reality)

The Social Construction of Relaity (Berger & Luckmann, 1966)


menampilkan penjelasan teoritis tentang bagaimana dunia sosial yang
terstruktur dan fungsi. Menurut Berger dan Luckmann, dunia sosial
adalah ciptaan manusia dan mereka pada gilirannya juga penciptaan
dunia sosial mereka. Ini berarti bahwa orang-orang bersama-sama

membangun

lingkungan

manusia,

yang

pada

gilirannya

mempengaruhi orang (cf. Giddens dan konsepnya pada dualitas


struktur).
Buku

menjadi

salah

satu

sumber

yang

menginspirasi

kontruksionism sosial. Tiga konsep penting yang disajikan oleh buku:


eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Lingkungan dimana
manusia bertindak kompleks dan selalu berubah: Untuk hidup dibawah
kondisi ini orang membutuhkan beberapa struktur minimal untuk
menyediakan lingkungan yang stabil mereka sendiri. Ketika orangorang berulang-ulang dan sering terlibat dalam suatu kegiatan, pola
aktifvitas mereka akhirnya berkembang. Orang selalu berusaha untuk
membiasakan kegiatan mereka untuk mencapai efisiensi. Habitualisasi
menyediakan aktifitas yang biasa di lakukan.
Dengan kata lain kebiasaan adalah pengetahuan bahwa
generasi sebelumnya telah diproduksi dan bahwa generasi baru
belajar akan kebiasaan melalui komunikasi. Dari sudut pandang
psikologi,

kebiasaan

memudahkan

manusia

untuk

mengelola

ketidakpastian yang mereka alami dalam kehidupan mereka. kognitif,


disonansi, ketidakpastian yang dialami setiap orang dalam situasi
baru,

berkurang

ketika

orang

mengandalkan

kebiasaan

atau

mengeksternalisasi pengetahuan.
2.1.2.3.

Meringkas pada Berger (To Sum Up on Berger)

Berger ingin menjelaskan bagaimana masyarakat modern


bekerja dengan berfokus pada beberapa tingkatan makna. Menurut
Berger, orang berpartisipasi dalam produksi realitas mereka sendiri
dirasakan. Manusia terdiri dari tindakan makhluk, yang berarti bahwa
orang-orang selalu mencoba untuk mengubah sosok yang diberikan

dalam urutan untuk menghasilkan totalitas bermakna (Berger &


Pullberg, 1965).
Berger mengklaim bahwa orang bertindak atas interpretasi dan
pengetahuan tentang realitas yang dirasakan mereka, dan dengan
demikian realitas sosial direproduksi dan diperkuat. Pengetahuan
tentang realitas yang diambil, diberikan dan dirasakan oleh manusia
dari alam dan fakta obyektif. Selanjutnya, proses produksi mengartikan
bukanlah proyek individu ,melainkan itu adalah proses sosial.
2.1.2.4.

Refleksi Konsep Essensial (Reflections on Essential


Concepts)

Ada 3 konsep penting dalam bidang komunikasi krisis Tiga


konsep yang sangat penting untuk bidang ini yaitu krisis, komunikasi
dan organisasi. Pertama, krisis sering dianggap sebagai hasil dari
ancaman eksternal di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, krisis
dipahami sebagai sesuatu hal nyata di luar sana, yaitu sesuatu yang
melanda dan mempengaruhi organisasi. Dari persepsi Bergerian krisis
yang melanda seperti halilintar dari luar langit biru, dan organisasi
tidak bereaksi dan merespon secara otomatis ke krisis. Sebaliknya,
krisis perlahan-lahan berkembang dan mengambil bentuk tertentu.
Dalam penelitian yang lebih baru, krisis dianggap sebagai suatu
proses tanpa batas yang jelas (Murphy, 1996: Weick, 1988).
Kedua, ada kecenderungan kuat dalam literatur tentang
komunikasi krisis. dan di antara banyak praktisi, memiliki pandangan
yang agak sederhana bahwa organisasi sebagai sebuah fenomena.
Secara umum, organisasi cenderung abstrak (tidak terlihat secara
jelas) dalam literatur komunikasi krisis, dengan kata lain. Organisasi
ialah hal yang dapat diamati faktanya"di luar sana" dalam sebuah

kenyataan. Dari perspektif Bergerian, sebuah organisasi bukanlah


sebuah fenomena stabil dan terjadi dalam jangka pendek. Sebaliknya,
terus mengubah maju. dan menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.
Ketiga, dalam sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis
dianggap bahwa komunikasi dan bahasa dapat mencerminkan realitas
objektif, kata dalam bahasa akhirnya di sepakati memiki makana.
Perspektif dari James Carey (1988) memandang komunikasi sbagai
transmisi. Komunikasi ini kemudian digambarkan dalam istilah seperti
mentrasmisikan ,memberi menyampaikan serta mengirim. Intinya
dalam pandangan transmisi komunikasi adalah transportasi informasi
yang melalui ruang dan waktu. Selanjutnya menjelaskan bahwa
komunikasi yang efektif ketika penerima secepat mungkin memahami
pesan yang didapat dari seorang pengirim pesan melalui sebuah
media
Di mata Berger, komunikasi dan bahasa tidak mencerminkan
realitas; realitas sosial. Sebaliknya, mereka menciptakan realitas
sosial. Bahasa adalah produk sosial dan penerima komunikasi
membangun makna. Melalui komunikasi yang konstan dan interaksi
antar anggota organisasi, makna umum dan realitas sosial yang
dihasilkan. Hal ini di sini penting untuk menggarisbawahi bahwa
perspektif

konstruksionis

sosial

Berger

tidak

mempertanyakan

keberadaan kenyataan "di luar sana", tetapi menekankan hubungan


orang itu apa artinya bagi mereka.
2.1.3. Konsekuensi untuk Krisis Komunikasi
Jadi, apa akibatnya jika kita mengambil Bergerian, atau konstruksi
sosial, perspektif tentang komunikasi krisis? Selama karir Peter Berger
konsep lembaga telah berada di pusat perhatiannya. Namun, lembaga sosial

10

dan bagaimana mereka membatasi PR praktek belum terfokus oleh humas


sarjana (Leichty & Warner, 2001).
Publik,

misalnya,

sering

dianggap

unit

reaktif

yang

telah

dikembangkan untuk menanggapi tindakan organisasi. Pada kenyataannya,


banyak masyarakat ada sebelum suatu organisasi memasuki arena dan
mereka sering tidak searah dengan tujuan kita.
Dalam

penelitian

kontemporer

pada

komunikasi

krisis,

krisis

dipandang sebagai bagian dari siklus hidup organisasi (misalnya, Kersten,


2005; Sellnow, 1993) Krisis di sini dipandang sebagai kesempatan penting
untuk pengembangan dan pembelajaran. Coombs (1999), Zach dan Duhe
(1997), mengklaim bahwa krisis sering terjadi karena buruknya komunikasi
dengan publik. Sesuai pernyataan tersebut, krisis bukannlah suatu hal yang
terjadi dalam situasi khusus melainkan part of the game dari organisasi. Hal
ini berarti baik peneliti maupun PR seharusnya lebih berfokus pada fase prakrisis dan bukan berfokus pada fase pasca-kriris.
Saat ini, ada pemahaman umum bahwa public relations adalah
kegiatan profesional hubungan-bangunan, yang bertentangan dengan
pandangan tradisonal mencoba untuk mengubah pendapat dan perilaku yang
berbeda.Komunikasi dan dialog langsung dengan publik adalah satu-satunya
cara untuk memelihara dan memulihkan hubungan yang konstruktif.
Dialog sangat penting dalam situasi krisis dan juga keterbukaan antara
PR dengan publiknya, hal ini dikarenakan dapat mencegah terjadinya resiko
atau berkurangnya kekuatan perusahaan jika resiko terjadi (Hearth &
Palenchar,2000). Selanjutnya, dipercayai bahwa memiliki jaringan yang kuat
dengan publik merupaka sumber daya yang penting dalam situasi krisis dan
memberikan kemungkinan yang lebih baik atau persepsi yang lebih akurat
pada sebuah situasi.

