2.1
Kajian Teoretis
Hakekat Bercerita
Bercerita berasal dari kata cerita. Cerita adalah jenis sastra yang ditulis dan
ditertibkan untuk anak atau lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Kata
cerita mengacu pada suatu yang diungkapkan dalam aktivitas bercerita.
Takdioratun (2005:1) mengatakan bahwa pengertian cerita yaitu: (1) tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal peristiwa, kejadian dan
sebagainya; (2) karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman penderitaan
orang, kejadian dan sebagainya, baik sungguh-sungguh maupun rekaan belaka; (3)
sebagai
interaksi,
merupakan
suatu
pandangan
yang
bahwa bercerita adalah komunikasi dalam bentuk percakapan atau tertulis. Setiap
orang dalam suatu komunitas secara verbal dalam menyampaikan pesan atau
informasi. Kegiatan bercerita dilakukan dengan menggunakan kata-kata untuk
menyatakan ide. Gaya dalam berkomunikasi disesuaikan dengan situasi dan lawan
bicara.\
2.1.5
siswa, sebagai sarana pendidikan bahasa siswa, sebagai sarana pendidikan daya
pikir siswa, sebagai sarana memberikan pengalaman batin dan hasanah
pengetahuan siswa dan sebagai sarana hiburan dan pencegahan kejenuhan.
Manfaat kegiatan bercerita terdiri dalam beberapa kategori. Menurut
Mulyana (2005:63) bahwa kategori manfaat bercerita dibagi menjadi empat, yaitu
bercerita secara sosial, bercerita secara ekspresif, bercerita secara ritual dan
bercerita secara instrumental. Manfaat bercerita sebagai komunikasi sosial
setidaknya mengisyaratkan bahwa kegiatan bercerita itu penting untuk
membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain
lewat cerita yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang
lain. Melalui kegiatan bercerita kita bekerja sama dengan anggota masyarakat
untuk mencapai tujuan bersama.
Manfaat kegiatan bercerita secara ekspresif yakni untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama diceritakan
melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira,
sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun
bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal (Mulyana,
2005:64).
Dijelaskan pula oleh Mulyana (2005:63) bahwa manfaat kegiatan bercerita
instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan,
mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga
menghibur. Sebagai instrumen, cerita tidak saja kita gunakan untuk menciptakan
dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.
Kegiatan bercerita bermanfaat sebagi instrumen untuk mencapai tujuantujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka
panjang.
Tujuan
jangka
pendek
misalnya
untuk
memperoleh
pujian,
berbahasa,
mengembangkan
aspek
moral,
mengembangkan
Kelebihan
model
jigsaw
yakni
pengelompokan
semacam
ini
terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses
analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana. Memungkinkan peer
instruction dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari
bab-bab yang tidak mereka baca.
Sedangkan kekurangan model jigsaw yakni fokusnya sempit (satu bab)
dan kemungkinan akan berlebihan. Selain itu apabila satu peserta tidak membaca
tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/didiskusikan. Potensi untuk
pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi informasi.
Menurut Hasmiati dkk. (2008) bahwa kelebihan model jigsaw adalah (a)
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. (b) Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain, sehingga pengetahuannya jadi
bertambah. (c) Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan
Dijelaskan pula oleh Hasmiati dkk. (2008) bahwa kekurangan model
jigsaw adalah (a) jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan
keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka
dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi. (b) Jika jumlah
anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah. (c) Membutuhkan waktu
yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik
sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.
pula
oleh
Zaini
(2005:59)
bahwa
langkah-langkah
beberapa
pertanyaan
kepada
siswa
untuk
mengecek
hasil penelitian dari Holifatul Fitri (2012) yang berjudul Penerapan Media
Permainan Monopoli untuk Meningkatkan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur
Cerita Pada Siswa Kelas VI SDN Karangbesuki I Malang.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan media
permainan monopoli mampu meningkatkan proses mengidentifikasi unsur cerita
yang meliputi tokoh, watak, latar, tema dan amanan cerita. Pada aspek
bahwa kemampuan siswa kelas VI SDN 10 Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh
dalam mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat cerita anak yang
dibacakan tergolong baik.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Dwika Wulandari (2011) memiliki
kemiripan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis yakni pada
variabel penelitian yakni mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat
cerita anak. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang akan dilaksanakan
terletak pada jenis penelitiannya dan subyek penelitian. Penelitian sebelumnya
berbentuk kualitatif sedangkan penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas
(PTK).
2.3
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori sebelumnya maka hipotesis yang dapat diajukan
yakni jika guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw maka
kemampuan mengidentifikasi tokoh dalam cerita pada siswa kelas V SDN 8
Telaga Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan.
2.4
Indikator Kinerja
Indikator
kinerja
keberhasilan
dalam
penelitian
ini
adalah
dapat