Anda di halaman 1dari 3

Senin, 19 Nopember, 2007 oleh Arli Aditya Parikesit

Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang
sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal
demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks
kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tibatiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan
tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak
menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:

Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar


menginginkan kematian.

Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai
contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman
untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).

Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat
ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat
terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.

Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan
wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan,
namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat
dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai bunuh diri atas
pertolongan dokter. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr.
Jack Kevorkian.

Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:

Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan


tujuan untuk menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah
memberikan suntik mati. Hal ini ilegal di Britania Raya dan Indonesia.

Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh


penghentian tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian

pemberian nutrisi, air, dan ventilator.


Ada kasus ketika meningkatkan dosis pengurang rasa sakit, seperti pemberian
Morfin, dapat memperpendek umur pasien. Namun pemberian morfin tidak
dimaksukan untuk menimbulkan kematian, sehingga dipandang secara moral
berbeda. Kasus ini juga dapat dilihat dari perspektif falsafah efek ganda. Prinsip ini
berasal dari filsafat moral Immanuel Kant, yang juga dipopulerkan oleh Gereja
Katholik. Falsafah efek ganda menekankan bahwa suatu efek tindakan tidak akan
bisa diterima secara moral ketika ia terjadi secara sengaja, namun tindakan itu akan
diterima jika tidak disengaja.
Argumen Pro Euthanasia
Kelompok pro euthanasia, yang termasuk juga beberapa orang cacad, berkonsentrasi
untuk mempopulerkan euthanasia dan bantuan bunuh diri. Mereka menekankan
bahwa pengambilan keputusan untuk euthanasia adalah otonomi individu. Jika
seseorang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau berada dalam
kesakitan yang tak tertahankan, mereka harus diberikan kehormatan untuk memilih
cara dan waktu kematian mereka dengan bantuan yang diperlukan. Mereka
mengklaim bahwa perbaikan teknologi kedokteran merupakan cara untuk
meningkatkan jumlah pasien yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa kasus,
perpanjangan umur ini melawan kehendak mereka.
Mereka yang mengadvokasikan euthanasia non sukarela, seperti Peter Singer,
berargumentasi bahwa peradaban manusia berada dalam periode ketika ide
tradisional seperti kesucian hidup telah dijungkir balikkan oleh praktek kedokteran
baru yang dapat menjaga pasien tetap hidup dengan bantuan instrumen. Dia
berargumen bahwa dalam kasus kerusakan otak permanen, ada kehilangan sifat
kemanusian pada pasien tersebut, seperti kesadaran, komunikasi, menikmati hidup,
dan seterusnya. Mempertahankan hidup pasien dianggap tidak berguna, karena
kehidupan seperti ini adalah kehidupan tanpa kualitas atau status moral.
Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral antara
membunuh dan mengizinkan kematian terjadi. Jika konsekuensinya adalah kematian,
maka tidak menjadi masalah jika itu dibantu dokter, bahkan lebih disukai jika
kematian terjadi dengan cepat dan bebas rasa sakit.
Oposisi terhadap Euthanasia
Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau
sekuler, bahwa setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil
hidup seseorang dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak
orang cacad menekankan bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan
memaksa beberapa orang cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan dukungan
sosial, kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi.

Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed
consent akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan merasa
bahwa mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara
umum, argumen anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk hidup,
bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.
Disadur dari:
Wellcome Trust. 2004. Disability & Bioethics Resource Pack. Euthanasia. V1.0
Referensi tambahan:

Shannon, Thomas (Diterjemahkan K.Bertens). 1995. Pengantar Bioetika.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Karo-Karo, Andre. 1987. Etika Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Situs web Riset Euthanasia. http://www.euthanasia.com/

Situs web Peter Singer. http://www.princeton.edu/~psinger/

Telah dimuat di http://netsains.com/2007/11/euthanasia-dan-kematian-bermartabatsuatu-tinjauan-bioetika/

Anda mungkin juga menyukai