Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O 2 agar
dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang
dihasilkan oleh sel. Udara pernafasan mengalir melalui saluran nafas
serta mengalami beberapa proses. Sebelum masuk ke dalam alveolus
untuk mempertukarkan gas, udara pernafasan akan mengalami
tahaptahap seperti penyaringan, pelembaban, penyesuaian suhu
(pada rongga hidung), yang diikuti dengan beberapa tahap filtrasi pada
saluran-saluran di bawahnya. Defek pada salah satu saluran, semisal
akibat infeksi, menyebabkan gangguan dalam proses bernafas.
Asma adalah penyebab utama dari kematian kronik di dunia.
Prevalensi asma meningkat dalam waktu 20 tahun terakhir, terutama
pada anak-anak. Jumlah penderita asma diperkirakan sekitar 300 juta
di seluruh dunia. Asma adalah salah satu penyakit yang dapat diobati
namun tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu seorang penderita
asma perlu melakukan beberapa upaya pencegahan kekambuhan,
serta dapat pula terus bergantung pada obat selama dia menderita
penyakit ini.
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas
yang menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodic berulang berupa wheezing, sesak nafas,
dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang
luas, bervariasi, dan seringkali bersifat reversibel, dengan atau tanpa
pengobatan.

44

1.2 Pemilihan Keluarga Binaan


Keluarga yang dipilih untuk menjadi keluarga binaan dokter muda puskesmas
Padang Pasir adalah keluarga yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir.
Wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir adalah Kecamatan Padang Barat yang terletak di
pusat kota Padang dengan luas wilayah 7 km2. Dari 10 kelurahan yang ada di wilayah
Kecamatan Padang barat 5 kelurahan diantaranya terletak di pinggir pantai. Batas
wilayah Kecamatan Padang Barat adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Selatan

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Padang Timur

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.


Data kependudukan Kecamatan Padang barat sebagai wilayah kerja Puskesmas Padang

pasir adalah sebagai berikut :


Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Padang Barat Tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kelurahan
Flamboyan
Rimbo Kaluang
Ujung Gurun
Padang Pasir
Kampung Jao
Purus
Olo
Belakang Tangsi
Kampung Pondok
Berok Nipah
Jumlah

Jumlah
4.695
3.862
4.734
4.648
4.120
6.673
5.093
2.850
3.881
4.765
45.321

Sumber : BPS Kota Padang


Dari kondisi demografinya, masyarakat di wilayah Puskesmas Padang Pasir
memiliki variasi penyakit yang cukup beragam. Penyakit tersering adalah ispa, diare,
penyakit kulit infeksi, hipertensi, asma, askariasis, dan lain-lain.
44

Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol
jika menghindari faktor pencetusnya. Salah satu penderita asma di wilayah kerja Puskesmas
Padang Pasir adalah Lindawati seorang wanita berusia 32 tahun. Lindawati sudah menderita
asma sejak 5 tahun yang lalu. Beberapa pertimbangan pemilihan keluarga Lindawati sebagai
keluarga binaan yaitu karena :
-

serangan asma berulang sejak 5 tahun yang lalu.

ibu pasien juga menderita asma.

terdapat faktor pencetus yang jelas dan dapat dimodifikasi. Faktor pencetusnya berupa
debu dan cuaca dingin.

asma ini adalah penyakit keturunan sehingga besar kemungkinan anak pasien juga
menderita asma, sehingga perlu antisipasi sejak dini.

meskipun status ekonomi pasien tergolong kurang mampu, namun untuk memodifikasi
kondisi lingkungan agar tidak menjadi trigger bagi penyakit asma tidak membuthkan
banyak biaya.

44

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang
melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan
hiperresponsif dari saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu,
sesak nafas dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini
berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik
secara spontan ataupun dengan terapi1,2.
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang
ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai
respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak
orang3.
2.2 Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama
pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan
pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja
dibandingkan dengan perempuan.4
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini
akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.5
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma
meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari
seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.6
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko7
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
44

(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik


(d) Jenis Kelamin
(e) Ras/Etnik
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)

sapi, telur)
Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
Ekspresi emosi berlebih
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas

tertentu
(j) Perubahan cuaca
Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan
dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa
literatur menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced
asthma

harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan

berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan


EIB pada atlit, tidak ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan
terjadinya EIB adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable
maximum heart rate.8
Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya
kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk
menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana
terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya
proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada
akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada
EIB atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil,
neutrofil, atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.8
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:7
44

Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing,

kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam
rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok,
polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering,
olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan
gastroesofageal refluks).

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut7


Hiperaktivitas bronkus

obstruksi

Faktor Genetik
Sensitisasi

inflamasi

Gejala Asma

Faktor Lingkungan
Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang
Pemicuasma
(inducer)
PemacuGen
(enhancer)
Pencetus
terkait dengan penyakit
sangat banyak.
MHC manusia
yang(trigger)
terletak pada

kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih
merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR
merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan
sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte
Antigen) yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.317.

2.4 Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak
semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik
mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul
pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2
dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang
44

diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika
dan dermatitis atopik9,10.
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh
antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan
molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan
MHC kelas I pada sel T CD8 +). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC)
utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam
sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di
dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan
sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel
epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik
pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan
pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang
efektif9,10.
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen
alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat
pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan
dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat
retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan
newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen,
akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase
lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti
IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus
menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat9,10.
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses

yang

menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori


melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai
antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks
Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi
berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-), dan
proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses
44

yang penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi


faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel
otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah
vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul
termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada
pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan
lamanya penyakit9,10.

Gambar 1. Patogenesis Asma


Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat.
Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur
saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran
respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas
saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu
lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi
kortikosteroid9,10.
Gejala
asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan
akibat dari obstruksi
Faktor Risiko
Faktor Risiko
bronkus yang didasari oleh inflamsai
kronik dan hiperaktivitas bronkus7.
Inflamasi

Hiperaktivitas
Bronkus

44

Faktor Risiko

Obstruksi
Bronkus
Gejala

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,


nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan
refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi7.

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik


Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien,
tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi
asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas
bronkus7.
2.5 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol
asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan
44

adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut
berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya. 11
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut)11 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat.
Tabel 2. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa11.12

2. Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma
serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan
antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh:
44

seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma
berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan11,12

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya

riwayat alergi.13
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan

denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).13
Pemeriksaan Penunjang12
o Spirometri
44

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal


ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan
ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%
atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri
dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji
dengan kegiatan jasmani dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat
selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari
maksimum. Bermakna bila menunjukan penurunan APE (arus puncak
respirasi) paling sedikit 10%. Uji provokasi dengan allergen, hanya
dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang diuji.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi
saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma
yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan
adanya kelainan.

2.7 Diagnosis Banding12

Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum
3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai
sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
44

Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun
pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila

duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.


Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktiviti sehari-hari.14
Tujuan penatalaksanaan asma14:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

44

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma


terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.14
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.14
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers
44

Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Penggunaan

steroid

inhalasi

menghasilkan

perbaikan

faal

paru,

menurunkan

hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan
dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma
persisten (ringan sampai berat).
Tabel 4. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi14
Dewasa

Dosis rendah

Dosis medium

Dosis tinggi

Beklometason dipropionat

200-500 ug

500-1000 ug

>1000 ug

Budesonid

200-400 ug

400-800 ug

>800 ug

Flunisolid

500-1000 ug

1000-2000 ug

>2000 ug

Flutikason

100-250 ug

250-500 ug

>500 ug

Triamsinolon asetonid
Anak
Obat

400-1000 ug
Dosis rendah

1000-2000 ug
Dosis medium

>2000 ug
Dosis tinggi

Beklometason dipropionat

100-400 ug

400-800 ug

>800 ug

Budesonid

100-200 ug

200-400 ug

>400 ug

Flunisolid

500-750 ug

1000-1250 ug

>1250 ug

Flutikason

100-200 ug

200-500 ug

>500 ug

Triamsinolon asetonid

400-800 ug

800-1200 ug

>1200 ug

Obat

Glukokortikosteroid sistemik

44

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi
(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral
jangka panjang.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten
ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini
bermanfaat atau tidak.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat

dapat digunakan sebagai obat

pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol


gejala dan memperbaiki faal paru.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel
mast dan basofil.
Tabel 5. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-214
Onset
Cepat

Durasi (Lama kerja)


Singkat
Fenoterol

Lama
Formoterol

Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat

Salmeterol

44

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi

akibat

alergen,

sulfurdioksida

dan

bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

exercise.

