Dasar Imunisasi
(Pencegahan penyakit)
Pencegah
an primer
Pencegah
an
sekunder
Pencegah
an tersier
Dasar Imunisasi
(Kekebalan Tubuh)
Imunitas
pasif
Imunitas
aktif
Dasar Imunisasi
Pengertia
n
Tujuan
Dasar Imunisasi
Proliferasi
dan
diferensiasi
sel limfosit
B
Kompleks
Ag+Ab
Terikat
dengan
complemen
(AgAbC)
Mempel
pada sel
dendrit
folikel
Terbentuk
sel plasma
Menghasilka
n antibodi
dan sel B
memori
Sel B memori di
sirkulasi dan sel
plasma migrasi ke
sumsum tulang
Sel B
memori
Sel T
Memor
i
Sekresi
sitokin
Proliferasi sel
T dengan Ag
spesifik dan
diferensiasi
Menghasilkan
sel efektor
dan sel
memori
Jenis
Vaksin
Live
attenuated
(kuman atau
virus hidup
yang
dilemahkan)
Vaksin
Inactivated
( kuman,virus,
atau
komponennya
yang dibuat
tidak aktif)
Contoh
Vaksin campak, gondongan
(parotitis), rubela, polio,
rotavirus, demam kuning
Berasal dari bakteri: vaksin BCG
dan demam tifoid oral
Vaksin Inactivated
Selalu membutuhkan
dosis multipel
Vaksin polisakarida
Sifat
terdiri atas rantai panjang molekul gula
yang membentuk permukaan kapsul
bakteri.
Respon imun : sel T independen
(stimulasi sel B tanpa bantuan sel Th)
Contoh
Vaksin polisakarida murni :
Pneumokokus,
Meningokokus, dan
Haemophillus influenzae type b
Vaksin recombinan
Antigen vaksin yang
dihasilkan dengan
cara teknik rekayasa
genetik
Vaksin hepatitis
B
Vaksin tifoid
Vaksin rotavirus
Dosis imunisasi
HBsAg Ibu
Positif
Imunisasi
HBIg (0,5 ml) dan
vaksin HB (0,5 ml)
Negatif atau
Vaksin HB
tidak diketahui
KETERANGAN
Dosis 1: <12 jam pertama
Dosis 1 : segera setelah lahir
Bila dalam 7 hari ibu HBV +
HBIg
Vaksin Poliomielitis
Jenis vaksin
Sediaan oral (OPV) : aman dan efektif, murah dan mudah.
Namun dapat menyebabkan kelumpuhan unt setiap 3 juta
dosis
vaksin inaktivasi (IPV): tidak memiliki resiko vaccine
assosiated polio paralytic, dapat bermultipikasi dalam
usus dan menyebar melalui feses, mahal dan butuh
Pemberian
tenaga terlatih
OPV diberikan pada semua bayi baru lahir sebanyak 2
tetes atau 0,1 ml. Dilanjutkan usia 2,4,6,18/24 dan 5
tahun dengan OPV atau IPV
Karakteristik
Dibuat dari basil Mycobacterium bovis yang dilemahkan
Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan
Pemberian
Diberikan sekali pada usia 2-3 bulan, anak >3 bulan dilakukan test
mantux terlebih dahulu
Dosis untuk anak <1 tahun 0,05 ml dan >1 tahun 0,1 ml
Diberikan secara intra kutan pada deltoid kanan
Jangan terkena matahari, disimpan pada 2 oC-8oC, tidak beku.
