Anda di halaman 1dari 19

TUGAS TUTORIAL MINGGU III

ARTIKEL TENTANG CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING


MODEL

Mahasiswa : Kustandi
NIM : 822871735

UPBJJ-UT KOTA BANDUNG


2015.1

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang
(siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini
dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum
tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa
kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep
matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini
digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di
sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat
berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka
bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari
masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah
pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang
cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan
makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks
kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar
informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka
pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka
panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota masyarakat.

Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya


ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru
sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka
mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar
mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan
mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran
kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang
kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat
lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta
mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan
kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan,
serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang
dinamis

dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif

pemahamannya.
Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan
bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks
dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta
menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang
konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan
bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga
gedung saat terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas
kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran
AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap
lingkungan.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti
tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di

alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip


Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu
di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL
prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali
keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan
masyarakat

dan

dengan

lingkungan.

Prinsip

kesaling-bergantungan

mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat,


saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan
mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalamanpengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik
yang tinggi.
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari
alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan.
Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi
bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu,
berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk
selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur,
dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa
untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab
atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan,
mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan
dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan
diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat
pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan
keterbatasan kemampuan.

Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual


guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya
adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi.
Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar
(KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered.
Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2)
Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat
tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep
atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang
pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup
mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana
hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan
pelaksanaannya.
Kurikulum

dan

pengajaran

yang

didasarkan

pada

strategi

pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk


pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama,
dan Mentransfer.
MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau
mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep
baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian,
mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks
pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian seharihari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi
tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan

pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah


terhadap permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami.
Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat
memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentukbentuk penelitian aktif.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam
konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep
ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi
siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan
berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam
pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak
membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara
kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit
bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa
mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan
yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi
dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim
tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting
untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau
mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari
siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual


(CTL)

memiliki

(constructivism),

tujuah

komponen

menemukan

utama,

(Inquiry),

yaitu

konstruktivisme

bertanya

(Questioning),

masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi


(reflection),

dan penilaian

yang

sebenarnya

(Authentic). Adapaun

penjelasannya sebagai berikut:


1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan
landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses
belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari
kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi
(observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang
selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama
pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1)
menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian
pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi
pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat
belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari

orang lain. Hasil belajar diperolah dari sharing antar teman, antar
kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi
apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat
dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5.

Pemodelan

membahasakan

yang

(Modeling).
dipikirkan,

Pemodelan

mendemonstrasi

pada

dasarnya

bagaimana

guru

menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru


inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa
dan juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau
respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa
yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL,
gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus
penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta
penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning


1. Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa
materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi
yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran
CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui mengalami bukan menghafal.
2. Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam
metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan
dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang
sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar

seseorang

akan

dipengaruhi

oleh

tingkat

perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.


2. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur
atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai
dengan tahap perkembangannya.

3. Guru

memberikan

kesempatan

kepada

siswa

untuk

menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan mengajak


siswa

agar

dengan

menyadari

dan

dengan

sadar

menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar.


Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar
tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.

Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


(CTL)

A.Pengertian
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan
fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL
disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
masyarakat.

B.Rasional
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah
pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu
mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan
fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal,
mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap
diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan
rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan
jaman.

C. Pemikiran Tentang Belajar

Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri,


mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan
itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan
pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru
mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar.
Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di
panggung guru mengarahkan dari dekat.
D. Komponen Pembelajaran CTL
Beberapa komponen pembelajaran CTL adalah
1. Konstruktivisme
Merupakan salah satu komponen Pembelajaran Kontekstual (CTL).
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru

berdasar pada pengetahuan awal


Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi

bukan menerima pengetahuan


Siswa belajar sedikit-demi sedikit dari konteks terbatas.
Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya.
Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman
belajar bermakna.

2. Inquiry
Inquiry merupakan :
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan

merumuskan teori, baik perorangan maupun kelompok.


Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk
memahami konsep/fenomena.

Mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir

kritis.
3. Questioning
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai

kemampuan berpikir siswa


Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam

pembelajaran yang berbasis inquiry


Bagi Guru
- Menuntun siswa berpikir,
- Mengecek pemahaman siswa,

- Membangkitkan respon siswa.


Bagi Siswa
- Menggali informasi,
- Menghubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki,

- Memecahkan masalah yang dihadapi.


4. Learning Community
Masyarakat Belajar atau Learning Community:
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar

sendiri
Tukar pengalaman
Berbagi ide
Berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain.
Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
Hasil pembelajaran secara kelompok akan lebih baik daripada

belajar sendiri.
Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam

kelompok.
5. Modeling
Modeling atau Permodelan:
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir,

bekerja dan belajar


Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa
mengerjakannya

Membahasakan gagasan yang Anda pikirkan.


Mendemonstrasikan bagaimana Anda menginginkan para

siswa untuk belajar.


Melakukan apa yang Anda inginkan agar siswa melakukan.
Guru bukan satu-satunya contoh bagi siswa.
Model berupa orang, benda, perilaku, dll.
6. Authentic Assesment
Authentic Assessment atau Penilaian sebenarnya:
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
Penilaian produk (kinerja)
Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
Menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber.
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
Mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan.
Proses dan produk kedua-duanya dapat diukur.
7. Reflection
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
Menelaah dan merespon terhadap kejadian, aktivitas, dan

pengalaman.
Mencatat apa yang telah kita pelajari, bagaimana kita

merasakan ide-ide baru.


8. Metode Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan
kelompok -kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk
memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompokkelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah
melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik
pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman
yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan


pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam
kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa

yang

memiliki

kemampuan tinggi, sedang dan rendah,


3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari
beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka
diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari
pada perorangan.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling
tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut
Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan
hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap
anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk
bekerjasama

pada

suatu

tugas

bersama

dan

mereka

harus

mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.


Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan
pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik,
dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa
yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang
mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan
yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat
menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar

belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan


akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran
kooperatif ialah

untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif


bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk
bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang
positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu
memberikan

peningkatan

hasil

belajar

yang

signifikan.

Cooper

mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara


lain:
1. siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif
dalam pembelajaran,
2. siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi,
3. meningkatkan ingatan siswa, dan
4. meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
Menurut Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa
mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam
kelompoknya,
3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama di antara anggota kelompoknya,

5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan


yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok,
6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya, dan
7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar mengajar yang
bermanfaat dengan jalan mengelompokkan siswa dengan kemampuan
yang berbeda-beda kedalam kelompok-kelompok kecil.
Menurut Johnson dan Johnson (dalam Mulyono Abdurahman,
1999:123) ada empat elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
b. Interaksi tatap muka
c. Akuntabilitas individual
d. Ketrampilan dalam menjalin hubungan interpersonal
Besar kelompok dalam pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari
dua sampai enam anak. Menurut Mulyono Abdurahman (1999:125),
mengatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan besarnya kelompok belajar, yaitu
(1) kemampuan anak
(2) kesediaan bahan
(3) Ketersediaan waktu.

Pengelompokan anak dalam pembelajaran kooperatif hendaknya


secara heterogen, sehingga kelompok memilih anggota yang tergolong
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman,
dan pengembangan ketrampilan sosial. Salah satu aspek penting
pembelajaran

kooperatif,

disamping

membantu

mengembangkan

tingkah laku kooperatif, secara bersama membantu siswa dalam


pembelajaran akademis mereka. Hal ini sesuai dengan penalitian Slavin
dalam bukunya Ibrahim, Muslimin, dkk, 2000:16. Simpulan dan hasil
penilitian tersebut adalah Dari 45 laporan, 35 diantaranya menunjukkan
hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibanding dengan
kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan pembelajaran kooperatif
lebih unggul dalam peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan
pengalaman belajar individual.
Dari hasil penelitian Johnson dan Johnson dalam bukunya Nur, dkk,
(2003:63) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran
kooperatif antara lain sebagai berikut:
a.Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian soal
b. Mengembangkan siswa melakuakan penyesuaian soal
c.Memungkinkan pada siswa saling belajar mengenai sikap,
ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan
d. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
e.Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik
f. Meningkatkan motivasi belajar intrinsik
g. Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman
belajar
h. Meningkatkan hubungan posotif antara siswa dengan gurdan
personil sekolah

i. Meningkatkan padangan siswa terhadap guru yang bukan hanya


pengajar tapi juga pendidik
Beberapa teknik pembelajaran kooperatif diantaranya :
a. Metode
b.
c.
d.
e.
f.
g.

STAD

(Student

Teams

Achievement

Division)
Metode Jigsaw
Metode G (Group Investigation
Metode Struktural
Metode Dua Tinggal Dua Tamu
Metode Keliling Kelompok
Metode Kancing Gemericik

Diringkas Dari Berbagai Sumber:

What is Contextual Teaching and Learning


The REACT Strategy
Menyusun Model Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL)
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and

Learning (CTL)
http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/model-pembelajarancontextual-teaching.html

Anda mungkin juga menyukai