Selain

bersifat

Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar
di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki
dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa
berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan
hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 14:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila


penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin

Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat


Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan
modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan
akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
44

Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian
secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan
gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi
harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).
Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan
langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 14:

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan

beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator
adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

44

Tabel 6. Pengobatan sesuai berat asma 14


Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat
Medikasi
Alternatif / Pilihan lain

Alternatif

Asma

pengontrol

lain

Asma

harian
Tidak perlu

--------

-------

Intermiten
Asma

Glukokortikoste

Teofilin lepas lambat

------

Persisten

roid

Ringan

(200-400

inhalasi
ug

BD/hari

atau

ekivalennya)

Kromolin
Leukotriene modifiers
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 Ditambah

Asma

Kombinasi

Persisten

inhalasi

ug BD atau ekivalennya) ditambah

agonis

Sedang

glukokortikoster

Teofilin lepas lambat ,atau

beta-2

oid

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800

(400-800
BD/hari

ug
atau

ekivalennya)
dan
agonis
kerja lama

ug BD atau ekivalennya) ditambah


agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Glukokortikosteroid

inhalasi

dosis

tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)


beta-2

atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800
ug BD atau ekivalennya) ditambah
44

kerja lama
oral, atau
Ditambah
teofilin
lepas
lambat

Asma

Kombinasi

leukotriene modifiers
Prednisolon/
metilprednisolon

Persisten

inhalasi

selang sehari 10 mg

Berat

glukokortikoster
oid (> 800 ug
BD

atau

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,


ditambah teofilin lepas lambat

ekivalennya)
dan agonis beta2

kerja

lama,

ditambah 1 di
bawah ini:
teofilin

oral

lepas

lambat
leukotriene
modifiers
glukokortikost
eroid oral

2.9 Komplikasi12
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumotoraks
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Gagal napas
5. Bronchitis
6. Fraktur iga
44

2.10 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa
angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma
diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut
kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.15
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%.15

44

BAB III
KELUARGA BINAAN
DOKTER MUDA ROTASI II PUSKESMAS PADANG PASIR PERIODE 15 DESEMBER
2011-18 JANUARI 2012

KELUARGA BINAAN
Nama Kepala Keluarga

: Ahmadi

Jenis Kelamin

: laki-laki

Umur

: 35 tahun

Pekerjaan

: Kurir

Agama

: Islam

Pendidikan

: tamat SMA

Alamat

: jalan Sawo no 31

Status Imunisasi

: tidak diketahui

Riwayat penyakit yang pernah di derita

: tidak pernah menderita penyakit asma, gangguan


jantung, DM, dan penyakit keturunan lainnya.

ANGGOTA KELUARGA:
1. ISTRI
Nama
Umur
Pekerjaan

: Lindawati (pasien)
: 32 tahun
: ibu rumah tangga dan penjual minyak dan
beras
: tamat SMA
: Islam
: tidak diketahui
: ilustrasi kasus.

Pendidikan
Agama
Status imunisasi
Riwayat penyakit yang pernah diderita
2. ANAK
44

Nama

: Fitri Yuliandri

Umur

: 4 tahun

Pekerjaan

: belum bekerja

Pendidikan

: belum sekolah

Agama

: Islam

Status imunisasi

: lengkap

Riwayat penyakit yang pernah diderita

: tidak pernah menderita asma, penyakit


jantung dan penyakit keturunan lainnya.

3. IBU PASIEN
Nama

: Kumbuh

Umur

: 60 tahun

Pekerjaan

: berjualan makanan ringan di SD

Pendidikan

: tamat SMP

Agama

: Islam

Status imunisasi

: tidak diketahui

ILUSTRASI KASUS
Tanggal periksa

: 21 Desember 2011

1. Latar belakang social-ekonomi-demografi-lingkungan


a. Jumlah anak

: 1 orang
44

b. Status Ekonomi

: Kurang mampu. Penghasilan rata-rata perbulan Rp 1.000.000,.

perbulan. Dari hasil pekerjaan suami sebagai seorang kurir dan pasien menjual beras dan
minyak tanah.
c. KB

: Tidak ada

d. Kondisi Rumah

Rumah permanen dari batu bata tanpa plester. Pekarangan tidak ada. Langit-langit
rumah tidak ada. Lantai semen kasar. Luas rumah 80 m 2. Ruangan yang ada 1 ruang
tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi beserta jamban yang terletak di
dalam rumah.