11

Dalam

situasi

krisis

kepercayaan

publik

kepada

perusahaan

cenderung menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik
sering menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan
apa yang di interpretasi kan oleh organisasi. Selanjutnya jika organisasi ingin
mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia harus memperhatikan
sudut pandang publik, harapan dan permintaan mereka. ini berarti praktisi PR
harus mengakui bahwa orang-orang selalu mengartikan makna yang berbeda
dalam situasi yang berbeda, dan interpretasi mereka pasti akan berbeda
dengan makna yang dimaksudkan oleh organisasi.
2.2.

Pembahasan Kasus

Petani Minta Tak Ada Impor


Senin, 2 Februari 2015
Padi Tumbuh Baik, Harga Gabah Kering Panen Tinggi
GROBOGAN, KOMPAS Harga gabah kering panen hasil panen musim
tanam pertama di sejumlah daerah di wilayah sistem irigasi Waduk Kedung
Ombo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tinggi. Hasil panennya juga
berlimpah. Petani berharap pemerintah tidak mengimpor beras.
Suminto (45), petani Desa Klambu, Kecamatan Klambu, Kabupaten
Grobogan, Minggu (1/2), di Grobogan, mengatakan, harga gabah kering
panen (GKP) saat ini Rp 4.500Rp 4.600 per kilogram (kg). Harga ini lebih
tinggi daripada harga GKP tahun lalu, yakni Rp 3.500Rp 4.000 per kg.
Hasil panen juga berlimpah, 7-8 ton per hektar. Tahun lalu 6-6,5 ton
per hektar. Panen bagus karena hujan merata dan tak berlebihan sehingga
padi tumbuh dengan baik, kata Suminto.

12

Ketua Federasi Perkumpulan Petani Pemakai Air Sistem Irigasi Waduk


Kedung Ombo Kaspono mengatakan, wilayah sistem irigasi Waduk Kedung
Ombo, seperti Grobogan, Pati, Kudus, dan Demak, memang tengah panen.
Dari total sawah irigasi waduk seluas 63.000 hektar, sekitar 25.200 hektar
atau 40 persen telah dipanen.
Saat ini, harga rata-rata GKP Rp 4.500 per kg atau lebih tinggi
daripada harga pembelian pemerintah GKP 2014, yaitu Rp 3.300 per kg.
Hasil panen di wilayah Grobogan, Kudus, Pati, dan Demak rata-rata sekitar
7,8 ton per ha.
Hasil panen GKP di seluruh daerah di wilayah saluran irigasi Waduk
Kedung Ombo diperkirakan 491.400 ton. Harga dan hasil panen musim
tanam pertama ini sangat bagus. Kami berharap pemerintah tidak mengimpor
beras agar harga gabah petani tidak jatuh, katanya.
Kaspono berharap pemerintah tidak hanya bersandar pada Waduk
Kedung Ombo untuk mencapai swasembada pangan. Oleh karena itu, perlu
diikuti pembangunan waduk lain.
Di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu lalu, Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie
Agustina mengatakan, Perum Bulog memiliki stok komersial 1,4 juta ton
beras. Kemendag berharap stok itu bisa dibeli dan digunakan pemerintah
sebagai cadangan beras. Dengan demikian, kebutuhan beras sebelum panen
rayayang diperkirakan puncaknya pada Maret 2015bisa dipenuhi.
Infrastruktur
Pemerintah Kabupaten Kudus dan Pati berharap pembangunan waduk
di kedua wilayah itu segera direalisasikan. Dengan demikian, swasembada
beras bisa segera terealisasi.
Di Kecamatan Dawe, Kudus, ada Waduk Logung yang mampu
menambah lahan pertanian 3.800 hektar. Pembangunan waduk dengan

13

investasi Rp 620 miliar itu terkendala pembebasan lahan meski telah


memasuki proses peletakan batu pertama.
Di Pati, Bupati Pati Haryanto berharap Waduk Randugunting segera
direalisasikan. Selama ini, pembangunannya hanya sebatas rencana, belum
ada langkah konkret. Waduk itu mampu mengairi 5.000 hektar sawah.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jateng akan memprioritaskan
pembangunan lima waduk dengan dana dari pemerintah pusat Rp 2,1 triliun.
Kelima waduk itu adalah Waduk Gondang di Kabupaten Karanganyar,
Pidekso di Wonogiri, Logung di Kudus, Matenggeng di Cilacap, dan Kuningan
di Jawa Barat, yang akan dimanfaatkan pula oleh warga Jateng.
Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jateng Prasetyo Budie
Yuwono mengemukakan, Waduk Gondang dan Pidekso akan dikerjakan lebih
dulu. Setelah itu, Waduk Logung menyusul dikerjakan. Selain untuk irigasi,
waduk-waduk itu akan digunakan sebagai bahan baku air minum dan
mengatasi banjir, katanya. (HEN/MED)
Maka, dalam kasus yang disajikan dalam media cetak, koran Kompas
hari Senin, 2 Februari 2015 kolom Nusantara halaman 18, penulis meneliti
dan menganalisa kasus tersebut dengan beberapa teori yang terefleksi dari
Bergerian, diantaranya :
2.2.1. Krisis Komunikasi
Sebuah fitur umum di sebagian besar literatur tentang komunikasi
krisis adalah persepsi krisis sebagai hasil dari beberapa ancaman eksternal
di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, krisis biasanya dipahami sebagai
sebuah tujuan dan hal yang nyata di luar sana, yang melanda dan
mempengaruhi organisasi. Akibatnya, sebuah organisasi seharusnya untuk
bereaksi terhadap objek krisis dan segera bertindak untuk kembali ke
keadaaan yang seimbangan.

14

Petani meminta kepada pemerintah untuk tidak adanya impor. Hal ini
disebabkan melimpahnya hasil panen pada tahun 2015. Tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih mahal di banding mengimpor gabah.

Lingkungan

merupakan ancaman eksternal yang membuat pemerintah untuk bersikap


obyektif demi kepentingan umum dan kestabilan negara. Karena organisasi
dan lingkungan saling membutuhkan dalam rangka bertahan hidup.
Komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional/kuno. dimana
teori sistem

lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan bahwa

organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan. Dalam


rangka bertahan hidup, organisasi diasumsikan harus beradaptasi dengan
perubahan lingkungan).
Pada kasus ini petani membutuhkan bantuan kepada pemerintah agar
tidak mengimpor gabah, agar petani tidak merugi, pemerintah harus tanggap
terhadap petani agar mereka tetap bertahan hidup. Karena pemerinyah dan
petani saling membutuhkan, petani juga meminta kepada pemerintah untuk
pembangunan waduk lainnya dan tidak hanya wacana saja harus terealisasi.

2.2.2. Pemikiran Berger


Berger menekankan bahwa bahasa adalah penting dalam produksi
membangun struktur sosial yang dibentuk oleh proses-proses sosial. Fokus
pada bahasa dan ciri pemikiran dalam interaksi sosial proses sosial
konstruksionisme (Shotter Gergen, 1994).
Bahasa adalah suatu sarana yang digunakan untuk berkomunikasi
oleh satu orang kepada orang lain, sehingga apa yang ingin disampaikan
orang tersebut dapat dimengerti oleh penerima pesan. Dalam berita Petani
Minta Tidak Ada Impor disini petani mencoba menyampaikan pesan
menggunakan

bahasanya,

agar

pemerintah

mengerti

maksud

yang

disampaikan petani kepada pemerintah. Bahasa sebagai alat yang digunakan

15

petani untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah, petani menggunakan


bahasa Indonesia agar dimengerti oleh pemerintah, karena bahasa nasional
kita adalah bahasa Indonesia. Tidak di ragukan bahwa bahasa sebagai
pengendali hubungan individual dengan realita.
2.2.2.1. Perspektif Manusia Tentang Sosiologi
Motif pertama adalah motif membongkar (debunking motif),
yaitu ambisi untuk mengungkapkan atau membongkar sebuah situasi
dan mencoba untuk melihat melalui bagian luar struktur sosial.
Dalam kasus ini petani mencoba membongkar mengenai harga
gabah kering panen (GKP) saat ini Rp 4.500Rp 4.600 per kilogram
(kg). Harga ini lebih tinggi daripada harga GKP tahun lalu, yakni Rp
3.500Rp 4.000 per kg. Hasil panen juga berlimpah, 7-8 ton per
hektar. Tahun lalu 6-6,5 ton per hektar. Panen bagus karena hujan
merata dan tak berlebihan sehingga padi tumbuh dengan baik. Petani
mengungkapkan seperti itu agar pihak pemerintah peka terhadap
kondisi petani saat ini.
Pemerintah membuka dan melihat situasi yang ada bahwa
panen kali ini melimpah. Petani meyakini dapat memenuhi kebutuhan
sehingga mewujudkan terciptanya swasembada pangan. Pemerintah
segera melakukan perbaikan dan membangunan waduk-waduk baru
untuk memwujudkan terciptanya swasembada pangan. Pemerintah
disini tertarik pada tujuan yang diterima secara umum dari tindakan
petani.
2.2.2.2.

Realitas Masyarakat

Menurut Berger dan Luckmann, dunia sosial adalah ciptaan


manusia dan mereka pada gilirannya juga penciptaan dunia sosial

16

mereka. Ini berarti bahwa orang-orang bersama-sama membangun


lingkungan manusia, yang pada gilirannya mempengaruhi orang.
Kasus ini, petani meminta kepada memerinta agar tidak mengimpor
gabah

Hal itu terjadi karena dari pengalaman petani yang merugi

karena gabah yang di impor lebih murah sehingga petani menurunkan


harga jual, maka dari itu petani meminta agar tidak ada impor.
2.2.2.3.

Meringkas pada Berger

Berger mengklaim bahwa orang bertindak atas interpretasi dan


pengetahuan tentang realitas yang dirasakan mereka, dan dengan
demikian realitas sosial direproduksi dan diperkuat. Pengetahuan
tentang realitas yang diambil, diberikan dan dirasakan oleh manusia
dari alam dan fakta obyektif. Selanjutnya, proses produksi mengartikan
bukanlah proyek individu ,melainkan itu adalah proses sosial.
Dalam kasus ini petani bertindak untuk meminta kepada
pemerintah agar tidak ada impor karena petani menginterpretasi
bahwa Jatuhnya harga gabah lokal karena banyaknya beras impor
dan selundupan di berbagai daerah karena tak ada pengamanan yang
baik.. Kebijakan impor harusnya untuk menutupi defisit kebutuhan
beras dalam negeri. Tetapi kenyataannya, ketika musim panen raya
tiba beras impor yang lebih murah membanjiri tanah air, sehingga
harga gabah pun turun drastis, inilah yang dirasakan oleh petani maka
dari itu petani meminta tak ada impor beras karena petani meyakini
bahwa beras mencukupi untuk negeri ini, karena tahun 2015 ini panen
melimpah.
2.2.2.4.

Refleksi Konsep Essensial (Reflections on Essential


Concepts)

17

Ada 3 konsep penting dalam bidang krisis komunikasi


. Pertama, krisis sering dianggap sebagai hasil dari ancaman
eksternal di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, krisis dipahami
sebagai sesuatu hal nyata di luar sana, yaitu sesuatu yang melanda
dan mempengaruhi organisasi dan organisasi tidak

bereaksi dan

merespon secara otomatis ke krisis. Dalam kasus ini petani meminta


tidak ada impor beras kepada pemerintah karena dengan mengimpor
beras dari luar negeri merupakan ancaman bagi petani dan membuat
harga gabah menjadi turun .
Kedua,

ada

kecenderungan

kuat

dalam

literatur

tentang

komunikasi krisis. dan di antara banyak praktisi, memiliki pandangan


bahwa

organisasi

sebagai

sebuah

fenomena.

Secara

umum,

organisasi cenderung abstrak (tidak terlihat secara jelas) dalam


literatur komunikasi krisis, dengan kata lain. Organisasi ialah hal yang
dapat diamati faktanya"di luar sana" dalam sebuah kenyataan. Dari
perspektif Bergerian, sebuah organisasi bukanlah sebuah fenomena
stabil dan terjadi dalam jangka pendek. Sebaliknya, terus mengubah
maju. dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Pemerintah cenderung mengikuti fakta diluar sana untuk
menyesuaikan dengan lingkungan dimana petani bisa menghasilkan
panen gabah yang melimpah sehingga Indonesia tahun 2015 ini tidak
perlu mengimpor beras dan pemerintah juga mendorong terwujudkan
swasembada beras bisa terealisasi.
Ketiga, dalam sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis
dianggap bahwa komunikasi dan bahasa dapat mencerminkan realitas
objektif. Perspektif dari James Carey (1988) memandang komunikasi
sbagai transmisi. Komunikasi ini kemudian digambarkan dalam istilah

18

seperti mentrasmisikan, memberi menyampaikan serta mengirim.


Intinya dalam pandangan transmisi komunikasi adalah transportasi
informasi yang melalui ruang dan waktu. Selanjutnya menjelaskan
bahwa komunikasi yang efektif

ketika penerima secepat mungkin

memahami pesan yang didapat dari seorang pengirim pesan melalui


sebuah media.
Dalam kasus pemerintah memahami pesan yang disampaikan
oleh petani melalui media untuk tidak mengimpor gabah. Pemerintah
merespon

permintaan

petani

dengan

segera

merealisasikan

pembangun waduk-waduk baru untuk menghasilkan panen yang lebih


melimpah agar kebutuhan gabah di Indonesia dapet tercukupi, disini
terjadi komunikasi efektif dimana pemerintah memahami pesan dari
petani dan mengambil tindak sesuai dengan untuk mewujudkan
permintaan petani.
2.2.3. Konsekuensi untuk Krisis Komunikasi
Coombs (1999), Zach dan Duhe (1997), mengklaim bahwa krisis sering
terjadi karena buruknya komunikasi dengan publik. Sesuai pernyataan
tersebut, krisis bukannlah suatu hal yang terjadi dalam situasi khusus
melainkan part of the game dari organisasi. Hal ini berarti baik peneliti
maupun PR seharusnya lebih berfokus pada fase pra-krisis dan bukan
berfokus pada fase pasca-kriris.
Dalam kasus ini terjadi karena buruknya komunikasi antara pemerintah
dengan petani, sehingga terjadilah krisis komunikasi antara pemerintah
dengan petani, pemerintah hanya membuat wacana seperti rencana
pembangunan waduk Randugunting yang sampai saat ini belum juga
terealisasi, juga buruknya komunikasi antara pemerintah dengan petani, jika
komunikasinya baik, petani tidak akan meminta kepada pemerintah untuk

