Kelas
: 4A
NIM : 1306056
Jurusan
: Ilmu Komunikasi
pertengkaran maupun pertentangan dengan aktor politik lainnya. Dalam dunia politik, Pak UU
memberitahukan bahwa kita juga jangan mendengarkan apapun yang dikatakan oleh orang lain
karena apabila kita sudah mempunyai tekad yang kuat kita harus bisa mengejar apa yang kita
inginkan.
Roberto, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi UPI bertanya mengenai bagaimana cara
pemerintahan Pak UU bisa membangun partisipasi masyarakat agar program pemerintah bisa
diikuti oleh masyarakat. Lalu Pak UU menjawab, Masalah komunikasi politik dengan pihak
pondok pesantren sebenarnya tidak ada hal yang berbeda seperti air mengalir cuma mungkin,
mohon maaf, biasanya anak pesantren putra kiyai putra ajengan seperti dihormati karena
memang sejak lahir yang dihargai itu santri-santrinya makanya anak kiyai biasanya namanya
akang, aceng, ujang, seperti itu. Nah, hal semacam itu yang memang harus dipahami oleh
masyarakat Kabupaten Tasikmalaya bahkan disaat menjadi bupati harus bisa memainkan
komunikasi dengan para kiyai suku, kalau ada hal yang bagus atau buruk harus
dikomunikasikan. Ada juga para kiyai yang kurang komunikasi dengan baik dengan saya tetapi
saya sedang berusaha dengan komunikasi saya sendiri dengan cara pesantren. Dengan
masyarakat juga sama saja. Dan selanjutnya tentang program selama kepemimpinan saya yang
menaik. Yang saya rasakan dan saya lakukan dalam mempimpin yaitu pemimpin itu harus
memiliki jiwa seni. Kalau pemimpin tidak memiliki jiwa seni, gampang marah, sedikit-sedikit
main tunjuk, maka kata orang hidup dengan ilmu akan terarah hidup dengan seni akan indah.
Maka dari itu pemimpin harus memiliki jiwa seni tapi bukan seniman karena kalau kita tidak
memiliki jiwa seni seperti itu adanya dan harus memiliki jiwa seni memimpin. Setiap orang
berbeda dalam memimpin. Kemudian dalam memimpin, saya selalu mendelegasikan wewenang
secara penuh kepada mereka yang sesuai dengan porsinya. Saya tidak pernah merecoki, kepada
dinas pendidikan silahkan urus pendidikan. Kemudian pada dinas PU, saya ingin jalan tiap tahun
selama kepemimpinan saya ingin di atas 40%. Alhamdulillah sudah sampai 50%. Jawa Barat
program jalan 40% jalan bagus karena ikut program konsep nasional tapi Kabupaten
Tasikmalaya sudah 50% jalannya sudah bagus. Ini merupakan sebuah penghargaan. Itu kata Pak
Gubernur. Jadi memang ada seni-seni tersendiri dalam memimpin karena memimpin harus
bijaksana, makanya saya pemimpin itu gayanya bottom up, tidak top down lagi. Kalau dulu kata
saya A laksanakan A, tapi sekarang tidak. Ego pribadi saya simpan diganti dengan ego
masyarakat. Keinginan pribadi saya buang diganti dengan keinginan masyarakat. Visi misi
pribadi saya buang, saya bawa dan saya ke depankan visi misi masyarakat. Maka masyarakat
merasa tersentuh keinginannya, masyarakat akan merasa betah karena didengar dan
diperjuangkan oleh kita. Kemudian betul saya menjadi pemerintah ke dua tingkat Jawa Barat
dalam era keterbukaan public, ke satu daerah lain, tetapi se-Indonesia, Jawa Barat pertama dalam
era keterbukaan public baik dalam anggaran dan dalam kebijakan-kebijakan yang lain. Apa yang
menjadi solusinya setiap saya membuat sebuah kebijakan selalu memanggil para camat, selalu
memanggil para kepala desa, selalu memanggil para ulama. Jadi sekecil apapun kebijakan
pemerintah itu tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat. Kebijakan pemimpin yang ideal
dan baik, tanpa dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat kadang-kadang akhirnya akan
menjadi fitnah. Oleh karena itu, kebijakan yang baik harus dikomunikasikan dengan baik.
Kebijakan ideal komunikasikan dengan ideal.
Gaya menjawab pertanyaan dari mahasiswa Ilmu Komunikasi UPI juga sudah
menggambarkan bahwa Pak UU memang sosok pemimpin yang senang mendengarkan aspirasi
masyarakat, terutama masyarakat Tasikmalaya. Benang merah yang dapat disimpulkan dalam
artikel laporan ini yaitu Pak UU yang merupakan Bupati Tasikmalaya memberikan beberapa
masukan dalam untuk bisa menjadi pemimpin yang baik yaitu harus bisa bergaul, jangan ada
kesombongan, dan berani berkorban.