Banyak tumpukan barang dan kain di dalam rumah.

Dalam rumah terdapat beberapa jerigen minyak tanah dan tumpukan beras yang dijual
pasien.

Ventilasi dan sirkulasi udara kurang.

Pencahayaan cukup.

Air dari PDAM.

Kamar mandi ada, 1 buah didalam rumah terdiri dari 1 jamban jongkok dan 1 buah
bak mandi. Lantai kamar mandi dari semen.

Sampah dibakar di depan rumah.

Kesan : hygiene dan sanitasi kurang baik.

e. Kondisi lingkungan keluarga : pasien tinggal besama suami, 1 orang anak dan ibu pasien
(4 Orang). Tinggal di daerah perkotaan dan padat penduduk.

44

44

2. Aspek psikologis dalam keluarga


-

Hubungan dengan keluarga baik

Faktor stress dalam keluarga tidak ada

3. Keluhan utama
-

Sesak nafas menciut sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas.

4. Riwayat penyakit sekarang


-

Sesak nafas menciut sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas. Sesak dirasakan makin lama
makin meningkat bila cuaca dingin dan malam hari. Sesak juga dirasakan ketika
pasien menyapu rumah dan pada saat pasien batuk atau flu.

Pasien merasakan sesak hampir setiap hari dalam 1 minggu ini.

Bila pasien sesak, pasien tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Pasien biasanya
istirahat dengan berbaring ketika sesak dan meminum obat yang didapatkan dari
puskesmas. Bila sesak sudah berkurang, pasien melanjutkan lagi kegiatannya.

Batuk ada sejak 3 hari yang lalu, berdahak kental berwarna hijau. Darah tidak ada.

Riwayat alergi makanan dan bersin-bersin dipagi hari tidak ada.

Riwayat sesak nafas hingga membiru tidak ada.

Demam tidak ada, pilek ada.

Sakit kepala tidak ada. Susah tidur tidak ada.

Pasien berkeringat banyak pada malam hari tidak ada.

5. Riwayat penyakit dahulu/ keluarga


44

Pasien sudah menderita asma sejak 5 tahun yang lalu. Serangan pertama kali ketika
pasien hamil anak 1 dengan usia kandungan 8 bulan dan mendapatkan perawatan
hingga anaknya lahir (21 hari) di RSUP dr. M. Djamil.

1 tahun yang lalu pasien juga merasakan sesak sehingga dibawa ke RSUD dr. Rasidin
Padang dan kemudian mendapatkan nebulisasi.

Pasien 2 tahun ini sering berobat ke Puskesmas dengan keluhan yang sama.

Ibu pasien juga menderita asma sejak 4 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi, DM, dan Penyakit Jantung disangkal.

Suami dan anak pasien tidak menderita asma, penyakit jantung, DM, dan penyakit
kejiwaan.

6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum
Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 75 x/menit

Nafas

: 25 x/menit

Suhu

: 36.5 C0

BB/ TB

: 93 kg / 160 cm

Pemeriksaan Fisik
Kepala

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm,
refleks cahaya +/+
44

Leher : JVP (5-2)cm H2O, pembesaran KGB (-)

Kulit : Turgor kulit baik

Thoraks

Paru
o Inspeksi

: gerakan dada kanan dan kiri simetris

o Palpasi

: fremitus kanan dan kiri sama

o Perkusi

: sonor pada seluruh lapangan paru

o Auskultasi

: ekspirasi memanjang, wheezing +/+, Rhonki +/+

Jantung
o Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi

: iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial LMCS

o Perkusi

: batas jantung kanan : LSD


batas jantung kiri : RIC V 1 jari medial LMCS

o Auskultasi

: suara jantung normal, bunyi tambahan (-), bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi

: perut cembung, asites (-)

Palpasi

: perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal


44

Ekstremitas (Superior et Inferior)


Akral hangat, Refleks fisiologis ++/++, Refleks patologis -/7. Laboratorium
-

Pemeriksaan hitung jenis leukosit melihat apakah terdapat eosinofilia

8. Pemeriksaan anjuran
-

Spirometri

Uji provokasi bronchus

9. Diagnosis kerja
-

Asma bronchial persisten sedang dengan serangan ringan

10. Diagnosis banding


-

Asma bronchial persisten ringan dengan serangan ringan.

11. Manajemen
a. Preventif
-

Hindari faktor pencetus seperti cuaca dingin (memakai jaket / selimut) dan debu
(menggunakan masker).

Menyirami halaman rumah dan jalan yang ada di depan rumah untuk mengurangi
debu masuk kedalam rumah.

Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan perorangan dalam keluarga.

Hindari stress dan istirahat yang cukup serta menghindari kelelahan fisik dan psikis

Asupan nutrisi dan gizi seimbang untuk meningkatakan daya tahan tubuh.

44

Mengatur pola makan untuk mengurangi berat badan sesuai dengan anjuran pojok
gizi. Berat badan ideal untuk pasien ini sekitar 54 kg 56 kg. diharapkan pasien dapat
mengurangi berat badannya sesuai berat badan ideal.

Olah raga teratur, minimal 30 menit sehari atau 3 kali seminggu, seperti jalan-jalan
pagi atau sore hari.

b. Promotif
-

Memberikan edukasi pada pasien mengenai asma seperti faktor pencetus, gejala, dan
tanda bahaya pada saat serangan asma terjadi

Memberikan edukasi tentang kompilikasi asma serta pengobatan yang akan


didapatkan oleh penderita

Memberikan edukasi pada pasien bahwa asma bisa diturunkan, sehingga anak pasien
diharapkan menghindari faktor-faktor pencetus asma seperti dingin/ debu

Memberikan edukasi tentang syarat-syarat rumah sehat seperti jumlah ventilasi udara
dan pencahayaan yang baik.

c. Kuratif
-

Aminophillin 200 mg 3 x1 tablet

Ephedrine 25 mg 3 x tablet

Glyceryl Guaicolate 100 mg 3 x 1 tablet

Amoxicillin 500 mg 3 x 1 tablet

d. Rehabilitatif
-

Kontrol ulang bila keluhan tidak berkurang atau bertambah berat.

Rujukan ke RSUD agar pasien bisa mendapatkan obat inhaler sehingga penggunaan
ephedrine dapat dikurangi atau dihentikan.

44

DINAS KESEHATAN KOTA PADANG


PUSKESMAS PADANG PASIR
Dokter

: Irfan, Tiwi, Fifi, Rohter

Tanggal

: 21 Desember 2011

R/ Tab Aminophilline 200 mg no. X


3 dd tab I
R/ Tab Ephedrine 25 mg no V
3 dd tab
R/ Tab GG 100 mg no X
3 dd tab I
R/ Tab Resep
Amoxicilline 500 mg no XV
3 dd tab I

Pro : Lindawati
Umur : 32 Tahun

44

Follow up
1. 26 Desember 2011
a. S:
Sesak napas menciut masih ada, tetapi frekuensinya jarang yaitu 2kali

dalam seminggu.
Batuk masih ada , tetapi tidak sering, berdahak
Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.
Pasien minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:


44

Rumah sudah mulai kelihatan bersih walaupun masih ada disana sini

barang-barang yang belum dirapikan.


Ruangan seperti kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan ruang tamu
dibersihkan 2hari sekali , dibersihkan dengan cara di sapu dan bagian yang

terdapat banyak debu dilap dengan kain basah.


Pasien sudah memakai masker agar terhindar dari debu yang merupakan

pencetus asma.
Sampah tidak lagi dibakar di depan rumah tapi dikumpulkan kemudian
diletakkan di tempat penggantungan sampah kemudian diangkut petugas.

c. Tindakan
Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napas

menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.


Menyarankan agar pasien menghindari faktor faktor pencetus asma
(trigger) seperti coklat, keju, debu, cuaca dingin, dll tergantung masingmasing individu.

2. 9 Januari 2012
a. S:
Sesak napas menciut tidak ada pada waktu dilakukan kunjungan,, tetapi
menurut pasien masih ada dengan frekuensi yang jarang yaitu 2kali dalam

seminggu.
Batuk sudah berkurang ,
Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.
Pasien rajin pergi ke puskesmas serta minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:


Rumah sudah mulai kelihatan bersih walaupun masih ada disana sini

barang-barang yang belum dirapikan.


Ruangan seperti kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan ruang tamu
dibersihkan 2 hari sekali , dibersihkan dengan cara di sapu dan bagian

yang terdapat banyak debu dilap dengan kain basah.


Pasien sudah memakai masker agar terhindar dari debu yang merupakan
pencetus asma.
44

c. Tindakan
Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napasa
menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.
3. 16 Januari 2012
a. S:
Sesak napas menciut tidak ada pada waktu dilakukan kunjungan,, tetapi menurut
pasien masih ada dengan frekuensi yang jarang dan sudah kurang sekali dalam

minggu ini
Batuk tidak ada
Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.
Pasien minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:


Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napas menciut
agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan
c. Tindakan
Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga, ada yang sesak napas menciut
agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.

44

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan usia 32 tahun, datang ke Puskesmas


Pembantu Purus V Padang pada tanggal 21 Desember 2011 dengan diagnosis kerja Asma
bronchial persisten dengan serangan ringan. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesa didapatkan pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas
menciut sejak 1 hari sebelum pasien berobat ke Puskesmas. Dari keluhan utama ini dapat
dipikirkan beberapa penyakit yang mungkin seperti asma bronchial dan bronchitis kronik.
Dari anamnesa didapatkan tidak ada riwayat batuk kronis yang mengeluarkan sputum
selama 3 bulan dalam 2 tahun belakangan ini serta tidak didapatkan adanya riwayat merokok
sehingga riwayat bronchitis kronis dapat disingkirkan.
Anamnesa selanjutnya didapatkan gambaran klinis asma klasik berupa riwayat sesak
hampir setiap hari dalam 1 minggu ini. Sesak berbunyi dan riwayat batuk sebelum sesak nafas.
Riwayat alergi tidak ada. Sesak nafas muncul saat cuaca dingin. Selain itu jika pasien sesak,
pasien tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Pasien biasanya istirahat dengan berbaring
ketika sesak dan meminum obat yang didapatkan dari puskesmas. Bila sesak sudah berkurang,
pasien melanjutkan lagi kegiatannya. Ini dapat menunjukan bahwa pasien dalam kategori asma
persisten serangan ringan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas per menit 25 kali dan pemeriksaan
paru pada auskultasi ekspirasi memanjang, wheezing dan ronkhi pada kedua lapangan paru.
Untuk menunjang diagnosis dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan spirometri dan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator hirup golongan adrenergik beta. Pada asma didapatkan peningkatan VEP1 atau
KVP sebanyak 20%. Pada uji provokasi bronkus,penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih
44

dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani dilakukan dengan menyuruh pasien berlari
cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Bermakna bila
menunjukan penurunan APE (arus puncak respirasi) paling sedikit 10%. Uji provokasi dengan
allergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang diuji.
Terapi pada pasien ini berupa preventif berupa menghindari faktor pencetus seperti cuaca
dingin (memakai jaket / selimut) dan debu (menggunakan masker). Karena dari anamnesis
didapatkan riwayat sesak nafas jika cuaca dingin. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan
perorangan dalam keluarga tujuannya untuk menghindari salah satu faktor pencetus seperti debu.
Hindari stress dan istirahat yang cukup serta menghindari kelelahan fisik dan psikis karena salah
satu faktor pencetus sesak dapat berupa kelelahan fisik dan psikis. Asupan nutrisi dan gizi
seimbang untuk meningkatakan daya tahan tubuh serta mengurangi berat badan.
Promotif berupa menjelaskan kepada pasien bahwa asma dapat timbul jika terdapat faktor
pemicu: alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing,
tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok. Pemacu: Rhinovirus, ozon,
pemakaian 2 agonist. Dan pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu
binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk
sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering,
olahraga, menangis, tertawa, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal
refluks). Gejala-gejala asma berupa frekuensi pernapasan meningkat, ekspirasi memanjang
diserta ronki kering, mengi, dan tanda bahaya pada saat serangan asma terjadi seperti biru, sesak
yang semakin bertambah (pasien sukar berbicara). Memberikan edukasi tentang kompilikasi
asma serta pengobatan yang akan didapatkan oleh penderita. Memberikan edukasi pada pasien
bahwa asma bisa diturunkan, sehingga anak pasien diharapkan menghindari faktor-faktor
pencetus asma seperti dingin/ debu. Memberikan edukasi tentang syarat-syarat rumah sehat
seperti ventilasi udara dan pencahayaan
Pada pasien ini diberikan pengobatan antara lain: Aminophillin 200 mg 3 x1 tablet
Ephedrine 25 mg 3 x tablet Glyceryl Guaicolate 100 mg 3 x 1 tablet Amoxicillin 500 mg 3 x 1
tablet.

44

Aminophilin (teofilin - etlendiamin) yang merupakan senyawa metilxantin memiliki


efikasi sebagai bronkodilator dan anti radang pada asma akut. Terapi biasanya dimulai dari 1216mg/kgBB dalam dosis terbagi. Pada pasien ini diberikan aminopilin 600 mg per hari yang
dibagi dalam 3 dosis.
Pemberian ephedrine diberikan untuk memperkuat kerja obat golongan metilxantin seperti
Aminophilline atau Teophillin yang juga bekerja sebagai bronkodilator namun tidak bekerja
secara spesifik. Ephedrine diberikan pada pasien ini, karena dengan pengobatan asma bronchial
yang lazim dengan pemberian salbutamol, tidak mengurangi gejala sesak pada pasien.
Glyceryl guaicolate diberikan untuk ekspektorasi agar pasein dapat mengeluarkan dahak
sehingga tidak memperparah sesak pada pasien. Amoxicillin digunakan sebagai antibiotika
karena pasein mngeluhkan dahak yang semakin kental dan berwarna kehijauan serta telah
berlangsung selama setidaknya 7 hari.
Rehabilitatif berupa kontrol ulang bila keluhan tidak berkurang atau bertambah berat dan
dapat pula diberikan rujukan ke RSUD agar pasien bisa mendapatkan obat inhaler sehingga
penggunaan efedrin dapat dikurangi atau dihentikan.
Dari follow up didapatkan keadaan pasien yang makin membaik, meskipun sesak nafas
masih ada namun sudah tidak begitu berat dan tidak mengganggu aktivitas, sedangkan demam,
batuk, dan pilek sudah tidak ada. Keadaan rumah pasien sudah semakin teratur, meskipun masih
ada pakaian yang bertumpuk tapi sudah dibungkus kain sedangkan pakaian yang tergantung
sudah dibersihkan. Pasien juga sudah rutin menyirami halaman dan jalan didepan rumah untuk
mengurangi debu yang masuk kedalam rumah. Pada pasien juga diberikan masker untuk
menutup hidung pada saat membersihkan rumah sehingga mengurangi produksi debu yang
terhirup yang dapat mencetuskan asma pasien.

44

Pasien juga sudah mengetahui bahwa faktor pencetus dari asma pasien adalah debu dan
cuaca dingin sehingga sedapat mungkin pasien menghindari hal-hal tersebut untuk mengurangi
serangan asma.
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan
cara menghindari faktor risiko dan minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter

44

DAFTAR PUSTAKA
1. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative
For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 300.
3. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI ; 2008. h.105-18.
4. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
5. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir
Rev 2007; 16: 104, 6772
6. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May
4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5
7. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
8. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Lus Delgado, Miguel
Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma.
Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and
Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007
9. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe
NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96.
10. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin
Kedokteran. 2003; 141. 5 6.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.
12. Heru Sundaru, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IPD FKUI.
Jakarta.2007.h.245-254.
44

13. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82.
14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. h 73-5
15. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KELUARGA BINAAN
DOKTER MUDA ROTASI II
PUSKESMAS PADANG PASIR
PERIODE 15 DESEMBER 2011 18 JANUARI 2012
ASMA BRONKHIAL

Mengetahui,
Preseptor Fakultas Kedokteran

dr. Kemala Sayuti, Sp.M (K)


44

Preseptor Puskesmas Padang Pasir

Dr. Celsia Krisanti Darsun

dr. C Juliartrini Sugandhi

44

Anda mungkin juga menyukai