Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara utama penghasil sagu di dunia. Pohon sagu
merupakan nama umum untuk tumbuhan genus Metroxylon, berasal dari kata Yunani yang
terdiri dari kata Metra berarti isi batang atau empulur dan Xylon berarti xylem (Flach 1977).
Sagu termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae, genus Metroxylon dan Ordo
Arecales, berkembangbiak melalui tunas, akar atau biji sehingga tumbuh membentuk rumpun
dan berkelompok (Louhenapessy et al. 2010).
Pada industri pengolahan sagu, air sungai akan terakumulasi dengan sisa pati sagu
hasil pengolahan sagu. Jika berlangsung terus-menerus, hal ini akan mengakibatkan
akumulasi limbah sagu yang membuat air sungai tercemar.proses pengolahan sagu
menghasilkan limbah, baik padat, cair, maupun gas. Biasanya, limbah ini dibuang ke sungai
di sekitarnya, terutama limbah cair yang dapat mengganggu kondisi air sungai. Tingkat
pencemaran air sungai sebagai tempat penerima limbah bergantung pada kuantitas dan
kualitas dari buangan. Pencemaran air ini dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang
bisa membahayakan kesehatan. Selain itu, limbah cair yang mengandung bahan organik
memberikan bau dan rasa tidak sedap pada perairan penampung.
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Tingkat bahaya keracunan
yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas lingkungan, bila
lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang
ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan
pencemar yang terkandung di dalam limbah tersebut.
Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan pencemar

yang

terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi, yang terbuang dari sumber
domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), dan sumber industri.
1

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
1) Bagaimana Tahapan Produksi Limbah Sagu?
2) Karakteristik Limbah
3) Tahap Pengelolaan Limbah Cair

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sagu
Sagu adalah tepung atau olahannya yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia
atau "pohon sagu" (Metroxylon sagu Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang
mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh
sering diganti dengan tepung tapioka sehingga namanya sering kali dipertukarkan, meskipun
kedua tepung ini berbeda.
Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di
pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang
lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan
daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi mi dan mutiara.

2.2 Tahap Proses Produksi Sagu


a. Penyiapan Bahan Baku
1. Tanaman yang layak panen ditandai munculnya daun bendera atau awal pembungaan
sagu.
2. Penebangan pohon sagu dapat menggunakan kapak atau chain saw.
3. Batang sagu dipotong dalam bentuk gelondongan dengan ukuran 50-60 cm, untuk
memudahkan pengangkutan.
4. Gelondongan sagu diangkut ke tempat pengolahan, dibelah dengan kapak agar diperoleh
ukuran yang mudah diangkat operator untuk diparut.
5. Potongan/belahan gelondongan sagu diletakan sekitar mesin dekat dengan unit pemarutan.

b. Penyiapan Alat Pengolahan


Secara menyeluruh, dilakukan pemeriksaan komponen peralatan yang meliputi, silinder
pemarut, saringan getar, silinder ekstraksi, sistem pengaliran air dari tangki ke unit pemarut
dan unit pengendap sagu basah, sebelum mesin dihidupkan dan dioperasikan. Kuatkan bautbaut yang longgar dan letak v-belt pada kedudukan yang normal pada masing-masing
pasangan fully.
Periksa bahan bakar dan kondisi pelumas baik pada mesin maupun pada speed reducer.
Mesin dihidupkan dalam kondisi stasioner, kemudian tarikan gas dinaikkan menjadi kapasitas gas, mesin siap digunakan untuk proses pengolahan.

c. Pengolahan Sagu

Pengolahan dimulai dengan memarut empulur sagu, untuk pemarutan empulur sagu
tanpa kulit batang, empulur sagu didorong arah tegak lurus dan miring terhadap
silinder pemarut, sedangkan empulur yang masih melekat kulit batang sagu didorong

dengan arah sejajar dengan letak silinder pemarut.


Pada saat potongan empulur yang diparut makin mengecil, dapat didorong kearah
silinder dengan dibantu empulur yang akan diparut berikutnya, proses pemarutan ini,
berlangsung sampai bahan baku selesai atau sesuai waktu pengolahan yang

direncanakan.
Empulur sagu yang diparut akan didorong oleh air ekstraksi ke silinder ekstraksi,
hancuran empulur diekstraksi dalam silinder ekstraksi dan akan terpisah ampas kasar

dengan suspensi yang bercampur ampas halus.


Suspensi bersama ampas halus yang keluar dari saringan silinder ekstraksi akan
mengalir ke saringan getar, pada saringan getar akan terpisah ampas halus dan sagu

basah.
Sagu basah dalam bentuk suspensi akan mengalir ke bak pengendap dan secara
perlahan-lahan sagu basah akan mengendap pada bak pengendap, jika proses
pengolahan berlangsung kontinu untuk satu periode proses maka air sisa ekstraksi
akan keluar pada lubang bak pengendap dan sagu basah akan mengendap pada bak

pengendap
Sagu basah diendapkan selama - 1 jam, air endapan yang lama dibuang kemudian
dialirkan air ekstraksi yang baru, sagu basah yang mengendap diaduk dan diendapkan
4

kembali selama jam, setelah sagu mengendap air ekstraksi yang baru dikeluarkan

melalui lubang pengeluaran bak pengendap.


Pengeluaran sisa air ekstraksi dari bak pengendap dilakukan dengan hati-hati agar

sagu basah tidak ikut terbuang pada pembuangan sisa air ekstraksi
Apabila endapan sagu basah agak memadat, sagu basah sudah dapat dikeluarkan dari
bak pengendap dan dimasukkan dalam wadah penyimpanan, berupa karung plastik

atau tumang.
Pada ujung silinder ekstraksi diletakkan tempat penampungan ampas kasar dan ampas

halus di bawah tempat pengeluaran ampas sagu.


Setiap satu periode pengolahan, tempat penampung ampas dibersihkan dan ampas
sagu kasar dan halus ditempatkan pada suatu tempat tertentu, berupa lubang tanah

agar dapat diolah menjadi pupuk organik.


Kulit batang sagu sisa hasil pemarutan, dikumpulkan, dikeringkan, dan ditampung
pada tempat tertentu untuk digunakan sebagai bahan bakar, bahan baku pembuatan

kemasan dan perlengkapan rumah tangga lainnya.


Setiap periode pengolahan selesai, dilakukan pencucian dan pembersihan peralatan
dengan air, agar siap untuk pengolahan berikutnya. Pembersihan dan perawatan alat
ini dilakukan agar alat dapat digunakan dalam jangka waktu lama.

BAB III

3.1 Karakteristik Limbah


Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya, mempunyai komposisi yang sangat bervariasi
pada setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar zat zat yang terdapat didalam air
limbah secara detail (kandungan dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat yang dibedakan
menjadi tiga bagian besar antara lain sifat fisik,kimia dan bologis. Cara pengukuran yang
dilakukan untuk mengetahui sifat tersebut dilaksanakan secara berbeda beda sesuai dengan
keadaannya. Analisa jumlah dan satuan biasanya diterapkan untuk penelaahan bahan kimia,
sedangkan analisa dengan menggunakan penggolongan banyak diterapkan apabila
menganalisa kandungan biologisnya (Sugiharto, 1987).

Sifat fisik air limbah, bahwa derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh
sifat fisik yang mudah terlihat seperti kandungan zat padat sebagai efek estetika,

kejernihan, bau, warna dan temperatur.


Sifat kimia air limbah, bahwa kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah
dapat

berpengaruh negatif pada lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik

terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan bau dan
rasa yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Serta dapat berakibat vatal jika

mengandung bahan beracun seperti unsur-unsur logam berat.


Sifat biologis air limbah. Pada dasarnya pemeriksaan biologis di dalam air limbah
dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah ada bakteri-bakteri patogen berada
didalam air limbah. Sifat biologis ini diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama
bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan lainnya. Selain
itu juga untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air.

BAB IV

4.1 Tahap Pengelolaan Limbah Cair


Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat
beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan
membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut
dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah
satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor
finansial.

Pengolahan Primer (Primary Treatment)

Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara
fisika.
A.

Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji

saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien
dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
B.

Pengolahan Awal (Pretreatment)


Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang

berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif
besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan
memperlambat aliran limbah sehingga partikel partikel pasir jatuh ke dasar tangki
sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
C.

Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak

pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling
banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di

tangki pengendapan,

limbah cair didiamkan agar partikel partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat
mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang
kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain
metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
D.

Pengapungan (Floation)
7

Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak.
Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan
gelembung- gelembung udara berukuran kecil ( 30 120 mikron). Gelembung udara
tersebut akan membawa partikel partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah
sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses
pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer
tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga
mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen
penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu
disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
2.

Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)


Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan

melibatkan

mikroorganisme

yang

dapat

mengurai/

mendegradasi

bahan

organik.

Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.


Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan
metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons).

a.

Metode Trickling Filter


Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik

melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau
plastik, dengan dengan ketebalan

1 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke

permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses
perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri
aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu
wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk
memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang
terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan
8

dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih


diperlukan
b.

Metode Activated Sludge


Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki

dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses
degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan
pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja
bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan
untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri
disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah
melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih
dperlukan.
c.

Metode Treatment ponds/ Lagoons


Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah

namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam
kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis
menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga
diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses
pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah
dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
3.

. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)


Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat

zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat.
Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat
yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan
sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik
terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment).
Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode
9

pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia,
precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi
dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini
disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung
tinggi sehingga tidak ekonomis.
4.

Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi

mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara
kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam
menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :

Daya racun zat

Waktu kontak yang diperlukan

Efektivitas zat

Kadar dosis yang digunakan

Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan

Tahan terhadap air

Biayanya murah

Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi),
penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (O).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah
selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke
lingkungan.
5.

Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)


Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan

menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara
10

langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah
biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian
disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill),
dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated)

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

11

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.

Tingkat bahaya

keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik

limbah, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.


Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan pencemar

yang

terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi, yang terbuang dari

sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), dan sumber industri.


Sagu adalah tepung atau olahannya yang diperoleh dari pemrosesan teras batang

rumbia atau "pohon sagu" (Metroxylon sagu Rottb.).


Tahapan Proses Produksi Sagu yaitu dengan penyiapan bahan baku, penyiapan alat

pengolahan dan pengolahan sagu hingga diproduksi.


Karakteristik Limbah terdiri dari karaktristik fisik, kimia dan biologis
Tahap Pengelolaan Limbah Cair yaitu Pengolahan Primer (Primary Treatment),
Pengolahan Sekunder (Secondary

Treatment), . Pengolahan Tersier (Tertiary

Treatment), Desinfeksi (Desinfection), Pengolahan Lumpur (Slude Treatment).

DAFTAR PUSTAKA

Sugiharto. (1987). Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia
http://ans-olahlimbah.blogspot.com/2013/02/penangan-limbah-cair.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sagu
12

http://miraaryuni15.blogspot.com/2013/12/pemanfaatan-limbah-sagu.html

13

Anda mungkin juga menyukai