Anda di halaman 1dari 7

Artikel Penelitian

Prevalensi Obesitas pada


Anak Usia 4-6 Tahun dan Hubungannya
dengan Asupan Serta Pola Makan

Muhammad Artisto Adi Yussac, Arief Cahyadi, Andika Chandra Putri, Astrid Saraswaty Dewi,
Ayatullah Khomaini,* Saptawati Bardosono,** Eva Suarthana***
*Program Pendidikan Integrasi Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
**Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
***Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Obesitas pada anak merupakan masalah yang kompleks. Faktor-faktor yang dapat
menimbulkan obesitas antara lain asupan dan pola makan. Tujuan penelitian adalah mengetahui
hubungan antara pola makan dan asupan kalori, karbohidrat, protein dan lemak yang
dikonsumsi oleh subyek penelitian, dengan prevalensi obesitas. Penelitian juga bertujuan untuk
membandingkan dua metode pengukuran: Z-score berat badan/tinggi badan (BB/TB) dan
persentil indeks massa tubuh (IMT) dalam mengidentifikasi obesitas pada anak usia 4-6 tahun.
Sebanyak 71 orang subyek dari sebuah taman kanak-kanak di Jakarta Timur diambil dengan
metode consecutive sampling. Hasil yang didapat adalah 52,1% subyek penelitian adalah
perempuan; terbanyak berusia 4-5 tahun (52,1%). Sebagian besar ayah dan ibu subyek
penelitian berpendidikan tinggi. Pekerjaan ayah yang terbanyak adalah pegawai swasta (50,7%)
sedangkan ibu tidak bekerja (60,6%). Sebanyak 66,2% subyek berasal dari keluarga
berpendapatan perkapita menengah rendah. Tinggi dan berat badan rata-rata adalah 109,6
6,7 cm dan 20,9 4,6 kg. Didapatkan prevalensi obesitas 31% dengan klasifikasi IMT dan
21.1% dengan klasifikasi Z-score BB/TB. Rata-rata persentil IMT adalah 68.0 34.7 dan ratarata Z-score BB/TB adalah 0,7 1,4. Didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan
kalori, karbohidrat, protein, lemak dan pola makan lemak dengan prevalensi obesitas menurut
klasifikasi IMT dan Z-score BB/TB. Metode IMT dan Z-score BB/TB memiliki nilai koefisien
(kappa) sebesar 0,747 yang berarti memiliki kesesuaian yang kuat sekali. Dengan demikian,
baik IMT maupun Z-score BB/TB dapat digunakan untuk menetapkan prevalensi obesitas
pada anak.
Kata kunci: asupan makanan, obesitas, persentil indeks massa tubuh, pola makan, Z-score BB/
TB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

47

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan

Prevalence of Obesity among 4-6-year Old Children,


and Its Relation with Food Consumption and Food Pattern
Muhammad Artisto Adi Yussac, Arief Cahyadi, Andika Chandra Putri,
Astrid Saraswaty Dewi, Ayatullah Khomaini*, Saptawati Bardosono**,
Eva Suarthana***
*Community Medicine Integration Programme, Faculty of Medicine University of Indonesia
**Department of Nutrition, Faculty of Medicine University of Indonesia
***Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia

Abstract: Obesity in children is a complex problem. Factors related to obesity are food consumption and food pattern. The aim of this research was to assess the relationship between food
consumption and food pattern (carbohydrate, protein, and fat consumed by subject) with the
prevalence of obesity. Furthermore, this research aimed to compare two measurements, i.e. Zzcore of body weight/ body height (BW/BH) and body mass index (BMI), in identifying obesity
among 4-6 years old children. There were 71 pupils which consecutively selected from a kindergarten in East Jakarta. Half of the subjects (52.1%) were female; aged between 4-5-year old
(52,1%). Most of their parents were well educated; 50.7% of the fathers were private employee,
whereas 60.6% of the mothers were unemployed/ housewives. Income percapita of their family
mostly were moderately low (66,2%). The mean body height and body weight were 109.6 6.7 cm
and 20.9 4.6 kg respectively. The prevalence of obesity was 31% with BMI method, and 21.1%
with Z-score BW/BH method. The mean BMI percentiles was 68.0 34.7, and the mean Z-score
BW/BH was 0.7 1.4. There were significant correlations between calories, carbohydrate, protein, and fat intake, as well as dietary fat pattern with the prevalence of obesity according to BMI
and Z-score of BW/BH methods. Both methods showed a coefficient value of 0.747, which
reflected a strong agreement between them. Therefore, BMI and Z-score BW/BH methods can be
used to screen the obesity in children.
Key words: food consumption, food pattern, obesity, percentile of Body Mass Index, Z-score of
Body Weight/Body Height