Bila sudah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam
kontraindikasi
Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
Menderita infeksi HIV atau resiko tinggi infeksi HIV
imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid,
obat imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi,
penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulan
atau sistem limfe
Gizi buruk
Demam tinggi
Pernah TB
Kehamilan
KIPI
Pemberian
Pemberian
Riwayat anafilaksis,
ensefalopati dan
keadaan khusus pada
vaksin sebelumnya
Karakteristik
Dibuat dari konjugasi polyribosyribitol phospate (PRP) Hib
dengan protein dari berbagai komponen bakteri lain (di
IndonesiaNisseria Menigitidis (PRP-OMP) /tetanus (PRPT)
Pemberian
Jenis vaksin
Berisi polisakarida murni, 23 serotipe Pneumococcus
polysaccharidae (PPV23)
Generasi kedua berisi vaksin polisakarida konjugasi, 7
serotipe disebut pneumococcal conjugate vaccine
(PCV7)
Pemberian
Imunisasi dasar
Imunisasi ulangan
2-6
7-11
12-23
> 24
1 dosis
Vaksin Rotavirus
Vaksin Influenza
Pemberian
Pemberian
KIPI
Pemberian
Dosis : 0,5 ml secara subkutan
Jadwal : 9 bulan, saat sekolah (kelas 1 SD)
Rekomendasi bila terlambat :
Umur 9-12 bulan kapan saja
Umur 1 tahun berikan MMR
Bila booster belum didapat setelah umur 6 tahun diberikan kapan saja
Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan
ulangan umur 6 tahun campak ulangan SD kelas 1 tidak diperlukan
Kontraindikasi
Anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien
kanker atau tranplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang,
anak immunocompromised yang terinfeksi HIV.
KIPI
demam >39,5 C, dijumpai pada hari ke 5-6 ,setelah
imunisasi, terjadi selama 2 hari
Ruam timbul di hari 7-10, berlangsung selama 2-4 hari
Ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi
Manajemen KIPI
Jika demam : bisa diberikan parasetamol 10-15 mg/kgbb
setiap 3-4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24
jam.
Bekas suntikan yang nyeri : dapat dikompres dengan air
dingin.
Vaksin Varisella
Karakteristik
vaksin
Kontra indikasi
Demam tinggi
Pengobatan
kortikosteroid
( 2mg/kgbb per
hari/lebih)
Alergi pada neomisin
Pemberian
Diberikan : pada umur 5 tahun
Untuk anak yang kontak dengan
pasien varisela dapat dicegah bila
diberikan dalam kurun waktu 72 jam
setelah kontak (catatan : kontak harus
segera dipisahkan)
Dosis 0,5 ml, subkutan, 1 kali
>13 tahun atau dewasa, diberikan 2
kali dengan jarak 4-8 minggu.
KIPI
KIPI
Malaise, demam,
ruam, 1 minggu
pascaimunisasi
selama 2-3 hari
Dapat kejang demam,
meningoensefalitis
Pasien keganasan,
imunosupresif, alergi
berat, demam akut,
mendapat vaksin
hidup lainnya dalam
waktu 4 minggu
Pemberian
Kontra indikasi
Karakteristik vaksin
Dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen
yang telah dilemahkan.
Penyimpanan : suhu 2 C- 8 C.
Pemberian
1 kapsul diberikan pada hari 1,3 dan 5. Dimakan 1 jam
sebelum makan dengan minuman yang <37 C. Kapsul
ditelan utuh dan tidak boleh dibuka
tidak boleh diberikan bersamaan dengan
antibiotik,sulfonamid, anti malaria yg aktif terhadap
salmonella.
Karakteristik vaksin
Kontra indikasi
Alergi, demam.
Pemberian
Reaksi samping
lokal
Vaksin Hepatitis A
Karakteristik vaksin
monovalen, vaksin kombinasi HepB/HepA
Pemberian
Diberikan : pada umur > 2 tahun
Vaksin kombinasi HepB/hepA diindikasikan >
12 bulan, terutama untuk catch-up
immunisation
Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan 2x
Karakteristik vaksin
vaksin bivalen ( tipe 16,18)
vaksin quadrivalen ( tipe 6,11,16,18)
Pemberian
Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak
perempuan sejak umur >10 tahun
Dosis 0,5 ml, secara intramuskular pada daerah deltoid
Jadwal :
Vaksin HPV bivalen = jadwal 0,1,6 bulan
Vaksin HPV kuadrivalen jadwal 0, 2 , bulan
Referensi
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Badan
Penerbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia.