Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) dalam bahasa indonesia disebut dengan
Gagal Jantung Kongestif (GJK) merupakan sindrom klinis kompleks yang didapat
dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang mengganggu
kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah.1
Penyakit kardiovaskular menjadi masalah kesehatan yang utama dalam
masyarakat pada beberapa Negara maju dan Negara berkembang seperti
Indonesia. Gagal jantung kongestif merupakan penyakit kardiovakular yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian dari penyakit gagal jantung
setiap tahunnya sebesar 5-10%.1
Di Indonesia, data-data mengenai gagal jantung secara nasional belum ada.
Namun, Data dan Riset Kesehatan dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa penyakit
jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian terbanyak pasien di
Rumah Sakit di Indonesia.
1.2 Tujuan Umum
Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji
Medan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Jantung
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada.
Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas
(atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang
mngeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel
memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi
utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan
tubuh dari hasil metabolism (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi
tersebut dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil
oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah
yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.2

1.2 Fisiologi Jantung


Pada saat berdenyut, setiap jantung mengendur dan terisi darah (disebut
diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang
jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan.1
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida
dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena besar (vena kava) menuju ke dalam
atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, vena kava akan mendorong darah
dalam ventrikel kanan.1
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke
arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh
yang sangat kecil (kapiler) mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap
oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.1
Darah yang kaya akan oksigen megalir di dalam vena pulmonalis menuju
ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan
atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.1
Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang
selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup
aorta masuk kedalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini
disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.1

2.1 Congestive Heart Failure (CHF)


2.1.1 Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien atau
kemampuannya hanya ada jika disertai peningkatan volume diastolik secara
abnormal.2
2.1.2 Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.2
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal

jantung.

Peradangan

dan

penyakit

miokardium

degeneratif,

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung


merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.2

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.2
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.2
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.1,2
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme misalnya demam,
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.1,2

Gagal Jantung Kiri


Dalam hal ini ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga
terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong ke
jaringan paru. Tanda-tanda bila mengalami gagal jantung kiri yaitu : dispnoe,
batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, cemas dan
gelisah. Dispnoe karena adanya penimbunan cairan dalam alveoli, ini biasa terjadi
pada istirahat/aktivitas. Orthopnoe adalah kesulitan bernafas saat berbaring,
biasanya pada malam hari

(paroximal nocturnal dispnoe/PND). Batuk

kering/priduktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah. Mudah
lelah hal ini disebabkan curah jantung berkurang dan menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga meningkatnya energi yang digunakan. Gelisah dan cemas
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan/ kesulitan bernafas.1
Gagal Jantung Kanan
Hal ini karena sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang Nampak adalah : edema ekstremitas
(pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites,
anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah. Edema ini mulai dari kaki dan
tumit, bertahap k eats tungkai dan paha akhirnaya ke genitalia eksterna dan tubuh
bagian bawah.

2.1.3 Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membagi klasifikasi Gagal Jantung
Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :3
NYHA I
NYHA II

Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.


Bila pasien mengalami sedikit keluhan dalam melakukan
aktivitas lebih berat atau aktivitas sehari-hari. Merasa sedikit

NYHA III

sesak namun nyaman saat beristirahat.


Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas

NYHA IV

sedikit saja sudah merasa sesak dan nyaman saat istirahat.


Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun

dan harus tirah baring.


Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the
Diagnosis and Treatmen of Acute and Chronic heart Failure.
2.1.4 Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan

beberapa

mekanisme

kompensasi

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah


perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari

mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.1
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula
terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda
gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat
CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang
kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan
darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.1
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian
preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien
secara mekanis (hukum Laplace). Selain itu kekakuan ventrikel akan
8

menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi


stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia
ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah
satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem
konduksi kelistrikan jantung.1
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup.1
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan konteraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah
yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup
berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume
sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor : yaitu preload, kontraktilitas, afterload.1

Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung


dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot
jantung.

Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi


pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut

jantung dan kadar kalsium.


Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah
jantung berkurang.1
2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.2
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :2
1) Gejala paru berupa dyspneu, orthopneu dan paroxysmal nocturnal
dyspneu.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
2.1.6

Diagnosa

Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif :1

10

Kriteria Mayor
Paroksimal nocturnal dispneu
Distensi vena leher
Rhonki basah
Kardiomegali
Edema paru akut
Suara tambahan jantung S3

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk pada malam hari
Dispneu deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3

(gallop)
Peningkatan

dari normal
Takikardi (> 120 kali/menit)

tekanan

vena

jugularis (JVP)
- Refluks hepatojugular
Sumber : Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Kasper,
D.L et al., eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA :
McGrawlHill, 1371.
Diagnosa CHF ditegakan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
atau 2 kriteria mayor atau terdapat kriteria mayor/minor dan terjadi penurunan BB
> 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.1

2.1.7

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana
gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti hati,
ginjal dan lain-lain. Evaluasi diagnostik rutin meliputi darah rutin, serum
elektrolit, kreatinin serum, fungsi hati dan urine.2,4
Pemeriksaan hitung darah dapat menentukan anemia, karena anemia
merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor
eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.4

11

Foto rontgen thoraks


Pada pemeriksaan foto rontgent thoraks biasanya yang didapatkan
bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan semakin ke pinggir
berkurang ke lapang paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat.4
HHD : pembesaran jantung ke kiri dapat terjadi bila sudah ada dilatasi

ventrikel kiri terdapat elongasi aorta pada hipertensi kronik.


Elektrokardiografi (EKG)
Dari hasil rekaman EKG dapat membantu menunjukan etiologi gagal
jantung dan ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertrofi
ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark
miocard, emboli paru), dapat ditemukan low voltage, T inverse, QS,
depresi ST, dll.2,4

Echocardiography
Pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung. Tersedia sangat luas, cepat, nonpasif dan
aman, serta menyediakan informasi secara ekstensif tentang anatomis

jantung, dinding gerak dan fungsi katup.2


2.1.8 Komplikasi
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Bias diturunkan dengan pemberian
warfarin.2
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau blocker dan pemberian warfarin).2
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.2
12

4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden


cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.2

2.1.9 Penatalaksanaan
2.1.9.1 Terapi Farmakologi
1) Diuretika
Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat
gagal jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan
tekanan darah.5
a. Diuretika golongan tiazid
Tiazid dan senyawa-senyawa terkaitnya merupakan diuretika dengan
potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan
ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam, sedangkan masa
kerjanya 12-24 jam. Contoh : Bendrofluazid dan Hidroklortiazid.5
b. Diuretika kuat
Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagal
jantung kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan lebih
cepat dari mula kerja diuresisnya. Diuretika juga dapat digunakan
pada pasien gagal jantung yang telah berlangsung lama.
Contoh : Furosemid dan Bumetanid.5

13

2) Obat inotropik
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung (miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan
dimana jantung gagal untuk memompa darah dalam volume yang
dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu
berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah. Beban yang berat
dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katup, atau
kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan
sempurna.5
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu
a. Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis
purpurea yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.
Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung.5
b. Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat

dalam

golongan

ini

merupakan

penghambat

enzim

fosfodiesterase yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini


menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel
miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.
Contoh : Milrinon dan Aminiron.5
3) Obat Antihipertensi
a. Alfa-broker
Sebagai alfa-broker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan
vena sehingga jarang menimbulkan takikardi. Untuk pengobatan

14

hipertensi, alfa-broker dapat digunakan bersama obat antihipertensi


lain. Contoh : Deksazosin dan Terazosin.5
b. Penghambat enzim pengubah anglotensin (penghambat ACE)
Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif
dan pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Obat-obat golongan
ini terutama diindikasikan untuk hipertensi. Contoh : Kaptopril.5
c. Antagonis reseptor angiotensin II

Sifatnya mirip penghambat ACE, bedanya adalah obat-obat golongan


ini tidak menghambat pemecahan bradikin dan kinin-kinin lainnya,
sehingga tampaknya tidak menimbulkan batuk kering parsisten yang
biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu,
obat-obat golongan ini merupakan alternatif yang berguna untuk
pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk yang
parsisten. Contoh : Losaktan kalium dan Valsatran.5
4) Obat-obat antiangina
a. Golongan nitrat
Senyawa nitrat bekerja langsung merelaksasi oto polos

pembuluh

vena, tanpa bergantung pada sistem persarafan miokardium. Dilatasi


vena menyebabkan alir balik vena berkurang sehingga mengurangi
beban jantung. Contoh : Isosorbid dinitrat.5
b. Golongan beta-bloker

15

Obat-obat penghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) menghambat


adrenoseptor-beta di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus,
pankreas, dan hati. Contoh : Propranolol hidroklorida dan Asebutolol.5
5) Antikoagulan
Dibagi menjadi 2 sub-kelompok, yaitu :
1. Antikoagulan parenteral, yang dibagi dalam sub-kelompok lagi, yaitu:
a) Heparin
Heparin memulai antikoagulasi dengan cepat, namun mempunyai
masa kerja yang singkat. Sekarang sering kali diacu sebagai
heparin standar atau tidak terfraksinasi, untuk membedakannya
dengan heparin bobot molekul rendah yang memiliki masa kerja
yang lebih panjang.5
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K, dan perlu 48-72
jam untuk efek antikoagulannya berkembang sempurna. Jika efek yang
segera diperlukan, heparin harus diberikan bersama. Efek samping
utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan.
Contoh : Natrium warfarin.5
6) Antiplatelet
Antiplatelet (antitrombosit) bekerja dengan cara mengurangi agragasi
platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi
arteri, dimana trombi terbentuk melalui agragasi platelet dan antikoagulan
menunjukkan efek yang kecil. Contoh : Asetosal.5
2.1.9.2 Terapi Non Farmakologi
Mengatur pola hidup sehat seperti mengkonsumsi buah-buahan dan

sayuran ynag mengandung banyak serat.


Kurangi konsumsi garam dalam pola makan sehari-hari.
Berhenti merokok.
Aktivitas fisik atau olahraga seperti jalan santai atau bersepeda yang dapat
dilakukan selama 30 menit setiap hari, 3-5 kali seminggu. Olahraga dapat

16

membentu menurunkan risiko kolesterol, dan tingkat tekanan darah serta


menjaga berat badan juga dapat mengurangi stress.2
2.1.9 Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium, selain itu dilihat
juga dari etiologi, usia dan variasi progresi gagal jantung setiap individu berbeda..
Menurut New York Heart Assosiation, NYHA I-III didapatkan mortalitas 1 - 5
tahun masing-masing 25%-52%. Sedangkan NYHA IV mortalitas 1 tahun adalah
sekitar 40%-50%.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

17

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung, ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient.
Penyebab gagal jantung kongestif mulai dari gangguan kontraktilitas sampai
gangguan vasculare seperti pada penderita hipertensi kronis.
Kriteria Framingham, untuk menegakan diagnosa Congestive Heart Failure
(CHF) diperlukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau 2
kriteria mayor. Selain dengan kriteria Framingham, menegakan diagnosa CHF
juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, foto
thoraks, elektrokardiografy (EKG) dan Echocardiography.
Penatalaksanaa untuk penderita gagal jantung kongestif yaitu dengan
pemberian farmakologis meliputi diuretik, obat inotropik, antihipertensi,
antiangina, antikoagulan dan antiplatelet serta non farmakologis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Kasper, D.L et
al., eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA :
McGrawlHill, 1371.

18

2. Joewono, B., 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press,


Surabaya.
3. European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis
and Treatmen of Acute and Chronic heart Failure.

4. Tierney, L, dkk., 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit


Dalam. Salemba medika. Jakarta.

5. Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai