Anda di halaman 1dari 14

Insomnia

Pendahuluan
Tidur yang lelap dan nyenyak tanpa gangguan menjadi kebutuhan manusia yang penting, sama
pentingnya dengan kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan lain- lain. Gangguan terhadap
tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan mengantuk sepanjang hari esoknya,
sehingga mengantuk (insomnia) merupakan faktor risiko untuk terjadinya kecelakaan, jatuh,
penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Kita menggunakan
sekitar sepertiga waktu dalam hidup kita untuk tidur. Itu berarti bahwa sebagian besar orang
hidup. Tidur yang lelap dan nyenyak tanpa gangguan menjadi kebutuhan manusia yang penting,
sama pentingnya dengan kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan lain- lain. Gangguan
terhadap tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan mengantuk sepanjang hari
esoknya, sehingga mengantuk (insomnia) merupakan faktor risiko untuk terjadinya kecelakaan,
jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Kita
menggunakan sekitar sepertiga waktu dalam hidup kita untuk tidur. Tidur bersifat memberikan
energi, baik secara mental maupun fisik, sayangnya sebagian besar orang tidak mendapatkan
tidur yang cukup.
Pengetahuan keluarga lansia tentang insomnia merupakan pengetahuan keluarga yang
diharapkan lebih mengerti ataupun mengetahui kondisi tentang pola tidur yang tidak teratur pada
lansia. Dan keluarga adalah orang yang terdekat pada lansia, sehingga lansia selalu melibatkan
keluarga dalam mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Peran keluarga dalam perawatan
lansia merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya dalam
merawat lansia dengan insomnia dengan menjaga dan merawat lansia dan mempertahankan
kondisi kesehatan, sehingga lansia dapat lebih produktif untuk melakukan perawatan dirinya
sendiri.
Seorang usia lanjut akan membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di
tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit / lebih pendek waktu tidur
nyenyaknya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa orang Indonesia tidur rata-rata pukul
22.00 WIB dan terbangun dipagi hari 05.00 WIB. Tidur bersifat memberikan energi, baik secara
mental maupun fisik, sayangnya sebagian besar orang tidak mendapatkan tidur yang cukup.
Anamnesis
Anamnesis keluhan utama merupakan bagian paling penting dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis ini biasanya memberikan informasi penting untuk mencapai
diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan utama yang
menurut pasien paling penting. Anamnesis yang di dapat harus di catat dan disajikan dengan
kata kata pasien sendiri, dan tidak boleh disamarkan dengan istilah medis yang bisa
mengaburkan sifat asli keluhan dan nuansa yang penting. Jika tidak bisa didapatkan anamnesis
yang jelas dari pasien, maka anamnesis harus ditanyakan pada kerabat, keluarga atau saksi lain
( aloanamnesis ).
Cara anamnesis yang baik juga antara lain dengan cara biarkan pasien berbicara asalkan
pembicaraannya diarahkan oleh pemeriksa, mengajukan yang lebih spesifik, dan memfokuskan
perhatian pada masalah utama.1,2 Adapun keluhan utama dari klien dengan insomnia adalah
susah untuk tidur sehingga terjadi peningkatan waktu antara tidur. Selain itu terjadi kesulitan

untuk mempertahankan tidur dan tidak dapat tidur secukupnya yang mengakibatkan seseorang
terbangun sebelum mendapatkan tidur yang cukup.
Riwayat penyakit sekarang adalah kronologis dari penyakit yang di derita saat ini mulai awal
hingga di bawa ke rumah sakit. Kaji tentang kapan mulainya datang gejala/keluhan gangguan
pola tidur (insomnia),penyebab timbulnya,dampak pola tidur,alat bantu tidur,serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasinya.1,2
Riwayat penyakit dahulu ( RPD ) juga adalah bagian penting dari anamnesis. Penting untuk
mencatat semua masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah
diberikan. Mencatat informasi ini secara kronologis juga sangat bermanfaat. Jika belum di bahas
saat anda membicarakan keluhan utama, RPD spesifik mungkin perlu diselidiki. Kaji apakah
pasien pernah menderita penyakit insomnia sebelumnya,menjalani pengobatan gangguan susah
tidur serta obat-obatan yang dikonsumsi.1,2
Riwayat keluarga juga penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien
karena terdapat konstribusi genetic yang kuat pada berbagai penyakit. Kaji adakah ada keluarga
yang menderita penyakit yang dialami oleh pasien,yaitu gangguan pola tidur (insomnia),serta
penyakit keturunan yang dialami keluarga yang dapat menjadi penyebab timbulnya
insomnia,seperti penyakit jantung,stroke atau asma,dll.1,2
Pemeriksaan Fisik
a) Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien.
b) Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu dan conjungtiva merah
c) Perilaku irritable ,kurang perhatian, pergerakan lambat,postur tubuh tidak stabil, tangan
tremor, sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri, bingung dan kurang
koordinasi.2
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang
mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang
didapatkan dari pasien psikiatri saat melakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap
stabil, status mental pasien dapat berubah setiap hari atau setiap jam. Pemeriksaan status
mental adalah gambaran penampilan pasiean, cara bicara, tindakan, dan pikiran selama
wawancara.4 Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaan,
dokter dapat memperoleh segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat.
Meskipun format pencatatan pemeriksaan status mental para praktisi sedikit berbeda
berdasarkan organisasinya, format tersebut harus mencangkup kategori informasi tersebut.
Salah satu formatnya yaitu:4
Penampilan
Gaya bicara
Mood
Subyektif
Obyektif
Pikiran
Persepsi
Sensorium
2

Kewaspadaan
Orientasi (orang, tempat, waktu)
Konsentrasi
Ingatan (segera, jangka pendek, jangka panjang)
Kemampuan berhitung
Dasar pengetahuan
Penalaran abstrak

Diagnosis
Diagnosis Banding
Insomnia organic: Insomnia organik biasanya dipengaruhi oleh gangguan organ atau
penyakit yang diderita seseorang.
Gagal jantung pasien merasa sesak saat bernafas ketika berbaring dan sulit tidur
ISK sering BAK pada malam hari menyebabkan gangguan tidur.
DM nokturia menyebabkan gangguan tidur.4

Gangguan tidur jaga


Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnostik pasti:
Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama (out of synchrony) dengan pola tidur-jaga
yang normal bagi masyarakat setempat
Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hiperinsomnia pada waktu kebanyakan
orang terjaga yang dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek
Ketidak-puasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.4

Diagnosis Kerja
Insomnia merupakan suatu keluhan sukar tidur yang berhubungan dengan kesukaran untuk
masuk tidur, kesukaran untuk mempertahankan tidur, terbangun pagi sangat dini, dan
konsekuensi diurnal seperti kelelahan, penampilan menurun nervous dan somnolensi
Diperkirakan sepertiga populasi melaporkan adanya kesukaran tidur, wanita lebih sering
daripada pria. Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya usia : terdapat 1,6%
populasi di bawah usia 20 tahun yang menderita insomnia dibandingkan dengan 11,9% populasi
usia 30-40 tahun. Pada kelompok usia di atas 40 tahun, insidensi meningkat lebih cepat pada
wanita, 40% wanita usia 40-54 tahun mengeluh insomnia dibandingkan dengan 20% pria pada
kelompok usia yang sama. Kesukaran tidur mencapal puncaknya pada kelompok usia 65 - 69
tahun, yaitu terdapat pada 40 % wanita dan 25% pria.4
Macam macam insomnia
Insomnia Primer
Ditandai dengan:
Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun
sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.
3

Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya.
Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun
berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang
yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit
mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang seseorang mengeluh tetap tidak
segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau
impairmentnya bermakna. 4
Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan tidur. Makin berokupasi dengan
tidur, makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan makin tidak bisa tidur.
Akibatnya terjadi lingkaran setan.
Insomnia sekunder: disebabkan ganguan irama sirkandian,kejiwaan,masalah neurologi
atau masalah medis lainnya atau reasi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang
tua
Insomnia kronik
Insomnia kronik disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapat
disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau
pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalah
serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur ( sudah berpikir
tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur
menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur.
Ketidakmampuan menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha
tidur dapat pula menyebabkan insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk
tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga
menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk tidur.
Insomnia ini disebut juga insomnia yang terkondisi.
Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis ditegakkan bila seseorang
mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada bukti objektif
adanya gangguan tidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk tidur (lebih dari satu
jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam.
Tetapi dari hasil polisomnografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 menit,
efisiensi tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih lama. Pasien dengan gangguan seperti
ini dikatakan mengalami mispersepsi terhadap tidur. 4
Insomnia idiopatik
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini. Kadangkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama hidup.
Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia
otak di formasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain.
Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada malam
hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunan
mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi,
serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang dan menyebabkan lansia
tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur
4

sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik


atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan.
Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa letih. Pada beberapa kasus,
penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat.
Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk (latensi
tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan stadium 3
dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas alfa dan beta juga
meningkat.
Klasifikasi Diagnostik Insomnia
Menurut klasifikasi diagnostik yang dikeluarkan oleh WHO, yaitu lCD 9CM insomnia
dimasukkan dalam golongan Disorders of Initiating and Maintaining Sleep (DIMS), yang
terdiri dari sembilan kategori sebagaimana tampak dalam Lampiran 2. Namun, untuk
mudahnya pada umumnya insomnia dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:
1. Transient insomnia
2. Short-term insomnia
3. Long-term insomnia
Mereka yang menderita transient insomnia biasanya adalah mereka yang termasuk
orang yang tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu stres atau suatu situasi penuh
stres yang berlangsung untuk waktu yang tidak terlalu lama (misalnya perjalanan jauh
dengan pesawat terbang yang melampaui zona waktu, hospitalisasi, dan sebagainya),
tidak bisa tidur. Mereka yang menderita short-term insomnia adalah mereka yang
mengalami stres situasional (kehilangan/kematian seorang yang dekat, perubahan
pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, pemindahan dan lingkungan tertentu ke lingkungan
lain, atau penyakit fisik). Biasanya insomnia yang demikian itu lamanya sampai tiga
minggu dan akan pulih lagi seperti biasa.4,5
Yang lebih serius adalah insomnia kronik, yaitu long-term insomnia. Untuk dapat
mengobati insomnia jenis ini maka tidak boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan
fisik dan psikiatrik yang terinci dan komprehensif untuk dapat mengetahui etiologi dari
insomnia ini. Di luar negeri untuk kepentingan ini telah didirikan beberapa klinik
insomnia, yang antara lain mengkhususkan diri untuk menegakkan diagnosis yang terinci
dan sebab insomnia dengan pemberian terapi yang sesuai. Insomnia ini dapat berlangsung
berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun dan perlu diobati dengan cara yang tersedia kini
yaitu dengan teknik tertentu untuk tidur atau obat-obatan sesuai dengan gangguan utama
yang diderita pasien.5
Etiologi
Beberapa Pandangan Tentang Etiologi Insomnia :
Selain upaya mengklasifikasi insomnia, pendekatan rasional terhadap insomnia perlu
memperhatikan pula faktor.faktor etiologik. Pengalaman menunjukkan bahwa faktor etiologik
dari insomnia sering majemuk dan merupakan kombinasi dari beberapa faktor. Jarang kita
menemukan hanya satu faktor saja sebagai penyebabnya. Sebagai faktor etiologik dikenal 4
kategori,yaitu:
1. Faktor biologik dan psikologik.
2. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif atau intoksikasi.
3. Faktor lingkungan atau kebiasaan yang kurang baik.
5

4. Pengkondisian negatif (negative conditioning).6

Faktor biologik dan psikologik


Dilihat dari segi anatomi, fisiologi dan biokimia dari otak dapat dikemukakan bahwa
proses tidur dan bangun sangat erat hubungannya, bahkan diatur oleh sistem bangun
(arousal system) dan sistem tidur (hypnagogic system) yang terdapat dalam otak. Pada
umumnya dianggap bahwa dalam formatio reticularis terdapat pengaturan tidur dan
bangun. Bila formatio reticularis (ascending reticular system) berada dalam keadaan
aktif, maka dikirimkannya isyarat-isyarat ke korteks yang menyebabkan seseorang
bangun. Sebaliknya apabila dalam sistem retikuler terdapat keadaan yang kurang
aktif,maka impuls yang dikirim ke korteks dan pusat-pusat lain dan otak kurang, sehingga
seseorang menjadi mengantuk. Kedua sistem bangun dan tidur bersama-sama bekerja
untuk mencapai keseimbangan yang wajar. Namun, pada beberapa individu terdapat
predisposisi, yaitu adanya sistem bangun yang lebih peka atau sistem hipnagogik yang
kurang sempuma, sehingga padanya ada kecenderungan untuk bangun pada rangsang
yang sedikit saja. Diduga pada orang dengan insomnia kronik terdapat predisposisi
individual ini. Sistem bangunnya berada dalam kedaan keaktifan berlebih yang kronik.
Pada mereka dengan ciri-ciri ini tampak adanya denyutan jantung yang lebih cepat
dibandingkan dengan orang lain, begitupun suhu badannya yang lebih tinggi. Seseorang
yang menderita keadaan keaktifan fisiologik yang berlebihan ini, dapat terangsang pula
keadaan mentalnya menjadi cemas, tegang, frustrasi, sehingga dapat memperkuat
ketidakmampuan tidur. Di samping predisposisi fisiologik ini terdapat pula
kondisikondisi atau penyakit fisik yang mempengaruhi tidur. Sebagai contoh dapat
disebut:6
(1) Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus. Setiap jenis perasaan nyeri dapat
menjadikan seseorang mengalami insomnia. Pada siang hari seseorang dapat
melupakannya dan tidak merasakan nyeri, tetapi di malam hari mulailah dirasakan
nyeri tersebut, sehingga terganggulah tidurnya. Perasaan nyeri yang mengganggu
dapat terjadi pada penyakit neuritis post-herpes, tumor pada organ dalam, luka atau
infksi postoperatif, dan sebagainya.
(2) Apnoe sewaktu tidur. Ini adalah kondisi dimana sewaktu tidur seseorang mendadak
berhenti bernapas. Karena penderita dengan gangguan ini sering tidak tahu bahwa dia
menderita kondisi ini, maka diagnosis sebenarnya hanya dapat ditegakkan dengan
observasi dalam laboratorium tidur. Tetapi dalam pemeriksaan anamnestis dapat
diperoleh informasi bahwa penderita merasa ngantuk yang berlebihan pada siang hari
dan mendengkur berlebihan sewaktu tidur. Dengkuran ini sering mendadak berhenti
karena ada penyumbatan pada alat pernapasan. Untuk menghindari ini penderita
bergerak banyak, kadang-kadang sampai bangun duduk dan setelah dapat bernapas
lagi, tidur kembali. Selama pengalaman ini pasien bisa saja tetap tidak sadar.
Gangguan ini sering terjadi dan dapat berulang sampai puluhan kali semalam.
Akibatnya penderita tidak sempat mencapai stadium dan fase tidur yang dalam. Apnoe
sewaktu tidur ini dapat disebabkan oleh kelainan patologik pada jalan pernapasan yang
menyebabkan obstruksi. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya kegemukan yang
berlebihan atau kelainan-kelainan endokrin seperti hipertiroidi dan akromegali.
(3) Mioklonus nokturnal. Keadaan ini ditandai dengan adanya kontraksi-kontraksi otot
mendadak, berulang dan yang biasanya terjadi pada kaki atau lengan. Lama kontraksi6

kontraksi ini tidak melebihi 10 detik dan dapat berulang-ulang beberapa puluh kali
selama beberapa menit sampai beberapa jam. Kontraksi-kontraksi ini hanya terjadi
selama tidur. Bila sewaktu jaga terjadi kontraksi sejenis juga, maka perlu dipikirkan
adanya gangguan lain. Dalam keadaan ini pun penderita tidak dapat mencapai fase
tidur yang dalam karena sering terbangun.
(4) Faktor dietetik. Salah satu penyebab insomnia adalah malnutrisi. Dalam keadaan
malnutrisi, zat-zat penting dalam tubuh tidak berada dalam keadaan keseimbangan
yang optimal, sehingga dapat mempengaruhi metabolisme neurotransmitters dalam
otak. Makanan yang terlalu monoton, seperti makan jagung yang kurang divariasi
dengan lauk lain dapat mengakibatkan insomnia. Dengan diet yang tidak seimbang ini
maka sedikit sekali triptofan dikirim ke otak dan ini mempengaruhi intesis dan
serotonin. Kurangnya produksi serotonin akan mengganggu proses tidur dan terjadilah
insomnia. Diduga bahwa mineralpun mempunyai pengaruh terhadap proses tidur,
tetapi hal ini masih dalam penyelidikan.
(5) Efek obat dan efek putus obat. Telah terbukti bahwa beberapa obat dapat mengubah
pola tidur. ini dapat direkam dengan EEG dan diskematisasi dalam hipnogram. Obatobatan seperti monoaminoxydase inhibitors (MAO 1) atau zat-zat seperti alkohol, kopi
dan teh, bisa mengakibatkan insomnia. Seorang yang menderita insomnia cenderung
minum alkohol sebelum tidur, dengan maksud agar proses masuk tidur mudah. Akan
tetapi tidur yang dialaminya adalah tidur kurang nyaman, hal mana dapat dilihat dari
hipnogram. Orang tersebut mengalami tidur yang sangat dangkal, sehingga pada
waktu bangun pagi hari dia kurang segar, dan bahkan mengantuk pada siang harinya.
Jadi. penggunaan bir atau minuman alkohol lain sebagai zat untuk mempermudah
masuk tidur bukan merupakan tindakan yang bijaksana.6
(6) Faktor psikologik. Dalam kategori ini dapat dimasukkan problem psikologik yang
menjadi dasar dari adanya insomnia. Mereka yang menderita ansietas biasanya sukar
masuk tidur, sedangkan mereka yang menderita depresi acapkali bangun tengah malam
dan tidak dapat tidur lagi, atau bangun terlalu pagi dengan perasaan yang tidak segar.
Di samping itu beberapa gangguan jiwa yang serius dapat pula menyebabkan
terjadinya gangguan tidur, seperti gangguan kepribadian dan skizofrenia.
Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif intoksikasi
Sebagaimana tadi telah dikatakan, mereka yang menderita insomnia sering berusaha
mengobati dir sendiri dengan menggunakan alkohol atau obat-obat penenang, dengan
akibat ketergantungan terhadap obat-obat itu. Walaupun pada mulanya alkohol
memperbaiki masuknya tidur, tetapi kualitas tidur itu sendiri adalah kurang dalam,
sehingga mereka yang menggunakan alkohol untuk tidur pada pagi harinya sering bangun
dengan perasaan kurang segar. Pada penggunaan obat-obat penenang perlu diperhatikan
adanya rebound phenomena yang dirasaka oleh yang bersangkutan sebagai sesuatu yang
tidak enak. Untuk menghilangkan efek samping dari obat penenang, maka digunakan obat
penenang lagi dan seterusnya, sehingga timbul ketergantungan psikik yang dapat menjadi
ketergantungan fisik. Perlu dipikirkan pula kemungkinan bahwa para penyalahguna obat
atau zat yang menimbulkan ketergantungan, ada kalanya melakukannya untuk mengobati
diri sendiri, yaitu pada penyakit fisik atau gangguan psikiatrik. Ada pula obat-obat tertentu
yang dapat menimbulkan insomnia, seperti derivat-derivat amfetamin, MAO inhibitors dan
obat-obat untuk menguruskan tubuh.6
Faktor Iingkungan atau kebiasaan kurang baik
7

Dalam kategori etiologik di sini dapat disebut tempat tidur yang kurang nyaman, kamar
tidur terlalu terang atau terlalu berisik, iklim yang terlalu panas, dan sebagainya. Di
samping itu dapat pula disebut makan atau minum hal-hal yang merangsang sebelum tidur,
seperti kopi atau teh kental, makan terlalu banyak sebelum tidur, tidur terlalu lama pada
hal-hal besar, sehingga terjadi insomnia pada malam harinya yang juga dikenal dengan
Sunday night insomnia, melakukan usaha yang memerlukan pikiran yang intensif sebelum
tidur, seperti main bridge, catur, membuat hitungan akuntansi yang ruwet, dan
sebagainya.6
Pengkondisian negatif
Keadaan ini terjadi apabila seseorang mengalami ketakutan untuk tidak bisa tidur dan
untuk keperluan itu ia melakukan ritual-ritual atau perbuatan-perbuatan tertentu dengan
maksud bisa tidur. Namun ini mempunyai akibat sebaliknya, yaitu tidak bisa tidur.
Penderita dengan gangguan ini begitu takut untuk tidak bisa tidur, sehingga akhimya apa
yang ditakutkan itu terlaksana benar-benar (self-fulfilling prophecy). Ada pula yang
sebelumnya adalah orang yang dapat tidur dengan normal, tetapi sewaktu mengalami
suatu stres melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik untuk tidur. Setelah stres
hilang, dia tetap menderita insomnia. Keadaan ini juga disebut insomnia psikofisiologik.6
Sebab-sebab Insomnia
Tidak semua insomnia didasari oleh adanya suatu kondisi psikopatologik. Insomnia dapat
pula disebabkan karena kondisi atau penyakit fisik dan karena faktor ekstrinsik seperti
suara atau bunyi, suhu udara, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang
mengandung stimulansia susunan saraf pusat.
1. Suara atau bunyi: biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi
sehingga tidak mengganggu tidurnya. Yang penting sering bukan intensitasnya
tetapi makna dan suara itu. Misalnya seorang yang takut diserang atau
dirampok, pada malam hari ia terbangun berkali-kali hanya karena suara yang
halus sekalipun. Bila intensitas rangsang cukup tinggi maka Arousal Promoting
System akan membangunkan kita.7
2. Suhu udara : kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah ia memakai selimut, bila
suhu tinggi ia memakai pakaian tipis. Insomnia sering dijumpai di daerah tropik.
3. Tinggi suatu daerah: Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada
mountain sickness, terjadi pada pendaki gunung yang lebih dan 3500 meter di
atas permukaan laut. Hipoksia hipobanik dapat mempengaruhi Sleep Promoting
System secara langsung. Demikian juga nafas yang lebih cepat merupakan
tambahan rangsang terhadap Arousal Promoting System.7
4. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia
susunan saraf pusat : Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan
seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan
obat-obat pengurus badan yang mengandung amfetamin atau yang sejenis.
5. Penyakit jasmani tertentu: misalnya arteriosklerosis, tumor otak, demensia
presenil, tirotoksikosis, Sindrom Cushing, demam, kehamilan normal trimester
ketiga, rasa nyeri, diabetes melitus, ulkus duodeni, artritis reumatika, cacing
keremi pada anak, tuberkulosis paru yang berat, penyakit jantung koroner
tertentu.
8

6. Penyakit psikiatrik : beberapa penyakit psikiatrik ditandai antara lain dengan


adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotik, beberapa
gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma dan lain-lain.7
Epidemiologi
Mc Ghie dan Russell meneliti 2500 orang di Skotlandia yang meliputi berbagai golongan, tingkat
usia dan tingkat sosial. Mereka mendapatkan bahwa orang yang merasa tergolong
bertemperamen nervous (gugup) juga merasa kurang tidur. Penelitian di berbagai negara
menunjukkan hasil bahwa wanita lebih sering mengalami insomnia daripada pria (2 : 1). Di
Skotlandia, 45% dari wanita yang berusia lebih dari 75 tahun mempunyai kebiasaan makan obat
tidur secara teratur. Penelitian Mc Ghie dan Russell tersebut di atas terhadap 400 orang berusia
15 - 24 tahun, 5% diantaranya mengalami insomnia. Pada penelitian di Jakarta tahun 1988
terhadap 2500 siswa SLTP Negeri, sekitar 31% mengaku sering susah tidur.6
Patofisiologi
Seseorang yang mengalami gangguan pola tidur dapat disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya ada faktor psikologis,kondisi medis dan faktor lingkungan. Gangguan pola tidur ini
dapat dialami seseorang dalam beberapa malam saja, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan
tergantung oleh faktor yang mempengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary Activity
System). ARAS meningkat ketika seseorang terjaga (bangun) dan akan menurun ketika
seseorang tidur. Aktivitas ARAS sangat dipengaruhi aktivitas neurotransmitter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergic, kolonergik, histaminergik. Kerja sistem neurotransmitter ini diatur
secara teratur oleh kelenjar pituari anterior melalui hipotalamus. Kekacauan sekresi oleh kelenjar
inilah yang dapat menyebabkan pengaturan mekanisme tidur sehingga menyebabkan seseorang
menjadi insomnia. Insomnia pun memiliki dampak yang merugikan seperti depresi,kesulitan
berkonsentrasi,aktivitas sehari-hari menjadi terganggu,prestasi kerja/belajar mengalami
penurunan,mengalami kelelahan di siang hari,hubungan interpersonal dengan orang lin menjadi
buruk,meningkatkan resiko kematian,menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan
yang berlebihan,memunculkan berbagai penyakit fisik.7
Gejala-gejala Insomnia
1. Keluhan spesifik penderita insomnia: merasa tegang, lelah, dan letih.
2. Keluhan yang paling banyak adalah sulit mulai tidur kemudian sering terbangun
danbangun lebih awal
3. Merasa tegang, cemas, atau depresi dan pikirannya melayang- laying
4. Banyak pikiran ( masalah pribadi, gangguan kesehatan )
5. Pagi hari mengeluh leleah fisik dan mental
6. Siang hari merasa depresi, cemas dan tegang, mudah tersinggung
7. Pasien preokupasi sejak sore menjelang malam bahwa dirinya nanti tidak akan bisa
tidur.
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Farmakologik
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk
mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula
9

bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein


seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan.
Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik
hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka
pendek.
Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepin dapat
direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali.
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi
penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien
penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi.3
Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping
berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering
ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati
dan dosisnya serendah mungkin.
Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan
obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat
yang waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk
penderita yang mengalami interupsi tidur. Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang
dapat memperbaiki anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari.
Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu,
pemberian obat obat yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen,
INH, eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari.
5
Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringanSedang yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia
sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti
lorazepam digunakan untuk memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur.
Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan
dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat
memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS) .6,7
Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific
serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1
berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur,
kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini
efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur.
Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin oksidase
inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu
kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang
10

digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin


bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat
menginduksi delirium.
Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan
mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia
juga memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor. Melatonin juga dapat
memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan insomnia. Melatonin
dapat ditambahkan ke dalam makanan.
b. Non medikamentosa

o Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan
syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan latihan fisik
sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari
suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan
kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk
memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif
yang tidak memerlukan biaya.6

o Terapi pengontrolan stimulus : Terapi ini bertujuan untuk


memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan
kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu
mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan
pada insomnia. 6
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.
4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika
tidak bisa tidur.
5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang
lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur
setelah kantuk datang kembali.
6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur,
total tidur, atau hari (misalnya hari Minggu).
7. Menghindari tidur di siang hari.
8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum
tidur.
11

Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila
kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik
frekuensinya maupun beratnya. 6
o

Sleep Restriction Therapy

Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan


tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa
bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima
jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di
tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia
dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi
tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat
tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsurangsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari. 6

o Terapi relaksasi dan biofeedback


Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri
sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan
yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik
perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat
meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik
ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur. 6

o Terapi apnea tidur obstruktif


Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang,
menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan,
menghindari obat-obat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia
pernafasan seperti acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive
airway pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous
positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode
ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang
hari, dan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif. 6
Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik
pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini
kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan terapi untuk apnea tidur berat.
Penggunaan kedua bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko
morbiditas dan mortalitas.
Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas frekuensi dan
beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk di siang hari, dan akibat
12

medik yang ditimbulkannya (abnormalitas kardiorespirasi).6


Pencegahan
a. Usahakan untuk tidur pada jam yang sama setiap malam
b. Pastikan tempat tidur nyaman dan suhu ruang sesuai kehendak
c. Jangan memikirkan masalah kehidupan sehari-hari, sisihkan masalah anda.
d. Olahraga ringan pada sore hari bisa membantu, tetapi jangan melakukanya saat sebelum
tidur.
e. Hindari minum kopi, alkohol, atau merokok sebelum tidur.
f. Hindari kebiasaan tidur siang
g. Jika masih tidak bisa tidur, jangan hanya berbaring dan mencemaskanya. Bangun untuk
membaca buku, mendengarkan musik lembut, minum susu hangat, dan kemudian coba
tidur kembali.
h. Jika berlangsung setiap malam dan mengganggu aktifitas sehari-hari, hubungi dokter.
i. Jangan terlalu larut dalam masalah
j. Coba untuk merefresh otak anda agar supaya terhindar dari pikiran-pikiran yang
membebani hidup anda dan membuat anda sulit untuk tidur

Kesimpulan
Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakan
keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan bersifat menetap atau sementara.
Faktor insomnia bisa berasal dari kondisi psikis (anxietas, depresi), penyakit fisik, faktor
ekstrinsik (suhu, suara bunyi, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang mengandung
stimulansia susunan saraf pusat)..
Gejala klinis insomnia yang paling khas adalah pada malam hari suka kebangun kemudian susah
untuk tidur lagi dan pada siang hari keinginan untuk tidur sangat kuat.
Pengobatan yang dilakukan biasanya menggunakan obat penenang seperti golongan
benzodiazepin (nitrazepam, flurazepam, estazolam), dan non-benzodiazepam (zolpidem).
Daftar pustaka
1. Gleadle J. At glance anamnesis dan pemeriksaaan fisik. Jakarta: Erlangga Medical Series;
2007. h. 12-5; 102-4; 206-9.
2. Harold IK, Benjamin JS. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakart: Widya Medika; 2003. Hal
315-9.
3. Kaplan I Harold, Sadock J benyamin. Ilmu kedokteran jiwa darurat . jakarta : Widya
Medika: 2003. hal 315-320
4. Isselbacher, Braunwald, Martin, Wilson, Fauci, Kasper. Harison Prinsip Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam . Vol 1. Edisi 13. Jakarta : penerbit buku kedokteran ECG: 2004.hal 194195
5. Dewanto George. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG : 2009. Hal 188-192
13

6. Rudi M. Panduan praktik penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke-3. Jakarta: PT
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2007. Hal 42-46.
7. Benjamin JS, Virginia AS. Buku ajar psikiatri klinis. Dalam: Husny M, Retna NES,
penyunting. Pemeriksaan Tidur normal dan gangguan tidur. Ed ke-2. Jakarta: EGC; 2010.
Hal 339-44

14

Anda mungkin juga menyukai