19

tidak mengimpor gabah, PR pemerintah seharusnya berfokus pada sebelum


krisis ini terjadi, bukan setelah krisis ini terjadi.
Dalam situasi krisis kepercayaan publik kepada perusahaan cenderung
menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik sering
menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan apa
yang di interpretasi kan oleh organisasi. Selanjutnya jika organisasi ingin
mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia harus memperhatikan
sudut pandang publik, harapan dan permintaan mereka. ini berarti praktisi
PR harus mengakui bahwa orang-orang selalu mengartikan makna yang
berbeda dalam situasi yang berbeda, dan interpretasi mereka pasti akan
berbeda dengan makna yang dimaksudkan oleh organisasi.
Pada kasus ini PR pemerintah harus mendengarkan petani sebagai
publik yang meminta agar tidak ada impor beras karena panenan
diperkirakan melimpah petani pun tidak dirugikan, PR pemerintah tanggap
dan peka terhadap petani, dan saling berkomunikasi agar tidak terjadi krisis
komunikasi antara pemerintah dan petani.
Dialog sangat penting dalam situasi krisis dan juga keterbukaan antara
PR dengan publiknya, hal ini dikarenakan dapat mencegah terjadinya resiko
atau berkurangnya kekuatan perusahaan jika resiko terjadi (Hearth &
Palenchar,2000). Dalam kasus ini PR pemerintah berkomunikasi dengan
petani membuka percakapan dan berdialog mengenai penjualan gabah agar
pemerintah juga tetap dipercaya oleh petani agar tidak ada demo dari para
petani dan petani juga tidak dirugikan.
Dalam situasi krisis kepercayaan publik kepada perusahaan cenderung
menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik sering
menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan apa
yang di interpretasi kan oleh organisasi. Dalam kasus ini para petani jadi

20

kurang percaya kepada pemerintah maka dari itu petani meminta tidak ada
impor, apalagi pemerintah juga hanya wacana saja dalam pembangunan
waduk pembangunannya hanya sebatas rencana, belum ada langkah
konkret.
Jika organisasi ingin mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia
harus memperhatikan sudut pandang publik, harapan dan permintaan
mereka. Pemerintah harus memperhatikan sudut pandang petani, harapan,
dan permintaannya, mereka hanya meminta kepada pemerintah agar
membeli hasil panen dan meminta tidak ada impor dan membuat waduk
yang terealisasi bukan hanya wacana.

21

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam bab ini, saya telah mencoba untuk mempromosikan Bergerian,
atau konstruksi sosial, perspektif tentang komunikasi krisis. Dari sudut
pandang Bergerian pandang, public relations adalah lembaga yang
membangun pandangan dunia dan realitas tertentu melalui kegiatan
komunikasi. Public relations dapat dilihat sebagai proses diseminasi strategis
teks untuk mempertahankan, mengembangkan praktek-praktek

sosial

budaya tertentu dan nilai-nilai yang disukai dan sikap organisasi.


Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan
masyarakat sebagai institusi, Berger meminta kita untuk melihat ke belakang
dan menanyakan bagaimana PR berfungsi sebagai penghasil realitas
mendominasi tertentu dalam masyarakat.
Pemerintah harus memperhatikan sudut pandang petani, harapan, dan
permintaannya, mereka hanya meminta kepada pemerintah agar membeli
hasil panen dan meminta tidak ada impor dan membuat waduk yang
terealisasi bukan hanya wacana.
3.2. Saran
Komunikasi dan berdialog antara organisasi dan publiklah satusatunya cara untuk memelihara dan memulihkan hubungan yang konstruktif.
Alasan dibalik semua ini adalah bahwa dialog sangat penting dalam situasi
krisis dan hubungang masyarakat terbika dengan public dapat mencegah
kejadian risiko atau mengurangi kekuatan jika mereka menjadi kenyataan
(Heath & Palenchar, 2000)

22

Saran dalam kasus ini pemerintah harus peka, mendengarkan para


petani, agar petani juga mendapatkan keuntungan tidak merugi akibat
adanya impor tersebut.

23

Daftar Pustaka
Sumber Buku
Ihlen, yvind, Betteke Van Ruler, Magnus Fredriksson, 2009. Public
Relations and Social Theory, New York : Routledge

Sumber lain
Koran Kompas, 2 Februari 2015.

24

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai