Anda di halaman 1dari 18

IV.

ANALISIS BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN UNTUK


KONDISI PERTANIAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Ekosistem pertanian adalah ekosistem yang sederhana dan monokultur
jika dilihat dari komunitas, pemilihan vegetasi, diversitas spesies, serta
resiko terjadi ledakan hama dan penyakit. Agroekosistem adalah ilmu yang
mempelajari mengenai hubunagan timbale balik antra faktor biotik dan
abiotik dalam lingkunngan pertanian untuk mendapatkan produksi yang
maksimum. Agroekosistem secara teoritis telah dipahami, namun perlu
pemahaman lebih dalam bagaimana hubungan antara subsistem dengan
agroekosistem. Sawah, tegal dan perkebunan adalah subsistem dengan
dominasi tanaman tertentu perlu dievaluasi sebagai subsistem dan sebagai
bagian dari agroekosistem.
Sebagai unsur pelaku yang bergerak di bidang pertanian perlu
memahami hubungan antara subsistem dengan agroekosistem. Sawah,
tegal,pekarangan dan perkebunan adalah subsistem dengan dominasi
tanaman tertentu perlu dievaluasi sebagai subsistem dan sebagai bagian dari
agroekosistem. Dalam praktikum ini kelompok kami akan melakukan
pengamatan tentang perbedaan-perbeda yang ada pada tiap lahan.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan Praktikum Acara IV Analisis Tipe Penggunaan Lahan Untuk
Produksi Pertanian adalah :
a. Memperkenalkan mahasiswa dengan berbagai tipe penggunaan lahan
untuk kepentingan produksi pertanian.
b. Meningkatkan pemahaman tentang

perlunya

pengelolaam

setiap

subsistem dengan memperhitungkan kaidah-kaidah linkungan.


c. Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran logis
dari apa yang mereka lihat di lapangan dengan teori kajian yang selama
ini diperoleh dari kelas saat tatap muka.
B. Tinjauan Pustaka
1. Analisis Subsistem Persawahan
Jumlah penduduk yang terus meningkat sedangkan luas lahan tidak
bertambah menjadi sebuah tantangan untuk perencana dalam merencanakan

pola penggunaan lahan maupun pengelolaan lahan secara optimal yang tentu
saja tetap memperhatikan fungsi ekonomi, ekologi dan keberlanjutan. Luas
lahan yang tadinya cukup untuk melakukan sistem pertanian di tekan oleh
bertambahnya jumlah penduduk yang ada dan pembangunan yang sedang
dalam masanya. Pengembangan lahan akan sangat penting ketika fungsi
lahan akan berubah menjadi fungsi lainnya (Nasution, 2005).
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan
rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau
tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok
tanam padi. Sawah sendiri terdiri dari beberapa macam, antara lain
adalahsawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan.
Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah; di lokasi sawah, terdapat
pematang namun pada tegalan tidak ditemukan pematang (Pratiwi, 2004).
Air pengairan diberikan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan, evapotranspirasi, perkolasi, dan kehilangan pada saluran. Hal ini
pada dasarnya disesuaikan pada kondisi lahan yang ada. Apabila lahan
pertanian berada dalam kondisi yang cukup air, maka efisiensi penggunaan
air akan meningkat dan akn meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani (Kurnia 2004).
Bertanam padi sawah tanpa olah tanah (TOT) merupakan alternatif
teknologi baru. Sistem ini dapat menghemat air lebih dari 30%, tenaga
kerja, dan biaya pengolahan tanah. Produksinya tidak berbeda dengan
sistem penanaman bisaa (Muhajir 2008).
Padi sawah tidak hanya memberikan respon yang lebih baik pada
kondisi aerob dibandingkan dengan anaerob, namun sekaligus pada kondisi
aerob dapat meningkatkan produktivitasnya. Pemberian bahan organik,
khususnya dari kotoran sapi ke lahan sawah sebaiknya pada kondisi aerob
(tidak tergenang). Teknik budidaya padi sawah secara aerobik di samping
meningkatkan

produktivitasnya,

sekaligus

meningkatkan

efisiensi

penggunaan air dan produktivitas air (Pratiwi 2004).


2. Analisis Subsistem Tegal/Talun
Tegal adalah suatu lahan yang kering (dry farming) tanpa adanya
pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang secara tetap tanpa

pengairan. Pertanian tegalan dikerjakan secara tetap dan intensif dengan


bermacam-macam tanaman secara bergantian (crop rotation) antara palawija
(seperti jagung, kacang tanah, ketela pohon) dan padi gogorancah (Sumardi
2007).
Lahan pertanian tegal berkembang di lahan-lahan kering, yang jauh
dari sumber-sumber air yang cukup.Sistem ini diusahakan orang setelah
mereka menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan
pengusahaannya

rendah.Pengelolaan

tegal

pada

umumnya

jarang

menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga


hewan.Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang
tahan kekeringan dan pohon- pohonan (Sejono 2005).
Talun (tegal pekarangan) adalah salah satu sistem agroforestry yang
khas, ditanami dengan campuran tanaman tahunan/kayu (perennial) dan
tanaman musiman (annual), dimana strukturnya menyerupai hutan, secara
umum ditemui di luar pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam
pemukiman (Yanto 2008).
Fungsi talun dapat dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu produksi
subsisten, produksi komersil, sumber daya nutfah dan konservasi tanah, dan
fungsi social. Sebagai salah satu komponen agroekosistem, komposisi dan
struktur talun serta fungsi tumbuhan yang ditemukan di dalamnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor biofisik, sosial ekonomi, dan budaya
masyarakat setempat. Adanya berbagai faktor tersebut dan intensitas
pengelolaan lahan oleh pemiliknya memungkinkan struktur vegetasi talun
berbeda-beda pada setiap daerah. Struktur multi strata dan bermacammacamnya komposisi spesies pada talun sangat penting bagi berbagai
organisme dalam menggunakan talun tersebut sebagai habitatnya, terutama
pada suatu daerah yang cukup jauh dari hutan (Pratiwi 2004).
Macam-macam subsistem agroekosistem yaitu sawah,

tegal,

perkebunan dan talun. Sawah, tegal dan perkebunan merupakan subsistem


dengan dominasi tanaman tertentu. Kebun dapat sengaja ditanam, tumbuh
sendiri, atau tumbuh dari bekas pemangkasan.Talun merupakan subsistem
dengan deversitas tinggi. Talun adalah suatu tata guna lahan, dimana

vegetasi

yang

menutupinya

didominasi

oleh

berbagai

jenis

tumbuhan/tanaman berumur panjang (perennial) dimana strukturnya


menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya
sedikit yang berada di dalam pemukiman (Soemarwoto 2000).
3. Analisis Subsistem Pekarangan
Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan dengan
sebuah bangunan. Tanah ini dapat diplester, dipakai untuk berkebun,
ditanami bunga, atau kadang-kadang memiliki kolam. Pekarangan bisa
berada di depan, belakang atau samping sebuah bangunan, tergantung
seberapa besar sisa tanah yang tersedia setelah dipakai untuk bangunan
utamanya (Pratiwi 2004).
Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan
yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk
pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak
digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarangan.
Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan
dan manusia sebagai unit-unit di pekarangan merupakan satu kesatuan
terpadu. (Supriyono 2002).
Teknik pengolahan tanahnya pun menggunakan TOT (Tanpa Olah
Tanah), sehingga pemilik dari pekarangan tidak pernah atau jarang sekali
merawat tanahnya, dan dibiarkan begitu saja agar lebih alami sehingga
kandungan bahan organik maupun humusnya lebih banyak. Hal ini
membuat tanah menjadi lebih subur, tanaman juga tumbuh dengan subur,
dan hasilnya juga maksimal dan tuumbuh secara alami tanpa rekayasa
teknologi manusia. Akan tetapi teknik ini membuat serangan hama dan
penyakit meningkat. Akan tetapi, justru kondisi seperti inilah yang membuat
rantai makanan akan lebih bervariasi dan lebih alami. Pada lahan
pekarangan ini, siklus haranya adalah tertutup, tanaman itu rontok daunnya
lalu diambil tanaman semusim, dan sisa-sisa tanaman tetap di sini tidak
diambil. Jika diambil, semuanya tetep kembali dari hasil kotoran.
(Soemarwoto 2000).
Kesuburan tanah memang mempengaruhi hasil panenan seperti halnya
pemupukan tapi tanah itu kelihatannya tidak kehilangan daya hasilnya

sekalipun lama tidak dipupuk, bahkan sering dapat menjadi lebih baik.
Dalam dua atau tiga tahun yang pertama hasil tanah yang baru saja dibuka
akan merosot dengan cepat, jika tidak dipupuk; tetapi setelah 10 atau 20
tahun hasil panenan itu biasanya menjadi stabil untuk waktu yang boleh
dikatakan tak terbatas (Tejasarwana 2001).
4. Analisis Subsistem Perkebunan (teh, kopi, karet)
Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas, biasanya
terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan
komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke
tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan dapat ditanami
oleh tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa, dan teh, atau tanaman
hortikultura seperti pisang, anggur, atau anggrek. Dalam pengertian bahasa
Inggris, "perkebunan" dapat mencakup plantation dan orchard
(Widagdo 2000)
Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara teratur
sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan tanaman perdagangan.
Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri. Jenis tanaman
perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi,
teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Nasrudin 2005).
Perkebunan dapat menyerupai fungsi dari ekosistem hutan alamiah.
Persamaan ini mengandung kebenaran, tetapi hendaknya jangan dipercayai
begitu saja. Perkebunan memang lebih banyak melindungi tanah, air, dan
sejumlah kecil flora dan fauna yang ada didalamnya daripada sawah, tetapi
perkebunan tidak dapat mencapai efesiensi perlindungan lahan seperti hutan
alam yang dewasa(Hidayat 2000).
Agroekosistem perkebunan lebih banyak melindungi tanah, air, dan
sejumlah kecil flora dan fauna yang ada di dalamnya dari pada sawah.
Tetapi perkebunan tidak dapat mencapai efisiensi perlindungan lahan seperti
hutan alam yang dewasa. Sebab utama mengapa perkebunan sangat rendah
keanekaragaman hewan liarnya adalah karena keanekaragaman tumbuhtumbuhan yang sangat terbatas(Soerjani 2007).
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum agroekologi acara analisis beberapa tipe penggunaan lahan


untuk produksi pertanian dilaksanakan pada Minggu 4 Mei 2014
bertempat :
a. Subsistem persawahan di desa Jumantono, Karanganyar.
b. Subsistem talun/tegal di desa Ngasman, Jumantono.
c. Subsistem pekarangan di desa Ngasman, Jumantono.
d. Subsistem perkebunan karet di desa Batujamus
e. Subsistem perkebunan teh di desa Jelano, Kemuning, Ngargoyoso
2. Alat dan Bahan Praktikum
a. 7 Boardlist
b. Alat Tulis
c. Lux Meter
d. Thermometer
e. Hygrometer
3. Cara Kerja
a. Menentukan Lokasi Pengamatan.
b. Melakukan pengamatan dan pengukuran tehadap Profil tempat,
Kelembaban tanah, kelembaban udara, Ph tanah, Intensitas cahaya
dan suhu udara.
c. Menentukan Denah pola tanam dan cara pengelolaan lahan.
d. Mencatat pembahasan pembahasan yang diberikan oleh
narasumber
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
a. Subsistem Persawahan
Tabel 4.1 Profil Tempat subsistem Persawahan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.

Deskripsi
Alamat
Kemiringan lereng
Luas
Longitude
Latitude
Letak dan tinggi tempat
Kelembaban Tanah
Kelembaban udara
pH
Intensitas cahaya
Pola tanaman

Keterangan
Jumantono, Karanganyar
5 % (datar)
1 ha
110o 58 3,4 BT
0739 28,8 LS
229 mdpl
80 %
72 %
6,8
19.660 lux
Ratoo

Benih Padi Lukotono

12.

Input

13.

Output

14

Pengolahan tanah

Kacang
Traktor

15.

Hara

Tertutup

16.

Jarak tanam

15 X 15 cm

17.

Batas-batas

Utara

: Sumbirejo

Barat

: Polokarto

Timur

: Ngunut

Selatan

: Sedayu

18.
Vegetasi
Sumber : Boardlist (italic).

Padi

Sp 36, Ponska, Pupuk


Hasil : 7 Ton Padi, 5 Ton

Padi dan Kacang Tanah

Melon

Gambar 4.1 Denah Tanaman


b. Subsistem Talun/Tegal Jalan Raya
Tabel 4.2 Profil Tempat subsistem Talun/Tegal
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14

Deskripsi
Alamat
Kemiringan lereng
Luas
Longitude
Latitude
Letak dan tinggi tempat
Kelembaban Tanah
Kelembaban udara
pH
Intensitas cahaya
Pola tanaman
Input
Output
Pengolahan tanah

Keterangan
Ngasman, Jumantono
1 % (datar)
1/4 ha
110o 58 4,8 BT
0739 34,6 LS
256 mdpl
65 %
65 %
6,9
13.200 lux
Tidak Teratur
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

15.

Hara

Tertutup

16.

Jarak tanam

Tidak teratur

17.

Batas-batas

Utara

: Sumbirejo

Barat

: Sekoharjo

Timur

: Kebak

Selatan

: Kondok

18. Vegetasi
Sumber : Boardlist

Tidak ada

Pisang

Pisang

Pisang

Jati

Jati

Jati

Gambar 4.2 Denah Tanaman


c. Subsistem Pekarangan
Jalan Umum
Tabel 4.3 Profil Tempat subsistem Pekarangan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14

Deskripsi
Alamat
Kemiringan lereng
Luas
Longitude
Latitude
Letak dan tinggi tempat
Kelembaban Tanah
Kelembaban udara
pH
Intensitas cahaya
Pola tanaman
Input
Output
Pengolahan tanah

Keterangan
Ngasman, Jumantono
4 % (datar)
1 ha
110o 58 10,9 BT
0739 32.3 LS
246 mdpl
55 %
65 %
6,8
19,450 lux
Tidak Teratur
Pupuk Kandang, Kompos
Buah mangga, nangka
Dicangkul

15.

Hara

Terbuka

16.

Jarak tanam

Tidak teratur

17.

Batas-batas

Utara

: Ngunut

Barat

: Sekoharjo

Timur

: Kebak

Selatan

: Sedayu

18. Vegetasi
Sumber : Boardlist

Mangga, jati, nangka

Rumah

Gambar 4.3 Denah Tanaman


d. Subsistem Perkebunan
Karet
Jati, Mangga,
Nangka
Tabel 4.4 Profil Tempat subsistem Perkebunan Karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14

Deskripsi
Alamat
Kemiringan lereng
Luas
Longitude
Latitude
Letak dan tinggi tempat
Kelembaban Tanah
Kelembaban udara
pH
Intensitas cahaya
Pola tanaman
Input
Output
Pengolahan tanah

Keterangan
Batujamus
8 % (agak miring)
10 ha
111o 2 28,4 BT
0735 57,7 LS
471 mdpl
35 %
60 %
6,9
19,240 lux
Teratur
ZPR, Fungisisda. Pupuk
Karet
Maksimum

15.

Hara

Terbuka

16.

Jarak tanam

1 m x 1m

17.

Batas-batas

Utara

: Perkebunan

Barat

: Perkebunan

Timur

: Perumahan

Selatan

: Jalan

18. Vegetasi
Sumber : Boardlist

Karet

Karet

Gambar 4.4 Denah Tanaman


e. Subsistem Perkebunan Teh
Jalan Raya

Tabel 4.5 Profil Tempat subsistem Perkebunan Teh


No. Deskripsi

Keterangan
Jelano, Kemuning,

1.

Alamat

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14

Kemiringan lereng
Luas
Longitude
Latitude
Letak dan tinggi tempat
Kelembaban Tanah
Kelembaban udara
pH
Intensitas cahaya
Pola tanaman
Input
Output
Pengolahan tanah

Ngargoyoso
9 % (agak miring)
10 ha
111o 7 28,5 BT
0736 6,9 LS
929 mdpl
50 %
60,5 %
6,9
13,830 lux
Teratur
Pupuk, Pestisida organik
Teh
Maksimum

15.

Hara

Terbuka

16.

Jarak tanam

Teratur

17.

Batas-batas

Utara

: Perkebunan

Barat

: Perkebunan

Timur

: Jalan

Selatan

: Jalan

18. Vegetasi
Sumber : Boardlist
Teh

Teh, Pohon Suryan


Teh

Teh

Teh
Teh
Teh
Gambar 4.5 Denah Tanaman
2. Pembahasan
Jalan Umum
a. Subsistem Persawahan
Pada subsistem sawah melalui pengamatan dengan alat gps
berada pada latitude 7 39 28.8 LS dan altitude 110 58 0.34 BT,
tinggi tempat 229 m dari permukaan laut. Kemudian dengan
menggunakan alat klino meter didapatkan kemiringan sekitar 5 %.
Memiliki luas lahan 1ha.

Pola tanam dalam subsistem sawah tersebut adalah monokultur.


Pengolahan tanah dengan membajak tanah sawah menggunakan
traktor. Input sawah di tempat praktikum berupa bibit padi jenis
lukotono yang sifatnya tanah terhadap hama. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk biasa. Petani menggunakan pestisida merek ponska, ZA,
dan SP36.
Hasil produksi sawah tersebut adalah kacang dan padi. Petani
menggunakan lahan dengan menggunakan 2 tanaman, yaitu kacang
dan padi yang jarak antara tiap tanaman adalah 15 cm. Siklus hara
pada subsistem sawah tersebut adalah terbuka karena tanaman padi
mendapat input dari luar berupa pupuk urea sebagai penambah unsur
hara dan pestisida untuk pemberantasan hama dan penyakit yang
menyerang tanaman padi (Nasution, 2005).
Sistem tanam yang digunakan adalah ratoo. Ratoo adalah sistem
tanam yang bersifat beberapa kali tanam dalam suatu musim dari
tanaman kacang, padi, dan tebu. Menggunakan lahan dengan
memasukkan 2 tanaman merupakan hal yang jarang ditemui.
Menanam 2 tanaman, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih sehingga memaksimalkan pemasukkan untuk
para petani (Mahajir 2008).
b. Subsistem Tegal/Talun
Pada subsistem tegal didapat melalui pengamatan dengan alat
gps daerah berada pada latitude 7, 39 34,6 LS dan altitude 110 58
14,8 BT, kemudian tinggi tempat 750 m dari permukaan laut.
Sedangkan kemiringan lerangnya 1 % dengan pH tanah 6,9 dan
kelembaban tanah 65%. Untuk kelembaban udaranyy adalah 65% dan
suhu udara 30oC.
Pola tanam campuran atau heterokultur dengan jarak tanam
yang tidak teratur. Pengairan lahan tersebut berasal dari air hujan
yang terdapat di sekitar area tegalan. Tidak adanya input dalam sub
sistem tegal ini dikarenakan lahan ini hanya digunakan sebagai

cadangan. Ketika petani sudah mulai kehabisan lahan maka petani


pada umumnya menggunakannya sebagai alternatif (Widagdo 2000).
Hasil produksi berupa jati dan pohon pohon lainnya tidak di
ambil dan dibiarkan begitu saja. Siklus hara dalam subsistem tegal
berupa siklus hara tertutup karena mendapat asupan hara dari tanah
yang ada. Hara yang ada juga berasal dari hasil tanaman tanaman
yang dibiarkan sehingga jatuh dan menjadi hara bagi tanah
(Sejono 2005).
c. Subsistem Pekarangan
Sub sistem pekarangan berada pada 7 39 32,3 LS dan altitude
110 58 10,9 BT, kemudian tinggi tempat 246 m dari permukaan laut.
Sedangkan kemiringan

lerangnya 4 % dengan pH tanah 6,8 dan

kelembaban tanah 55%. Untuk kelembaban udaranya adalah 65%


dan suhu udara 30oC.
Pengolahan tanah secara manual dengan dicangkul. Diberi
tambahan berupa pupuk kandang dan kompos untuk penggembur
tanah, pengairan tanaman berasal dari air sumur didekat rumah. Pola
tanam campuran/ heterokultur antara beberapa jenis tanaman. Jarak
tanam tak teratur. Jenis tanamannya meliputi hortikultura seperti
mangga, nangka dan tanaman jati. Sisa tanaman berupa ranting dan
daun kering ditimbun digunakan sebagai pupuk kompos. Merupakan
siklus hara terbuka karena adanya penggunaan pupuk kandang dan
kompos selama masa tanam (Soerjani 2007).
Dilihat dari jenis tanaman yang di tanam dapat kita lihat bahwa
tanaman tanaman tersebut tidak memberika keuntungan yang berarti
bagi pemiliknya. Banyaknya jenis tumbuhan dilokasi hanya akan
menjadi plasma nufta. Plasma nufta adalah substansi pembawa sifat
keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan
atau hewan serta mikroorganisme (Soemarwoto 2000).
d. Subsistem Perkebunan Karet

Sub sistem pekarangan berada pada 7 35 57,7 LS dan altitude


111 2 28,4 BT, kemudian tinggi tempat 471 m dari permukaan laut.
Sedangkan kemiringan

lerangnya 8 % dengan pH tanah 6,9 dan

kelembaban tanah 35%. Untuk kelembaban udaranya adalah 60%


dan suhu udara 30oC.
Pola tanam yang diterapkan adalah monokultur dengan jenis
tanaman perkebunan yaitu Hevea brasiliensis (karet). Input yang
digunakan meliputi ZPT . Sedangkan pestisida yang

digunakan

adalah fungisida dan pestisida. ZPT berfungsi untung merangsang


pertumbuhan pada karet. ZPT yang diletakkan dalam botol dan
menggunakan selang kecil untuk menyalurkannya ke tiap pohon karet.
ZPT yang digunakan adalah auksin tiberilin dan sitokinin. ZPT juga
berfungsi untuk memperlama aliran latex sehingga memperlama daya
produksi karet tersebut (Pratiwi 2004).
Jarak tanam yang digunakan pada lahan miring berfungsi untuk
menahan erosi. Karet yang ditemui di perkebunan ada yang tidak di
kikis dan dikikis batangnya, dikarenakan dibutuhkannya bagian yang
tidak dikikis untuk hidup. Dari perkebunan karet ini dihasilkan getah
karet (lateks) dalam bentuk cair dan Lem dalam bentuk kering. Sisa
tanaman berupa seresah dimasukkan dalam rorak yang akan berfungsi
untuk mempersubur tanaman dan isolasi penularan penyakit. Siklus
hara perkebunan karet terbuka karena mendapat tambahan pupuk
organik dan anorganik serta penggunaan pestisida. (Sejono 2005).
e. Subsistem Perkebunan Teh
Sub sistem pekarangan berada pada 7 36 6,9 LS dan altitude 111 7
28,5 BT, kemudian tinggi tempat 929 m dari permukaan laut.
Sedangkan kemiringan lerangnya 9 % dengan pH tanah 6,9 dan
kelembaban tanah 50%. Untuk kelembaban udaranya adalah 60,5%
dan suhu udara 29oC.
Jarak tanaman pada tanaman ini tidak terlalu diperhatikan.
Pengolahan dan pengeringan tanah dilakukan secara intensif.

Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah sedangkan


pengeringan tanah bertujuan untuk membunuh/mengurangi jasad
renik yang ada pada tanah. Pola tanamnya monokultur sehingga
diversitasnya rendah mengakibatkan stabilitas juga rendah. Karena
rentan terhadap gangguan hama dan penyakit maka perlu tambahan
input berupa pestisida. Tetapi pada perkebunan teh ini tidak
menggunakan pestisida untuk menanggulanginya. Siklus hara
tergolong siklik karena tanah dibiarkan tidak diolah secara teknis,
pupuk dari seresah pohon-pohon besar yang terdekomposisi menjadi
bahan organik (Hidayat 2007).
Vegetasi yang terdapat di lahan adalah pohon suryan. Pohon Suryan
itu sendiri memiliki daun yang jika ditumbuk dan diolah akan
menjadi pestisida organik yang mencegah penyakit pada tanaman.
Lahan yang diamati tidak terdapat rorak. Rorak itu sendiri jika
dibakar akan menciptakan awan yang mencover tanaman dari
inframerah. Inframerah yang dipancarkan atmosfer akan serap oleh
asap (Soerjani 2007).
E. Komprehensif
Air merupakan sumber kehidupan, tanpa air tidak ada makhluk yang
dapat hidup. Begitu juga tanaman,salah satu unsur terbesar tanaman adalah
air yaitu berkisar anatara 90% untuk tanaman muda, sampai kurang dari
10% untuk padi-padian yang menua sedangkan tanaman yang mengandung
minyak , kandungan airnya sangat sedikit. penyiraman harus dilakukan
teratur agar tidak kekurangan. Jika tidak disiram, tanaman akan mati
kekeringan. Air merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1% dari
total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang digunakan untuk
transpirasi tanaman sebanyak 99 %, dan yang digunakan untuk hidrasi 1 %,
termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang lebih
baik. Selama pertumbuhan tanaman membutuhkan sejumlah air yang tepat.
Air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa
dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut

dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam


tumbuhtumbuhan,melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin
adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuk
dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan .
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang
terusmenerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik)
dan pada gilirannya tanaman akan mati. Unsur Hara merupakan senyawa
organis maupun anorganis yang terdapat didalam tanah atau dengan kata
lain, unsur hara merupaka nutrisi yang terkandung di dalam tanah dan
dibutuhkan oleh tanaman. Unsur Hara sangat dibutuhkan untuk tumbuh
kembang tanaman.
Seperti manusia, tanaman memerlukan makanan yang sering disebut
hara tanaman. Berbeda dengan manusia yang menggunakan bahan organik,
tanaman menggunakan bahan anorganik untuk mendapatkan energi dan
pertumbuhannya. Dengan fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon
yang ada di atmosfir yang kadarnya sangat rendah, ditambah air yang
diubah menjadi bahan organik oleh klorofil dengan bantuan sinar matahari.
Unsur yang diserap untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman
dinamakan hara tanaman. Mekanisme perubahan unsur hara menjadi
senyawa organik atau energi disebut metabolsime. Dengan menggunakan
hara, tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya. Fungsi hara tanaman tidak
dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara
tanaman, maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhenti sama
sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang kekurangan atau ketiadaan
suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu orrgan tertentu yang
spesifik yang biasa disebut gejala kekahatan.
Perbedaan perbedaan yang ada pada tiap lahan memperlihatkan
perlakuan, kandungan hara, vegetasi, maupun perawatan. Sawah yang kami
amati memiliki sifat tersendiri yaitu memiliki 2 tanaman yang berbeda.
Talun pada umumnya tidak terlalu diperhatikan dan hanya akan menjadi

cadangan jika petani membutuhkan lahan. Pekarangan yang terdapat di


rumah salah satu warga jika dilihat dari segi ekonominya tidak
menguntungkan sama sekali namun hanya sebagai plasma nufta yang lebih
berfungsi untuk lingkungan sekitar. Perkebunan karet memiliki jarak tanam
pada lahan yang miring yang berfungsi mencegah erosi, zat zat yang
terdapat pada karet berfungsi untuk memperlama daya produksi pada karet.
Perkebunan teh yang diamati menggunakan daun yang terdapat pada pohon
suryan di lahan, menciptakan peptisida organik yang mencegah penyakit
pada tanaman teh. Namun perkebunan teh tersebut tidak membakar rorak
yang berfungsi menciptakan awan yang mencover tanaman dari inframerah
yang dipancarkan atmosfer.
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Sistem tanam ratoo pada sawah adalah menanam tanaman beberapa
kali musim
Plasma nufta dari tanaman di pekarangan menguntungkan lingkungan
sekitar
Talun pada umumnya tidak diperhatikan sehingga tidak ada input
maupun output
ZPT yang digunakan pada karet berfungsi untuk memperlama daya
produksi karet
Rorak yang dibakar akan menciptakan awan yang mencover tanaman

dari inframerah yang dipancarkan oleh matahari


2. Saran
Konsumsi seharusnya disediakan oleh panitia, karena fieltrip itu
sendiri menghabiskan banyak energi dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat 2000. Lahan pertanian dan Macam tanaman. Jakarta : Gramedia.


Kurnia, Undang 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan
kering. Balai penelitian tanah.
Muhajir 2008. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Jakarta : Kanisius.
Nasution, Harmein 2005. Proses Pengelolaan Sumber daya Manusia. Medan :
USUpress.
Pratiwi 2004. Biologi SMA. Jakarta: Erlangga.
Pratiwi 2004. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta : PT Penebar
Swadaya.
Sejono 2005. Agroekosistem Tegal. J. Pengantar Ilmu Pertanian 8(8): 34-41.
Soemarwoto 2000. Ekosistem .www.fp.ugm.ac.id. Diakses 6 April 2014.
Soerjani 2007. Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Sumardi 2007. Jurnal Respon Padi Sawah pada Teknik Budidaya Secara Aerobik
dan Pemberian Bahan Organik. Bengkulu. Vol. 10 No. 1.
Supriyono 2002. Pengantar Ilmu Pertanian. Surakarta : UNS.
Tejasarwana 2001. Konservasi tanah. http://id.wikipedia.org/wiki/konservasi
tanah.htm. Diakses pada tanggal 10 Mei 2014.
Yanto, J 2008. Fungsi Talun. Surabaya : Merpati
Widagdo 2000. Konservasi lahan talun. Erlangga : Jakarta
Nasrudin 2005. Agroekosistem Lahan Gambut. http://faizbarchia.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2014.
FORMAT DAPUS!!
Nama pengarang tahun. Judul buku(italic). Kota: penerbit
Nama pengarang tahun. Judul artikel. Nama jurnal( italic). No(edisi): halaman
Nama pengarang tahun. Judul website. Website (italic). Diakses pada.

Anda mungkin juga menyukai