Pendahuluan
Obesitas atau kegemukan adalah suatu kelainan atau
penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak
dalam tubuh secara berlebihan. 1 Obesitas pada anak
merupakan masalah yang sangat kompleks, yang antara lain
berkaitan dengan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh
seseorang, perubahan pola makan menjadi makanan cepat
saji yang memiliki kandungan kalori dan lemak yang tinggi,
waktu yang dihabiskan untuk makan, waktu pertama kali anak
mendapat asupan berupa makanan padat, kurangnya aktivitas
fisik, faktor genetik, hormonal dan lingkungan.1-3
Jumlah lemak tubuh dipengaruhi sejak masa gestasi oleh
berat badan dan kenaikan berat badan maternal selama
periode antenatal. Selanjutnya, perilaku makan mulai
terkondisi dan terlatih oleh asupan dan pola makan sejak
bulan-bulan pertama kehidupan. Kenaikan berat badan pada

48

anak kemudian juga dipengaruhi kebiasaan mengkonsumsi


makanan yang mengandung energi tinggi, maupun kebiasaan
mengkonsumsi makanan ringan.4
Keluaran energi rendah dapat disebabkan oleh
rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik, dan efek
termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi
makanan. Lemak memberi efek termogenesis lebih rendah (3%
dari total energi dihasilkan lemak) dibandingkan dengan
karbohidrat (6-7% dari total energi dihasilkan karbohidrat)
dan protein (25% dari total energi dihasilkan protein).5 Hal
tersebut menunjukkan pentingnya peranan pola dan asupan
makanan dalam terjadinya obesitas.
Obesitas dapat terjadi pada semua usia, namun yang
tersering terjadi pada tahun pertama kehidupan, usia 5-6
tahun dan pada masa remaja.6 Berkaitan dengan obesitas
pada tahun pertama kehidupan sampai usia 5-6 tahun, menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 1989

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan


di perkotaan terdapat 4,6% anak laki-laki dan 8% anak
perempuan yang menderita obesitas. Sedangkan prevalensi
obesitas pada tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%. Menurut
penelitian Soedibyo et al pada tahun 1998 di DKI Jakarta
prevalensi obesitas untuk anak usia 6-12 tahun adalah sekitar
4%, dan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.7
Penelitian lain menunjukkan bahwa obesitas telah
menjadi masalah global. Peningkatan prevalensi obesitas
tidak saja terjadi di negara maju tetapi juga di negara berkembang.1,8-10 Prevalensi obesitas pada anak usia 617 tahun
di AS dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,610,8%
menjadi 1314%. Prevalensi obesitas pada anak usia 618
tahun di Rusia adalah 10%, di Cina adalah 3,4%, dan di Inggris
1017%, bergantung pada usia dan jenis kelamin.9 Prevalensi
obesitas pada anak-anak di Singapura meningkat dari 9%
menjadi 19%.11
Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh
kembang anak terutama dalam aspek organik dan psikososial.1 Obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas
pada masa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai
penyebab kesakitan dan kematian, antara lain penyakit
kardiovaskular dan diabetes melitus.1,12,13 Obesitas pada anak
juga dapat mengakibatkan kelainan metabolik, misalnya
atherogenesis, resistensi insulin, gangguan trombogenesis,
dan karsinogenesis.10
Obesitas pada anak ditentukan antara lain berdasarkan
dua metode pengukuran, yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan Z-score berat badan/tinggi badan (Z score BB/TB).
Obesitas ditetapkan bila Z score lebih dari 2.14 Sedangkan
berdasarkan rekomendasi, antara lain oleh WHO tahun 1997,
The National Institutes for Health (NIH) tahun 1998, dan
The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Service, batasan obesitas
adalah IMT di atas persentil 95.15
Dari hal-hal tersebut deteksi terhadap obesitas perlu
dilakukan secara dini. Selama ini di Indonesia belum banyak
publikasi tentang obesitas dan hubungannya dengan asupan
dan pola makan pada anak usia 5-6 tahun. Juga belum ada
penelitian yang membandingkan metode pengukuran IMT
dan rasio BB/TB dalam menentukan obesitas. Penelitian ini
bertujuan menjawab kedua perta-nyaan penelitian tersebut.
Metode
Penelitian ini dilakukan di sebuah taman kanak-kanak
di Jakarta timur pada rentang waktu antara tanggal 12 April
7 Mei 2004. Desain penelitian cross sectional dengan
populasi penelitian adalah anak yang berusia 4-6 tahun.
Subyek dipilih dengan cara consecutive sampling. Kriteria
eksklusi yang digunakan adalah: tidak masuk sekolah pada
saat hari pemeriksaan, sedang menderita penyakit kronis
yang telah terdiagnosis oleh dokter (TBC, diare kronis, diabetes melitus, penyakit hati kronis, penyakit ginjal kronis,
hipo/hipertiroidisme), atau sedang dalam program diet
khusus sebagai bagian dari terapi penyakit tertentu.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Data penelitian yang dikumpulkan meliputi data hasil


pengukuran tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) serta
pengisian kuesioner yang telah diuji coba sebelumnya melalui
wawancara terpimpin. Kuesioner meliputi data sosiodemografi;16,17 asupan nutrisi secara kualitatif dan kuantitatif,
yaitu dengan metode food recall 1x24 jam; serta informasi
deskriptif tentang pola makan sehari-hari yang diperoleh
melalui metode food frequency. Informasi asupan nutrisi
diperoleh dengan metode wawancara terstruktur dengan
responden, yaitu orangtua atau pengasuh subyek penelitian,
dengan menggunakan alat peraga (food model).
Pengukuran BB dilakukan menggunakan timbangan BB
SECA yang telah distandarisasi dengan ketelitian 0,1 Kg.
Sedangkan pengukuran TB dilakukan dengan menggunakan
alat microtoise. Dari pengukuran tersebut, kemudian
dikembangkan antropometri turunan, yaitu status gizi
berdasarkan IMT dan BB/TB. Selanjutnya data antropometri
turunan tersebut diklasifikasi menjadi status gizi, yaitu dengan
metode perhitungan Z-score BB/TB dan IMT diklasifikasi
berdasarkan kurva CDC 2000 terhadap usia. Untuk menghitung prevalensi obesitas, subyek dikatakan obes bila Zscore BB/TB > 2 SD, atau bila skor IMT-nya di atas persentil
ke-95.14 Kemudian dilakukan penghitungan kesesuaian (measure of agreement) antara prevalensi obesitas berdasarkan
metode IMT dan BB/TB. Measure of agreement merupakan
parameter tingkat kecocokan/kesesuaian antara dua metode.
Tingkat kecocokan ini dinyatakan dalam sebuah koefisien,
yaitu koefisien kappa (k). Nilai koefisien k tersebut kemudian
diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi Everitt.18
Penilaian pola makan secara kualitatif dan deskriptif
dilakukan dengan menggunakan tabel kuesioner frekuensi
konsumsi bahan makanan dalam seminggu yang didapat dari
wawancara terpimpin dengan orangtua atau pengasuh. Setiap
bahan makanan dikategorikan menjadi karbohidrat, lemak,
protein, serat, dan kalori. Kemudian dari setiap kategori
ditetapkan standar deviasinya (SD). Klasifikasi pola konsumsi
kualitatif jarang, biasa, dan sering dilakukan berdasarkan
perbandingan antara jumlah konsumsi untuk tiap kategori
dalam seminggu dengan standar deviasi ini (2 SD). Pola
makan di bawah 2 SD dikatakan jarang, antara 2SD dan
+2SD dikatakan biasa, dan di atas +2SD dikatakan sering.
Penilaian pola makan secara kuantitatif dilakukan
dengan food recall 1 x 24 jam yang juga didapat dari hasil
wawancara terpimpin. Dari metode food recall tersebut
didapatkan jumlah dan frekuensi konsumsi makanan yang
kemudian diterjemahkan sebagai asupan gizi subyek
penelitian. Sebagai patokan digunakan angka kecukupan gizi
(AKG) yang dianjurkan di Indonesia.19
Data statistik diolah dan dianalisis dengan program
komputer SPSS 11.0, sedangkan untuk data asupan gizi
(asupan kalori, protein, karbohidrat, dan lemak) diolah dengan
menggunakan program Nutrisurvey. Perhitungan BB/TB dan
IMT diolah dengan menggunakan program Epi nut dari
Epi info.
49

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan


Tabel 2. Distribusi Asupan Makanan per Hari Subyek Penelitian

Hasil
Sejumlah 71 dari 72 orang siswa TK tempat dilakukan
penelitian menjadi subyek penelitian. Dari data yang
dikumpulkan tidak didapatkan data yang di-drop out
sehingga analisis dilakukan terhadap 71 subjek. Jumlah ini
telah memenuhi batas minimum sampel.20
Sebanyak 52,1% subyek berjenis kelamin perempuan
dan 52,1% berusia antara 4-5 tahun. Sementara itu, 66,2%
subyek berasal dari keluarga dengan pendapatan perkapita
menengah rendah (berdasarkan kriteria World Bank tahun
2002, yaitu pendapatan perkapita yang berkisar antara Rp.
500.000,00 s.d. Rp. 2.000.000,00 perbulan).16 Pendapatan
perkapita tersebut dapat digunakan sebagai suatu indikator
yang membantu memberikan gambaran mengenai kemampuan
pemenuhan kebutuhan gizi dalam suatu keluarga.

Asupan
Kalori (kkal)
Karbohidrat (gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)

Status gizi buruk


Status gizi kurang
Status gizi baik
Overweight
Obesitas

5
31
13
22

7,0
43,7
18,3
31,0

80,00
59,4
133,1
109,0

(27,4-139,9)
(19,9-134,3)
(41,0-234,9)
(26,2-253,4)

Tabel 4. Hubungan Antara Asupan Makanan dengan Status


Gizi

BB/TB Kurva CDC


f
%
3
6
30
17
15

1399,5 (478,6-2447,7)
185,4 (61,1-352,3)
46,3 (14,4-132,6)
45,1
(9,9-122,5)

Sebagian besar subyek penelitian memiliki pola makan


biasa, baik karbohidrat (93%), protein (97,2%), maupun lemak
(97,2%). Namun bila dibandingkan, kelompok subyek
penelitian yang obes memiliki pola konsumsi lemak dengan
frekuensi sering yang proporsinya lebih besar dibandingkan
dengan yang tidak obes (Tabel 3). Didapatkan hubungan
yang positif lemah (koefisien korelasi berkisar antara 0.3 s.d.
0.5) antara asupan makanan dengan nilai IMT maupun rasio
BB/TB.

Tabel 1. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Z-score BB/


TB dan IMT Berdasarkan Kurva CDC 2000
Kurva IMT
f
%

% AKG

4,2
8,5
42,3
23,9
21,1

Kategori IMT

Non Obesitas
(n=49)
Asupan

Obesitas
(n=22)
Asupan

Kalori (kkal)

1287,5
(478,6-2447,7)
182,1
(61,1-347,0)
43,5
(14,4-82,9)
40,3
(9,9-102,1)

1669,0
(961,9-2338,9)
201,9
(96,2-352,3)
51,8
(28,5-132,6)
58,5
(20,6-122,5)

Karbohidrat (g)
Protein (g)

Tinggi dan berat badan rata-rata adalah 109,6 6,7 cm


dan 20,9 4,6 kg. Tabel 1 menunjukkan bahwa obesitas
ditemukan pada 31% subyek penelitian berdasarkan kriteria
IMT dan 21% berdasarkan kriteria BB/TB. Status gizi buruk
hanya ditemukan pada 4% subyek penelitian berdasarkan
kriteria BB/TB.
Dari Tabel 2 didapatkan rerata persentase angka kecukupan protein dan lemak melampaui nilai AKG yang
seharusnya, sedangkan untuk kalori dan karbohidrat
didapatkan rerata persentase angka kecukupan di bawah nilai
AKG yang seharusnya.

Lemak (g)

Kategori Z-score
BB/TB

Non Obesitas
(n=56)
Asupan

Kalori (kkal)

1308,6
(478,6-2447,7)
181,8
(61,1-347,0)
43,5
(14,4-82,9)
41,7
(9,9-102,1)

Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)

Obesitas
(n=15)
Asupan

p
value

<0.001
0.002
0.007
0.001

p
value

1756,2
<0.001
(1022,3-2338,9)
216,2
0.002
(162,9-352,3)
52,4
0.008
(33,7-132,6)
63,4
0.001
(20,6-122,5)

Tabel 3. Distribusi Pola Makan Berdasarkan Status Gizi


IMT
Obes (n=22)
f
%
Karbohidrat Jarang
Biasa
Sering
Lemak
Biasa
Sering
Protein
Biasa
Sering

50

1
20
1
21
1
22
-

4,5
90,9
4,5
95,5
4,5
100
-

Non Obes (n=49)


f
%
46
3
48
1
47
2

93,3
6,1
98,0
2,0
95,9
4,1

Z-score BB/TB
Obes (n=15)
Non Obes (n=56)
f
%
f
%
14
1
14
1
15
-

93,3
6,7
93,3
6,7
100
-

1
52
3
55
1
54
2

1,8
92,9
5,3
98,2
1,8
96,4
3,6

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan


Tabel 4 menunjukkan perbandingan asupan makanan
pada subyek penelitian yang obes dan tidak obes. Didapatkan bahwa pada subyek yang mengalami obesitas
mendapat asupan makanan yang lebih tinggi secara
bermakna.
Tabel 5. Hubungan Antara Persentase Kecukupan Gizi dengan Status Gizi
Kategori IMT

Non Obesitas
(n=49)
% AKG

Obesitas
(n=22)
% AKG

p
value

73,6
(27,4-139,9)
60,7
(19,9-134,3)
139,4
(41,0-234,9)
106,9
(26,2-253,4)

95,4
(55,0-133,7)
50,5
(30,1-101,7)
109,4
(76,2-230,9)
126,9
(50,2-192,0)

0.003

Kalori (kkal)
Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)

Kategori Z-score
BB/TB

Non Obesitas
(n=56)
% AKG

Kalori (kkal)

Obesitas
(n=15)
% AKG

74,8
(27,4-139,9)
59,6
(19,9-134,3)
135,9
(41,0-234,9)
103,7
(26,2-253,4)

Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)

100,4
(58,4-133,6)
57,4
(34,2-101,7)
132,6
(82,5-230,9)
127,1
(50,2-192,0)

