Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ginjal, ureter, kantung kemih dan uretra membentuk system urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam-basa cairan
tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolisme dari dalam darah. Urine yang
terbentuk sebagai hasil dari proses diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam
kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat
urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urine akan diekskresikan dari dalam tubuh
lewat uretra. Meskipun cairan dan elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada
organ lain yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam-basa, namun organ
yang mengatur lingkungan ki8mia internal tubuh secara akutat adalah ginjal. Fungsi
ekskresi ginjal diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Namun demikian,
berbeda dengan system kardiovaskular dan respiratorius, gangguan total fungsi ginjal
tidak menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Dialysis (ginjal artificial)
dan bentuk-bentuk terapi lainnya dilakukan untuk mengganti ungsi-fungsi tertentu
dari ginjal (Smeltzer,2001).
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia berkembang cepat. Laju filtrasi
glomerulus yang menurun cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat
sebanyak 0,5 mg/ dl/ hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/ dl/ hari
dalam beberapa hari. ARF biasa disertai oleh oliguria (keluar urine < 400 ml/ hari).
Criteria uliguria ini tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata rata diet
orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan
pemekatan urine maksimum sekitar 1200mOsm/ L air,maka kehilangan air obligat
dalam urine adalah 500 ml. oleh karena itu, jika keluaran urine menurun hingga 400
ml/hari, pembebanan zat terlarut tidak dapat dibatasi dan kadar BUN serta kreatinin
meningkat. Namun, oliguria bukan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian
terbaru mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF, keluaran urine

Created by kelompok V/A2

melebihi 400 ml/hari dan dapat mencapai hingga 2 L/hari . bentuk ARF ini disebut
ARF keluaran-tinggi atau non-oligurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala dan
tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang mencerminkan
terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekskresi dan endokrin ginjal. Namun demikian,
osteodistrofiginjal dan anemia bukan merupakan gambaran yang lasim terjadi pada
ARF karena awitannya akut (Sylvia Anderson, 2005).
Laporan lengkap yang pertama mengenai gagal ginjal akut ditulis oleh hackradt
seorang ahli patologi jerman pada tahun 1917, yang menjelaskan keadaan seorang
tentara yang mengalami luka trauma berat. Laporan ini dilupakan orang sampai
terjadinyaperang dunia ke-2, pada saat London mendapat serangan jerman,
didapatkan banyak pasien churh kidney syndrome, yaitu pasien-pasien dengan trauma
berat akibat tertimpa bangunan kemudian meninggal akibat gagal ginjal. Tonggak
yang paling penting adalah dengan dimulainya tindakan hemodialisis pada awal tahun
1950-an yang amat mengurangi kematian karena korban trauma akibat peperangan
dari 90% sampai menjadi 5%. Perkembangan penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa gagal ginjal akut, yang dapat pulih kembali ini terjadi juga pada pasien
abortus, gangguan hemodinamik, kardiovaskuler, sepsis dan berbagai zat nefrotoksik
(Slamet Suyono,2003).
Hal ini ditegaskan menurut penelitian Levinsky dan Alexander (1976), gagal
ginjal akut terjadi akibat penyebab-penyebab yang berbeda. Terjadi 43% dari 2200
kasus gagal ginjal akut berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah, 26% dengan
berbagai kondisi medik, 13% pada kehamilan, dan 9% disebabkan nefrotoksin.
Penyebab gagal ginjal akut dibagi dalam kategori pra-renal, renal, pascarenal (Jan
Tamboyang, 2002).
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui pengertian GGA
2. Untuk mengetahui etiologi GGA
3. Untuk mengetahui klasifikasi GGA
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis GGA
5. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan GGA

Created by kelompok V/A2

BAB II
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
a) Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba biasanya
ditandai dengan peningkatan konsentrasi urea (azotemia) dan serum kreatinin,
oliguria (kurang dari 500 ml urine dalam 24 jam), hiperkalemia, dan sebagai
retensi natrium (Sandra,2002).
b) Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia berkembang cepat (Sylvia Anderson,
2005).
c) Gagal ginjal akut dapat juga didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan urine dalam darah yang disertai produk metabolisme yang lainnya,
yang kerap kali namun tidak selalu disertai oleh oliguria.
d) Gagal ginjal akut adalah kondisi yang memiliki potensi untuk dapat disembuhkan.
e) Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan dimana terjadi suatu penurunan fungsi
ginjal yang cepat sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa nitrogen dalam tubuh.
B. Epidemiologi
1. Gagal ginjal akut lebih sering terjadi insidennya tergantung dari definisi yang
digunakan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika, terdapat
172 kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500
Mikromol/L) dalam perjuta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus Perjuta
yang mendapat dialysis akut.
2. GGA lebih sering terjadi pada umur tua.
3. GGA prerenal dan nekrosis tubular akut iskemik terjadi bersamaan serkitar 75%
pada kasus GGA
C. Etiologi
Penyebab ARF umumnya dibagi dalam tiga kategori diagnostic :
f) Azotemia Prarenal (penurunan perfusi ginjal)
a. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
1) Perdarahan : Operasi besar*, trauma, pascapartum

Created by kelompok V/A2

2) Diuresis berlebihan
3) Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah dan diare.
4) Kehilangan cairan dari ruang ketiga ; luka bakar*, peritonitis,
pangkreatitis.
b. Penurunan sirkulasi arteri yang efektif
1) Penurunan curah jantung: infark miokard, disrimia, gagal jantung
kongestif, tamponade jantung, emboli paru.
2) Vasodilatasi perifer : sepsis*, anafilaksis, obat, anastesi, antihipertensi,
nitrat
3) Hipoalbuminemia : sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer
1) Penghambatan sintesis prostaglandin : aspirin dan obat NSAID lain
2) Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengonversi angiotensin,
misalnya kaptopril
3) Obat

vasokonstriktor

obat

alfa-adrenergik(

misal,norepinefrin);

angiotensin II
4) Sindrom hepatorenal
d. Obstruksi vaskular ginjal bilateral
1) Stenosis arteriginjal, emboli dan trombosis
2) Trombosis vena renalis bilateral
2. Azotemia pascarenal (obstruksi saluran kemih)
a. Obstruksi uretra : katub uretra, struktur utetra
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat* dan karsinoma*
c. Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi)
1) Intraureter: batu, bekuan darah
a. Ekstraureter (kompresi): fibrosis retroperineal, neoplasma kandung kemih,
prostat, atau serviks,ligasi bedah yang tidak disengaja atau cedera
d. Kandung kemih neurogenik
3. Gagal Ginjal Akut Intrinsik
a. Nekrosis tubular Akut

Created by kelompok V/A2

1) Pascaiskemik : syok, septik, bedah jantung terbuka, bedah aorta (semua


penyebab azotemia prarenal berat)
2) Nefrotoksik
a) Nefrotoksin eksogen
i. Nefrotoksin Antibiotik : aminoglikosida,ampoterisin B
ii. Media kontras teriodinasi (terutama pada penderita diabetes)
iii. Logam berat: sisplatin, biklorida mercuri, arsen
iv. Siklosporin: takrolimus
v. Pelarut: tetraklorida, etilene glikol, metanol
b) Nefrotoksin endogen
i. Pigmen intratubular: hemoglobin, mioglobin
ii. Protein intatubular: mieloma multipel
iii. Kristal intratubular: asam urat
b. Penyakit vaskular dan glomerulus ginjal primer
1) Glumerorulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut
2) Hipertensi maligna
3) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait-pembatasan garam
dan air
c. Nefritis tubulointerstisial akut
1) Alergi: beta-laktam (penisillin, sefalosporin), sulfonamid
2) Infeksi (misal, plelonefritis akut) (Sylvia Anderson, 2005).
* Penyebab tersering
D. Klasifikasi
Gagal ginjal akut diklasifikasikan kedalam tiga kategori umum sesuai dengan factorfaktor pencetus dan gejalayang dimanifestasikan oleh penyakit. Kategori ini adalah :
1. Prerenal
Penyebab-penyebab prerenal GGA meliputi kejadian fisiologi yang
mengakibatkan penurunan sirkulasi ( iskemia ) pada ginjal. Yang paling umum
keadaan ini meliputi hipovolemia dan gagal kardiovaskuler ; namun setiap
kejadian lain yang menyebabkan penurunan akut dalam oksigenasi ginjal dapat

Created by kelompok V/A2

masuk dalam kategori ini, yang kadang-kadang digambarkan sebagai prerenal


azotemia (Hudak & gallo, 2002).
2. Intrarenal
Kategori intrarenal GGA meliputi kejadian-kejadian fisiologi yang secara
langsung mempengaruhi fungsi dan struktur jaringan ginjal. Hal ini sering
mencakup kejadian-kejadian yang menyebabkan kerusakan jaringan interstisium
dan nefron. Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan sampah
nitrogen yang dihasilkan dari metabolisme protein. Kerusakan tubulus
menimbulkan ketidakmampuan untuk meningkatkan urine. Juga, bila kondisikondisi yang menyebabkan gagal prerenal mengakibatkan kerusakan jaringan
ginjal (Hudak & gallo, 2002).
3. Postrenal
Karegori postrenal meliputi obstruksi pada aliran urine dari duktis
kolegenitis pada ginjal sampai orifisium uretra eksternal, atau aliran darah vena
dari ginjal. Obstruksi mungkin berasal dari penyebab anatomi atau fuingsional
blok gangglioni yang mengganggu suplei

anatomi ke system perkemihan.

Penyebab-penyebab anatomi biasanya kejadian-kejadian seperti striktur, tumor


atau batu. Obstruksi vena renalis bilateral jarang terjadi, namun juga dikategorikal
sebagai penyebab GGA post renal. Ini sering terlihat sekunder terhadap
neoplasma intra abdomen dan penyebab-penyebab iatrogenic (Hudak & gallo,
2002).
E. Factor risiko
Orang dengan kondisi riwayat penyakit mempunyai resiko yang tinggi
berkembangnya GGA seperti :
1. Hipertensi
2. Gagal Jantugn Kongesif
3. Diabetes
4. Mieloma
5. Infeksi Kronik
6. Gangguan Mieloproliperatif (www.Google.co.id).

Created by kelompok V/A2

F. Tanda dan gejala


1. Tanda
a. Hypertensi
b. Abdomen: tampak membesar, kandung kemih tidak nyeri pada retensi urine
kronik.
c. Dehidrasi dengan hipotensi postural dan tidak ada udemperifer.
d. Pucat, bercak, memar, peteki, purpura, dan hidung berdarah menunjukkan
adanya inflamasi atau penyakit vaskular, emboli atau disseminated
intravaskular Coagulation.
e. Pericardial Rub
2. Gejala
a. Produksi Urine
1) Anuria

yang

tiba-tiba

menunjukkan

adanya

obtruksi

akut,

glomerulonefritis akut dan berat , atau oklusi arteri ginjal akut.


2) Output

urine

mengindikasikan

yang

berkurang

secara

bertahap

kemungkinan

terjadinya striktur uretra atau obtruksi kandung

kemih, misalnya hyperplasia prostat benigna.


b. Mual, muntah
c. Dehidrasi
d. Pusing (www.Depkes.go.id/bank data,2007).
G. Prognosis
1. Prognosisnya lebih dekat di kaitkan dengan penyebab yang mendasari .Pada gagal
ginjal prerenal, koreksi penurunan volume, memonitor tekanan vena sentral ketika
di perlukan ,yang semestinya menghasilkan perbaikan yang segera pada fungsi
ginjal. Namun pertama kali ATN berkembang , dan pada kasus GGA yang lain
,pasien sering mengalami oliguri untuk beberapa hari atau minggu.
2. Jika tidak ada hal yang signifikan pada fungsi ginjal dalam 6 sampai 8 minggu,
hal ini berarti stadium akhir dalam gagal ginjal tetapi pemulihan jarang terlihat.

Created by kelompok V/A2

3. Kelangsungan hidup GGA tergantung penyebab ,dan angka kematian tinggi (4080 % ) pada pasien dengan gagal organ multiple. Kematian mamungkinkan jika
GGA dikaitkan dengan kegagalan lebih dari tiga sistem organ .
4. Dalam suatu komunitas angka kematian pasien GGA lebih rendah ( 10-30%)
5. Prognosis meningkat dengan penanganan yang cepat dan agresif. Hal ini termasuk
koreksi penyebab prerenal seperti hipovolemia atau pemasangan stent melalui
bypass obstruksi pada penyebab post renal .
6. Pasien yang membutuhkan dialysis mempunyai angka kematian yang tinggi hal
ini mencerminkan suatu kondisi yang lebih baik dari hasil pengobatan.
7. Pemulihan dari glomerulonefritis dapat bervariasi .pasien biasanya pulih jika
ditangani dengan segera, tetapi kemungkinan ketergantungan dialysis jika di
tangani tewrlambat atau tidak adekuat.
8. Dengan perawatan yang intensif , angka kematian bervariasi dari 7,5% sampai
40% dan diluar perawatan intensif dari 0 sampai 17 %.
9. Sistem penilaian The Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation II
(APACHE II ) menunjukkan suatu prognosis . pada skor antara 10 sampai 19
angka kematian 60 % tetapi skor di atas 40, angka kematiannya mendekati 100 %.
10. Sistem lain yang membantu mengidentifikasikan prognosis dan untuk membantu
mengklasifikasikan untuk tujuan penelitian disebut RIFLE dan telah di
kembangkan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative Workgroup. 3 item
pertama yaitu resiko, kerusakan dan kegagalan ginjal . Dua yang terakhir adalah
hasil akhir atau kehilangan dan stadium akhir gagal ginjal .
11. Indikator

prognosis

jelek

terdiri

dari

umur

tua

,gagal

organ

multiple,oliguria,hipotensi,sejumlah transfusi dan gagal ginjal kronik yang akut


(www.Medica Store.co.id).
H. Patofisiologi
Pada gagal ginjal akut terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa
buangan, pengaturan cairan dan mempertahankan keseimbangan kimia. Menurut teori
nefron utuh, kehilangan fungsi ginjal normal akibat dari penurunan jumlah nefron
yang berfungsi dengan tepat. Gambaran krusial dari teori ini adalah bahwa

Created by kelompok V/A2

keseimbangan antara glomeruli dan tubulus dipertahankan. Bila junlah nefron


berkurang sampai jumlah yang adekuat untuk mempertahankan keseimbangan
homeostasis, terjadi gangguan fisiologis. Gagal ginjal akhirnya mempengaruhi semua
sistewm tubuh karena ketidakmampuan ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan
untuk membersihkan toksin dari darah (Jan Tamboyang, 2002).
Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan penurunan aliran darah
ginjal dan GFR baik pada percobaan dengan mausia maupun hewan. Tapi tidak
satupun dari mekanisme-mekanisme diatas yang dapat menjelaskan semua aspekaspek GGA yang berpariasi itu. Schier dan Conger (1986) meringkaskan bukti bukti
yang mendukung dan tak mendukung dari masing- masing mekanisme itu. Teori
obstruksi tubulus menyatakan bahwa NTA mengakibatkan deskuamasi dari sel-sel
tubulus yang nefrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silindersilinder yang menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal,
juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan
intratubullus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun. Obstruksi
tubulus dapat merupakn faktor penting pada GGA yang disebabkan oleh logam berat,
etilon glikol atau iskemi berkepanjangan. Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan
bahw filtrasi glomerulus terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar
dari lumen melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk kedalam sirkulasi
peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat.aliran
darah total (RBF) dapat berkurang 30% dari normal pada GGA oliguria. Tindakan
RBF ini dapat disertai GFR yang besar. Hal ini dapat dilihat pada ginjal normal kirakira 90% darah didistribusi di korteks dan 10% menuju ke medula. Ginjal dapat
memekatkan kemih dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA perbandingan
antara distribusi korteks dan medula ginjal menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia
relatif pada kortes ginjal. Iskemik ginjal dapat mengaktifasi sistem renin-angiotensin
dan memperberat iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin
tinggi ditemukan pada korteks luar ginjal tempat dimana iskemia paling berat terjadi
selama terberlangsungnya GGA pada manusia (Slamet Suyono, 2001).

Created by kelompok V/A2

Hipovolemia

Nefrotoksin

Vasokontriksi

Kerusakan
Tubulus

RBF

Obstruksi

Gangguan
fungsi
glomerulus

Gangguan
sekresi filtrasi

GFR

Retensi air dan


zat terlarut
Gambar . Patofisiologi GGA
I. Manifestasi klinis

Oliguria, anuria jarang ditemukan kecuali jika terjadi obstruksi, edema, gelisah,
kongesti sirkulasi darah aritmia jantung karena hiperkalemia, kejang yang
disebabakan

hiponatremia

atau

hipokalsemia

takhipnea

akibat

asidosis

mertabolik.

Letargi

Pucat

Kejang

Muntah

Tidak mau makan atau anoreksia

Created by kelompok V/A2

10

Meningkatnya BUN dan kreatinin

Secara Klinis GGA dibagi dalam 3 fase yaitu:


1) Fase Oliguria /anuria
Jumlah urin berkurang hingga 10 ml sehari, pada bayi, anak-anak berlangsung
selama 3 sampai 5 hari, tedapat gejala-gejala uremia (pusing, muntah, apatis,
rasa

haus,

pernapasan

kussmaul,

anemia,

kejang).

Hiperkalemia,

hiperfostatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.


2) Fase Diuretik
Pada fase ini urine bertambah setiap hari hingga menjadi poliuria. Hal ini
disebabkan karena kadar ureum tinggi didalam darah (diuresis osmotik) faal
tubulus belum baik, pengeluaran cairan berlebihan. Terjadi hiponatremia
karena kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lamanya fase ini
berlangsung selama 2 minggu.
3) Fase Penyenbuhan atau Fase paska Diurretik
Pada fase ini poliuria berkurang demikian juga gejala uremia, fungsi
glomerolua dan tubulua berangsur-angsur membaik (Sandra M,2002).
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat munculnya gejala-gejala yang berhubungan dengan glomerulomfritis,
uropati obstruktif, tertpapar oleh zat-zat nefrotoksik.
2. Laboratorium,

yang

menunjukkan

gangguan

fungsi

ginjal(hiperkalemia,

hiponatremia, asidosis metabolic, hipokalsemia, anemia, asotemia).


3. Pemeriksaan BUN dan kreatinin.
4. Scan renal.
5. Urine :
a) Volume biasanya < 400 ml/24 jam
b) Warna : memerah, kotor, sedimen kecoklatan
c) Bj < 1.020
d) PH : lebih besar 7,35
e) Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg
f)Natrium : biasanya menurun ttapi dapat lebih dari 40 mEg/L

Created by kelompok V/A2

11

g) Bikarbonat : meningkat bila ada asidosis metabolic.


h) SDM : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor
i) Protein : Proteinuria derajat tinggi (3 4 + )
j) Warna tambahan : biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi.
6. Darah :
a)

HB : menurun pada adanya anemia

b)

SDM : sering menurun

c) PH : asidosis metabolik
d) BUN / kreatinin meningkat pada proporsi rasio 10 : 1
e) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg
f) Kalium : meningkat karena adanya retensi
g) Natrium : biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi
K. Penatalaksanaan
Sejumlah daftar NSF merupakan petunjuk untuk penatalaksaan yang baik dengan
harapan gagal ginjal akut tersebut dapat cepat diidentifikasi dengan pengobatan yang
cepat dan tepat.
1. Kontrol akut pada keseimbangan cairan ( hindari volume yang berlebihan atau
kurang )
a. Penilaian yang akurat pada output urine penting untuk mencegah volume
berlebih atau kurang.
b. Kebanyakan pasien adalah oliguri dan secara umum diberikan volume cairan
yang sama dengan output hari sebelumnya, tambahan ekstra paling sedikit 500
ml jika ada deman.
c. Situasinya dapat berubah dengan cepat dan oleh karena itu penilaian klinik
dilakukan setiap hari, dibuthkan pengukuran berat badan dan monitor CVP
d. Diuretik tidak mengubah pengeluaran rutin pada GGA tetapi deuretik dosis
tinggi dapat merubah GGA Ogliguri menjadi GGA tampa Ogliguri, yang
bermanfaat jika dianalysis tidak tersedia. Dosis furosemik dapat dipakai 100
mg perhari. Dalam hal ini angka kematian meningkat pada orang yang
meneruma deuretik tetapi hal ini mencerminkan tingkat keparahan penyakit
dibandingkan efek sampingnaya. Pengguanaan deuretik membutuhkan
evaluasi yang lebih lanjut.
e. Udem paru: dibutuhkan oksigen konsentrasi tinggi, morfin IV, furosemik (250
mg), dosis tinggi diberikan lebi dari 1 jam. Dapat juga dilakukan hemodialis
atau hemofiltrasi, ventilasi tekanan positif jalan nafas dan venaseksi (100-200
ml ) jika pasien dalam keadaan ekstremis.
f. Jika terdapat hipotensi, noradrenalin dan pasopressin dan sodium, pemberian
nutrisi.
g. Tidak ada kejadian untuk penggunaan influse dopamine dosis rendah.
Created by kelompok V/A2

12

2. Pengukuran setiap hari serum elektrolik, pembatasan penggunaan potassium dan


sodium, pemberian nutrisi.
a. Pembatasan potassium sekarang ini selalu dibutuhkan dan terbatas kurang dari
50 mmol/hari.
b. Hyperklemia akut dapat ditangani dengan infus dextros/insulin dan kalsium
glukonas.
c. Dalam jangka waktu yang lama, ikatan potassium dapat digunakan jika
dianalysis tidak tersedia dengan cepat.
d. Pemberian sodium seharusnya terbatas pada 80 mmol/hari, tergantung dari
banyaknya kehilangan cairan.
e. Asidosis dapat diatasi dengan pembatasan protein, oleah karena itu
pemberian perhari paling sedikit 1 g protein dan kualitas tinggi perkilo gram
berat badan
yang di perlukan untuk pemeliharaan nutrisi yang adekuat.
f. Penting untuk pemeliharaan nutrisi yang adekuat, lebih baik melalui rute
enteral, tetapi dengan parenteral nutrisi jika diperlukan.
g. Ekskresi postaf terganggu pada ginjal oleh karena itu pembatasan diet sangat
diperlukan. Gagal ginjal dengan poliuri diberikan suplemen intra vena cairan,
potassium, dan posfat.
h. Sodium bikarbonat dapat digunakan untuk menanagani asidosis, tetapi dapat
menjadi lebih buruk jika sodium berlebihan.
i. Keseimbangan nitrogen dapat menjadi kompleks, khususnya hyperkatabolik
dan kemungkinan pendarahan gastrointestinal, dan diare.
3. Pencegahan Infeksi.
a. Pasien gagal ginjal mudah terkena infeksi.
b. Sepsis penyebab 30% samapai 70 % kematian pada pasien dengan nekrosis
tubular akut. Oleh karena itu pemantauan sepsis sanagt penting, hindari infus
intravena, kateter kandung kemih, respirator dianjurkan.
4. Gangguan haemostasis: pendarahan aktif membutuhkan ;
a. Tranfusi darah
b. Demopressin intravena: peningkatan aktivitas pembekuan faktor VII. Pada
gagal ginjal akut terdapat pemendekan waktu pendarahan. Dosis ulang
memberikan efek yang lebih sedikit.
c. Fresh frozen plasma dan platelet.
5. Pencegahan perdarahan gastrointestinal
Perdarahan gastrointestinal berpotesial menyebabkan kematian pada GGA,
penanganan propilaksis untuk mengurangi sekresi asam yang pada umumnya
diindikasikan.
6. Perhatikan dosis obat dan hindari obat obat nefrotoksik
a. Dosis harus di atur dan di pantau sesuai dengan level obat.
b. Obat nefrotoksik seperti NSAIDs dan aminoglikosida, semestinya di hindari
7. Penanganan spesifikyang tepat berdasarkan penyakit intrinsik ginjal.
a. Trombosis akut arteri renal ( pada fungsi satu ginjal ) dapat ditangani dengan
pembedahan atau dengan angioplasty dan stenling.

Created by kelompok V/A2

13

b. Peritoneal dialysis biasanya di gunakan jika hemodialisis tidak tersedia .


c. Pada pasien yang secara hemidinamik tidak stabil , tehnik dialisis yang
berkesinambungan ( misalnya hemodiafiltrasi ) lebih baik daripada
hemodilisis intemintten dan lebih efektif dikontrol keseimbangan cairannya .
8. Indikasi dialysis pada gagal ginjal akut.
a. Adanya gambaran klinik urinema ( misanya perikarditis gastritis, hipotermia ,
serangan yang tiba tiba atau encephalopathy )
b. Retensi cairan yang berakibat udem paru : ketidak mampuan untuk
menurunkan volume yang berlebih dengan diuretik dengan volume urine di
bawah 200mL dalam 12 jam.
c. Hiperkalemia berat ( potassium di atas 6,5 mmol/L atau di bawah 120
mmol/L)
d. Gangguan asam basa yang berat (pH dibawah 7,0) yang tidak dapat dikontrol
dengan sodium bikarbonat.
e. Gagal ginjal yang berat ( urea lebih dari 30 mmol/L, kreatinin lebih dari 500
mikromol /L).
f. Keracunan obat yang dapat dialisis (www.Depkes.go.id/bank data,2007).

Created by kelompok V/A2

14

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Apakah pernah menderita penyakit ginjal ( glomerolu-nefritis, nekrosis
tubular, obstruksi pembuluh darah ginjal )
b. Apakah pernah ada obstruksi saluran kemih
2. Pengkajian fisik
a. Tanda vital
b. TB BB
c. Keadaan umum klien
d. Pengkajian mulai ujung rambut sampai ujung kaki
e. Region Costovertebralis, region Supra pubik
3. Sirkulasi
a. Hipotensia/hipertensi
b. Distrimia jantung
c. Nadi lemah, hipotensi ortostatik
d. Edema jaringan (termasuk periorbital,dll)
e. Pucat, kecenderungan perdarahan
f. Distensi vena jugularis, nadi kuat
4. Neurosensori
a. Gangguan status mental
b. Kejang, faskikulasi otot aktifitas kejang
c. Sakit kepala, penglihatan kabur
d. Kram otot/ kejang
5. Pernapasan
a. Napas pendek
b. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi pernapasan, kedalaman
c. Batuk produktif : sputum kental, merah-muda

Created by kelompok V/A2

15

6. Eliminasi
7. Perubahan warna urine
a. Perubahan pola berkemih ( peningkatan frekuensi,poliuria,oliguria )
b. Disuria, ragu-ragu, dorongan, retensi
c. Abdomen kembung, diare, konstipasi
d. Riwayat hyperplasia prostate, batu
8. Makanan/cairan
a. Perubahan turgor kulit/kelembaban
b. Edema
c. Mual,muntah,anoreksia,nyeri ulu hati
d. Peningkatan atau penurunan BB (edema,dehidrasi)
e. Diet yang diberikan
f. Penggunaan deuretik
9. Nyeri/kenyamanan
a. Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
b. Nyeri tubuh,sakit kepala
10. Aktifitas & istirahat
a. Keletihan
b. Kelemahan
c. Malaise
d. Susah tidur, mudah terbangun
e. Kelemahan otot, kehilangan tonus
11. Keamanan
a. Adanya reaksi transfuse
b. Demam
c. Petekie, area kulit ekimosis
d. Pruritus, kulit kering

Created by kelompok V/A2

16

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
ginjal,retensi air.
2. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi, edema ,
perdarahan pada traktus urinarius.
3. Risiko penurunan cardiac output berhubungan dengan kelebihan cairan,
ketidakseimbangan elektrolit asidosis berat, efek uremik
4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan diet, peningkatan
kebutuhan metabolic
5. Risiko infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunology, tindakan
infasif, malnutrisi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,
salah interpretasi informasi
C. PERENCANAAN/INTERVENSI
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan
yang telah dirumuskan sebagai berikut :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium
mendekati normal, berat jenis nornal, tanda vital dalam batas normal,
tidak ada edema.
Intervensi
a. Awasi denjut jantung, TD, dan CVP.
Rasional : Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urine, (2) pembatasan cairan berlebihan selama
mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria
gagal ginjal, dan atau

(3) perubahan pada system rennin-

angiotensin. : pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji


volume intravaskuler, khususnya pada pasien dengan fungsi
jantung buruk.

Created by kelompok V/A2

17

b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat. Termasuk cairan tersembunyi


seperti adiktif antibiotic. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak
kasat mata, contoh berkeringat.
Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal fungsi ginjal, kebutuhan
pengggantian cairan, dan oenurunan resiko kelebihan cairan.
Catatan : Hipervolemia terjadi pada fase anurik pada GGA.
c. Awasi berat jenis urine.
Rasional : Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine.
Pada

gagal intra renal, berat jenis biasanya sama/kurang dari

1,010 menunjukkan kehilangan kemampuan untuk memekatkan


urine.
d. Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel.
Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam. Berikan bervariasi
contohnya panas, dingin, beku.
Rasional : Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan
kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunakan rasa
kekukrangan dan haus.
e. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakian yang sama.
Rasional : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status
cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per hari
di duga ada retensi cairan .
f. Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena GGA, contoh memperbaiki
perfusi jantung, memaksimalkan curah jantung, menghilangkan obstruksi
melalui pembedahan.
Rasional : Mampu mengembalikan ke fungsi normal dari disfungsi ginjal atau
membatasi efek residu.
g. Berikan/batasi cairan sesuai indikasi
Rasional : Manajemen cairan diukur untuk mengganti pengeluaran dari
semua sumber ditambah perkiraan kehilangan yang tak tampak
(metabolisme dan diaporesis). Gagal prerenal(azotemia) diatasi
dengan penggantian cairan dan/atau vasopresor. Pasien oliguria

Created by kelompok V/A2

18

dengan volume sirkulasi adekuat atau kelebihan cairan yang


takresponsif terhadap pembatasan cairan dan diuretik memerlukan
dialisis.

a. Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi


Rasional

Dilakukan

untuk

ketidakseimbangan

memperbaiki

elektrolit,

kelebihan

asam/basa,

dan

volume,
untuk

menghilangkan toksin.
2. Nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan : mengurangi rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri dan gangguan rasa nyaman (disuria, rasa terbakar saat
urinasi, nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen, nyeri pada pinggang,
spasme kandung kemih).
Rasional : Memberikan data dasar untuk mengevaluasi keberhasilan
intervensi dan progresivitas dispungsi.
b. Anjurkan asupan cairan (kecuali jika terdapat kontraindikasi).
Rasional : Meningkatkan urine yang encer dan pembilasan traktus urinarius
inferior.
c. Anjurkan rendam duduk dalamair hangat.
Rasional : Meredakan gangguan rasa nyaman setempat dan meningkatkan
relaksasi.
d. Laporkan peningkatan rasa nyeri pada dokter.
Rasional : Dapat menunjukkan progrevitas disfungsi, kambuhnya disfungsi,
atau tanda-tanda yang tidak diharapkan (misal; perdarahan, batu
ginjal).
e. Berikan analgesik dan antispasmodik seperti yang diresepkan untuk
mengurangi nyeri dan spasme.
Rasional : Dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dan spasme.

Created by kelompok V/A2

19

f. Kaji pola urinasi serta praktek hygiene dan menyampaikan intruksi tentang
pola urinasi serta praktek hygiene yang direkomendasikan.
Rasional : Pengosongan kandung kemih yang tertunda dan praktek higiene
yang buruk turut menimbulkan gangguan rasa nyaman serta nyeri
yang terjadi sekunder akibat disfungsi renal atau traktus
urinarius.

3. Risiko penurunan cardiac output


Tujuan : Untuk mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut
jantung/irama dalam batas normal pasien, nadi perifer kuat, sama
dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi
a. Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Kelebihan volume cairan, disertai dengan hipertensi (sering
terjadi pada gagal ginjal) dan efek uremia, meningkatkan kerja
jantung dan dapat menimbulkan gagal jantung. Pada GGA, gagal
jantung biasanya dapat kembali.
b. Observasi EKG untuk perubahan irama
Rasional : Perubahan pada EKG dapat menjadi bukti pada respons terhadap
berlanjutnya

gagal

ginjal/akumulasi

toksin

dan

ketidak

seimbangan elektrolit.
c. Auskultasi bunyi jantung
Rasional : Terbentuknya S3 dan S4 menunjukkan kegagalan.
d. Kaji warna kulit, membran mukosa, dan dasar kuku. Perhatikan waktu
pengisian perifer.
Rasional : Pucat mungkin menunjukkan vasokontriksi atau anemi. Sianosis
mungkin berhubungan dengan kongesti paru dan/atau gagal
jantung.

Created by kelompok V/A2

20

e. Perhatikan terjadinya nadi lambat hipotensi, kemerahan, mual/muntah, dan


penurunan tingkat kesadaran (depresi SSP).
Rasional : Penggunaan obat (antasida) mengandung maknesium dapat
mengakibatkan

hipermagnesemia,

potensi

disfungsi

neuromuskular dan risiko henti nafas/jantung.


f. Selidiki laporan kram otot, kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot,
hiperefleksia.]
Rasional : Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga
mempengaruhi kontraktilitas dan kerja jantung.
g. Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan beri bantuan
dengan perawatan dan aktifitas yang diinginkan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
h. Awasi pemeriksaan laboratorium (kalium, kalsium serta magnesium).
i. Berikan batasan cairan sesuai indikasi
Rasional : Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi dan fungsi otot
miokardial.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan
oleh situasi individu, bebas edema.
Intervensi
a. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, intekritas
mukosa

mulut,

kemampuan

menelan,

adanya

bising usus, riwayat

mual/muntah atau diare.


Rasional : Berguna dalam mendefenisikan derajat masalah dan intervensi
yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
Rasional : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Anjurkan makan sedikit dan sering

Created by kelompok V/A2

21

Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.


e. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabilik dan diet.
f. Bicarakan

dengan

tim

medis

untuk

jadwal

pengobatan

1-2

jam

sebelum/setelah makan.
Rasional : Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
samping obat.
g. Awasi pemeriksaan laboratorium (BUN,albumin serum,natrium, kalsim).
Rasional : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.
5. Risiko infeksi
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko
penyebaran infeksi.
Intervensi
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf.
Rasional : Menurunkan risiko kontaminasi silang.
b. Hindari prosedur infasif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap,
kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat/memanipulasi
IV/area invasif. Ubah sisi/balutan per protokol. Perhatikan edema, drainase
purulen.
Rasional

Membatasi

introduksi

bakteri

kedalam

tubuh.

Deteksi

dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis.


c. Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatan perawatan perinal. Pertahanan
sistem drainase urine tertutup dan lepaskan kateter tak menetap sesegera
mungkin.
Rasional : Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK asenden.
d. Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering.
Rasional : Mencegah atelektaktis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan
resiko infeksi paru.

Created by kelompok V/A2

22

e. Kaji integritas kulit (Rujuk ke DK: gagal Ginjal: Kronis, DK: Integritas kulit,
Kerusakan).
Rasional : Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
f. Awasi tanda vital.
Rasional : Deman dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda
peningkatan
meskipaun sepsis

laju

metabolik

dan

proses

inflamasi,

dapat terjadi tanpa respon deman.

g. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh SDP dengan difensial.


Rasional : Meskipuan peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum,
leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukkan
inflamasi/cedera pada ginjal, perpindahan diferensial
kekiri

menunjukkan infeksi.
h. Awasi spesimen untuk kultur dan sentivitas dan berikan anti biotik tepat sesuai
indikasi.
Rasional : Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu
pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

6.

Kurang pengetahuan
Tujuan : Pasien mempunyai pengetahuan serta pemahaman mengenai prosedur
serta tes diagnostik serta perilaku yang diharapkan.
Intervensi

a. Kaji tingkat pemahaman pasien yang paling akhir mengenai tes diagnostik dan
prosedur yang akan dilaksanakan.
Rasional : Memberikan dasar bagi penjelasan serta pendidikan selanjutnya
dan memberikan indikasi mengenai persepsi pasien terhadap
prosedur pemeriksaan.
b. Berikan penjelasan yang faktual tentang tes diagnostik dengan istilah dan bahasa
yang dipahami pasien.
Rasional : Pemahaman terhadap apa yang disampaikan akan meningkatkan
kepatuhan dan kerjasama pasien.
c. Kaji pemahaman pasien terhadap hasil-hasil tes setelah tes diagnostik dilakukan.

Created by kelompok V/A2

23

Rasional : Kekhawatiran dapat mengganggu kemampuan pasien untuk


memahami informasi dan hasil-hasil tes yang disampaikan dokter
dan petugas kesehatan lainnya.
d. Kuatkan kembali informasi yang telah disampaikan kepada pasien mengenai
hasil-hasil tes dan implikasi bagi perawatan tingkat lanjut.
Rasional : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjelaskan
masalahnya dan mengantisifasi perawatan tindak-lanjut.

Created by kelompok V/A2

24

Anda mungkin juga menyukai