0.043
0.619
0.088

p
value

0.001
0.481
0.535
0.693

Tabel 5 menunjukkan rata-rata persentase AKG kalori


dan lemak yang lebih tinggi pada kelompok yang mengalami
obesitas dibandingkan dengan yang tidak. Rerata persentase
AKG lemak pada kelompok obes jauh melebihi AKG yang
dibutuhkan (20% dari jumlah kalori; tiap gram lemak
memberikan energi sebesar 9 kkal, sedangkan protein dan
karbohidrat 4 kkal).19 Rerata persentase AKG karbohidrat
pada kedua kelompok lebih rendah dari AKG yang dibutuhkan
(60-70% dari jumlah kalori); sebaliknya rerata persentase AKG
protein melebihi yang dibutuhkan (sekitar 10-20% dari jumlah
kalori). Tabel 5 juga menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara asupan kalori dengan prevalensi obesitas,
baik berdasarkan metode IMT maupun BB/TB.
Tabel 6. Agreement Prevalensi Obesitas Antara Metode IMT
dan Z-score BB/TB
Obesitas berdasarkan
Z-score BB/TB
Non obes O b e s
Obesitas berdasarkan
IMT

Non obes
Obes

Total

Total

49
7

0
15

49
22

56

15

71

Nilai koefisien = 0,747

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Tabel 6 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas berdasarkan metode IMT lebih besar dibandingkan dengan
metode pengukuran BB/TB (22 orang subyek dibandingkan
dengan 15 orang subyek). Namun, nilai koefisien sebesar
0,747 menunjukkan kedua metode memiliki kesesuaian yang
kuat sekali.9,18
Pembahasan
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas
ditemukan pada 31% subyek penelitian berdasarkan kriteria
IMT dan 21% berdasarkan kriteria BB/TB (Tabel 1). Penelitian
prevalensi obesitas pada balita yang dilakukan oleh Satoto
et al pada tahun 1995 di 27 provinsi di Indonesia menunjukkan
prevalensi yang jauh lebih rendah, yaitu 4,6%.14 Penelitian
serupa yang dilakukan oleh Yap et al pada tahun 1999
menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada anakanak di Singapura dari 9% menjadi 19%. Banyak penelitian
yang menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas, baik di
negara maju maupun berkembang, menim-bulkan dugaan
bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada
balita di Indonesia secara keseluruhan sejak tahun 1995
sehingga pada penelitian ini didapatkan prevalensi obesitas
yang tinggi. Dengan sebaran sosial ekonomi keluarga yang
homogen kurang mencerminkan gambaran prevalensi
obesitas untuk populasi secara umum. Untuk membuktikan
hal ini tentunya diperlukan penelitian lebih lanjut yang
bersifat lebih luas dan dengan jumlah sampel yang lebih
banyak lagi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata bukan
hanya status ekonomi tinggi yang mendukung terjadinya
obesitas pada anak. Status ekonomi yang relatif rendah
ternyata juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
obesitas.21 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Committee on Nutrition di Inggris menunjukkan bahwa anak-anak
yang berasal dari keluarga yang status ekonominya lebih
rendah mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan lebih
sedikit dan memiliki asupan kalori dan lemak total yang lebih
tinggi dibandingkan anak yang satus ekonominya lebih
tinggi. Keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah juga
dilaporkan lebih sering mendapatkan kesulitan dalam
mengakses makanan sehat, terutama sayuran dan buahbuahan.22
Tingkat pendidikan orang tua yang cukup tinggi diduga
juga mempengaruhi prevalensi terjadinya obesitas. Dengan
pendidikan yang lebih tinggi semestinya orang tua mempunyai sikap, pengetahuan, dan perilaku yang lebih baik dalam
pola asuh maupun pola didik anaknya.
Rata-rata persentase asupan lemak sebesar 28% (1048%) dan protein sebesar 14% (9-25%) pada subyek penelitian
ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase yang
dianjurkan oleh Widya Karya Pangan 1983 (lemak 20% dan
protein 8%). Dalam sebuah penelitian mengenai komposisi
diet pada anak usia prasekolah di Amerika Serikat, juga
didapatkan peningkatan rata-rata persentase zat gizi terhadap
51

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan


kalori total yaitu lemak 30,5% dan protein 12,1%.23 Hal ini
berhubungan dengan berubahnya pola konsumsi masyarakat terutama di kota-kota besar, yaitu dari makanan tinggi
karbohidrat menjadi tinggi lemak dan protein. Salah satu hal
yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya hal ini ialah
peningkatan jumlah tayangan komersial yang mempromosikan makanan yang banyak mengandung lemak dan protein pada anak.24
Sumber lemak yang paling sering dikonsumsi oleh
subyek ialah minyak goreng, yaitu sebesar 32,21% dari
keseluruhan sumber lemak. Hal ini dapat terjadi karena
sebagian besar makanan yang biasa dikonsumsi oleh subyek
penelitian dimasak dengan cara digoreng.
Penggunaan metode food recall dan food frequency
dalam penelitian ini juga mempunyai kelemahan karena
pengisian kuesionernya membutuhkan ingatan yang baik dari
responden atas asupan makan subyek penelitian sejak sehari
sebelum wawancara, dan pola makan subyek sejak seminggu
sebelum wawancara. Dengan demikian kemungkinan
terjadinya bias informasi tidak dapat dihindari.
Perlu diingat bahwa penyebab obesitas ialah multifaktorial, faktor asupan makanan hanya merupakan salah satu
dari sekian banyak faktor. Asupan makanan yang berpengaruh tersebut terutama yang mengandung kalori dan
lemak tinggi. Obesitas pada anak tidak hanya dipengaruhi
oleh asupan makanan saja, namun merupakan interaksi antara
faktor genetik, biologi, psikologi, sosiokultural, dan lingkungan.22 Dengan demikian, pada subyek penelitian yang
mengalami obesitas, faktor asupan dan pola makan bukan
merupakan faktor yang berperan tunggal, namun berinteraksi
dengan faktor lainnya.
Uji korelasi kemaknaan antara asupan makan dengan
IMT dan BB/TB hanya memberikan hubungan bermakna
dengan kekuatan lemah pada pola makan lemak, dan untuk
yang lainnya tidak bermakna. Hal ini dapat dijelaskan oleh
efek termogenesis lemak yang lebih rendah dibandingkan
dengan efek termogenesis protein dan karbohidrat. Kebiasaan
mengkonsumsi lemak dalam jangka panjang, yang
digambarkan oleh pola makan lemak biasa dan sering,
mengakibatkan jumlah lemak yang tertimbun di dalam jaringan
lebih banyak dibandingkan dengan lemak yang dipecah. Hal
ini mengakibatkan terjadinya obesitas.5
Kesesuaian antara kedua metode pengukuran IMT dan
Z-score BB/TB terlihat dari data tabel agreement antara kedua
metode pengukuran tersebut (Tabel 6). Penggunaan metode
IMT sebagai metode pengukuran obesitas pada anak di atas
2 tahun telah direkomendasikan oleh The World Health
Organization (WHO) sejak tahun 1997, The National Institutes for Health (NIH) pada tahun 1998, dan The Expert
Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Service.15 Kesesuaian antara kedua
metode pengukuran IMT dan Z-score BB/TB membuktikan
bahwa kedua metode tersebut dapat digunakan untuk
menentukan obesitas pada anak.

52

Kesimpulan
Didapatkan prevalensi obesitas sebesar 31% pada
subyek penelitian berdasarkan kriteria IMT dan sebesar 21%
berdasarkan kriteria BB/TB. Hal ini menunjukkan peningkatan
yang nyata bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini didukung dengan
meningkatnya jumlah asupan lemak yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan asupan karbohidrat. Diduga bahwa
peningkatan asupan ini dipengaruhi oleh berubahnya pola
konsumsi masyarakat terutama di kota-kota besar, yaitu dari
makanan tinggi karbohidrat menjadi tinggi lemak dan protein.
Penyebab obesitas adalah multifaktorial, dengan demikian faktor asupan makanan hanya merupakan salah satu
dari sekian banyak faktor. Asupan makanan yang berpengaruh tersebut terutama yang mengandung kalori dan lemak
tinggi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa metode IMT
mempunyai kesesuaian yang cukup baik bila dibandingkan
dengan metode BB/TB yang telah banyak digunakan sebagai
salah satu metode untuk menentukan obesitas pada anak.
Dengan demikian, adanya penelitian ini semakin memperkuat
bukti bahwa metode IMT juga dapat digunakan untuk
menentukan prevalensi obesitas pada anak.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dra. Corrie Wawolumaja, SKM, MSc, PhD, atas
saran dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
Daftar Pustaka
1.

Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. In: Hot


Topics in Pediatrics II. Jakarta: 2002.p.219-32.
2. Vanitallie TE. Predicting obesity in children. Nutrition Reviews
1998;56:154-5.
3. Lichtenstein AH, Kennedy E, Barrier P. Dietary fat consumption and health. Nutrition Reviews 1998;56:23-8.
4. Gallaher MM, Hauck FR, YangOshida M, Serdula MK. Obesity
among Mescalero preschool children: Association with maternal
obesity and birth weight. Am J Dis Child 1991;145:1262-5.
5. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Plancentini G, Tato
I. Meal-induced thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk
factor for fat gain in children?. J Clin Endocrinol Metab 2001;
86(1):214-9.
6. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Early school
years. Textbook of pediatrics. Tokyo: WB Saunders Co; 1996.
7. Soedibyo S, Firmansyah A, Djer MM. Prevalence and influencing
factors of obesity in elementary school pupils. Pediatric Indonesia 1998;38:193-204.
8. Fiorentino RF. The burden of obesity in Asia: Challenges in assessment, prevention and management. Asia Pacific J Clin Nutr
2002;11:676-80.
9. Youafa W, Joanna WQ. Standard definition of child overweight
and obesity worldwide. Brit Med J 2000; 321:1158.
10. Hanley AJG. Overweight among children and adolescent in a
Native Canadian Community: Prevalence and associated factors.
Am J Clin Nutr 2000;71:693-700.
11. Yap MA, Tan WL. Factors associated with obesity in primaryschool children in Singapore. Asia Pacific J Clin Nutr 2002;3:658.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007

Prevalensi Obesitas pada Anak dan Hubungannya dengan Pola Makan


12. Soetjiningsih. Obesitas pada Anak. In: Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta: EGC; 1998. p.183-90.
13. Figueroa-Colon R, Franklin FA, Lee JY, Aldridge R, Alexander L.
Prevalence of obesity with increased blood pressure in elementary school age-children. South Med J 1997;90(8):806-13.
14. National Centers for Health Statistics. Clinical Growth Charts.
Central for Disease Control and Prevention, U.S. Department of
Health and Human Service. 20 November 2002 diunduh tanggal
21 Mar 2004. Available from: www. CDC.gov.
15. Barlow S, Dietz W. Obesity evaluation and treatment: Expert
committee recommendations. Pediatrics 1998;102(3):111.
16. World Bank. Country Classification. World Bank, 2002 [cited
2004 Feb 22]. Available from: http://www.worldbank.org
17. Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
1998 diunduh tanggal 22 Feb 2004. Available from: http://
www.depdiknas. gov.org.
18. Anthony D. Understanding advanced statistics. London: Churchill
Livingstone; 1999.

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007

19. Persatuan Ahli Gizi Indonesia dan RSCM. Penuntun Diet Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2003.p.2-5.
20. Maldiyono B, Moeslichan Mz, Budiman I, Purwanti SH. Perkiraan
besar sampel. In: Sastroasmoro S, Ismael S, editors. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto;
2001.p.198.
21. Wang Y. Cross-national comparison of childhood obesity: The
epidemic and the relationship between obesity and socioeconomic status. Int J Epidemiol 2001;30:1129-36.
22. Committee on Nutrition. Prevention of pediatric overweight
and obesity. Pediatrics 2003;112:424-30.
23. Atkin L, Davies P. Diet composition and body composition in
preschool children. Am J Clin Nutr; 2000;72:15-21
24. Gortmaker SL, Dietz WH, Sobol AM, Wehler CA. Increasing
pediatric obesity in the United States. Am J Dis Child 1987;141:
535-40.

EV

53

Anda mungkin juga menyukai